TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GANTI RUGI DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM AKIBAT KECELAKAAN LALU
LINTAS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANGERANG NOMOR: 42/PDT.G/2017/PN.TNG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
MELTA LUSIANTA BR SEMBIRING NIM : 160200218
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA (BW)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
ABSTRAK
Melta Lusianta Br. Sembiring
Edy Ikhsan
Syamsul Rizal
***Menurut Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Selanjutnya pasal 1366 KUH Perdata juga menyatakan bahwa “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Ganti Rugi Dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum Akibat Kecelakaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng)” ini bertujuan untuk mengetahui dapat tidaknya tuntutan ganti rugi atas pelanggaran hukum di bidang lalu lintas diajukan oleh pihak yang dirugikan, dan untuk mengetahui mekanisme gugatan ganti rugi dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materiil.
Metode penelitian menggunakan yuridis normarif. Yaitu penelitian yang dilakukandan diajukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini serta studi putusan No. 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng . Dalam penulisan ini digunakan bahan hukum normatif yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365, Pasal 1367 KUH Perdata, Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 serta pendapat para ahli dan bahan- bahan perpustakaan hukum yang berkaitan dengan materi pokok judul skripsi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan hukum ganti rugi sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata dapat diajukan kepada pengadilan apabila terdapat dasar gugatannya.
Sebelum mengajukan gugatan ganti kerugian,terlebih dahulu penggugat harus membuktikan adanya suatu perbuatan melawan hukum yang merugikan yang dilakukan oleh tergugat. Gugatan penggugat terhadap tergugat dapat dikabulkan oleh majelis hakim apabila perbuatan melawan hukum tersebut memenuhi unsur-unsur sebagimana yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Kata kunci : Ganti rugi, perbuatan melawan hukum, Lalu Lintas,UU No.22/2009
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing I
***
Dosen Pembimbing II
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNya, skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Ganti Rugi Dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum Akibat Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Perdata Nomor:42/Pdt.G/2017/Pn.Tng)” ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum dalam Departemen Hukum Keperdataan (BW) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Saya sadar,tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr.Budiman Ginting, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H.,M.Hum, selaku wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H.,M.Hum, selaku wakil dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum, , selaku wakil dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Syamsul Rizal,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Dosen
Pembimbing II penulis,terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat,arahan dan ilmu
yang Bapak berikan dalam penyusunan Skripsi ini;
7. Bapak Dr.Edy Ikhsan SH.,MA selaku Dosen pembimbing I penulis,terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat,arahan dan ilmu yang Bapak berikan dalam penyusunan Skripsi ini;
8. Keluarga tercinta karo Sura Surbakti S.Pd, (Alm) kakek Nadanta Ginting S.Pd, buda eva, patengah Jakop Sembiring,Amd, munda Nanda pratama Putra Ginting SH, mamak, ngah dedek, buda yeni, Edo, Icha, D3 (Dios,Dias,Dirga) yang selalu mendoakan,mendukung serta memberikan segala hal yang diperlukan penulis baik materil maupun formil ;
9. Teman penulis Elisa Damris Tambunan yang telah banyak membantu dan menemani penulis selama mengerjakan skripsi;
10. Kekasih penulis Liasta Ready Ginting, yang selalu memberikan doa dan dukungan, memenuhi kebutuhan penulis baik materil dan formil ,serta menemani penulis baik suka maupun duka selama mengerjakan skripsi ini;
11. Bibi Podesta Br. Sembiring yang selalu memberikan dukungan serta doa kepada penulis ;
12. Sahabat penulis Anaria Ginting, Nichitri agina Ginting, Tara deba ninta Ginting, Bella puspita, Armi br.Pinem, Ariska Nasution, Fitry Amelia, yang telah mendoakan serta mendukung penulis hingga sampai saat ini;
13. Teman penulis Irna irawan Simbolon, Dini permata sari Purba, Justira raudha, Desmon daniel tua Pakpahan, yang juga telah banyak membantu penulis dari awal hingga akhir pengerjaan skripsi penulis;
14. Abangda Sas Tarigan SH, Dea Tarigan SH yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi;
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penyajiannya, untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Medan, Januari 2020
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN a. Latar belakang ... 1
b. Rumusan masalah ... 10
c. Tujuan dan manfaat penulisan ... 10
d. Metode penelitian ... 11
e. Keaslian penulisan ... 14
f. Sistematika penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN UMUM GANTI RUGI TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUHPERDATA a. Pengertian dan unsur-unsur perbuatan melawan hukum ... 17
b. Hubungan sebab akibat dalam perbuatan melawan hukum ... 33
c. Pengertian dan dasar hukum ganti rugi ... 35
d. Hak dan kewajiban di dalam perbuatan hukum ganti rugi ... 42
BAB III UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH KORBAN KECELAKAAN TERHADAP GANTI RUGI DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM a. Hak-hak hukum bagi korban kecelakaan dalam perspektif hukum ganti rugi ... 49
b. Proses penyelesaian sengketa terhadap gugatan ganti rugi yang dilakukan oleh korban kecelakaan ... 59
BAB IV ANALISIS GANTI RUGI DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM AKIBAT KECELAKAAN (STUDI PUTUSAN PERDATA PENGADILAN NEGERI TANGERANG NOMOR:42/PDT.G/2017/PN.TNG) a. Kasus posisi ... 65
b. Pertimbangan Hukum dalam Putusan No.42/Pdt.G/2017/Pn.Tng ... 68
c. Penerapan peraturan perundang-undangan didalam putusan No.42/Pdt.G/2017/Pn.Tng ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan ... 84
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Begitu pesatnya perkembangan kemajuan pembangunan,
khususnya bidang teknologi menghasilkan sarana transportasi berupa
kendaraan kendaraan bermotor yang dapat digunakan sebagai alat
angkutan, kemajuan-kemajuan di bidang pengangkutan ini membawa
manfaat bagi pemakai dan pengguna jasa berupa kemudahan dan
kelancaran dalam melakukan hubungan antara penduduk dari suatu daerah
ke daerah lain. Namun di lain pihak, dengan semakin banyaknya
pemakaian kendaraan bermotor yang tidak seimbang dengan penyediaan
prasarana perhubungan lain berupa perluasan jalan serta kurangnya
kesadaran berlalu lintas dan pengendara kendaraan bermotor yang tidak
mengindahkan peraturan berlalu lintas, maka tingkat kecelakaan lalu
lintaspun menjadi naik. Kecelakaan ini mengakibatkan kerugian bagi
pihak lain. Bilamana perbuatan melanggar hukum pengemudi banyak
menimbulkan kerugian pada pihak lain, sehingga sudah sewajarnya jika
pihak yang dirugikan menuntut tanggung jawab pengemudi untuk
mengganti kerugian tersebut. Hal ini tidak akan banyak menimbulkan
masalah jika pengemudi itu juga sebagai pemilik kendaraan bermotor
sendiri. Namun pada umumnya pengemudi-pengemudi kendaraan umum
seperti bis angkutan umum, hanya berstatus sebagai penyewa atau pekerja
yang dalam keadaan financial adalah tidak mampu membayar ganti rugi.
2
kerugian yang telah ditimbulkan. Pengemudi yang melakukan perbuatan melawan hukum sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang membawa kerugian pada pihak korban haruslah mengganti kerugian yang telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menimbulkan kerugian, maka Ia wajib untuk mengganti kerugian itu. Kewajiban untuk mengganti kerugian yang dibebankan oleh pasal 1365 KUH Perdata pada pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar hukum yang menimbulkan kerugian dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, kenyataan tidak sepenuhnya dilakukan oleh para pengemudi sebagaimana kerugian yang telah diderita oleh pihak korban.
1Ganti rugi adalah penggantian berupa uang atau barang orang lain terhadap seseorang yang merasa telah dirugikan. Gugatan ganti rugi sendiri secara umum terbagi menjadi gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yaitu gugatan ganti rugi karena adanya suatu perbuatan melawan hukum (PMH) yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Sesuai dengan yang ditegaskan Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum bahwa setiap orang berhak menuntut ganti rugi atas suatu perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikannya.
Dari rumusan ini dapat disimpulkan bahwa ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, mempunyai unsur-unsur :
1. Adanya perbuatan melawan hukum
1
Iskandar., Ganti Rugi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Akibat Perbuatan Melanggar Hukum
Pengemudi, Jurnal, Ambon, 2015
2. Ada kesalahan 3. Ada kerugian
4. Ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan.
Ad.1 Ada perbuatan melawan hukum
Sebelum tanggal 31 januari 1919, dibawah pengaruh ajaran legisme maka “onrechtmatigedaad” (perbuatan melawan hukum) ditafsirkan dalam arti sempit, yaitu: perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan melanggar undang-undang. Melanggar hukum adalah suatu perbuatan melanggar hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. dalam waterleiding arrest (arrest H.R. 10 juni 1910), HR masih menganut faham legisme ini, artinya perbuatan mekawan hukum adalah melanggar undang-undang.
Tetapi kemudian dengan arrest cohen-lindenbaum (H.R 31 januari 1919), pengertian onrechtmatigedaad diberi penafsiran yang lebih luas , yaitu meliputi :
1. Melanggar hak orang lain
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku 3. Bertentangan dengan kesusilaan
4. Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang dianggap sepatutnya dalam masyarakat
Maka sudah tidak sukar lagi menentukan apakah suatu
perbuatan,merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak.
4
ad.2 Ada kesalahan
Unsur kedua dari suatu perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 1365 kitab undang-undang hukum perdata adalah eksistensi atau keberadaan dari unsur kesalahan pada diri orang yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam konteks undang-undang, kesalahan menunjuk pada hal
“pengetahuan” dari orang yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Pengetahuan tersebut menunjukan bahwa orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut sadar dan tahu bahwa jika sesuatu tersebut dilakukan pasti akan dapat menerbitkan kerugian pada orang lain.
Pengetahuan yang demikian merupakan syarat mutlak bagi dapat dipertanggungjawabkan tidaknya seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan perlunya menemukan unsur kesalahan dalam
perbuatan melawan hukum, pada umumnya dapat diterima suatu anggapan
bahwa dengan melakukan perbuatan melawan hukum orang sudah
mengetahui akan akibat dari perbuatannya tersebut, dengan demikian
sesungguhnya setiap perbuatan melawan hukum pasti mengandung
didalamnya unsur kesalahan. Walau demikian kenyataan hukum
menunjukkan bahwa ada saat-saat atau keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya meskipun tindakan tersebut secara objektif adalah suatu
tindakan yang termasuk dalam perbuatan melawan hukum.
Apabila seseorang harus bertanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum (tortious liability).sebagaimana dimaksud pasal 1365 KUHPerdata, maka orang itu harus bersalah (liability based on fault).
Kesalahan itu harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti rugi atau beban pembuktian ada pada pihak penggugat (pasal 1865 KUHPerdata).
Namun demikian,ada kalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal adanya keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila).
ad.3 Adanya kerugian
Kitab undang-undang hukum perdata menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (pasal 1365)
2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (pasal 1367).
Menurut pasal 1367 (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri , melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-
barang yang berada dibawah pengawasannya (vicarious liability). Ada
pendapat yang mengatakan bahwa konsep strict liability secara implisit
dapat ditemukan dalam pasal 1367 KUHPerdata dan pasal 1368
KUHPerdata. Pendapat ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya
benar.terhadap pasal 1367 tidak ada konsep strict liability, karena
6
ketentuan ayat 5 pasal 167 sama dengan ayat 4 pasal 41 UU No.7/1996 tentang pangan,atau undang-undang pelayaran (UU No. 21/1992,pasal 10) yang menganut prinsip kesalahan sebagai dasar pertanggung jawaban, kecuali terhadap pasal 13687 KUHPerdata atau undang- undang penerbangan (UU No.15/1992,pasal 44)
3. Ganti rugi untuk pemilik binatang (pasal 1368)
4. Ganti rugi untuk pemilik Gedung yang ambruk (pasal 1369)
5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (pasal 1370)
6. Ganti rugi karena telah luka atau cacat anggota badan (pasal 1371) 7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan (pasal 1372)
Kitab undang-undang hukum perdata tidak mengatur tentang ganti kerugian yang harus dibayar karena perbuatan melawan hukum, sedang pasal 1243 KUHPerdata memuat ketentuan tentang ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum.
ad.4 Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan
Ajaran kausalitas tidak hanya penting dalam bidang hukum pidana, melainkan juga dalam bidang hukum perdata . dalam hubungan ini ada 2 (dua) teori yang terkenal, yaitu teori conditio sine quanon (von buri) dan teori adequate veroorzaking (von kries).
Wirjono prodjodikoro dalam perbuatan melanggar hukum
dipandang dari sudut hukum perdata , memberikan contoh sebagai berikut
: A telah memukul B tanpa suatu alasan yang sah sehingga B terluka ringan yang mengeluarkan darah. Untuk menghentikan darahnya yang keluar tersebut B memerlukan sedikit kapas. Oleh karena B tidak memiliki kapas dirumahnya ia kemudian berjalan ketempat kediaman tetangganya terdekat yang menurutnya memiliki kapas. Dalam perjalanan kerumah tetangganya tersebut, sengaja tidak sengaja ada sebutir kelapa telah jatuh menimpa kepala B, yang mengakibatkan B meninggal seketika.
Dalam pandangan teori conditio sine quanon, penyebab kematian B adalah karena pukulan A kepada B , oleh karena jika A tidak memukul B,B tidak akan terluka, maka B tidak akan pergi ketempat tetangganya , selanjutnya jika B tidak pergi ketempat tetangganya itu , maka B tidak akan tertimpa kelapa yang meneyebabkan kematian B. jadi dalam pandangan teori conditio sine quanon, suatu akibat terjadi sebagai manifestasi dari serangkaian sebab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kesimpulannya, semua sebab dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam contoh yang dikemukakan diatas menurut teori adequate
veroorzaking, kematian B adalah sebagai akibat dari jatuhnya sebutir
kelapa diatas kepalanya, dan bukan karena pukulan A , teori adequate
lebih terbatas. Setiap orang tidak memperkirakan bahwa dengan
dipukulnya B oleh A, B akan menuju kerumah tetangganya, dan setiap
orang juga tidak dapat memperkirakan bahwa dengan kepergian B
8
kerumah tetangganya tersebut sebutir kelapa akan jatuh menimpa kepala B.
2Seperti yang terjadi juga pada kendaraan Toyota Avanza milik PT.HOKARI LINEX PRATAMA dimana kendaraan yang dikemudikan oleh Ahmad Averos ditabrak dari belakang oleh kendaraan Bus Po.
Arimbi yang dikemudikan oleh zaenudin pengemudi (karyawan) PO.ARIMBI berdasarkan hal tersebut pihak dari PT.HOKARI LINEX PRATAMA mengajukan gugatan ganti rugi atas kerusakan kendaraan dan luka ringan yang ditumpangi Ahmad Averos akibat ulah pengemudi (karyawan) PO.ARIMBI,bahwa kejadian kecelakaan LAKALANTAS tersebut terjadi akibat kelalaian yang mengemudikan kendaraan bus diatas batas kecepatan yang ditetapkan sehingga zaenudin pengemudi (karyawan) PO ARIMBI tidak dapat menguasai kendaraan tersebut pada saat hendak keluar dari jalan Tol yang berada di Jakarta Merak dijalur akses keluar gerbang tol Cilegon Timur.
Gugatan tersebut pun dibuat dan diajukan atas dasar hukum yang kuat yang mengatur tentang kewajiban ganti rugi perusahaan pengangkutan seperti yang diatur pada UU No.22 Tahun 2009 Tentang lalu lintas dan angkutan jalan “UU LAJ” pasal 234 ayat (1) :
“pengemudi,pemilik kendaraan bermotor,dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
2
HS Salim., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW)., cetakan keenam,sinar
grafika,Jakarta,2009,hlm 181-184
dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi”
Akibat kecelakan lalu lintas yang disebabkan oleh zaenudin yang merupakan karyawan dari pihak Po Arimbi menyebabkan PT.HOKARI LINEX PRATAMA mengalami kerugian berupa :
1. Kerugian materil berupa biaya perawatan dan pengobatan atas diri Ahmad Averos pengemudi kendaraan milik PT HOKARI LINEX PRATAMA oleh dokter dan rumah sakit yang seluruhnya berjumlah Rp.4.500.000.00 (empat juta lima ratus ribu rupiah);
2. Kerugian materil berupa hancurnya kendaraan operasional berupa kendaraan Toyota Avanza Veloz Tahun 2013 Rp.140.000.000.00 (seratus empat puluh juta rupiah) sesuai dengan harga pasar kendaraan 3. Disebabkan hancurnya kendaraan operasional milik PT.HOKARI
LINEX PRATAMA, maka ia menyewa kendaraan secara harian dimulai tanggal 15 februari 2016 sampai dengan 28 februari 2016 sebesar 350.000 x 14 hari = Rp.4.900.000.00 kemudian dilanjutkan dengan sewa bulanan yaitu Rp.7.500.000 x 5 bulan = Rp.37.500.000.00 sehingga ke rugian yang dialami PT.HOKARI LINEX PRATAMA seluruhnya sebesar Rp.140.000.000.00 + Rp.4.900.000,00 + Rp.37.500.000,00 = Rp.186.900.000,00
Bahwa dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan (UU LAJ) Dalam pasal 229, kecelakaan lalu lintas
digolongkan menjadi 3, yakni :
10
a. Kecelakaan lalu lintas ringan, merupakan kecela kaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan atau barang
b. Kecelakaan lalu lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang c. Kecelakaan lalu lintas berat, merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat
Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik meneliti tentang ganti rugi dalam perkara perbuatan melawan hukum akibat kecelakaan lalu lintas tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan sripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain :
1. Bagaimanakah ketentuan hukum ganti rugi sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata ?
2. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh korban kecelakaan dalam hubungannya dengan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum ?
3. Bagaimanakah penerapan hukum didalam perkara permohonan ganti
rugi didalam putusan nomor 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum ganti rugi sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata
2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh oleh korban kecelakaan dalam hubungannya dengan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum
3. Untuk mengetahui penerapan hukum didalam perkara permohonan ganti rugi didalam putusan nomor 42/ Pdt.G/2017/Pn.Tng
D. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan . metodologi penelitian atau methodology of research berasal dari kata metoda yang berarti cara atau Teknik dan logos yang berarti ilmu.
Sehingga metodologi penelitian berarti ilmu yang mempelajari tentang
cara atau metode untuk melakukan penelitian. Apabila metodologi
penelitian adalah ilmu yang mempelajari tata cara atau prosedur untuk
melakukan seluruh aktivitas atau kegiatan penelitian maka metode
penelitian adalah tata cara atau metode melakukan penelitian . dalam suatu
penulisan skripsi, poosisi metode penelitian sangatlah penting sebagai
suatu pedoman . pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa
12
yang seharusnya dilakukan dalam penulisan. Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
1. Jenis penulisan
Jenis penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah penulisan yuridis normative. Penulisan yuridis normative merupakan penulisan yang ditujukan dan dilakukan dengan menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
2. Jenis Data dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder (secondary data), yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan atau masyarakat, melainkan dari studi kepustakaan yang mencakup berbagai buku, dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah yang berupa laporan serta bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3Dalam penulisan ini, sumber data yang digunakan adalah : a. Data primer
Bahan hukum primer merupakan bahan yang diperoleh dari pengadilan Negeri , yaitu putusan perdata pengadilan negeri Tangerang Nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng, Kitab undang-undang Hukum Perdata,Undang-undang Nomor.22 Tahun 2009 tentang tentang lalu lintas dan angkutan jalan (UU LAJ)
3
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2008, hlm.12
b. Data Sekunder
Yang diperoleh dari buku buku yang berkaitan dengan judul skripsi,artikel-artikel,hasil-hasil penelitian,laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik serta hasil seminar,tesis,disertasi dan sumber- sumber lain yang berkaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.
c. Data Tersier
Mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti bahan dari internet dan lain-lain.
4d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui Teknik studi pustaka (literature research) dan juga mengambil informasi dengan menggunakan media elektronik yaitu internet.
5e. Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif , yaitu dengan:
1. Mengumpulkan bahan hukum primer,sekunder,dan tersier secara relevan .
2. Mengelompokkan bahan bahan hukum yang relevan secara sistematis.
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2007, Hlm. 13
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op.Cit, Hlm. 21
14
3. Mengolah bahan-bahan hukum tersebut sehingga dapat menjawab permasalahan yang telah disusun.
4. Memaparkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis
terhadap bahan-bahan hukum yang telah diolah tersebut.
E. Keaslian penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide ,gagasan maupun pemikiran penulis serta masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penulisan ini dari awal hingga akhir. Disini penulis memaparkan suatu “Tinjauan yuridis terhadap ganti rugi dalam perkara melawan hukum akibat kecelakaan lalu lintas (studi putusan perdata pengadilan negeri Tangerang Nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng). skripsi ini belum pernah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Kalaupun ada kesamaan , hal tersebut tidak merupakan suatu kesengajaan dan tentunya dilakukan dengan pendekatan masalah yang berbeda.
Oleh karena itu penulisan yang berjudul “Tinjauan yuridis terhadap ganti rugi dalam perkara melawan Hukum akibat kecelakaan lalu lintas (studi putusan perdata pengadilan negeri Tangerang Nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng)” belum ada dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
F. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan hukum adalah untuk memberi gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai penulisan hukum ini, maka berikut ini sistematika yang hendak penulis sajikan :
BAB I :PENDAHULUAN
16
Dalam bab ini disajikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,metode penelitian, keaslian penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM GANTI RUGI TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUHPERDATA
Dalam bab ini menguraikan secara singkat mengenai pengertian, unsur-unsur perbuatan melawan hukum,hubungan sebab akibat dalam perbuatan melawan hukum, pengertian dan dasar hukum ganti rugi, serta hak dan kewajiban didalam perbuatan melawan hukum ganti rugi
BAB III : UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH KORBAN KECELAKAAN TERHADAP GANTI RUGI DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Dalam bab ini membahas tentang hak apa saja yang
dapat dilakukan bagi korban kecelakaan serta proses
penyelesaian sengketa terhadap gugatan ganti rugi yang
dilakukan oleh korban kecelakaan lalu lintas
BAB IV : ANALISIS GANTI RUGI DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM AKIBAT KECELAKAAN (STUDI PUTUSAN PERDATA PENGADILAN NEGERI TANGERANG NOMOR : 42/PDT.G/2017/PN.TNG)
Dalam bab ini menjelaskan tentang kasus posisi,pertimbangan hukum dalam putusan nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Tng serta penerapan peraturan perundang-undangan didalam putusan tersebut.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang
menjadi pokok-pokok pikiran penulis,berdasarkan
uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi ini
sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM GANTI RUGI TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige daad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya. Kata ” tort ” berasal dari kata latin ” torquere ” atau ” tortus ” dalam bahasa Perancis, seperti kata ” wrong ” berasal dari kata Perancis ” wrung ” yang berarti kesalahan atau kerugian (injury). Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).
Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), pada Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Pasal 1401 KUHPerdata, yang
menetapkan:
“Elke onrecthamatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut:
“Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Para pihak yang melakukan perbuatan hukum itu disebut sebagai subjek hukum yaitu bias manusia sebagai subjek hukum dan juga badan hukum sebagai subjek hukum.
6Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang lahir dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia yang melanggar hukum, yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengaturan mengenai Perbuatan melawan hukum ini secara garis besarnya dapat kita lihat dari dua ketentuan, yaitu pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pasal 1366 kitab undang-undang hukum perdata, yang secara lengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1365 “Tiap perbuatan yang melanggar hukum,yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
76
www.progresifjaya.com/NewsPage.Php?, diakses pada tanggal 20 Oktober 2019, pukul 18.30 WIB
7
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992, Hlm. 346
19
Istilah “melanggar” menurut MA Moegni Djojodirdjo hanya mencerminkan sifat aktifnya saja sedangkan sifat pasifnya diabaikan. Pada istilah “melawan” itu sudah termasuk pengertian perbuatan yang bersifat aktif maupun pasif.
8Seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka nampaklah dengan jelas sifat aktif dari istilah melawan tersebut. Sebaliknya kalau seseorang dengan sengaja tidak melakukan sesuatu atau diam saja padahal mengetahui bahwa sesungguhnya harus melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain atau dengan lain perkataan bersikap pasif saja, bahkan enggan melakukan kerugian pada orang lain, maka telah
“melawan” tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat pasif daripada istilah melawan.
9Pasal 1366 “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
10Kedua pasal tersebut di atas menegaskan bahwa perbuatan melawan hukum tidak saja mencakup suatu perbuatan, tetapi juga mencakup tidak berbuat. Pasal 1365 BW mengatur tentang
“perbuatan” dan Pasal 1366 BW mengatur tentang “tidak berbuat”.
8
MA. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, Hlm. 13
9
Ibid.,
10
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Loc. Cit.,
Menurut ajaran Legisme (abad 19), suatu perbuatan melawan hukum diartikan sebagai beruat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat atau melanggar hak orang lain.
Sehingga menurut ajaran Legistis suatu perbuatan melawan hukum harus memenuhi salah satu unsure yaitu: melanggar hak orang lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat yang telah diatur dalam undang- undang.
Ajaran Legistis lebih menitik beratkan bahwa tidak semua perbuatan yang menimbulkan kerugian dapat dituntut ganti rugi melainkan hanya terhadap perbuatan melawan hukum saja yang dapat memberikan dasar untuk menuntut ganti rugi. Pandangan tersebut kemudian lebih dikenal sebagai pandangan sempit.
Ajaran Legistis tersebut mendapat tantangan dari beberapa sarjana diantarnya adalah Molengraaf yang mana menurut pandangan beliau, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum tidak hanya terpaku pada melanggar undang-undang semata, tetapi juga jika perbuatan tersebut melanggar kaedah-kaedah kesusilaan dan kepatutan.
Pada tahun 1919, Hoge Raad merumuskan pandangan luas
mengenai perbuatan melawan hukum. Pada rumusannya, Hoge Raad
mempergunakan rumusan yang terdapat dalam rancangan Heemskerk
yang mana yang dimaksud perbuatan melawan hukum tidak sama dengan
melawan undang-undang tetapi perbuatan melawan hukum harus diartikan
sebagai “berbuat” atau “tidak berbuat” yang memperkosa hak oranglain
21
atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat atau bertentangan dengan asas kesusilaan dan kepatuhan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain.
11Rumusan tersebut dituangkan dalam “Standart Arrest” 31 Januari 119 dalam perkara Cohen dan Lindenbaum:
Sejak tahun 1919, Hoge Raad mulai menafsirkan Perbuatan Melawan Hukum dalam arti luas pada perkara Lindenbaum v. Cohen dengan mengatakan Perbuatan Melawan Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan :
121. Hak Subyektif orang lain.
2. Kewajiban hukum pelaku.
3. Kaedah kesusilaan.
4. Kepatutan dalam masyarakat
Pertanggungjawaban yang harus dilakukan berdasarkan perbuatan melawan hukum ini merupakan suatu perikatan yang disebabkan dari undang-undang yang mengaturnya (perikatan yang timbul karena undang- undang).
Pada ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan
11
Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982., Hlm. 15
12
Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan dalam
Yurisprudensi, Varia Peradilan No. 16 tahun II (Januari 1987); Hlm. 176
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian).
3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Bila dilihat dari model pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perbuatan melawan hukum lainnya, dan seperti juga di negaranegara dalam sistem hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), seperti terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian seperti terdapat dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas seperti dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:
1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi.
2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu
23
hubungan hukum yang mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bias juga merupakan suatu kecelakaan.
3. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.
4. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak atau wanprestasi terhadap kewajiban trust ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.
5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual
6. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.
7. Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak seperti juga kimia buka suatu fisika atau matematika.
13Suatu perbuatan melawan hukum dapat dianggap sebagai kelalaian, haruslah memenuhi unsur pokok sebagai berikut :
13
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, Hlm. 4
1) Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan;
2) Adanya suatu kewajiban kehati-hatian;
3) Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut;
4) Adanya kerugian bagi orang lain;
5) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dengan kerugian yang timbul.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, beretentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.
Pelanggaran hukum dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka akibat dari pelanggaran hukum itu harus membawa kerugian bagi pihak lain.
Dari ketentuan yang dirumuskan dalam pasal 1365 kitab undang-
undang hukum perdata tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud
dengan perbuatan melawan hukum yang melahirkan perikatan adalah
suatu perbuatan yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
25
1. Ada suatu perbuatan yang melawan hukum;
2. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak lain;
3. Ada kesalahan dalam perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan tersebut.
Walau demikian jika kita perhatikan rumusan yang diberikan dalam pasal 1366 kitab undang-undang hukum perdata tersebut diatas dapat kita lihat bahwa unsur kesalahan seberapa jauh juga telah direduksi hingga juga meliputi makna kelalaian dan kekurang hati-hatian;
I. Unsur Adanya perbuatan melawan hukum
Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari spelaku yang melanggar/melanggar hukum. Melanggar hukum adalah suatu perbuatan melanggar hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. dalam waterleiding arrest (arrest H.R. 10 juni 1910), HR masih menganut Paham legisme ini, artinya perbuatan melawan hukum adalah melanggar undang- undang.
Tetapi kemudian dengan arrest cohen-lindenbaum (H.R 31 januari 1919), pengertian onrechtmatigedaad diberi penafsiran yang lebih luas yaitu meliputi :
1. Melanggar hak orang lain
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku
3. Bertentangan dengan kesusilaan
4. Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang dianggap sepatutnya dalam masyarakat
Maka sudah tidak sukar lagi menentukan apakah suatu perbuatan,merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak.
II. Unsur Adanya kerugian
Kitab undang-undang hukum perdata menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (pasal 1365) 2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (pasal
1367).
Menurut pasal 1367 (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri , melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang- barang yang berada dibawah pengawasannya (vicarious liability).
Ada pendapat yang mengatakan bahwa konsep strict liability secara implisit dapat ditemukan dalam pasal 1367 KUHPerdata dan pasal 1368 KUHPerdata. Pendapat ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya benar. terhadap pasal 1367 tidak ada konsep strict liability, karena ketentuan ayat 5 pasal 167 sama dengan ayat 4 pasal 41 UU No.7/1996 tentang pangan,atau undang-undang pelayaran (UU No.
21/1992,pasal 10) yang menganut prinsip kesalahan sebagai dasar
27
pertanggung jawaban, kecuali terhadap pasal 13687 KUHPerdata atau undang-undang penerbangan (UU No.15/1992,pasal 44)
3. Ganti rugi untuk pemilik binatang (pasal 1368)
4. Ganti rugi untuk pemilik Gedung yang ambruk (pasal 1369) 5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang
dibunuh (pasal 1370)
6. Ganti rugi karena telah luka atau cacat anggota badan (pasal 1371) 7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan (pasal 1372)
Kitab undang-undang hukum perdata tidak mengatur tentang ganti kerugian yang harus dibayar karena perbuatan melawan hukum, sedang pasal 1243 KUHPerdata memuat ketentuan tentang ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum.
III. Unsur Adanya kesalahan
Unsur ketiga dari suatu perbuatan melawan hukum,sebagaimana diatur dalam pasal 1365 kitab undang-undang hukum perdata adalah eksistensi atau keberadaan dari unsur kesalahan pada diri orang yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam konteks undang-undang, kesalahan menunjuk pada hal
“pengetahuan” dari orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum. Pengetahuan tersebut menunjukan bahwa orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum tersebut sadar dan tahu bahwa
jika sesuatu tersebut dilakukan pasti akan dapat menerbitkan kerugian
pada orang lain. Pengetahuan yang demikian merupakan syarat mutlak bagi dapat dipertanggungjawabkan tidaknya seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan perlunya menemukan unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum, pada umumnya dapat diterima suatu anggapan bahwa dengan melakukan perbuatan melawan hukum orang sudah mengetahui akan akibat dari perbuatannya tersebut, dengan demikian sesungguhnya setiap perbuatan melawan hukum pasti mengandung didalamnya unsur kesalahan. Walau demikian kenyataan hukum menunjukkan bahwa ada saat-saat atau keadaan- keadaan tertentu yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya meskipun tindakan tersebut secara objektif adalah suatu tindakan yang termasuk dalam perbuatan melawan hukum.
Apabila seseorang harus bertanggung jawab berdasarkan
perbuatan melawan hukum (tortious liability).sebagaimana dimaksud
pasal 1365 KUHPerdata, maka orang itu harus bersalah (liability
based on fault). Kesalahan itu harus dibuktikan oleh pihak yang
menuntut ganti rugi atau beban pembuktian ada pada pihak penggugat
(pasal 1865 KUHPerdata). Namun demikian,ada kalanya suatu
keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam
hal adanya keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat
pikirannya (gila).
29
Pasal 1365 KUHPerdata kesalahan dinyatakan sebagai pengertian umum dapat mencakup kesengajaan maupun kelalaian.
Menurut H.F Vollmar, bahwa untuk adanya kesalahan ada pernyataan sebagai berikut :
141. Kesalahan dalam arti subjektif atau abstrak, yaitu apakah orang yang bersangkutan umumnya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu?
2. Kesalahan dalam arti objektif atau konkrit, yaitu apakah ada keadaan memaksa (overmacht) atau keadaan darurat (noodoestand). Dalam hal ini orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya namun karena ada keadaan memaksa maka tidak ada kesalahan.
Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dan melakukan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Karena Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
14
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hlm.
82
Hukum Perdata Indonesia mensyaratkan untuk dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan, maka perlu mengetahui bagaimana cakupan unsur kesalahan itu.
Suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan, sehingga dapat diminta pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi unsur- unsur sebagai berikut:
1. Ada unsur kesengajaan
2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa)
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras dan lain-lain.
Dari rumusan yang diberikan dalam pasal 1233 kitab undang- undang hukum perdata, pasal 1352 kitab undang-undang hukum perdata dan pasal 1353 kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi :
Pasal 1233 “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, bukan karena undang-undang Pasal 1352 “perikatan- perikatan yang dilahirkan demi undang-undang timbul dari undang- undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Pasal 1353 “perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari
perbuatan melanggar hukum.
31
Diketahui bahwa suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu perikatan. jika kita kaitkan ketiga ketentuan dalam ketentuan pasal 1233 kitab undang-undang hukum perdata, pasal 1352 kitab undang-undang hukum perdata dan pasal 1353 kitab undang-undang hukum perdata dengan pasal 1234 kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi:
Pasal 1234 “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Berarti setiap perbuatan melawan hukum adalah juga setiap perikatan yang dapat berwujud salah satu atau lebih dari ketiga jenis perikatan tersebut dalam pasal 1234 kitab undang-undang hukum perdata tersebut. Jika kita perhatikan ketentuan pasal 1365 kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum,yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Dapat dikatakan bahwa suatu perbuatan melawan hukum
berisikan suatu perikatan untuk tidak berbuat atau untuk tidak
melakukan sesuatu,karena dengan melakukan tindakan tersebut
seseorang telah salah (dalam hukum). Ketidakbolehan untuk
melakukan atau untuk berbuat sesuatu tersebut adalah sesuatu yang
diperintahkan oleh hukum, yang jika perbuatan yang tidak
diperbolehkan untuk dilakukan atau untuk dibuat tersebut dilakukan,
dan ternyata menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia berkewajiban untuk memberikan ganti kerugian terhadap pihak yang telah dirugikan tersebut.
Selanjutnya jika disimak lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam pasal 1366 kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Dapat diketahui juga bahwa suatu perbuatan melawan hukum berisikan suatu perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, untuk berbuat atau untuk melakukan sesuatu, serta untuk tidak melakukan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Hal ini tercermin dari rumusan “karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Dalam konstruksi tersebut dapat kita lihat bahwa :
1. Dalam hal seseorang diwajibkan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, karena kelalaian atau kekurang hati- hatiannya suatu hal yang wajib diserahkan atau diberikan olehnya;
2. Dalam hal seseorang diwajibkan untuk melakukan sesuatu, karena
kelalaian atau kekurang hati-hatiannya suatu hal yang wajib
dilakukan olehnya menurut hukum telah tidak dilaksanakan
olehnya;
33
3. Dalam hal seseorang dilarang untuk tidak melakukan sesuatu, karena kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum telah dilakukan.
Dalam konteks yang demikian berarti yang dinamakan perbuatan melawan hukum sebenarnya tidak hanya meliputi perikatan untuk tidak melakukan atau untuk tidak berbuat sesuatu sebagaimana ternyata dari kata-kata “perbuatan melawan hukum” itu sendiri.
15B. Hubungan Sebab Akibat Dalam Perbuatan Melawan Hukum
Hubungan sebab akibat merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam perbuatan melawan hukum, untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira- kira. hubungan sebab akibat secara faktual hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai “ but for” atau
“sine qua non” Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran ini.
a) Teori Hubungan Faktual
15
Gunawan WIdjaja, Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir Dari Undang-Undang, Raja
Grafindo Persada, 2003, Hlm. 83-85
Teori Condition Sine Qua Non dari Von Buri, seorang ahli hukum Eropa Kontinental yang merupakan pendukung teori faktual ini. Menyatakan:
16“suatu hal adalah sebab dari akibat, sedangkan suatu akibat tidak akan terjadi bila sebab itu tidak ada.”
Menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggungjawab, jika perbuatan Condition Sine Qua Non menimbulkan kerugian.
Hubungan sebab akibat secara faktual (caution in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menimbulkan kerugian adalah penyebab faktual. Dalam perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut hukum mengenai ” but for ” atau ” sine qua
b) Teori Adequate Veroorzaking.
Teori Adequate Veroorzaking dari Van Kries, menyatakan:
17“Suatu hal adalah sebab dari suatu akibat bila menurut pengalaman masyarakat dapat diduga, bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat itu.”
Menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum hanya bertanggungawab untuk kerugian, yang selayaknya diharapkan sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum.
Menurut Vollmar:
16
Rachmat Setiawan, Op. Cit., Hlm. 87
17
Ibid
35
“Terdapat hubungan kausal, jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum”
Perbuatan melawan hukum juga terdapat dalam sengketa tanah, dalam hal ini jika ada pihak yang melanggar hak orang lain misalnya saja menempati tanah tanpa ijin pemiliknya apalagi sampai membangun rumah dan menyewakan rumah tersebut pada orang lain, maka pihak yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan di pengadilan untuk objek sengketa tersebut.
c) Teori Sebab Kira-kira (proximately cause ).
Teori ini, adalah bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan mengenai perbuatan melawan hukum ini.
Kadang-kadang teori ini disebut juga teori legal cause, penulis berpendapat , semakin banyak orang mengtahui hukum, maka perbuatan melawan hukum akan Semakin berkurang. Mencegah melakukan perbuatan melawan hukum, jauh lebih baik daripada menerima sanksi hukum.
C. Pengertian Dan Dasar Hukum Ganti Rugi
Ganti kerugian merupakan bagian pembahasan dari hukum perdata
oleh karenanya patut terlebih dahulu didefinisikan apakah itu hukum
perdata. Hukum Perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lainya. Dalam
pengertian di atas terdapat beberapa unsur antara lain unsur peraturan
hukum, yang dimaksud dengan peraturan hukumadalah rangkaian
ketentuan mengenai ketertiban dan berbentuk tertulis dan tidak tertulis dan mempunyai sanksi yang tegas.Unsur selanjutnya adalah unsur hubungan hukum, yang dimaksud dengan hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum hubungan yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban orang perorang, sedangkan unsur yang terakhir adalah unsur orang, yang dimaksud dengan orang adalah subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban, pendukung hak dan kewajiban itu dapat berupa manusia pribadi ataupun badan hukum.
18Menurut Prof. R. Subekti S.H., hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
19
Sedangkan menurut Dr. Munir Fuadi,S.H., yang dimaksud dengan Hukum Perdata adalah seperangkat/kaidah hukum yang mengatur perbuatan atau hubungan antar manusia/badan hukum perdata untuk kepentingan para pihak sendiri dan pihak-pihak lain yang bersangkutan denganya, tanpa melibatkan kepentingan publik.
20Sedangkan istilah Perdata berasal dari bahasa sansekerta yang berarti warga (burger) Pribadi (privat) sipil (civiel).hukum perdata berarti peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban.
21Ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul dikarenakan wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cet. 1, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1990., Hlm. 1-2
19
Cst. Kansil, Modul Hukum Perdata, Cet. 2, Jakarta, PT. Pradnya Maramita , 1995, Hlm.
1
20
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Cet. 1, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014, Hlm. 1
21
Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, Cet. 1, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014,
Hlm. 151
37
oleh Perbuatan Melawan Hukum. Tetapi yang akan penulis bahas disini ialah ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum. Kerugian yang ditimbulkan oleh Perbuatan melawan hukum, Perbuatan Melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata, Pasal 1365 KUHPerdata memberikan ketentuan tentang Perbuatan Melawan Hukum dengan “ tiap perbuatan melawan hukum, yang mendatangkan kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. ketentuan lainya tertuang dalam Pasal 1366 KUHPerdata adalah “ setiap orang bertanggung jawab, tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaianya atau kurang hati hatianya”.
22Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (pasal 1365)
2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (pasal 1367)). Menurut pasal 1367 (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri , melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang- barang yang berada dibawah pengawasannya (vicarious liability).
22
R. Soesilo dan Pramudji, KItab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 1, Surabaya,
RhedBook Publisher, 2008, Hlm. 306
Ada pendapat yang mengatakan bahwa konsep strict liability secara implisit dapat ditemukan dalam pasal 1367 KUHPerdata dan pasal 1368 KUHPerdata. Pendapat ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya benar.terhadap pasal 1367 tidak ada konsep strict liability, karena ketentuan ayat 5 pasal 167 sama dengan ayat 4 pasal 41 UU No.7/1996 tentang pangan,atau undang-undang pelayaran (UU No.
21/1992,pasal 10) yang menganut prinsip kesalahan sebagai dasar pertanggung jawaban, kecuali terhadap pasal 13687 KUHPerdata atau undang-undang penerbangan (UU No.15/1992,pasal 44)
3. Ganti rugi untuk pemilik binatang (pasal 1368)
4. Ganti rugi untuk pemilik Gedung yang ambruk (pasal 1369)
5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (pasal 1370)
6. Ganti rugi karena telah luka atau cacat anggota badan (pasal 1371) 7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan (pasal 1372)
Kitab undang-undang hukum perdata tidak mengatur tentang ganti
kerugian yang harus dibayar karena perbuatan melawan hukum, sedang
pasal 1243 KUHPerdata memuat ketentuan tentang ganti kerugian karena
wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan ganti kerugian karena
perbuatan melawan hukum.
39
Persyaratan-persyaratan terhadap ganti rugi menurut KUHPerdata, khususnya ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:
23a. Komponen kerugian.
1. Biaya.
2. Rugi 3. Bunga
b. Starting point dari ganti rugi.
Starting point atau saat mulainya dihitung adanya ganti rugi adalah pada saat dinyatakan wanprestasi, debitur tetap melalaikan kewajibanya ataupun jika prestasinya adalah sesuatu yang harus diberika, sejak saat dilampauinya tenggang waktu dimana sebenaranya debitur sudah dapat membuat atau memberikan prestasi.
c. Bukan karena alasan force majure.
Kerugian baru dapat diberikan kepada pihak koraban jika kejadian yang menimbulkan kerugian tersebut tidak tergolong ke dalam tindakan force majure.
d. Saat terjadinya kerugian.
Ganti rugi hanya dapat diberikan terhadap kerugian yang benar benar telah dideritanya dan terhadap kerugian karena kehilangan keuntungan atau pendapatan yang sedianya dapat dinikmati oleh korban.
23
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Cet.2, Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm 137-139
e. Kerugianya dapat diduga.
Kerugian yang wajib diganti oleh pelaku perbuatan melawan hukum adalah kerugian yang dapat diduga terjadinya.
Maksudnya ialah kerugian timbul tersebut haruslah diharapkan akan terjadi, atau patut diduga akan terjadi, dugaan mana sudah ada pada saat dilakukanya perbuatan melawan hukum.
24Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materil dan dapat berupa kerugian immaterial (idiil). kerugian materil dapat terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan hilangnya keuntungan yang diharapkan. Menurut yurisprudensi ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi pada pasal 1243 KUHPerdata sampai dengan pasal 1248 KUHPerdata diterapkan secara analogis untuk ganti kerugian karena perbuatan melanggar hukum.
25Dalam buku perbuatan melanggar hukum, Prof.Dr. wirjono prodjodikoro,S.H. menyatakan, kalu dilihat pasal 57 ayat (7) reglement burgerlijk rechtvordering (hukum acara perdata yang berlaku pada waktu dulu bagi raad van justitie) yang juga memakai istilah kosten schaden en interessen untuk menyebut kerugian sebagai akibat perbuatan melanggar hukum, sehingga dapat dianggap bahwa pembuat
24
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer., Op. Cit.,Hlm. 13- 14
25