• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

NUR KHOLIDA DAULAY 152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

NUR KHOLIDA DAULAY 152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa lapora tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2018

Nur Kholida Daulay 152401039

(4)
(5)

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

ABSTRAK

Penentuan kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang di produksi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV sudah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Analisis kadar air dan kadar kotoran dilakukan dengan metode gravimetri sedangkan analisis kadar asam lemak bebas dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri, yaitu dengan menggunakan larutan KOH 0,1 N sebagai pentiter, phenolftalein sebagai indikator dan campuran n-heksan dan etanol sebagai pelarutnya. Dari hasil pengamatan diperoleh kadar air yang berasal dari PKS kode 06 adalah 4,45%, PKS kode 01 adalah 4,89%, PKS kode 12 adalah 5,56%, dan PKS kode 16 adalah 6,58%. Kadar kotoran yang berasal dari PKS kode 06 adalah 11,34%, PKS kode 01 adalah 14,44%, PKS kode 12adalah 7,29%, dan PKS kode 16 adalah 9,88%. Sedangkan kadar asam lemak bebas (ALB) yang berasal dari PKS kode 06 adalah 2,98%, PKS kode 01 adalah 3,73%, PKS kode 12 adalah3,88%, dan PKS kode 16 adalah 3,92%. Dengan demikian kadar air, kadar kotoran, kadar asam lemak bebas pada inti sawit dari masing-masing PKS telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) di PTPN IV Medan.

Kata kunci: analisa mutu, kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar kotoran.

(6)

DETERMINATION OF WATER CONTENT, DIRT CONTENT, AND FREE FATTY ACID CONTENT (FFA) FROM PALM KERNEL OF

PRODUCTION PTPN IV MEDAN

ABSTRACT

Determination of water content, dirt content, and free fatty acid content (ALB) of palm kernel produced by PT. Perkebunan Nusantara IV has been done. The purpose of this research is to know whether water content, impurity content, and free fatty acid have fulfilled palm kernel standard quality determined by Indonesian National Standard (SNI). Analysis of moisture content and dirt content was done by gravimetric method while free fatty acid content analysis was performed by titration of alkalimetry, using 0,1 N KOH solution as pentiter, phenolphthalein as indicator and mixture of n-hexane and ethanol as solvent. From the observation results obtained water content derived fromPKS code 06 is 4,45 %, PKS code 01 is 4,89%, PKS code 12 is 5,56%, PKS code 16 is 6,58%. Dirt content derived from PKS code 06 is 11,34%, PKS code 01 is 14,44%, PKS code 12 is 7,29%, PKS code 16 is9,88%. While the free fatty acid content (ALB) derived from PKS code 06 is 2,98%, PKS code 01 is 3,73%, PKS code 12 is 3,88%, PKS code 16 is 3,92%. Thus the water content, impurity content, and free fatty acid content in the palm kernel from each PKS has met the Indonesian National Standard (SNI) in PTPN IV Medan.

Keywords: Quality Analysis, Water Content, Dirt Content, Free Fatty Acid Content

(7)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program studi Kimia Diploma III di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan laporan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Kantor Pusat PTPN IV Medan dari tanggal 22 Januari sampai dengan 22 Februari 2018 dengan judul

“PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilaksanakan, kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah membantu banyak bersusah payah dan berbuat baik demi kemajuan anak-anaknya serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan.

2. Bapak Dr. Darwin Yunus, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU.

4. Pimpinan Staf Kantor Pusat PTPN IV Medan yang telah memberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Amran selaku Kepala Laboratorium di Kantor Pusat PTPN IV Medan 6. Seluruh Staf Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan mendidik penulis selama perkuliahan berlangsung.

7. Sahabat saya Ayu, Febri, Zafira yang selalu memberikan semangat, doa dan motivasi dari kejauhan saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

8. Untuk teman-teman satu kelas saya di D-3 Kimia Kelas A 2015 FMIPA USU.

(8)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan ketidakmampuan. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis serta dari semua pihak yang membaca dalam meningkatkan wawasan pengetahuan di bidang Ilmu Kimia.

Medan, Mei 2018 Penulis

Nur Kholida Daulay

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 3

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit 5

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit 8

2.3.1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik 8

2.3.2. Perebusan TBS 8

2.3.3. Perontokan dan pelumatan buah 9

2.3.4. Pemerasan atau ekstraksi minyak sawit 9 2.3.5. Pemurnian atau penjernihan minyak sawit 10

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji 11

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung 11

2.4. Inti Sawit 11

2.4.1. Pengolahan inti kelapa sawit 12

2.4.2. Penimbunan inti sawit 14

2.4.3. Mutu inti sawit 15

2.5. Minyak Kelapa Sawit 15

2.5.1. Minyak inti kelapa sawit 16

2.6. Standar mutu minyak sawit 16

2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 18

2.7. Lemak Dan Minyak 20

(10)

2.8. Air 22

2.9. Kadar Kotoran 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 25

3.1. Metode Percobaan 25

3.1.1. Alat 25

3.1.2. Bahan 25

3.2. Prosedur Kerja 26

3.2.1. Penentuan kadar air 26

3.2.2. Penentuan kadar kotoran 26

3.2.3. Penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1. Hasil 28

4.2. Perhitungan 28

4.2.1. Perhitungan kadar air 28

4.2.2. Perhitungan kadar kotoran 28

4.2.3. Perhitungan kadar asam lemak bebas (ALB) 29

4.3. Pembahasan 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1. Kesimpulan 31

5.2. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 33

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit 17 4.1. Data analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol 33 2.2 Asam Karboksilat 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Norma Penerimaan Mutu Inti Sawit 33

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ALB = Asam Lemak Bebas

PTPN = Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara SNI = Standar Nasional Indonesia

PKS = Pabrik Kelapa Sawit CPO = Crude Palm Oil PKO = Palm Kernel Oil TBS = Tandan Buah Segar BJ = Berat Jenis

CBC = Cake Breaker Convenyor LTDS = Light Tenera Dry Separation kg = Kilogram

gr = Gram

KOH = Kalium Hidroksida N = Normalitas

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar.

Kelapa sawit yang sudah dibudidayakan terdiri dari dua jenis : E. guineensis dan E.

oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dibudidayakan sebagai tanaman komersial. Sementara E. oleifera belakangan ini mulai dibudidayakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Kelapa sawit yang dikenal berdasarkan ketebalan cangkang ada tiga jenis, yakni Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal, sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera memiliki buah yang tidak memiliki cangkang, namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera (Sibuea, 2014).

Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri dari dua macam, Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan (press). Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Kedua, minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) (Fauzi dkk, 2002).

Adapun mutu minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kadar kotoran, dimana jika kadar kotoran meningkat ini diakibatkan terjadinya kesalahan pada mesin produksi, yaitu ripple mill, claybath, dan juga kernel silo. Penyimpanan nut yang tidak merata akan mengakibatkan nut yang belum masak ikut jatuh ke stasiun pengiriman yaitu bulk silo, sehingga inilah yang mengakibatkan tingginya kadar air (Tim Penulis, 1997)

Air merupakan media untuk berlangsungnya proses biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein, dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terkandung dalam inti. Kadar air inti dari pemisahan basah sekitar 15- 25%. Oleh karena itu, inti perlu dikeringkan untuk dapat memperpanjang daya simpan

(16)

agar lebih awet dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, permukaan inti yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik seperti jamur yang menempel pada permukaan. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang akan merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin baik secara hidrolisis atau oksidasi.

Oleh karena itu, perlu segera dilakukan penurunan kadar air. Inti dapat tahan lebih lama dalam penyimpanan bila kadar air rendah, yakni sekitar 6% sampai 7%. Pengamatan pada beberapa PKS dengan kadar air inti 7%, kadar inti pecah 15% pada penyimpanan selama 6 bulan menunjukkan kadar ALB akhir 3-5% (Sibuea, 2014).

Oleh sebab itu untuk mengetahui mutu minyak sawit, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kandungan minyak tersebut telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk memilih judul

“Penentuan Kadar Air, Kadar Kotoran, Dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Inti Sawit Produksi PTPN IV Medan”.

1.2. Permasalahan

Apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada inti sawit produksi yang masuk di PTPN IV Medan dari setiap PKS sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada inti sawit produksi yang berasal dari setiap PKS pada PTPN IV Medan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.4. Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang persentase kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada inti sawit produksi serta perbandingannya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.

Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948- 1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

(18)

Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu, lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan (Fauzi dkk, 2004).

(19)

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit A. Klasifikasi

Divisi : Tracheophyita Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmales

Famili : Arecaceae Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq.

2. E. oleifera 3. E. odora

(Sibuea, 2014)

B. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.

1. Bagian Vegetatif A. Akar

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut.

Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah

(20)

sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

B. Batang

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai cambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas.Batang berbentuk silindris dan berdiameter 20-75 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan, dan iklim setempat.

C. Daun

Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu- bulu. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagia tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua.

2. Bagian Generatif A. Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang beruncing yang disebut spikelet. Jumlah spikelet

(21)

dalam rangkaian dapat mencapai 200 buah. Kadang-kadang pada tanaman kelapa sawit terbentuk rangkaian bunga yang hermaprodit, terutama pada tanaman yang masih muda.

Hal ini dapat terjadi pada masa transisi antara jantan dan betina. Bunga betina yang sudah mekar atau dalam keadaan reseptif mengalami beberapa tingkatan perkembangan, tingkat perkembangan bunga betina dapat dilihat dari perbedaan warnanya. Pada hari keempat saat warna bunga menjadi merah kehitam-hitaman betina mengeluarkan bau harum dan lender yang menarik serangga, sehingga penyerbukan dapat terjadi. Selain oleh serangga, penyerbukan dapat juga dibantu angin. Bunga jantan pun mengalami tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan perkawinan. Bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang khas. Hal itu menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil untuk penyerbukan buatan.Produksi tandan bunga jantan per pokok pada tanaman muda lebih sedikit dibandingkan dengan produksi bunga betina. Angka perbandingan akan menjadi stabil sesuai dengan bertambahnya umur tanaman.

B. Buah

Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dimulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokaprium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri daari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman.

Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Banyaknya

(22)

buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budi dayanya (Fauzi, 2004).

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya.

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik, yaitu :

 Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan

 Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit

2.3.1. pengangkutan TBS ke pabrik

Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB-nya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah.

Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk.

Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit, dan lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses selanjutnya yaitu perebusan.

2.3.2. perebusan TBS

Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang

(23)

dilakukan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 C. Perebusan yang lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan perebusan adalah :

 Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB

 Mempermudah pelepasan bauh dari tandan dan inti dari cangkang

 Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan

 Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak.

2.3.3. perontokan dan pelumatan buah

Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikan TBS ke atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah-buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji, selama proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi).

Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar. Selain sebagai bahan bakar, tandan kosong tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah).

2.3.4. pemerasan atau ekstraksi minyak sawit

Untuk memisahkan bji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu dilakukan pengadukan selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak, yaitu seperti berikut :

a. Ekstraksi dengan sentrifugasi

Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada bagian dindingnya.Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar.

(24)

Dengan adanya gaya sentrifusi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding tabung.

b. ekstraksi dengan cara Srew Press

Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris, dan tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan banyak biji yang pecah.

c. Ekstraksi dengan bahan pelarut

Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah, belum umum digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak akan terpisah dari partikel yang lain.

d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis

Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan hidrolis.

2.3.5. pemurnian dan penjernihan minyak sawit

Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah ( Crude Palm Oil,CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang

(25)

berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya.

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji

Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 C. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung

Pemisahan inti dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ) antara inti sawit dan tempurung.Alat yang digunakan disebut hydrocyclone separator.Dalam hal ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung.

Atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang telah pecah dalam larutan lempung yang mempunyai BJ 1,16. Dalam keadaan ini inti sawit akan terpisah dengan tempurungnya, inti sawit mengapung sedangkan tempurung tenggelam. Prses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih.

Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80 C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO). Hasil samping pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti sawit (Kernel Oil Cake, KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai pengeras jalan, atau dibuat arang dalam industri pabrik bahan aktif (Tim Penulis, 1997).

2.4. Inti Sawit

Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat.Inti sawit mengandung lemak, protein, serat, dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung di dalamnya

(26)

(disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53%.

Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik, kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur). Dalam keadaan normal kadar ALB minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahan hanya 0,5%. Jadi pembentukan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu juka tempat penimbunannya lembap dan atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar air kesetimbangan terhadap lembap nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika sekitar 7- 8%)

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Berondolan dan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut (Mangoensoekarjo & Semangun, 2003).

2.4.1. Pengolahan Inti Kelapa Sawit

Pengelolaan inti sawit yang dimaksudkan untuk memperoleh inti sawit yang berasal dari bji sawit (nut) dengan urutan pengolahan sebagai berikut:

a. CBC (Cake Breaker Convenyor)

Dimana CBC adalah suatu alat yang digunakan untuk membawa dan memecahkan gumpalan cake dari stasiun press ke depricarper dengan sistem convenyor sehingga mengurangi kerja blower (Risza, 2001).

(27)

b. Depricarper

Dimana depricarper berfungsi untuk memisahkan dan membersihkan fiber dari serabut- serabut yang masih melekat pada biji serta membawa fiber menjadi bahan bakar boiler (Risza, 2001).

c. Nut Polishing Drum

Alat ini berupa drum dengan kerangka berputar dan memiliki plat pada pembawa yang dipasang miring pada dinding. Biji kelapa sawit yang telah dipisahkan dari ampasnya masuk ke dalam alat ini. Akibat putaran drum tersebut, biji-biji akan dipoles (dilepaskan serat-seratnya yang masih tertinggal pada biji) (Risza, 2001).

d. Conveyor Under Polishing Drum

Fungsinya untuk mendorong nut yang telah di polish untuk dihisap oleh nut transport (Risza, 2001).

e. Nut Transport

Untuk mengangkat nut menuju nut silo dengan sistem hisapan dari blower cyclone (Risza, 2001).

f. Nut Silo

Tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada proses berikutnya (Risza, 2001).

g. Ripple Mill

Digunakan untuk memecahkan biji (nut) dari cangkangnya dengan cara ditekan/menjepit biji dengan rotor pada dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji (Risza, 2001).

h. Light Tenera Dry Separation (LTDS I)

Fungsinya yaitu, memisahkan cangkang, inti utuh, dan inti pecah dari ripple mill, membawa cangkang untuk bahan bakar boiler (Risza, 2001).

(28)

i. Light Tenera Dry Separation (LTDS II) Fungsinya, yaitu:

a. Memisahkan cangkang, inti utuh, inti pecah yang berasal dari light tenera dry separation I, dimana inti dialirkan menuju kernel silo, sedangkan inti pecah dan cangkang berukuran besar menuju claybath.

b. Membawa cangkang yang berukuran lebih kecil menuju shell hopper untuk bahan bakar boiler (Risza, 2001).

j. Claybath

Untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan beratnya sama.

Dimana untuk yang berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis larutan akan terapung diatas dan yang berat jenisnya lebih besar dari larutan akan tenggelam (Risza, 2001).

k. Kernel Silo

Fungsinya yaitu, untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi sehingga kelembapan menjadi 7% (Risza, 2001).

l. Bulk Silo

Tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim keluar untuk dijual dengan kapasitas 400 ton (Risza, 2001).

2.4.2. Penimbunan Inti Sawit

Inti sawit dapat disimpan dalam karung goni yang berisi 50 atau 80 kg atau disimpan secara curah dalam bin atau silo. Di sini juga dapat terjadi perusakan mutu selama penimbunan, yaitu peningkatan kadar ALB, perkembangan jamur dan kutu-kutu.

Persyaratan penimbunan yang baik adalah:

1. Kadar air inti 7% (kadar air setimbang dengan kelembaban udara luar) 2. Kadar inti pecah diusahakan sedikit mungkin

3. Memakai goni bersih dan kuat (menghindarkan kutu pada goni bekas beras) 4. Ventilasi gudang harus baik dan udara kering

(29)

5. Tinggi lapisan goni berisi inti tidak lebih dari 4 lapis

6. Penimbunan tidak langsung diatas lantai semen (memakai lantai papan yang kosong) (Mangoensoekarjo, 2003).

2.4.3. Mutu Inti Sawit

Contoh yang diperiksa adalah inti produksi pada waktu penggonian. Contoh diambil dari setiap goni pada waktu sedang mengisi goni yang kemudian dikumpulkan menjadi contoh harian setiap dinas gilir. Data yang diperlukan adalah % air, % kotoran, % inti pecah, % kadar minyak, dan % ALB.

Kadar kotoran dalam inti sawit sedikit banyaknya ada hubungannya dengan kehilangan inti dalam cangkang. Kehilangan inti yang tinggi disertai dengan kotoran inti yang rendah, namun bisa juga keduanya sama-sama tinggi. Dalam hal ini demikian perlu memeriksa pemeraman biji, putaran pemecah dan lain-lain.

Pengujian ALB pada waktu pengiriman juga perlu untuk memeriksa apakah sterilisasi inti berlangsung baik atau tidak (Tim Penulis, 1997).

2.5. Minyak Kelapa Sawit

Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan.Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit. Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belumdapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah.

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel.

Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia.

Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

(30)

Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong- kantong minyak. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten (Naibaho, M.P. 1996).

2.5.1. Minyak Inti Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm.

selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah (Ketaren, S.

2005).

2.6. Standar Mutu Minyak Sawit

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi: kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan pemucatan (Tim Penulis, 1997).

(31)

Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit Karakteristik Minyak Sawit Inti Sawit Minyak Inti

Sawit

Keterangan

Asam Lemak

Bebas

5% 3,5% 3,5% Maksimal

Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar zat

menguap

0,5% 7,5% 0,2% Maksimal

Bilangan peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal

Bilangan iodine 44-58 mg/gr - 10,5-18,5 mg/gr

Maksimal

Kadar logam (Fe, Cu)

10 ppm - - -

Lovinbond 3-4 R - - -

Kadar minyak - 47% - Maksimal

Kontaminasi - 6% - Maksimal

Kadar pecah - 15% - Maksimal

Kadar air 0,1% 7% - Maksimal

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan (Fauzi, 2004).

(32)

2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sanga ditentukan oleh banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya,serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.

a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)

asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).

Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :

− pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,

− keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah,

− penumpukan buah yang terlalu lama, dan

− proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

b. Kadar zat menguap dan kotoran

pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses di atas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang- layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit.

(33)

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tatpi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar Logam

bebarapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless-steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.

d. Angka oksidasi

proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.

Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai angka 10 meq (milligram equivalent), tetapi ada yang memakai standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di atas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

e. Pemucatan

minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk

(34)

mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Keintesifan pemucatan minyak saiwt sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar.

Dengan demikian, minyak sawit yang bermutu baik akan mengurani biaya pemucatan pada pabrik konsumen.

Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya, serta rendemen hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997).

2.7. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair.

Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap atom karbon juga berpengaruh. Dimana semakin banyak ikatan rangkap atom karbon maka lemak akan semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearate dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua jenis lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Trigliserida alami ialah trimester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006).

Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia. Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :

(35)

O O

HO – C – R1 CH2OH CH2 – O – C – R1

O O

HO – C – R2 + CHOH CH – O – C – R2 + 3 H2O

O O

HO – C – R3 CH2OH CH2 – O – C – R3

3 Molekul Gliserol Trigliserida Air

Asam Lemak (triester dari gliserol)

Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol (Tambun, 2006).

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai berikut:

O

R – C – OH

Gambar 2.2 Asam Karboksilat

Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap.

Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).

(36)

2.8. Air

Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas. Pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terdapat dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara basah. Kandungan air dalam inti berkisar 15-25% tergantung dari proses pengolahan (Naibaho, 1996).

Air dalam minyak hanya terdapat dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta penimbunan. Adapun prinsip dari penentuan kadar air yaitu air yang terdapat dalam minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengeringan (Naibaho, 1996).

Pemisahan air (bahan yang mudah menguap) dari minyak dipengaruhi oleh:

1) Suhu minyak, pemisahan air atau bahan mudah menguap semakin efektif bila suhu semakin tinggi (Naibaho, 1996).

2) Kehampaan udara, bahan lebih menguap apabila dalam keadaan hampa udara, kehampaan udara tergantung dari fluktuasi debit minyak masuk (Naibaho, 1996).

3) Interaksi suhu minyak dan kehampaan, hal ini berinteraksi penting terhadap pengurangan kadar air atau bahan yang mudah menguap (Naibaho, 1996).

4) Pengaturan kapasitas alat, semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan air semakin lambat dan akan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996).

Kadar air inti sawit yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6-7% karena pada kadarair tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup dalam kondisi ruang penyimpanan pada kelembaban 70%. Umumnya pada inti yang sudah kering tidak lagi ditemukan plant enzim, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang terkontaminasi selama penanganan dan penyimpanan.

Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik, sehingga spora atau mycelium yang menempel pada permukaan tersebut akan lebih cepat tumbuh. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti pertama-tama ditujukan untuk menurunkan air permukaan (Naibaho, 1996).

(37)

2.9. Kadar Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan untuk bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi ( Tim Penulis, 1997).

Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang disaring.

Akan tetapi kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya bisa melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan, sebelum digunakan pada industri-indutri yang bersangkutan, namun banyak beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab sepenuhnya pihak produsen ( Tim Penulis, 1997).

Peningkatan kadar kotoran pada inti sawit produksi pada umumnya disebabkan oleh kesalahan pada mesin produksi. Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam kernel silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 . Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji (Fauzi, 2004).

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan tempurungnya. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis

(38)

1,16. Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam (Fauzi, 2004).

Oleh karena itu meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara memperhatikan kadar kotoran dan zat menguap. Hal ini perlu perhatian khusus pada mesin produksi ( Tim Penulis, 1997).

(39)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Metode Percobaan 3.1.1. Alat

a. Neraca analitik Sortarius

b. wadah

c. Soklet Scot Duran

d. Oven Memmert

e. Cawan f. Spatula

g. Mesin Penggiling inti

h. Erlenmeyer Pyrex 250 ml

i. Digital buret Metter Toledo 50 ml

j. Timbel k. Desikator

l. Hot plate Besttech

m. Kapas

n. Labu alas Favorit 250 ml

o. Gelas ukur Pyrex 50 ml

3.1.2. Bahan a. n-Heksan b. Inti sawit c. Alkohol 96%

d. Indikator Phenolpthalein e. Larutan KOH 0,1 N

(40)

3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Penentuan Kadar Air pada Inti Sawit

a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan menggunakan mesin penggiling.

b. Ditimbang cawan kosong, kemudian dicatat beratnya.

c. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 g kedalam cawan.

d. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam e. Didinginkan

f. Ditimbang

g. Dihitung kadar airnya

3.2.2. Penentuan Kadar Kotoran pada Inti Sawit a. Ditimbang sampel sebanyak 1 kg

b. Disebarkan sampel pada wadah yang datar

c. Dipisahkan antara biji utuh, biji pecah, inti utuh, inti pecah, dan cangkang lepas kemudian masing-masing ditimbang.

d. Dihitung % masing-masing sampel dan kadar kotorannya.

3.2.3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit

a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan mesin penggiling.

b. Ditimbang timbel kosong, kemudian dicatat beratnya.

c. Ditimbang sampel sebanyak 10 g kedalam timbel.

d. Dimasukkan kedalam alat soklet.

e. Ditimbang labu alas kosong, kemudian dicatat beratnya.

f. Ditambahkan n-Heksan ke dalam labu alas.

g. Disokletasi (sampai larutan didalam soklet jernih dan kandungan minyak dalam sampel larut).

h. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam (sampai semua sisa pelarut n-Heksan habis menguap).

i. Didinginkan.

k. Ditimbang.

(41)

l. Ditambahkan larutan n-Heksan sebanyak 15 ml dan alkohol sebanyak 50 ml.

m. Dipanaskan.

n. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein (pp).

o. Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk larutan merah muda.

p. Dicatat volume KOH yang terpakai.

q. Dihitung kadar asam lemak bebasnya.

(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Kantor Pusat PTPN IV Medan diperoleh data dan hasil analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas (ALB) dari inti sawit seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data Analisis Kadar Air, Kadar Kotoran, dan Kadar ALB Tanggal Kode

Pengiriman

Kadar air (%)

Kadar Kotoran

(%)

Kadar ALB (%)

23-02-2018 06 4,45 5,73 1,90

24-02-2018 01 4,89 5,85 2,00

25-02-2018 12 5,56 5,91 1,95

26-02-2018 16 6,58 5,89 1,86

4.2. Perhitungan

4.2.1 Penentuan Kadar Air

% Air = ( ) ( )

=

= 4,45%

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar air yang lain.

4.2.2. Penentuan Kadar Kotoran

% Biji utuh =

=

= 0,48 %

(43)

% Biji Pecah =

=

= 4,62 %

% Cangkang =

=

= 0,63 %

% Kadar Kotoran = % Biji utuh + % Biji pecah + % Cangkang

= 0,48 % + 4,62 % + 0,63 %

= 5,73 %

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar kotoran yang lain.

4.2.3. Penentuan Kadar ALB

% ALB = ( )

=

= 1,90 %

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar ALB yang lain.

4.3. Pembahasan

Berdasarkan penentuan mutu inti sawit dengan analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB, PTPN IV Medan menggunakan metode gravimetri untuk analisis kadar air dan kadar kotoran serta metode titrasi alkalimetri untuk analisis kadar ALB. Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang

(44)

terkandung dalam inti sawit dari PKS PTPN IV masih memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit yaitu :

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengakutan buah c. Penumpukan buah terlalu lama dan

d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

Menurut PTPN IV Medan, yang menyebabkan kadar air tinggi yaitu waktu pengeringan kurang dari 12 jam dan yang menyebabkan kadar kotoran tinggi yaitu komposisi biji banyak biji Dura, sehingga menyulitkan pemisahan di LTDS.

Standar Nasional Indonesia (SNI) pada mutu inti sawit produksi PTPN IV Medan untuk kadar air maksimal 7%, kadar kotoran maksimal 6%, dan kadar ALB maksimal 2%. Setelah dilakukan analisis mutu di PTPN IV Medan diperoleh kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terkandung di dalam inti sawit yang dikirim dari PKS PTPN IV Medan telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan dari penentuan kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB dalam inti sawit produksi PTPN IV tersebut masih memenuhi standar Nasional Indonesia (SNI).

5.2. Saran

Sebaiknya analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB dilakukan setiap hari untuk mempertahankan mutu inti sawit produksi sehingga tetap bermutu baik.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y., Yustina, E.W., Iman, S., dan Rudi, H. 2004.Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Mangoensoekarjo, S. Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Risza, S. 2001. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Penerbit Kansius.

Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan: USU-Press.

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(47)
(48)

Gambar

Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol  (Tambun, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Kadar air inti sawit tersebut sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 7%-8% dan kadar minyak inti sawit sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah

dihasilkan Inti Sawit (PKO) dengan kadar asam lemak bebas yang rendah pula. Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyimpanan dapat memengaruhi

Hasil rata – rata yang diperoleh dari penetapan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa murni adalah 0,2320% sedangkan kadar asam lemak bebas pada minyak inti sawit yang

bebas yang terkandung dari minyak inti sawit tersebut masih dalam batas yang. dapat ditoleransi atau masih sesuai memenuhi dengan standar mutu

Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan inti sawit selama 5 hari masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu 1%. Universitas

Untuk mengetahui apakah kadar asam lemak bebas (ALB) dari buah sawit fraksi mentah sudah memenuhi norma-norma (standar mutu) yang berlaku di Pusat Penelitian Kelapa

Untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada Crude Palm Oil (CPO) yang diproduksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sudah

Pabrik biji berfungsi memisahkan cangkang dan inti ( kernel ) dalam biji ( nut ) untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu (kadar air dan kadar kotoran)