• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa di SMP NU 10 Ringinarum Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa di SMP NU 10 Ringinarum Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

11

2.1

Evaluasi Program

Evaluasi merupakan suatu proses perencanaan, pemerolehan, serta menyediakan informasi dalam memberikan alternatif penyelesaian keputusan yang tepat. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Arikunto, (2007:290) Evaluasi Program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Dari pengertian tersebut, dapat ditafsirkan bahwa evaluasi adalah kegiatan menilai suatu proses perkembangan yang telah di capai anak didik setelah mengalami proses pendidikan dalam waktu tertentu.

Untuk mengukur kualitas dari program manajemen berbasis sekolah dalam peningkatan prestasi belajar siswa di SMP NU 10 Ringinarum yang sudah berjalan dilakukan proses evaluasi yang melihat suatu proses berdasarkan teori sistem adalah model evaluasi dari Stufflebeam dan Guba yang meliputi

context, input, process and product (CIPP). Melalui metode ini akan diketahui, mana yang berjalan, mana yang tidak berjalan atau mana yang gagal, dan apa yang harus dirubah dan apa yang bisa dipertahankan Kaufman&Thomas (1980:4).

(2)

1) Contect Evaluation

Contect Evaluation (evaluasi konteks) dapat diartikan sebagai upaya menggambarkan kebutuhan yang belum terpenuhi sehingga mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya.

(3)

2) Input Evaluation

Input Evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan (Input Evaluation) ini ialah untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

3) Process Evaluation

Process evaluation ini ialah merupakan model CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak. Evaluasi proses juga digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.

4) Product Evaluation

(4)

ulang suatu keputusan dalam program. Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir, ataukah ada keputusan lainnya.

Keputusan ini juga dapat membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan. Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.

Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan yang sangat dominan yaitu:

1) Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus

2) Keputusan pembentukan atau structuring 3) Keputusan implementasi

4) Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada

Adapun Tujuan dan fungsi Evaluasi CIPP sebagai berikut:

(5)

2) Fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai berikut:

a. Membantu penanggung jawab program tersebut (pembuat kebijakan) dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan program.

b. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi CIPP 1) Menetapkan keputusan yang akan diambil 2) Menetapkan jenis data yang diperlukan 3) Pengumpulan data

4) Menetapkan kriteria mengenai kualitas

5) Menganalisis dan menginterpretasi data berdasarkan kriteria

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan sebuah kegiatan yang sistematis dengan melalui proses yang terukur dan terarah dalam mencapai hasil dengan waktu yang ditentukan.

2.2

Manajemen Berbasis Sekolah

(6)

Dirjen Dikdasmen (2001:2) Manajemen Berbasis Sekolah merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam rangka Kebijakan Pendidikan Nasional. Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah menurut Mulyasa (2002:24) adalah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nurkolis (2002:2) sebagai berikut: 1) Adanya otonomi yang kuat pada tingkat sekolah. 2) Adanya peran serta aktif masyarakat dalam pendidikan. 3) Proses pengambilan keputusan yang demokratis, berkeadilan, menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi dalam setiap kegiatan pendidikan. 4) Menggerakkan sumber daya yang ada secara efektif. 5) Memahami peran dan tanggung jawab yang sungguh-sungguh. 6) Mendapat dukungan birokrasi/instansi atasannya. 7) Meningkatkan kinerja sekolah untuk mencapai tujuan. 8) Diawali dengan sosialisasi konsep-konsep MBS, pelatihan-pelatihan MBS, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.

(7)

belajar mengajar, c. sumber daya manusia, dan d. sumber daya serta administrasi. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Bidang organisasi sekolah

Dalam bidang ini yang dibahas berkaitan tentang:

- Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah.

- Menyusun rencana sekolah dan merumuskan

kebijakan untuk sekolahnya sendiri.

- Mengelola kegiatan operasional sekolah.

- Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school community).

- Menjamin keterlibatannya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah).

b. Proses belajar mengajar

Dalam kaitannya proses belajar mengajar yang dibahas tentang,

- Meningkatkan kualitas belajar siswa

- Mengembangkan kurikulum yang cocok dan

tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah.

- Menyelenggarakan pengajaran yang efektif.

- Menyediakan program penngembangan yang

diperlukan siswa.

- Program pengembangan yang diperlukan siswa.

c. Sumber daya manusia

(8)

- Memberdayakan staf dan menempatkan

personal yang dapat melayani keperluan semua siswa.

- Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah.

- Menyediakan kegiatan untuk mengembangkan profesi pada semua staf.

- Menjamin kesejahteraan staf dan siswa. d. Sumber daya serta adminitrasi

Dalam kegiatan ini yang dikembangkan tentang

- Mengindentifikasi sumber daya yang diperlukan

dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan.

- Mengelola dana sekolah.

- Menyediakan dukungan administratif.

- Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya.

Dari beberapa penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertihan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut; Manajemen Berbasis Sekolah merupakan, wujud suatu penyelenggaraan dalam proses kegiatan pendidikan yang memberikan kewenangan secara utuh/maksimal serta keleluasaan terhadap pihak sekolah.

(9)

pelaksanaan kegiatan pendidikan secara konperhensif, akurat, transparan, dan kemandirian secara kenyataan untuk menegaskan tujuan pendidikan yang lebih efektif dan efesien serta memperhatikan tujuan Pendidikan Nasional.

2.3

Karakteristik

Manajemen

Berbasis

Sekolah

Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Sekolah yang ingin berhasil dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah harus memiliki karakteristik. Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:11) dikemukakan karakteristik manajemen berbasis sekolah:

a. Output yang Diharapkan

Output adalah kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja dan moral kerjanya.

b. Proses

(10)

2) Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Kuat. Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.

3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib. Sekolah memiliki lingkungan yang aman, tertib dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif.

4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif. Guru merupakan jiwa dari sekolah. Pengelolaan tenaga kependidikan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja, hingga dari imbalan jasa merupakan peran penting bagi kepala sekolah, terlebih pada pengembangan tenaga kependidikan.

5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu.

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.

6) Sekolah Memiliki “Team Work” yang Kompak, Cerdas dan Dinamis Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntut karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah.

(11)

menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

8) Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian dari kehidupannya.

9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen

Keterbukaan ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang dan sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

10)Sekolah Memiliki Kemampuan untuk Berubah. Sekolah setiap melakukan perubahan diharapkan hasilnya lebih baik dari sebelumnya terutama mutu peserta didik.

11)Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.

Fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus.

12)Sekolah Responsif dan Antisipasif Terhadap Kebutuhan.

Sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat.

13)Sekolah Memiliki Komunikasi yang Baik.

(12)

14)Sekolah Memiliki Akuntabilitas.

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. 15)Sekolah Memiliki Suistainabilitas.

Sekolah yang efektif memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (suistainabilitas) tinggi karena di sekolah terjadi proses akumulasi peningkatan mutu sumber dana, pemilikan aset sekolah yang mampu menggerakkan income generating activities dan dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi sekolah.

c. Input Pendidikan

1) Memiliki Kebijakan Mutu.

Sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan maksud dan tujuan sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan mutu tersebut dinyatakan oleh pimpinan sekolah yaitu kepala sekolah. Kebijakan mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah. 2) Sumber Daya Tersedia Lengkap.

Sumber daya yang memadai akan menghasilkan pencapaian sasaran sekolah seperti yang diharapkan.

(13)

4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi.

Sekolah memiliki dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya.

5) Fokus pada Pelanggan.

Pelanggan dalam hal ini adalah siswa harus menjadi fokus semua kegiatan sekolah.

Sesuai dengan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sekolah akan memiliki mutu pendidikan yang berkualitas dan berkarakter jika semua komponen pelaku atau penggerak proses pendidikan memiliki efektivitas yang kuat dan tinggi serta memiliki responsif yang kuat terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut.

2.4

Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen

Berbasis Sekolah

Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:29) tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:

a. Melakukan Sosialisasi

(14)

pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten atau propinsi dan sebagainya. Bentuk sosialisasi melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, diskusi dan sebagainya.

b. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah

Sekolah melakukan analisi output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.

c. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)

Sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah harus memiliki rencana pengembangan sekolah yang pada umumnya berupa perumusan visi, misi,tujuan dan strategi pelaksanaannya.

d. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran

Fungsi-fungsi ini antara lain fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi layanan kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan sekolah dan masyarakat.

e. Melakukan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat)

(15)

f. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan.

Memilih langkah pemecahan persoalan yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.

g. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.

Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya membuat perencanaan beserta program untuk merealisasikan rencana tersebut.

h. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu.

Sekolah bersama warga sekolah hendaknya mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

i. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan.

Sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. j. Merumuskan Sasaran Mutu.

Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik berguna untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.

(16)

2.5

Tugas

Kepala

Sekolah

dalam

Pelaksanaan

Manajemen

Berbasis

Sekolah

Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya juga memerlukan seperangkat kewajiban, disertai dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.

(17)

yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:

a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.

b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.

d. Berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.

e. Mampu bekerja dengan tim manajemen.

f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

2.6

Peran

Guru

dalam

Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah

(18)

di lingkungan sekolah. Menurut Uzer Usman (1992:7) peranan guru yang paling dominan adalah sebagai berikut:

a. Guru sebagai Demonstrator

Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya dan senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan dapat menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.

b. Guru sebagai Pengelola Kelas

Guru hendaknya mampu mengelola kelas, karena kelas merupakan lingkungan belajar dan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Pengawasan terhadap lingkungan menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang kondusif.

c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media merupakan alat komunikasi guru yang berguna untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.

d. Guru sebagai Evaluator

Penilaian perlu dilakukan karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

(19)

menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

2.7

Implementasi

Manajemen

Berbasis

Sekolah

Dalam rangka mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efesien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru adalah teladan dan panutan langsung para peserta didik di kelas. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik. Jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan, keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk peserta didik, penempatan alat-alat dan lain-lain harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang menyenangkan dan penuh disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta didik. Kreativitas. Kreativitas dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus di dorong dan dikembangkan. Mulyasa. (2009:57).

(20)

1. Memiliki visi ke arah pencapaian mutu pendidikan, khususnya mutu siswa dengan jenjang masing-masing.

2. Berbijak pada “power sharing” (berbagi

kewenangan).

3. Adanya profesionalisme semua lini.

4. Melibatkan partisipasi masyarakat yang kuat. 5. Menuju kepada terbentuknya dewan sekolah. 6. Adanya transparansi dan akuntabilitas.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa implementasi berbasis sekolah memerlukan aktifitas semua komponen untuk aktif dan bertanggung jawab sesuai dengan bidang yang telah diberikan agar tidak ada kesenjangan dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.

2.8

Mutu Pendidikan

(21)

itu juga dipaparkan oleh Dzaujak Ahmad (1996:8 dalam Umiarso dan Imam Gojali 2010:124). Mengungkapkan bahwa mutu pendidikan kemapuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.

Dari pengertian di atas tersebut maka wujudkan dimensi mutu pendidikan seperti yang diungkapkan oleh M.N Nasution (dalam Umiarso dan Imam Gojali, 2010:130-131) sebagai berikut: 1) Kinerja. 2) Features. 3) Keandalan. 4) Konformitas. 5) Daya Tahan. 6) kemampuan Pelayanan. 8) Kualitas yang dipersepsikan. Dari perwujutan uraian di atas dapat diungkapkan bahwa mutu pendidikan merupakan segala proses yang dilakukan dengan sadar, secara pencapaian maksimal di dalam kegiatan belajar formal ataupun non formal, yang mampu memberikan perubahan yang positif pada siswa dengan ukuran nilai melalui standaritas yang ditentukan dalam lembaga pendidikan.

2.9

Proses Belajar Siswa

(22)

pendekatan pembelajaran yang dikenal dengan nama PAKEM atau Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Menurut Durori (2002:xii) metode PAKEM dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu segi siswa dan segi guru.

1) Dari segi Guru

K = Aktif. Dalam hal ini guru aktif dalam: - memantau kegiatan belajar siswa - memberi umpan balik

- memberi pertanyaan yang menantang - mempertanyakan gagasan siswa K = Kreatif.

Hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam: - mengembangkan kegiatan yang beragam - membantu alat bantu belajar sederhana E = Efektif,

Yaitu guru harus mampu mencapai tujuan pembelajaran.

M = Menyenangkan.

Dalam hal ini guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membuat anak takut salah, takut ditertawakan, takut dianggap sepele.

2) Dari segi Siswa

A = Aktif. Dalam hal ini siswa aktif : - bertanya

- mengemukakan gagasan

(23)

K = Kreatif. Hal ini siswa dituntut untuk kreatif dalam :

- Merancang/membuat sesuatu - Menulis/mengarang

E = Efektif,

Yaitu siswa harus menguasai ketrampilan yang diperlukan.

M = Menyenangkan.

Dalam hal pembelajaran membuat anak: - berani mencoba

- berani bertanya

- berani mengemukakan pendapat/ gagasan

- berani mempertanyakan gagasan orang lain

Dalam dimensi proses belajar mengajar ini, hal-hal yang akan dikaji meliputi:

- Penyusunan program dan perangkat pembelajaran sebagai upaya persiapan pelaksanaan proses pembelajaran

- Penyajian dan teknik model belajar mandiri dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)

- Perilaku siswa yang muncul dari kegiatan model belajar mandiri yang merupakan penilaian proses pembelajaran.

2.10

Prestasi Belajar Siswa

(24)

Belajar membantu manusia menyelesaikan diri dengan lingkungannya. Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan dari sebelumnya maupun menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang sesaat ini kelihatan juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. (Irwanto, dkk.1991:105). Selanjutnya Morgan (1975:136). Mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkahlaku yang sifatnya relatif menetap dan terjadinya sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.

Menurut Winkel (1996:475). Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Dalam pendidikan formal, pada tahap akhir akan di dapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Gambaran mengenai prestasi tersebut biasanya dapat diperoleh melalui raport sekolah yang dibagikan pada waktu-waktu tertentu. Murjono, (1996:174).

(25)

seseorang setelah belajar dan berlatih dengan sengaja sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku kea rah yang lebih maju.

Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah sebuah hasil kegiatan seseorang yang dilakukan dengan kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak lain dalam waktu yang ditentukan dalam alat ukur standar proses belajar yang sudah ditentukan sebelumnya yang ditetapkan dalam nilai raport.

2.11

Faktor-faktor

yang

Mempengaruhi

Perstasi Belajar

Prestasi belajar ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Azwar (2000:165), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:

a. Faktor fisik yang meliputi panca indera dan kondisi fisik umum.

b. Faktor psikologis yang meliputi kemampuan non kognitif dan kemampuan kognitif. Kemampuan non kognitif terdiri dari minat, motivasi, dan variabel-variabel kepribadian. Sedangkan kemampuan kognitif terdiri dari kemampuan khusus (bakat) dan kemampuan umum (inteligensi).

(26)

2.12

Pengukuran

Prestasi

Belajar

Menurut Suryabrata (2000:322), untuk mengetahui prestasi belajar seseorang perlu dilakukan penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan. Adapun cara seseorang melakukan penilaian tersebut bermacam-macam, misalnya: dengan jalan testing, dengan memberikan tugas-tugas tertentu, dengan bertanya tentang berbagai hal, menyuruh membuat karangan, memberi ulangan dan lain-lain.

Pengukuran prestasi belajar menurut Rusyan, dkk (1992:21) digunakan untuk mmelihat sejauh mana taraf keberhasilan proses belajar mengajar pada peserta secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel), sehingga disini diperlukan informasi yang didukung oleh data yang obyektif dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi peserta didik.

Menurut Murjono (1996:178), prestasi belajar biasanya diperoleh dengan melihat nilai raport dimana prestasi belajar seorang siswa dapat dioprasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa indeks prestasi belajar, predikat keberhasilan dan semacamnya.

(27)

2.13

Hubungan

Manajemen

Berbasis

Sekolah dengan Prestasi Belajar Siswa

Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini diketahui, tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. (Irwanto, dkk, 1991:105)

Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan yang baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar. Gambaran mengenai prestasi belajar tersebut biasanya dapat diperoleh melalui raport sekolah yang dibagikan pada waktu-waktu tertentu. (Murjono, 1996:174).

(28)

mempengaruhi prestasi belajar seseorang. (sinambela, 1996:202). Selain itu Hawadis (2001:91) juga mengemukakan bahwa dari beberapa penelitian ditemukan adanya korelasi positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi seseorang.

Selain faktor inteligensi yang mempengarui prestasi siswa juga faktor dari manajemen berbasis sekolah karena dalam faktor ini memerankan dari berbagai komponen yang ada di lingkungan sekitar siswa, misalnya peran orang tua, peran karyawan, peran guru, peran kepala sekolah, peran masyarakat, dan peran birokrasi pemerintahan yang memberikan bagian penting dalam perkembangan siswa dalam pencapaian prestasi. Dengan peran guru siswa akan mudah memahami materi atau tehnik belajar yang tepat sesuai denga keinginan siswa. Menurut Wrightman yang dikutip Uzer Usman (1992:1), peran guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Hal itu akan memberikan dampak positif bagi siswa dalam pemerolehan prestasi yang diinginkan.

2.14

Tinjauan Penelitian Terdahulu

(29)

menggulirkan manajemen berbasis sekolah, sehingga banyak peneliti telah melakukan penelitian terhapan masalah tersebut, di antaranya sebagai berikut:

- Yulianingsih, Rahmi. 2012. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dan Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa Semester Gasal Tahun Ajaran 2012/2013 di SDI Surya Buana Malang Hasil penelitian menunjukkan bahwa 13 responden guru menyatakan bahwa penerapan manajemen berbasis sekolah di SDI Surya Buana Malang yaitu sangat baik dengan perolehan nilai sebesar 93% dan 1 responden guru menyatakan baik dengan perolehan sebesar 7%. Sedangkan hasil penelitian prestasi belajar di SDI Surya Buana Malang menunjukkan bahwa 67 siswa mempunyai prestasi belajar yang sangat tinggi yaitu sebesar 41%, 88 siswa mempunyai prestasi belajar yang tinggi sebesar 54%, 6 siswa mempunyai prestasi belajar yang cukup sebesar 4%, dan 1 siswa mempunyai prestasi belajar yang kurang yaitu 1 %.

(30)

2.15

Kerangka Berpikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian menunjukkan rangkaian langkah sistematis dari proses penelitian berdasarkan landasan teoritik yang telah dijelaskan sebelumnya. Jadi hal tersebut menyangkut latar belakang munculnya Program MBS, tujuan program, implementasinya, serta dimensi-dimensi untuk melihat implementasi Program MBS di lapangan. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir tersebut dapat disusun pada bagan berikut:

(31)

Unsur manajemen sekolah, unsur kinerja guru dan kepala sekolah serta anggota sekolah lainnya, dan juga peran serta masyarakat yang mana ketiga unsur tersebut saling mendukung dan saling terkait antara yang satu dengan yang lain.

Keberhasilan program Manajemen Berbasis Sekolah khususnya tentang efektivitas proses pembelajaran yang sangat penting sebagai upaya peningkatan prestasi belajar siswa atau mutu pendidikan maka diwujudkan dalam bentuk CIPP (context, input, process and product).

Adapun dalam komponen Context meliputi dukungan dari berbagai warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah dalam mewujudkan keberasilah prestasi belajar siswa. Selain itu juga ditunjang oleh letak georafis yang harus memadai secara kondusif untuk menciptakan kestabilan dalam kegiatan belajar yang tenang, menyenangkan, dan kreativitas untuk menciptakan kenyamanan, serta didukung dengan sarana prasarana yang mampu memberikan fasilitas yang mencukupi kebutuhan siswa dalam belajar.

Dalam komponen input mampu mewujudkan visi dan misi sekolah agar bisa terarah dalam melakukan proses pengelolaan lembaga pendidikan di SMP NU 10 Ringinarum dalam mencapai sasaran, tujuan dan program sekolah dengan tepat sehingga mampu mewujudkan sumber daya iptek yang berkualitas.

(32)

kemandirian sekolah dalam pengelolaannya sehingga proses kegiatan belajar dan akuntabel keuangan sekolah diproses secara objektif.

Komponen product merupakan hasil dari kegiatan komponen context, input, process yang mampu menghasilkan prestasi belajar siswa secara maksimal atau optimal sehingga akan memberikan dampak yang baik di dalam pengelolaan lembaga pendidikan secara menyeluruh.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan lembar observasi aktivitas peneliti sebagai guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, maka jumlah skor dan persentase aktivitas peneliti dalam

Jika anda menyatukan antara pendapat mereka yang menyatakan tidak adanya ketetapan karakter, dengan pendapat mereka yang menyamakan se- mua tubuh dan perbuatan, dan bahwa manusia

Kesimpulan penelitian adalah aplikasi sericin pada permukaan HA meningkatkan jumlah perlekatan sel osteoblas dan konsentrasi pelapisan (0,01; 0,05; 0,1%) tidak

[r]

Projektna nastava prvotno je zamišljena na naˇcin da se izvodi u tri faze: prva faza projekta (u trajanju od dva sata) trebala se izvoditi u obliku terenske nastave na Nas-

Biasanya dalam menuliskan network prefix suatu kelas IP Address digunakan tanda garis miring (Slash) “/”, diikuti dengan angka yang menunjukan panjang network prefix ini dalam

Gaya beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan untuk situasi khidmat dan upacara resmi. Sebagai contoh upacara kenegaraan, khotbah di masjid,

Pada periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2019, penyaluran pembiayaan pada sektor Usaha Mikro oleh Perusahaan Pembiayaan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 27,53% per