• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA

1. PENDAHULUAN

Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai laras, seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras masih dapat dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra dapat dibagi lagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.

Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda itu agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak sasaran. Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam kelas ini adalah laras ilmiah.

2. LARAS ILMIAH

Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh karena itu, hasil karyanya disebut karangan dan penciptanya disebut pengarang (Soeseno, 1993: 1).

Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penulis karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1993: 1).

LARAS BAHASA

adalah

kesesuaian antara bahasa dan

fungsi pemakaiannya.

KARYA TULIS ILMIAH

bukan karya ekspresi diri.

KARYATULIS ILMIAH

merupakan hasil rangkaian fakta yang

berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala,

(2)

Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus diperhatikan. Penulisan laras ilmiah tidak hanya untuk mengekspresikan pikiran, tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya tulis ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.

Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 2002).

a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.

b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni pencantuman rujukan dan kutipan yang jelas.

c. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.

d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai

dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.

f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh

PERSYARATAN KARYA TULIS ILMIAH

A. Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik. B. Ditulis secara cermat,

tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan.. C. Harus disusun secara

sistematis. D. Menyajikan rangkaian sebab-akibat yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. E. Mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian

berdasarkan suatu hipotesis.

F. Ditulis secara tulus. G. Pada dasarnya bersifat

(3)

memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.

g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu

(1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna;

(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan; dan

(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya.

A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang formal dan ragam lisan yang nonformal.

CIRI BAHASA KARYA TULIS ILMIAH

1. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna.

2. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan. 3. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa. RAGAM BAHASA adalah

variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa.

RAGAM BAHASA

dilihat dari

(A) media pengantarnya: tulis, lisan;

(B) situasi pemakaiannya: formal, semiformal, dan nonformal.

(4)

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal maupun nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula terlalu nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam ragam tulis maupun ragam lisan.

B. Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi dkk., 1998: 14). Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini.

a. Topik yang sedang dibahas b. Hubungan antarpembicara c. Medium yang digunakan d. Lingkungan

e. Situasi saat pembicaraan terjadi

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri adalah sebagai berikut.

a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti b. Penggunaan kata tertentu

c. Penggunaan imbuhan

d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)

e. Penggunaan fungsi yang lengkap

KRITERIA PEMBEDA RAGAM

BAHASA

a. Topik yang sedang dibahas; b. Hubungan antarpembicara; c. Medium yang digunakan; d. Lingkungan; atau e. Situasi saat pembicaraanterjadi CIRI PEMBEDA RAGAM BAHASA

A. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti

B. Penggunaan kata tertentu

C. Penggunaan imbuhan D. Penggunaan kata

sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)

(5)

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk menyapa teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya atau kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam formal kita akan menggunakan kata saya, sedangkan aku digunakan dalam ragam semiformal. Dalam ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue, ogut.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal. Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak, bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan, seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak akan digunakan.

Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.

Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok kata tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.

Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali pelesapan fungsi terjadi ketika kita menjawab pertanyaan orang.

PENGGUNAAN KATA SAPAAN DAN KATA

GANTI PENGGUNAAN KATA TERTENTU PENGGUNAAN IMBUHAN KATA SAMBUNG (KONJUNGSI) DAN KATA DEPAN (PREPOSISI) PENGGUNAAN FUNGSI YANG LENGKAP

(6)

Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.

Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal, semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan secara lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari laras lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsur-unsur yang membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain.

4. DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan

Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit

Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.

Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk

Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

LARAS ILMIAH

Harus selalu menggunakan

RAGAM BAHASA FORMAL

sekalipun disampaikan secara lisan.

(7)

MODUL 2: BORANG DISKUSI-1 DAN TUGAS MANDIRI

1. PENDAHULUAN

Salah satu tugas yang harus dipenuhi, baik dalam sistem

pemelajaran berdasarkan masalah (Problem-based

Learning/ PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative Learning/CL), adalah penyusunan tugas mandiri. Tugas mandiri disusun oleh setiap anggota kelompok mahasiswa CL dan PBL dalam rangka menyumbangkan pemikiran bagi kelompoknya pada saat mengerjakan pemicu. Ada tiga bentuk tugas mandiri:

(1) ringkasan

(2) ikhtisar atau abstrak

(3) laporan bacaan jika mahasiswa diminta untuk melaporkan isi sebuah buku.

Penyusunan tugas mandiri merupakan kesempatan

mahasiswa untuk secara individual menunjukkan

kemampuannya, baik dalam hal kemahiran bahasa maupun dalam hal pemahaman materi. Kesempatan itu mengemuka karena laporan tugas mandiri merupakan tugas yang dikerjakan dan dihasilkan oleh individu dan bukan hasil kelompok. Penyusunan tugas mandiri dibahas pada saat diskusi kelompok atau diskusi home-group. Cara membuat dan menyusun ringkasan, ikhtisar atau abstrak, akan dibahas dalam Modul 11 (Ringkasan dan Ikhtisar). Dalam modul ini akan dibahas Borang (form) Diskusi-1 dan format laporan bacaan.

TUGAS MANDIRI

1. Ringkasan

2. Ikhtisar atau Abstrak 3. Laporan bacaan

(8)

2. BORANG (FORM) DISKUSI-1

Form Diskusi-1 (Latihan 4) mempunyai empat ruang yang harus diisi. Ruang pertama adalah “Definisi Masalah”. Ruang kedua adalah “Hal Baru yang Harus Diketahui”. Ruang ketiga adalah “Hal yang Sudah Diketahui”. Ruang keempat adalah “Pembagian Tugas Bahasan yang Harus Dipelajari”.

Ruang Definisi Masalah adalah tempat untuk mencatat permasalahan yang timbul dari pemicu yang diberikan oleh fasilitator. Definisi Masalah menyerupai kalimat tesis. Cara merumuskan Definisi Masalah ada dalam Modul 5 (Topik dan Tesis). Definisi Masalah akan menjadi arahan bagi kelompok dalam mengumpulkan bahan.

Ruang-ruang lain (“Hal Baru yang harus Diketahui” dan “Hal yang Sudah Diketahui”) diisi dengan cara mencatat gagasan-gagasan (ide-ide) yang muncul. Gagasan itu dapat berupa sebuah kata, sebuah frase (kumpulan kata), atau sebuah kalimat. Selain itu, mahasiswa harus mencatat dari mana gagasan itu dapat diambil. Misalnya, untuk topik PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI, ada ide untuk membahas kasus foto para selebriti yang dimuat dalam majalah pria. Mahasiswa harus mencatat dari mana kasus itu dapat diambil: dari tabloid, internet, atau televisi. Mahasiswa dapat melihat Modul 4 untuk mengetahui tata cara menulis rujukan.

3. FORMAT LAPORAN BACAAN

Laporan tugas mandiri bertujuan untuk mendorong mahasiswa membaca buku-buku atau teks yang diwajibkan serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami isi buku atau teks. Selain itu, mahasiswa dilatih untuk membaca secara kritis dan mampu memilih bagian yang dibutuhkan untuk menjawab keingintahuan mereka. Terakhir, mahasiswa dilatih untuk mampu menyampaikan hasil bacaannya kepada teman-teman sekelompok, secara tulis maupun lisan.

DEFINISI MASALAH sama dengan

(9)

Laporan Bacaan cukup diuraikan dalam satu sampai dua halaman saja yang terdiri atas tiga paragraf dan berspasi 1,5. Format laporan bacaan adalah sebagai berikut.

 JUDUL (bukan judul teks atau buku yang dilaporkan)

 NAMA PENULIS/MAHASISWA pembuat laporan dan

nomor mahasiswa

 DATA PUBLIKASI

- judul teks/buku - nama pengarang

- kota dan nama penerbit - tebal buku

 PENDAHULUAN

- hal yang menjadi masalah

- kaitan teks atau buku dengan permasalahan

 ISI

- ikhtisar atau kutipan yang akan disumbangkan pada makalah kelompok

 PENUTUP

- pendapat penulis mengenai bacaan yang disampaikannya.

Langkah-langkah pembuatan laporan bacaan sama dengan langkah-langkah pembuatan ringkasan dan ikhtisar.

(1) Membaca teks yang dibutuhkan. Teks dapat diambil dari buku, artikel, atau internet.

(2) Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap penting.

(3) Menyusun laporan tugas mandiri. Usahakan untuk menggunakan kata-kata sendiri. Beri tekanan pada kepentingan kutipan atau ikhtisar itu dengan permasalahan yang dihadapi.

LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT LAPORAN BACAAN

1. Membaca teks yang dibutuhkan

2. Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap penting

(10)

Laporan tugas mandiri akan lebih lengkap jika tidak hanya merupakan kutipan atau ringkasan dari sebuah teks atau buku. Sebaiknya, laporan itu merupakan sebuah sintesis dari beberapa teks atau buku yang telah dibaca. Pada laporan tugas mandiri seperti itu, ketentuan cara pengutipan berlaku pula.

Contoh laporan tugas mandiri yang dibuat berdasarkan teks “Abortus Dua Sisi” oleh Tb. Ronny Nitibaskara (Lampiran M2-1).

Dua Muka Abortus oleh Miranti, 0702xxx Judul: “Abortus Dua Sisi”

Pengarang: Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, FISIPUI Data Publikasi: Majalah Forum, VI: 18, 15 Desember 1997, 99 Apakah jika terpaksa, kita boleh melakukan aborsi atau tidak? Pertanyaan itu selalu muncul dan muncul lagi. Akan tetapi, tidak pernah ada jawaban. Pertanyaan itu pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Ronny Nitibaskara, seorang pengamat sosial, menulis mengenai aborsi dari kedua sisinya. Menurut Nitibaskara, ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab timbulnya praktik aborsi. (1) meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja; (2) mudahnya melakukan aborsi sendiri dengan berbagai cara; (3) lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Akibatnya, meskipun praktik aborsi dilarang di Indonesia dan dikenai hukuman pidana, tetap saja tingkat aborsi di Indonesia cukup tinggi. Aborsi itu dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki dan bukan karena alasan medis. Di kalangan remaja, sering kali kehamilan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan juga cara mencegah kehamilan. Oleh karenanya, jika hamil di luar pernikahan, remaja putri cenderung memilih melakukan aborsi.

JUDUL

NAMA MAHASISWA

DATA PUBLIKASI

PENDAHULUAN

(11)

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa masalah aborsi masih merupakan dilema di Indonesia. Di satu pihak, aborsi dilarang; di pihak lain, masih banyak orang melakukannya. Uraian Nitibaskara itu dapat dikutip untuk menunjukkan bahwa masalah aborsi saat ini di Indonesia masih merupakan masalah yang bermuka dua.

4. DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan

Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.

Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah.

Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book Company.

(12)

5. LAMPIRAN M2-1: TEKS ASLI

Baru-baru ini, ditemukan dua belas bayi bercampur sampah di bawah jalan tol sekitar Tanjung Priok, Jakarta. Laporan dari bagian forensik RS Ciptomangunkusumo menye-butkan bahwa sebagian besar bayi tersebut belum cukup bulan. Ada kemungkinan bahwa hal itu berkaitan dengan kasus aborsi.

Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi: tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan itu dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap sebagai kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan dengan alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung.

Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat. Sebaliknya, di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan RRC yang sudah memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran kandungan masih terus diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita antiaborsi, akhir-akhir ini, melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu mengkaji kembali UU Aborsi.

Di Indonesia, pengguguran kandungan secara tegas dilarang dan diancam hukuman pidana. Hal itu tercermin dalam pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal itu tidak hanya berlaku bagi wanita yang melakukan tindakan aborsi, tetapi, juga bagi orang yang menyuruh melakukan maupun pelaku aborsi, seperti dokter, bidan, atau dukun. Pasal-pasal tersebut menetapkan sanksi yang relatif berat bagi pelanggar.

Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aborsi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar, dalam periode Oktober 1988 sampai Maret 1989, tercatat 25 kasus pengguguran kandungan oleh dokter swasta dan 80 kasus di RS pemerintah di Bali. Khusus di Jakarta, disinyalir bahwa ada banyak klinik yang sanggup melakukan aborsi dengan tarif tertentu. Dokter Asrul Aswar (Jakarta-Jakarta No. 154) selaku ketua IDI Pusat mengakui bahwa, di Jakarta, ada klinik-klinik yang melakukan aborsi, bahkan, sampai 50 kasus perhari.

Abortus Dua Sisi

Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog,

(13)

Djayadilaga (1992) menyatakan bahwa kegagalan KB berkisar 8 sampai 10 persen dari seluruh penggunaan alat dan obat pencegah kehamilan. Jika dibandingkan keluarga yang ingin mempunyai dua anak saja dengan tingkat kegagalan itu dan usia menikah rata-rata 18 tahun di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 2 sampai 3 persen kehamilan yang tidak diinginkan.

Sementara, dalam hasil penelitian Prof. Dr. Tjitrarasa (1994) dari perkumpulan KB di Bali, ditemukan bahwa satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahun. Dari jumlah tersebut, kira-kira 50 persen dilakukan oleh wanita yang belum menikah dan 10 sampai 25 persen di antaranya dilakukan oleh remaja. Harian Republika (1994) dalam laporannya menyebutkan bahwa 328 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aborsi dalam kurun Januari—Oktober 1993. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 300 persen dari jumlah aborsi tahun sebelumnya. Semuanya karena kehamilan yang tidak dikendaki, bukan karena alasan medis.

Mencari faktor penyebab terjadinya praktik aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab meluasnya praktik aborsi.

Pertama, meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hal itu dibarengi dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan cara pencegahan kehamilan. Akibatnya, jika terjadi kehamilan di luar pernikahan, mereka cenderung memilih abortus sebagai alternatif utama.

Kedua, mudahnya melakukan aborsi sendiri, seperti dengan melakukan gerakan tertentu (loncat, berlari kencang) atau minum ramuan tertentu yang mudah diperoleh di pasar bebas. Apabila cara itu gagal, barulah wanita meminta pertolongan orang lain untuk menggugurkan kandungannya, baik secara tradisional (tenaga nonmedis) maupun secara modern (tenaga medis). Praktik aborsi yang dilakukan dukun beranak, bidan, atau perawat banyak terjadi di kota maupun di desa. Sementara itu, praktik aborsi terselubung yang dilakukan di klinik-klinik bersalin dan rumah sakit, baik negeri maupun swasta, juga ada di kota-kota besar.

Gejala itu diperparah oleh faktor ketiga, yaitu lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Hal itu tercermin dari sikap acuh tak acuh dan tertutupnya mata anggota masyarakat terhadap praktik aborsi di sekitar mereka. Padahal, sebenarnya, mereka memahami bahwa praktik aborsi bertentangan dengan norma agama, sosial, dan hukum.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa, di satu sisi, aborsi yang sebenarnya dibenci; di sisi lain, seolah dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, perlu disimak ucapan Emile Durkheim, sosiolog kenamaan dari Prancis: “kejahatan adalah normal dan kehadirannya fungsional di dalam masyarakat.”

(14)
(15)

MODUL 3: PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN

1. PENDAHULUAN

Sebaiknya, selain memiliki kemampuan untuk

mengungkapkan pikiran secara tertulis, seseorang memiliki pula kemampuan untuk mengungkapkan pikiran secara lisan. Tidak semua orang merasa mampu untuk mengungkapkan pikiran secara lisan. Padahal, masalahnya lebih pada kemampuan seseorang untuk menata pikirannya dengan baik. Setiap orang, sebenarnya, mampu mengungkapkan pikirannya secara lisan.

2. PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN

Persiapan sebuah penyajian lisan, sebenarnya, sama dengan persiapan menulis karya tulis ilmiah. Hal yang membedakan keduanya adalah bahwa pada penyajian lisan, pembicara berhadapan langsung dengan khalayak sasarannya. Oleh karenanya, dibutuhkan persiapan yang matang. Jangan sampai, bahan yang dibawakan tidak menarik atau cara pembicara menyajikan bahannya tidak menarik. Selain itu, jangan sampai pembicara tidak dapat secara tepat menjawab pertanyaan pendengar.

Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan sebuah penyajian lisan.

(1) Meneliti masalah: a. menentukan maksud

b. menganalisis pendengar dan situasi c. memilih dan menyempitkan topik d. memastikan tujuan pembicaraan (2) Menyusun uraian:

a. mengumpulkan bahan b. membuat kerangka uraian c. menyiapkan alat peraga

d. menguraikan secara mendetail

MENELITI MASALAH

MENYUSUN URAIAN

(16)

(3) Mengadakan latihan:

a. melatih dengan suara nyaring b. menghitung waktu penyajian

Menjadi seorang pembicara yang baik tidak mudah. Seorang pembicara yang baik membutuhkan latihan dan pengalaman. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pembicara yang baik.

(1) Memiliki gagasan yang menarik. (2) Menata pikiran dengan baik.

(3) Memilih kata yang tepat dan sesuai untuk mengungkapkan gagasan.

(4) Menyampaikan pikiran, pesan atau informasi dengan baik.

(5) Mengumpulkan fakta dan melakukan penelitian secara profesional.

(6) Mempertahankan tata cara dan kesopanan dalam berbicara.

3. PERSIAPAN ALAT PERAGA

Pada saat berbicara, pembicara sebaiknya menggunakan alat peraga agar pendengar tidak bosan dan dapat secara lebih cermat mengikuti pokok pembicaraan. Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dilaksanakan.

(1) Membaca ulang naskah utuh dan menandai kerangka tulisannya.

(2) Menempelkan atau menuliskan bagian utama tersebut pada sebuah kartu atau beningan.

(3) Menyiapkan gambar dan benda-benda peraga yang akan memudahkan pemahaman pendengar.

MENGADAKAN LATIHAN SYARAT PEMBICARA YANG BAIK PERSIAPAN ALAT PERAGA

(17)

Alat peraga yang lazim digunakan sekarang ini adalah beningan dan komputer yang menggunakan program PowerPoint. Alat peraga dibutuhkan karena

(1) alat peraga memudahkan pemahaman,

(2) alat peraga mempermudah pendengar mengingat materi yang disampaikan,

(3) alat peraga memperlihatkan garis besar pembicaraan, (4) alat peraga memerikan alur peristiwa atau prosedur yang

disampaikan pembicara, dan

(5) alat peraga akan mempertahankan minat dan perhatian pendengar.

Hal yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan dan membawakan alat peraga adalah

(1) apakah alat peraga mudah dilihat atau dibaca?

(2) apakah alat peraga yang digunakan sudah tepat untuk materi yang disajikan?

(3) apakah alat peraga dipersiapkan dengan baik?

4. DAFTAR PUSTAKA

Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered

Approach. Englewood-Cliffs: Prentice Hall.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah.

Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo).

Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo).

MANFAAT ALAT PERAGA

TAMPILAN ALAT PERAGA

(18)
(19)

MODUL 4: DAFTAR PUSTAKA

1. PENDAHULUAN

Jika sudah mengetahui buku-buku dan teks apa saja yang akan digunakan sebagai sumber data atau rujukan, penulis sudah dapat menyusun sebuah daftar pustaka. Daftar pustaka diletakkan pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah. Daftar pustaka merupakan rujukan penulis selama ia melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya. Semua bahan rujukan yang digunakan penulis, baik sebagai bahan penunjang maupun sebagai data, disusun dalam daftar pustaka tersebut.

2. FUNGSI DAFTAR PUSTAKA

Fungsi daftar pustaka adalah

(1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi penulis,

(2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada kutipan yang digunakan oleh penulis, dan

(3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar untuk studinya.

Daftar pustaka dapat disusun dengan berbagai format. Ada dua format yang akan diuraikan dalam modul ini, yakni format MLA (The Modern Language Association) dan format APA (American Psychological Association). Kedua format itu adalah format yang umum ditemukan dalam bidang ilmu humaniora. Akan tetapi, sebenarnya, ada berbagai format daftar pustaka yang berlaku di selingkung bidang ilmu. Misalnya, format daftar pustaka untuk bidang ilmu biologi, kedokteran, hukum, dan lain-lain.

3. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

merupakan rujukan penulis

selama ia melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya

FUNGSI DAFTAR PUSTAKA

(20)

Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut. (1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri,

baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke dalam.

(2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi.

(3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama nama keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut daftar pustaka amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap bidang ilmu memiliki gaya selingkung.)

(4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah yang dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang. Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah (1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama

keluarga,

(2) tahun terbitan karya ilmiah yang bersangkutan,

(3) judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar untuk huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata sambung dan kata depan, dan

(4) data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama penerbit karya yang dikutip.

Meskipun setiap bidang ilmu mempunyai format daftar pustakanya masing-masing, keempat unsur daftar pustaka wajib dicantumkan dalam daftar pustaka. Tata letaknya saja yang akan mengikuti format selingkung. Oleh karena itu, pelajarilah format dari bidang ilmu yang sedang ditekuni. Format Daftar Pustaka dalam buku ini mengikuti sistem yang lazim digunakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

UNSUR-UNSUR DAFTAR PUSTAKA

(21)

Berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan format MLA dan APA. JENIS RUJUKAN FORMAT MLA FORMAT APA SATU

PENULIS Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press, 2000. Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press.

DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan Veronica Sudiati. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.

Widyamartaya, Al., dan Sudiati , V. (1997). Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989.

Akhadiah, S., Arsyad, M.G., dan Ridwan, S. H. (1989). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

LEBIH DARI

TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

ATAU

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

Alwi, H., et al. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

ATAU

Alwi, H., dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

LEBIH DARI

SATU EDISI Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America, 1999.

Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Ed. Rev. Jakarta: Puspa Swara, 2002.

Gibaldi, J. (1999). MLA Handbook for Writers of Research Papers. (Ed. ke-5). New York: The Modern Language Association of America. Sugono, D. (2002). Berbahasa Indonesia

dengan Benar. (Ed. Rev.) Jakarta: Puspa Swara. PENULIS DENGAN BEBERAPA BUKU MLA: pencantuman buku didasarkan urutan tahun terbit. APA: pencantuman buku didasarkan abjad judul buku.

Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997.

- - -. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982.

ATAU

Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982. - - -. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997.

Keraf, G. (1982). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Keraf, G. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar

Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah.

JENIS

(22)

PENULIS TIDAK DIKETAHUI/

LEMBAGA

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press, 2002.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. (2002). Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press.

BUKU

TERJEMAHAN Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto. Jakarta: KIK Press, 2002.

ATAU

DL, Chryshnanda dan Bambang Hastobroto. Eds. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif terj. dr. John Creswell. Jakarta: KIK Press, 2002.

Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah). Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto. Jakarta: KIK Press.

ATAU

Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah). Jakarta: KIK Press.

BUKU DENGAN PENYUNTING/

EDITOR

Ihromi, T.O., peny. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981. ATAU

Ihromi, T.O., ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981.

Ihromi, T.O. (peny.). (1981). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia. ATAU

Ihromi, T.O. (ed.). (1981). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia. SERIAL/

BERJILID Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians.Vol. 15. London: Macmillan, 1980.

ATAU

Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians. Vol. 15. London: Macmillan, 1980.

Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of Music and Musicians. Vol. 15. London:

Macmillan. ATAU

Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of Music and Musicians (Vol. 15, hlm. 3—66). London: Macmillan.

JURNAL Molnar, Andrea. “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan.” Antropologi Indonesia 56 (1998): 13—19.

Molnar, A. (1998). Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan. Antropologi Indonesia 56, 13—19.

MAJALAH Asa, Syu’bah. “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’.” Tempo, 5—11 Juli 2004, 38—39. Syifaa, Ika Nurul. “Klub Profesi, Perlukah

Dimasuki?” Femina, No. 30, 22—28 Juli 2004, 54—55.

Asa, S. (2004, 5—11 Juli). PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’. Tempo, 38—39.

Syifaa, I. N. (2004, 22—28 Juli). Klub Profesi, Perlukah Dimasuki? Femina, No. 30, 54—55. SURAT KABAR Suwantono, Antonius. “Keanekaan Hayati

Mikro-organisme: Menghargai Mikroba Bangsa.” Kompas, 24 Des. 1995, 11.

“Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar.” Kompas, 23 Des. 1995, 13.

“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali.” Tajuk Rencana (editorial). Kompas, 22 Des. 1995, 4.

Suwantono, A. Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba Bangsa. (1995, 24 Desember). Kompas, 11.

Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar. (1995, Desember 23). Kompas, 13.

Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali. Tajuk Rencana (editorial). (1995, 22 Desember). Kompas, 4.

JENIS

(23)

DOKUMEN

PEMERINTAH Biro Pusat Statistik. Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS, 1993. Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS.

NASKAH YANG BELUM DITERBITKAN

Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y. Slameka. “National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study.” Makalah tidak diterbitkan, 1993.

Budiman, Meilani. “The Relevance of

Multiculturalism to Indonesia”. Makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia, Depok, Maret 1996.

Ibrahim, M.D., Tjitropranoto, P., dan Slameka, Y. (1993). National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study. Makalah tidak diterbitkan.

Budiman, M. (1996, Maret). The Relevance of Multiculturalism to Indonesia. Makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia, Depok.

Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini, penulis juga dapat mengumpulkan data dan referensi dari Internet atau WWW (World Wide Web, Jaringan Jagad Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja dengan rujukan buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan ditulis berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara penulisan di Internet. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam referensi Internet adalah

(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga,

(2) judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip,

(3) judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf miring (italics), dan

(4) data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal pesan, atau waktu akses dilakukan.

Contoh pengutipan rujukan dari internet. 1. Dari WWW

Walker, Janice R. “MLA-Style Citations of Electronic Sources.” Style Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla.html (10 Feb. 1996)

2. Dari File Transfer Protocol (kutipan yang dipunggah [download] melalui FTP)

Johnson-Eilola, Jordan, “Little Machines: Rearticulating Hypertext Users.” ftp daedalus.com/pub/CCCC95/johnson-eilola (10

Feb.1996)

UNSUR-UNSUR REFERENSI INTERNET

(24)

3. Dari ratron (surat elektron, e-mail)

Bruckman, Amy S. “MOOSE Crossing Proposal.” Mediamoo@media.mit.edu (20 Des. 1994)

4. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman

chatting menggantikan nama penulis, jenis komunikasi

(misalnya, wawancara pribadi, alamat ratron (jika ada), tanggal komunikasi dalam tanda kurung.

Marsha s_Guest. Personal interview. Telnet daedalus.com 7777 (10 Feb 1996)

4. FORMAT LAIN DAFTAR PUSTAKA

Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA dan APA, masih ada format lain, misalnya format Turabian, format Chicago (The Chicago Manual Style), format Dugdale. Setiap format harus dipelajari. Sebaiknya, dipilih salah satu format dan digunakan secara konsisten dalam daftar pustaka. Berikut akan diperkenalkan format yang dianut oleh UI Press (Swasono, 1990). Perhatikan perbedaan penggunaan tanda baca dengan teliti.

JENIS RUJUKAN FORMAT UI PRESS

SATU PENULIS Sukadji, Soetarlinah, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Jakarta: UI Press, 2000).

DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan V. Sudiati, Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997).

TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, M. G. Arsjad, dan S. H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989).

LEBIH DARI TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

ATAU

Alwi, Hasan, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

PENULIS TIDAK DIKETAHUI/

LEMBAGA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains (Jakarta: UI Press, 2002).

(25)

Oleh Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto (Jakarta: KIK Press, 2002). BUKU DENGAN PENYUNTING/

EDITOR Ihromi, T.O. (peny.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981). ATAU

Ihromi, T.O. (ed.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981). SERIAL/ BERJILID Sadie, Stanley (ed.), The New Grove Dictionary of Music and Musicians, Vol. 15, hlm.

3—66 (London: Macmillan, 1980).

JURNAL Molnar, Andrea, “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan”, Antropologi Indonesia, No. 56, hlm. 13—19 , 1998.

MAJALAH Asa, Syu’bah, “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’”, Tempo, hlm. 38—39, 5—11 Juli 2004.

Syifaa, Ika Nurul, “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, hlm. 54—55, 22—28 Juli 2004.

DOKUMEN PEMERINTAH Biro Pusat Statistik, Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990 (Jakarta: BPS, 1993).

SURAT KABAR Suwantono, Antonius, “Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba Bangsa”, Kompas, hlm. 11, 24 Des. 1995.

“Potret Industri Nasional : Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar”, Kompas (23 Des. 1995) hlm. 13.

“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali”, Tajuk Rencana (editorial), Kompas (22 Des. 1995) hlm. 4.

NASKAH YANG BELUM

DITERBITKAN Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y.Slameka, “National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study”, mimeo, makalah tidak diterbitkan (Jakarta: 1993).

Budiman, Meilani, “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”, mimeo, makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia (Depok: Maret 1996).

Swasono, Meutia Farida Hatta, Generasi Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa, skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1974).

Dalam Lampiran M4-1, disajikan format daftar pustaka yang berlaku di selingkung FMIPA-UI. Selain itu, dalam Lampiran M4-2, disajikan permintaan kriteria yang diminta oleh berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia.

5. DAFTAR PUSTAKA

(26)

College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan

Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

American Psychological Association. 2001. Publication Manual of The American

Psychological Association. Ed. ke-5. Washington, D.C.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. Ed. ke-2. Jakarta: Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.

Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2002. Panduan

Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press.

Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. Ed. ke-3. New York: Syracuse University Press.

Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya

Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. Ed. ke-6. Chicago: The University of Chicago Press.

Winarto, Yunita T., Suhardiyanto, Totok, dan Choesin, Ezra M. 2004. Karya Tulis Ilmiah

Sosial: Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

(27)

LAMPIRAN M4-1

Perhatikan format daftar pustaka yang berlaku di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI untuk Skripsi S1

Sistem H (= Harvard)

Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. (1981) Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. ed. (1981) Mathematics tomorrow, hlm. 121–126. Springer-Verlag, New York.

Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.

Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. (1997) Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

Varga, R.S. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: OrtegaJ.M.& Rheinholdt W.C., eds. (1970) Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinearproblems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968, hlm. 99–113. SIAM, Philadelphia.

Sistem Hm (= Harvard, modified)

Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.

Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.

Sistem V (= Vancouver)

Kaufman-Bühler W, Peters A & Peters K. Mathematicians love books. Dalam: Steen LA, ed. Mathematics tomorrow. New York: Springer-Verlag, 1981: 121–126.

Nybakken JW. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: an ecological approach, oleh Eidman, Koesoebiono M, Bengen DG, Hutomo M & Sukardjo S. Jakarta: PT Gramedia, 1988: xv + 459 hlm.

Soemardi, TP, Budiarso, Sumarsono DA, Fauzan M, Djatmiko H & Huwae R. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 1997: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

(28)

Varga RS. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega JM & Rheinholdt WC, eds. Studies in numerical analysis 2: numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. Philadelphia: SIAM, 1970: 99–113.

Sistem A (= Abjad, bernomor urut)

Nomor urut mengawali tiap aran yang disusun berdasarkan abjad Sistem H, Hm, atau V. Contoh yang diberikan adalah Sistem A dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.

2. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo &

S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.

3. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

4. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113. Sistem N (= Nomor urut)

Aran disusun berdasarkan nomor urut pengacuan buku dalam skripsi, bukan abjad nama penulis. Contoh yang diberikan adalah Sistem N dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

2. Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.

3. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113. 4. Nybakken J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An

ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S. Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.

(29)

LAMPIRAN M4-2

Format daftar pustaka sebagaimana disyaratkan berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia

(30)
(31)
(32)

LAMPIRAN M4-3

DATA SUMBER ACUAN ELEKTRONIK

1. Jika sumber informasi berupa buku atau majalah, data yang harus dicantumkan sesuai dengan cara yang berlaku untuk media cetak.

2. Jika berupa artikel yang khusus dibuat untuk informasi tertentu, data yang dicatat adalah sebagai berikut.

(a) nama penulis artikel; (b) tahun penulisan artikel; (c) judul artikel;

(d) tanggal penulisan artikel itu atau pemutakhirannya; (e) tebal artikel;

(f) nama laman (digarisbawahi);

(g) tanggal dan waktu penulisan laporan atau skripsi mengkases informasi; Informasi jenis no.2 harus dibuat printout-nya, karena informasi yang terkandung sering diganti dengan versi yang lebih baru atau mutakhir oleh penyusunnya. 3. Sejumlah pangkalan data (data base) menetapkan format pengacuan ke data

pangkalannya sehingga pengguna informasi harus menaati cara tersebut. Contoh penulisan data sumber elektronik:

Gulf of Maine Aquarium*. 2000. Creating plankton. 31 Mei: 2 hlm. http://octopus.gma.org/space1/plankton.html, 23 Agustus 2001, pk. 10.12.

Catatan:

(*) Artikel yang diakses tidak mencantumkan nama penulis sehingga yang dicatat adalah nama lembaga yang menerbitkan artikel itu.

(33)

Creating Plankton Page 1 of 2

Creating Plankton

All these conditions help plant and animal plankton to thrive in the Gulf of Maine: • nutrients carded in by river runoff

• cold water from Nova Scotia shelf (cold water holds more dissolved gases like oxygen and carbon dioxide)

• circulation of nutrients by the gyre, other currents, winds, strong tidal mixing, and seasonal overturn of deep and surface waters (called upwelling)

• shallow continental shelf and banks ideal for photosynthesis Design an ocean “wanderer.”

1. Show students the variety of plants and animals that make up plankton and explain that they are the basis of the food chain in the sea, on which all other life depends.

2. Although plankton are not strong swimmers, many do have adaptations for • keeping afloat

• catching the wind • wriggling toward prey • capturing prey

• and other survival strategies.

Explain that plants use the energy of the sun, and zooplankton eat phytoplankton and other zooplankton.

3. Ask students to invent their own plankton.

They will have to make decisions about its adaptations and life style. They can then make a picture of it and describe bow it survives. This activity is based on Create Your Own Plankton by B ette Low 4. Have students make a list of organisms that live in the Gulf of Maine.

5. Then draw pictures of the organisms, cut them out, and attach the pictures to strings to make “food chain” mobiles. Put the phyt.oplankton at the bottom and the carnivores, such as sharks and seals, at the top. (There should be many more phytoplankton than seals.)

Be sure students include phytoplankton (plant plankton) and zooplankton (animal plankton).

What will I look like when I grow up?

(34)

Creating Plankton Page 2 of 2 Many zooplankton are larval stages of familiar animals. Yet they look little like their adult stages. Try to see how these youxwsters evolve into adults by doing the Plankton Match-Up.

Materials

illustrations of plankton, Create Your Own Plankton worksheet, paper, colored pencils, crayons

Coping with the cold | Blubber Glove | Salt Concentration Penguin Adaptation | Chick die-off | Changes in Antarctic Ice

Space_Available

Gulf of Maine Aquarium Home Page Updated May 31, 2000.

Copyright © 2000. Gulf of Maine Aquarium. All rights reserved.

Please email comments to www@octopus.gma.org

(35)

http://www.gen.emory.edu/MITOPMAP/citation.html

OMAPv3.0

MITOMAP v3.O

A human mitochondrial genome database

A. M. Kogelnik, M.T. Loft, M.D. Brown, S.B. Navatbe, D.C. Wallace

Department of Genetics and Molecular Medicine, Emory University, Atlanta, Georgia

Bioengineering Program, College of Computing, Georgia Institute of Technoloy, Atlanta, Georgia Please use one of the following citation formats when citing the MITOMAP:

□ We use the same citation format as GDB and OMIM

□ All documents generated by the database server have a date and timestamp at the bottom.

Literature Citation:

Wallace DC, Lott MT, Brown MD, Huoponen K, Torroni A 1995 Report of the committee on human mitochondrial DNA. In Cuticchia AJ (ed) Human gene mapping 1995: a compendium. Johns Hopkins University Press, Baltimore, pp 910-954 (also available at

___________________________)

Database Citation:

Human Mitochondrial Genome Database. The Human Genome Data Base Project, Department of Genetics and Molecular Medicine Emory University, Atlanta, GA, USA World Wide Web _________________________), 1995.

For tables and figures:

Mitochondrial genome data obtained from the mtDNA database at Emory University in Atlanta, GA by direct searching on the mtDNA database computer can he cited as follows: “Data used in preparing this ___________[figure, table, paper, etc.] were derived from the Mitochondrial Human Genome Database at Emory University in Atlanta (_____________________) on [month] [date][year] at [time] [AM, PM] EST.”

(36)
(37)

MODUL 5: TOPIK DAN TESIS

1. PENDAHULUAN

Persiapan untuk menulis sebuah karya ilmiah berbeda dengan persiapan untuk menulis sebuah berita. Jika kita akan menulis berita, topik sudah tersedia, yakni hal yang harus diliput. Tujuan juga jelas, yakni menyajikan informasi yang hangat dan aktual ke hadapan pembaca. Siapa yang menjadi pembaca berita atau artikel itu juga sudah jelas.

Tidak demikian halnya dengan karya tulis ilmiah. Sering kali, sebagai mahasiswa yang mendapat tugas dari pengajar, topik sudah ditentukan oleh pengajarnya. Akan tetapi, tidak jarang pula, topik harus ditentukan oleh penulis, dalam hal ini mahasiswa sendiri, terutama dalam penulisan skripsi atau tugas akhir. Biasanya, topik yang dipilih berkaitan dengan hal yang sedang diteliti. Tujuan juga harus jelas karena tujuan penulis akan berkaitan dengan jenis tulisan yang dihasilkan. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. Berdasarkan syarat itu, dilakukan pemilihan topik disertai penetapan tujuan. Kemudian, topik dan tujuan itu dirumuskan menjadi sebuah tesis yang utuh. Tesis tersebut menjadi awal dari rangkaian penulisan sebuah karya ilmiah yang sistematis dan yang direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. Dengan demikian, akan dihasilkan sebuah tulisan yang mengandung pandangan dan pembuktian yang tersusun secara sistematis.

KARYA TULIS ILMIAH

 Tersusun secara sistematis

 Setiap langkah terencana secara terkendali, konseptual, prosedural.

(38)

2. TOPIK

Topik sering kali sulit dibedakan dari judul. Sebuah topik atau, bahkan, sebuah tesis, dapat saja, pada akhirnya, dijadikan judul tulisan. Akan tetapi, topik tidak sama dengan judul. Tidak selalu sebuah judul merupakan topik tulisan. Mungkin saja terjadi bahwa sebuah judul mengandung topik. Mengenai judul akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai tema atau tesis.

Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata Yunani, topoi. Topoi berarti ‘tempat’. Jadi, kita menempatkan pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu, dalam tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’. Ada empat syarat pemilihan topik, yaitu

(1) menarik minat penulis,

(2) diketahui dan dikuasai oleh penulis, (3) harus cukup sempit dan terbatas, dan

(4) sebaiknya, tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial (khusus untuk penulis pemula)

Topik menarik minat penulis merupakan sebuah persyaratan yang penting. Tanpa ada minat pribadi penulis, pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan dan kegairahan mengembangkan gagasan. Oleh karena itu, persyaratan penting dalam penulisan ilmiah adalah kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang ditemukannya dan, kemudian, menghimpunnya dalam sebuah karya ilmiah. Oleh karenanya, persyaratan berikutnya juga penting.

Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan penunjang bagi persyaratan pertama. Tanpa penguasaan dari penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan merupakan beban yang berat bagi penulis. Penulis masih harus mempelajari teori atau penelitian lain. Dengan demikian, penulis akan kehilangan banyak waktu hanya dalam hal mempersiapkan diri untuk penguasaan materi.

TOPIK tidak sama dengan JUDUL

TOPIK MENARIK MINAT PENULIS Topik berasal dari kata

Yunani, topoi, yang berarti ‗tempat‘.

TOPIK DIKETAHUI DAN DIKUASAI

(39)

menetapkan luas cakupan penelitian, sebagaimana diminta dalam persyaratan berikutnya.

Topik harus cukup sempit dan terbatas merupakan sebuah persyaratan yang sangat relatif dan bergantung pada pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang sangat sempit dapat menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah yang menghabiskan beratus-ratus halaman. Sebaliknya, topik yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika tidak disertai dengan pemahaman dan penguasaan yang mendalam mengenai pokok pembicaraan. Sering kali, topik yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi, topik yang sempit dan terbatas berkaitan erat dengan penguasaan penulis atas topik yang dipilihnya.

Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial merupakan persyaratan mutlak bagi penulis pemula. Topik yang terlalu baru akan menyulitkan seorang penulis pemula karena kelangkaan pustaka penunjang atau kekurangan data

lapangan. Jika tidak melakukan penelitian yang

komprehensif, penulis akan menghadapi masalah dalam mempertanggung- jawabkan keilmiahan tulisannya. Untuk penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak bersifat terlalu teknis. Maksudnya, jangan sampai penulis tidak menguasai istilah-istilah dan konsep-konsep yang digunakan dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu kontroversial. Maksudnya, jangan sampai seorang penulis pemula memilih sebuah topik yang kontroversial yang akan menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa

adanya kemampuan dalam diri penulis untuk

mempertahankan diri atau membuktikan kebenaran pendapatnya.

Meskipun hanya ada empat syarat pemilihan topik, dalam kenyataannya, proses penemuan topik bukan pekerjaan yang mudah dan singkat. Jika penulis belum siap dan belum banyak membaca, proses itu akan memerlukan waktu beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Ada cara bagi seorang penulis untuk menguji topiknya.

TOPIK HARUS CUKUP SEMPIT DAN

TERBATAS

TOPIK SEBAIKNYA TIDAK TERLALU BARU, TEKNIS, ATAU

(40)

Minat pribadi peneliti Luas cakupan topik Kapasitas dan pendidikan peneliti Posisi topik dalam bidang pengetahuan PENELITI TOPIK Posisi sosial

peneliti Makna sosial topik

Sumber materiil penulis Tingkat kesulitan topik

3. TUJUAN

Jika selesai memilih topik, langkah berikutnya bagi penulis adalah menetapkan tujuan penulisan. Menurut Keraf (1997), tujuan penulisan ada dua, yaitu

(1) sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis berlandaskan topik yang telah dipilih

(2) maksud penulis dalam menguraikan topik bahasan

Jadi, tujuan yang dimaksudkan bukan tujuan topik melainkan tujuan pribadi penulis. Oleh karenanya, dalam merumuskan tujuan penulisan, penulis juga harus mempertimbangkan kepada siapakah tulisan tersebut ditujukan, siapakah pembacanya. Penetapan pembaca berkaitan dengan moto “bahasa Indonesia yang baik”. Jika kelompok pembaca dipertimbangkan, hal itu akan berpengaruh kepada pilihan kata dalam karya tulis ilmiah itu. Biasanya, sebuah karya ilmiah telah memiliki kelompok pembaca khusus, sedangkan dalam penulisan ilmiah populer, pemilihan kata akan lebih bersifat umum. Berdasarkan penetapan tujuan yang baik, penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang dihasilkannya.

TUJUAN

(a) sesuatu yang ingin disampaikan penulis (b) maksud penulis dalam

(41)

JENIS TULISAN TUJUAN PENULIS

EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman.

DESKRIPSI (PERIAN) Menggambarkan bentuk objek pengamatan,

sifatnya, rasanya, atau coraknya dengan mengandalkan pancaindra dalam proses penguraiannya.

NARASI (KISAHAN) Bercerita baik berdasarkan observasi maupun kumpulan fakta.

ARGUMENTASI (BAHASAN) Meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau

pendirian pribadi, membujuk pembaca agar menerima pendapat pribadi penulis berdasarkan pembuktian.

4. TESIS

Langkah berikutnya adalah merumuskan tesis, yakni menggabungkan topik dan tujuan kita. Tesis sebenarnya sama dengan tema. Istilah tema digunakan untuk laras karangan pada umumnya, sedangkan tema bagi tulisan ilmiah disebut tesis. Dalam laras ilmiah, sebagaimana diuraikan dalam Keraf (1997), tesis adalah tema bagi laras ilmiah yang berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan yang berfungsi sebagai gagasan sentral kalimat tersebut. Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Jadi, tema berarti bahwa ada ‘sesuatu yang telah diuraikan’ atau ‘sesuatu yang telah ditempatkan’. Dalam proses penulisan sebuah karya, tema berarti ‘sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui pilihan topik tadi.

Sebuah tesis merupakan perumusan singkat yang mengandung tema dasar sebuah tulisan dengan satu gagasan sentral yang menonjol. Jika kita memandangnya dari sudut analisis kalimat, gagasan sentral dari tesis adalah subjek,

TESIS = TEMA*

 penggabungan topik dan tujuan penulis

 berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan yang bertindak sebagai gagasan sentral kalimat tersebut.

(*) Tema untuk laras umum; Topik untuk laras ilmiah

Tema berasal dari bahasa

Yunani, tithenai, yang berarti ‗menempatkan‘ atau ‗meletakkan‘.

TEMA adalah sebuah

perumusan dari topik yang telah dipilih sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui pilihan topik tadi.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya pada permasalahan pertama mengenai bahasa non-baku dalam penyusunan laporan karya tulis ilmiah pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Gatak yang terjadi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses ragam bahasa non-baku dalam laporan karya tulis ilmiah siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Gatak dan

kreatif melalui penelitian ilmiah, penciptaan desain atau karya seni dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang memerhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan

Daftar riwayat hidup peserta mencakup nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pengalaman organisasi, karya ilmiah yang pernah dibuat, dan penghargaan ilmiah yang

1) T race yang merujuk aturan nama, dalam keempat karya Rusmini, tidak ditemukan adanya usaha yang tergolong dalam dekonstruksi. Hal penamaan seseorang, masyarakat Bali

Daftar Pembimbingan Karya Ilmiah 1 SKS Mahasiswa Program Studi Agribisnis Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019.. Kode MK Nama MK KELAS NIM NAMA ANGKATAN Kelompok

Hambatan untuk menulis karya tulis ilmiah jenis BUKU PELAJARAN Buku pelajaran adalah buku berisi pengetahuan untuk bidang ilmu atau mata pelajaran tertentu dan diperuntukkan

Politik bahasa nasional atau dengan kata lain kebijakan bahasa nasional yang berisi pengarahan, perencanaan, dan ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar pengelolaan