• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Pisang di UKM Wahyu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Pisang di UKM Wahyu"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pembuatan Keripik Pisang UKM “Wahyu”

Tahapan proses produksi dalam pembuatan keripik pisang terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan bahan, pengupasan, pencucian, penirisan I, perendaman dalam bumbu, pengirisan, penggorengan, penirisan II, pendinginan, dan pengemasan. UKM “Wahyu” ini belum memiliki diagram alir proses pembuatan keripik pisang sebagai acuan proses. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dibuatkan diagram alir proses produksi pembuatan keripik pisang yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Pisang Kepok

Pengupasan kulit pisang

Pencucian daging buah pisang

Penirisan I

Perendaman dalam bumbu selama 1 menit

Pengirisan

Penggorengan selama 5 menit

Penirisan II

Pendinginan selama 30 menit

Pengemasan

Keripik Pisang Penambahan

Pemasukkan dalam blender Garam 2 sendok makan dan

1 ons bawang putih

Penghalusan dengan blender selama 2 menit Air

250ml

Penuangan dalam baskom plastik

Bumbu Gurih

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Pisang di UKM

“Wahyu”

(2)

1. Persiapan Bahan

Persiapan bahan merupakan tahapan pertama dalam pembuatan keripik pisang di UKM “Wahyu”. Persiapan bahan yang pertama dilakukan yaitu pemisahan buah pisang dari tandan agar mudah saat proses pengupasan serta dilakukan pemilihan buah pisang yang baik dan sesuai dengan standar. Persiapan bahan yang kedua yaitu penimbangan bawang putih sebanyak 1 ons, setelah itu bawang putih akan dikupas, kemudian diletakkan dalam mangkok plastik dan dicuci. Persiapan bahan yang ketiga yaitu menyiapkan air sebanyak 250 ml yang digunakan dalam pembuatan bumbu. Persiapan yang keempat yaitu menyiapkan air dalam panci yang digunakan dalam pencucian buah pisang.

2. Pengupasan Kulit Pisang

Buah pisang yang sudah dipisahkan dari tandan, akan dilakukan proses pengupasan kulit pisang menggunakan pisau. Cara pengupasan pisang yaitu pisang dipegang menggunakan tangan kiri sedangkan tangan kanan memegang pisau kemudian ujung pisang dibelah dan dikupas.

Setelah pisang selesai dikupas akan dimasukkan dalam panci yang berisi air untuk proses pencucian. Berdasarkan pengamatan proses pengupasan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Proses Pengupasan Kulit Pisang

(3)

3. Pencucian

Buah pisang yang telah dikupas akan dilakukan proses pencucian.

Pencucian daging buah pisang yang telah dikupas dilakukan menggunakan air yang ditampung di dalam panci. Air yang digunakan berasal dari air sumur yang diambil dari kran. Proses pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran misalnya tanah atau benda-benda lain yang tidak diinginkan. Cara pencucian daging buah pisang yaitu digosok dalam air menggunakan tangan. Hasil cucian yang diharapkan yaitu daging buah bersih dan terbebas dari kotoran. Berdasarkan pengamatan proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Proses Pencucian 4. Penirisan I

Penirisan daging buah dilakukan setelah proses pencucian yang diletakkan dalam baskom plastik berlubang dan ditunggu sampai air tidak banyak menetes. Penirisan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air pada permukaan daging buah pisang dan dilakukan sesegera mungkin setelah proses pencucian. Penirisan ini akan membuat air yang menempel pada permukaan daging buah menetes dan air ini ditampung dalam baskom yang disusun dibawah baskom plastik berlubang agar air tidak bercecer diruang produksi. Berdasarkan pengamatan proses penirisan dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(4)

Gambar 4.4 Proses Penirisan I 5. Pembuatan Bumbu

Pembuatan bumbu dilakukan agar keripik pisang yang dihasilkan memiliki rasa gurih. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bumbu ini terdiri dari tiga macam yaitu bawang putih, garam dan air kemudian akan dihaluskan menggunakan blender. Bawang putih sebelum digunakan akan dikupas terlebih dahulu dan dicuci. Dalam pembuatan bumbu ini diperlukan 1 ons bawang putih, 2 sendok makan garam dan air secukupnya. Penghalusan dilakukan sampai bawang putih benar-benar halus atau sekitar 2 menit. Jika proses penghalusan sudah selesai, bumbu akan dituangkan dalam baskom plastik dan akan dilanjutkan proses selanjutnya. Berdasarkan pengamatan proses pembuatan bumbu dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(a) (b)

(5)

Gambar 4.5 Proses Pembuatan Bumbu Keterangan:

(a) Bawang putih yang telah dikupas dan dicuci (b) Pemasukan dalam blender dan penambahan garam (c) Setelah penghalusan

(d) Penuangan bumbu dalam baskom plastik 6. Perendaman dalam Bumbu

Perendaman dalam bumbu dilakukan dengan cara mencampur daging buah pisang yang masih utuh dengan bumbu yang terdiri dari bawang putih dan garam yang ditambah air kemudian dihaluskan.

Bumbu yang telah halus diletakkan dalam baskom berukuran sedang.

Perendaman daging buah pisang dalam bumbu ini dilakukan selama satu menit dan daging buah pisang diputar agar merata. Perendaman ini bertujuan agar bumbu meresap dalam daging buah pisang sehingga memberikan rasa gurih pada keripik pisang. Berdasarkan pengamatan proses perendaman bumbu dapat dilihat pada Gambar 4.6.

(c) (d)

(6)

Gambar 4.6 Proses Perendaman dalam Bumbu 7. Pengirisan

Pengirisan dilakukan dengan menggunakan alat pengiris yang berbentuk seperti parutan yang ditengah-tengahnya terdapat pisau yang berfungsi untuk mengiris pisang. Pisau yang berada ditengah-tengah alat tersebut harus dalam keadaan yang tajam agar ketebalan pengirisan pisang yang dihasilkan sama. Pengirisan dilakukan secara langsung diatas wajan yang telah berisi minyak panas, sehingga hasil pengirisan dapat langsung digoreng. Berdasarkan pengamatan proses perendaman bumbu dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Proses Pengirisan

(7)

8. Penggorengan

Proses penggorengan ini dilakukan menggunakan tungku dengan bahan bakar yaitu kayu bakar karena lebih ekonomis. Penggorengan dilakukan secara langsung setelah proses pengirisan daging buah pisang.

Setelah irisan pisang berada dalam minyak panas, akan dilakukan pembolak-balikan agar irisan dapat matang secara merata dan dilakukan pengecekan agar irisan pisang tidak saling menyatu satu sama lain.

Penggorengan ini dilakukan selama 5 menit bergantung pada besar kecilnya api yang dihasilkan dan warna keripik. Minyak akan diganti setelah 2 kali pemakaian. Dalam penggorengan ini dihasilkan keripik pisang yang memiliki warna kuning keemasan. Berdasarkan pengamatan proses penggorengan dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Proses Penggorengan 9. Penirisan II

Proses penirisan dilakukan setelah proses penggorengan. Penirisan ini dilakukan dengan cara mengangkat produk dari minyak goreng menggunakan alat peniris yang terbuat dari kayu dan stainless steel kemudian ditiriskan sebentar lalu produk diletakkan pada baskom enamel. Penirisan dilakukan agar keripik pisang tidak terlalu berminyak pada permukaannya. Berdasarkan pengamatan proses penirisan II dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(8)

Gambar 4.9 Proses Penirisan II 10. Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan untuk menjaga kualitas keripik yang dihasilkan. Keripik yang telah selesai digoreng akan didinginkan di dalam baskom enamel, apabila keripik sudah dingin akan dimasukkan ke dalam plastik. Pendinginan ini dilakukan selama kurang lebih 30 menit.

Jika keripik belum dingin dan langsung dikemas akan menghasilkan uap air pada kemasan yang dapat berpengaruh terhadap masa simpan produk.

Berdasarkan pengamatan proses pendinginan dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Proses Pendinginan

(a) (b)

(9)

Keterangan:

(a) Pendinginan keripik dalam baskom enamel (b) Keripik yang sudah dingin

11. Pengemasan

Pengemasan dilakukan setelah keripik pisang dingin dan dikemas menggunakan plastik PP (Polypropylene). Kemasan plastik ini merupakan kemasan primer yang berarti bersentuhan langsung dengan produk. Pengemasan ini dilakukan dengan memasukkan produk keripik pisang dalam kemasan yang sebelumnya telah ditempel stiker dan ditimbang dengan berat 225 gram. Setelah produk dimasukkan dalam kemasan akan dilakukan penutupan kemasan menggunakan sealer agar tertutup rapat dan memperpanjang masa simpan. Saat proses pengemasan, karyawan memakai sarung tangan plastik agar tidak kontak langsung terhadap produk. Pada proses pengemasan ini juga dilakukan pemilihan keripik yang utuh dan remahan keripik. Remahan keripik akan diletakkan pada wadah tersendiri. Berdasarkan pengamatan proses pendinginan dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Proses Pengemasan Keterangan:

(a) Penimbangan

(b) Penutupan kemasan menggunakan sealer (c) Keripik yang telah dikemas

(c)

(a) (b)

(10)

B. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi

UKM “Wahyu” merupakan salah satu Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bergerak dalam bidang produksi pangan, khususnya keripik pisang. UKM “Wahyu” memproduksi keripik pisang dengan dua varian rasa yaitu gurih dan manis. UKM ini didirikan oleh Ibu Tyas pada tahun 2016 yang berlokasi di Jalan Ngadiluwih No. 106, Desa Segaran, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Lokasi tempat produksi keripik pisang UKM “Wahyu” berada pada lingkungan masyarakat, dan lingkungan yang padat penduduk. Letak UKM “Wahyu” berada dipinggir jalan raya di desa sehingga memudahkan untuk pendistribusian keripik pisang, antara jalan raya dan UKM “Wahyu” terdapat halaman sehingga masih memiliki jarak. Karena UKM “Wahyu” berada di desa, tingkat polusi debu, udara maupun kotoran masih tergolong rendah. Lokasi UKM

“Wahyu” dapat di lihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Lokasi UKM "Wahyu"

(Sumber: Google Maps, 2021)

Batas-batas yang melingkupi UKM “Wahyu” adalah sebagai berikut:

Utara : Rumah Penduduk Selatan : Jalan Ngadiluwih

(11)

Barat : Rumah Penduduk Timur : Rumah Penduduk

Lingkungan produksi keripik pisang UKM “Wahyu” cukup bersih, tidak berada pada lingkungan yang berpotensi adanya kontaminasi, dan tidak dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Sekitar UKM “Wahyu” tidak terdapat pabrik atau industri sehingga tidak mencemari produksi keripik pisang.

Berdasarkan pengamatan kondisi lingkungan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.13. Kondisi lokasi dan lingkungan di UKM “Wahyu” belum sesuai konsep CPPB karena memiliki halaman yang belum dipaving atau disemen sehingga memiliki potensi menimbulkan cemaran fisik berupa pasir, tempat produksi seharusnya dipisah dengan tempat tinggal pemilik.

Gambar 4.13 Lingkungan Produksi UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Tempat produksi UKM “Wahyu”

(b) Halaman depan UKM “Wahyu”

2. Konsep CPPB

Berdasarkan CPPB No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 untuk menetapkan lokasi IRT perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran potensial

(a) (b)

(12)

dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksi.

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara seperti sampah dibuang dan tidak menumpuk, tempat sampah selalu tertutup, jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik. Berdasarkan hasil evaluasi yang belum sesuai dengan konsep CPPB, maka diperlukan perbaikan pada halaman UKM dengan cara disemen atau dipaving, serta antara tempat produksi dan rumah pemilik sebaiknya dipisah.

C. Bangunan dan Fasilitas 1. Evaluasi

a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak

Desain dan tata letak ruang produksi dapat mempengaruhi mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Kondisi ruang yang luas, tata letak yang sesuai dan desain yang baik akan memberikan kemudahan dan kenyamanan pada karyawan dalam melakukan proses produksi. Bangunan UKM “Wahyu” masih tergabung dengan rumah pemilik UKM. Ruang produksi terbilang cukup sempit sehingga karyawan memiliki ruang gerak yang kurang leluasa.

Ruang produksi di UKM “Wahyu” digunakan untuk memproduksi produk pangan saja. Beberapa kontruksi bangunan terbuat dari bahan kayu. Desain dan tata letak ruangan UKM "Wahyu" dapat dilihat pada Gambar 4.14.

UKM “Wahyu” memiliki ruang produksi yang cukup sempit dan cukup sulit dibersihkan karena peletakan barang yang kurang teratur, sehingga belum sesuai dengan konsep CPPB. Pada UKM

“Wahyu” diruangan produksi hanya digunakan untuk memproduksi pangan saja sehingga sudah sesuai dengan konsep CPPB. Konstruksi ruangan di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan CPPB karena

(13)

konstruksi bangunan yang digunakan terbuat dari bahan kayu yang memiliki sifat tidak tahan lama.

1 2

9

5 3 6

7 8

4 10

12 m

6 m

Gambar 4.14 Desain dan Tata Letak UKM “Wahyu”

Keterangan:

1 = Tempat Pengupasan

2 = Tempat Pencucian bahan dan alat serta penirisan I 3 = Tempat Penghalusan Bumbu

4 = Tempat Perendaman dalam Bumbu 5 = Tempat Pengirisan dan Penggorengan 6 = Tempat Penirisan II dan Pendinginan 7 = Tempat Pengemasan

8 = Tempat Penyimpanan Produk Akhir 9 = Kamar Mandi

10 = Rak Penyimpanan Alat

Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa desain tata letak masih kurang tepat karena belum sesuai dengan urutan proses produksi sehingga kurang efektif. Namun, ruang produksi di UKM

“Wahyu” sudah memenuhi syarat tentang adanya pintu, dinding, langit-langit, lantai, dan juga ventilasi.

2) Lantai

Lantai UKM “Wahyu” terbuat dari semen pada ruang produksi dan ubin semen pada ruang pengemasan. Pembersihan lantai dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah produksi. Lantai pada

(14)

UKM “Wahyu” memiliki tekstur yang halus, rata, tidak berlubang sehingga mudah dibersihkan, namun lantai ini memiliki warna yang gelap sehingga sulit terlihat jika terdapat kotoran. Gambar lantai di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.15. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, lantai UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena masih terbuat dari semen dan ubin semen.

Gambar 4.15 Lantai UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Lantai ruang proses produksi (b) Lantai ruang proses pengemasan 3) Dinding

Dinding di UKM “Wahyu” terdapat dua macam yaitu dinding yang terbuat dari batu bata yang telah dilapisi semen dan dinding yang terbuat dari batu bata yang belum dilapisi semen. Dinding yang sudah dilapisi semen berada di ruangan pengemasan dan peyimpanan produk akhir sedangkan dinding yang belum dilapisi semen berada di ruangan proses produksi. Dinding yang belum dilapisi semen dapat berpotensi menyebabkan kontaminasi pada produk karena banyak terdapat celah. Selain itu pertemuan antara dinding dengan lantai membentuk sudut sehingga sulit untuk

(a) (b)

(15)

dibersihkan. Gambar dinding di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.16. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, dinding di UKM

“Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena masih terdapat dinding yang belum disemen dan diberi cat sehingga kotoran mudah menempel dan sulit untuk dibersihkan.

Gambar 4.16 Dinding UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Dinding ruang proses pengupasan sampai pendinginan (b) Dinding ruang proses pengemasan

4) Langit-langit

UKM “Wahyu” pada semua ruangan produksi belum terlapisi plafon, sehingga langsung mengarah pada genteng. Pembersihan dilakukan menggunakan sapu panjang jika sudah terlihat adanya kotoran. Langit-langit yang menggunakan genteng ini memiliki risiko kontaminasi yang cukup besar saat proses produksi. Kondisi langit-langit di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.17. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, langit-langit di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena langit- langit belum terlapisi plafon.

(a) (b)

(16)

Gambar 4.17 Langit-langit UKM “Wahyu”

5) Pintu Ruangan

Pintu di UKM “Wahyu” terbuat dari bahan kayu dan seng.

Pintu yang terbuat dari bahan kayu memiliki warna gelap sehingga sulit untuk melihat kotoran, sedangkan pintu yang terbuat dari seng memiliki warna yang cerah. Di UKM “Wahyu” semua pintu di desain membuka ke dalam. Pintu pertama berada di ruang pengemasan dan penyimpanan produk akhir, pintu yang terbuat dari bahan kayu terdapat di dekat proses penggorengan, dan pintu yang terbuat dari bahan seng berada di dekat proses pengupasan kulit pisang. Saat produksi berlangsung, pintu akan dibuka sehingga dapat menimbulkan kontaminasi karena debu yang masuk. Kondisi pintu di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.18. Berdasarkan kondisi aktual, pintu ruangan di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena memiliki warna gelap serta terbuat dari bahan kayu yang relatif lebih cepat rusak.

(17)

Gambar 4.18 Pintu Ruangan UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Pintu dekat ruang proses penggorengan

(b) Pintu penghubung ruang pencucian dengan proses produksi 6) Jendela

Jendela di UKM “Wahyu” terletak di ruangan yang digunakan untuk proses pengemasan. Jendela di UKM “Wahyu” terbuat dari bahan kayu dan tanpa adanya tutup sehingga debu dan kotoran dapat masuk melalui jendela ini. Bingkai jendela yang berupa kayu dicat berwarna cokelat, memiliki permukaan yang rata dan halus sehingga mudah dibersihkan. Jendela ini memiliki teralis yang terbuat dari kayu yang di cat cokelat sama seperti bingkainya. Kondisi jendela di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.19. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, jendela di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena belum dilengkapi dengan penutup atau kasa sehingga debu dapat masuk dengan mudah melalui jendela.

(a) (b)

(18)

Gambar 4.19 Jendela UKM “Wahyu”

7) Lubang Angin atau Ventilasi

Lubang angin atau ventilasi di UKM “Wahyu” terbuat dari batu bata dan terletak di bagian proses penggorengan. Ventilasi tersebut tidak disertai dengan kasa atau penyaring udara sejenisnya sehingga debu dan kotoran dapat masuk ke ruang produksi.

Kebersihan ventilasi ini kurang dijaga kebersihannya karena berada di bagian atas tungku. Kondisi lubang angin atau ventilasi di UKM

“Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.20. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, lubang angin atau ventilasi di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena belum diberi kasa serta keadaannya cenderung kotor dan berdebu.

Gambar 4.20 Ventilasi UKM “Wahyu”

(19)

8) Permukaan Tempat Kerja

Permukaan tempat kerja di UKM “Wahyu” ini tidak berkontak langsung dengan bahan pangan sehingga memiliki kemungkinan kecil dalam mengontaminasi produk. Permukaan tempat kerja yang pertama berada di meja yang digunakan untuk menghaluskan bahan, permukaan kerja yang kedua berada di ruangan pengemasan produk akhir yang berfungsi sebagai alas duduk karyawan saat proses pengemasan. Permukaan tempat kerja di UKM “Wahyu” belum sepenuhnya bersih dan harus diganti. Kondisi permukaan tempat kerja di UKM “Wahyu” dapat di lihat pada Gambar 4.21.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, permukaan tempat kerja di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena memiliki sifat yang tidak tahan lama dan memiliki kondisi yang kurang baik.

Gambar 4.21 Permukaan Kerja UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Permukaan tempat kerja proses penghalusan bumbu (b) Permukaan tempat kerja proses pengemasan

(a) (b)

(20)

9) Penggunaan Bahan Gelas

Penggunaan bahan gelas di UKM “Wahyu” hanya terdapat pada alat blender yang berfungsi untuk menghaluskan bumbu.

Peralatan yang digunakan di UKM “Wahyu” kebanyakan berbahan plastik atau stainless steel. Sehingga peluang terjadinya kontaminasi berupa bahan gelas seperti pecahan kaca dalam bahan maupun produk sangat rendah atau kecil. Namun, penggunaan bahan gelas seperti peralatan makan dan minum sebagian besar digunakan karyawan. Karyawan melakukan aktivitas makan dan minum diruang produksi, hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi apabila peralatan makan dan minum pecah diruang produksi.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, penggunaan bahan gelas di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB. Penggunaan bahan gelas di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Blender b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

Kelengkapan ruang produksi di UKM “Wahyu” terdapat lampu penerangan pada setiap ruangan, namun lampu-lampu tersebut belum dilengkapi dengan penutup atau pelindung. Selain itu, juga terdapat pintu yang selalu terbuka saat dilakukannya proses produksi sehingga penerangan dan sirkulasi udara yang cukup dapat

(21)

memudahkan para karyawan dalam proses produksi. Ruang produksi di UKM “Wahyu” tidak terdapat tempat untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, kelengkapan ruang produksi di UKM “Wahyu”

belum sesuai dengan konsep CPPB karena belum terdapat tempat mencuci tangan khusus dengan sabun dan pengeringnya.

2) Tempat Penyimpanan

Tempat penyimpanan bahan baku yaitu pisang berada di lantai sehingga dapat memudahkan hewan pengerat untuk merusak bahan tersebut, namun untuk bahan seperti minyak, bawang putih, dan garam sudah di simpan atau diletakkan di meja dan rak.

Penyimpanan bahan pangan sudah terpisah dengan produk akhir.

Peralatan produksi yang digunakan sudah diberi rak untuk tempat penyimpanannya, namun seperti wajan masih diletakkan di luar dan digantung di tembok untuk penyimpanannya. Tempat penyimpanan bahan bukan pangan seperti sabun berada diluar ruangan yaitu ditempat pencucian. Tempat penyimpanan kurang tertata dengan baik sehingga agak sulit dibersihkan. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, tempat penyimpanan di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena penyimpanan bahan baku bersentuhan dengan lantai serta tempat penyimpanan kurang tertata baik.

2. Konsep CPPB

a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.3.04.12.2206 tahun 2012, desain dan tata letak ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan. Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain produk pangan. Konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama dan seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi.

Serta meliputi lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-

(22)

langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas.

Berdasarkan hasil evaluasi desain dan tata letak UKM

“Wahyu” yang belum sesuai dapat dilakukan perbaikan yaitu sebaiknya dilakukan perluasan ruang produksi agar karyawan leluasa dalam melakukan proses produksi. Pada konstruksi ruang produksi sebaiknya diganti dengan baja ringan. Serta perlu dilakukan perbaikan desain dan tata letak di UKM “Wahyu” yang bisa dilakukan di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.23.

1 2 9

5

6 3

7 8

4

10

12 m

6 m

Gambar 4.23 Konsep Layout Ruang Produksi UKM “Wahyu”

Keterangan:

1 = Tempat Pengupasan

2 = Tempat Pencucian bahan dan alat serta penirisan I 3 = Tempat Penghalusan Bumbu

4 = Tempat Perendaman dalam Bumbu 5 = Tempat Pengirisan dan Penggorengan 6 = Tempat Penirisan II dan Pendinginan 7 = Tempat Pengemasan

8 = Tempat Penyimpanan Produk Akhir 9 = Kamar Mandi

10 = Rak Penyimpanan Alat

(23)

2) Lantai

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, lantai sebaiknya dibuat bahan yang kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang. Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan.

Berdasarkan hasil evaluasi lantai pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada lantai di UKM “Wahyu” yaitu penggantian lantai yang terbuat dari semen dan ubin semen dengan menggunakan lantai keramik serta melakukan pembersihan yang rutin.

3) Dinding

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan. Berdasarkan hasil evaluasi dinding pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada dinding di UKM “Wahyu” yaitu pemberian lapisan semen dan pengecatan pada dinding ruang proses produksi agar mudah dibersihkan.

4) Langit-langit

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 kriteria langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika diruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas. Konstruksi langit-langit sebaiknya di desain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur,

(24)

pengelupasan, bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi. Selain itu, langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu dan sarang laba-laba. Berdasarkan hasil evaluasi langit-langit pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada langit-langit di UKM “Wahyu” yaitu pemasangan langit-langit menggunakan plafon.

5) Pintu Ruangan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 standar pintu untuk UKM sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus, dan berwarna terang.

Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Pintu ruangan produksi seharusnya di desain membuka ke luar atau ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. Berdasarkan hasil evaluasi pintu ruangan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada pintu ruangan di UKM “Wahyu” yaitu mengganti pintu ruangan menggunakan pintu stainless steel yang memiliki sifat yang tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus, dan berwarna terang serta pemasangan pintu kasa.

6) Jendela

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 standar jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak. Permukaan jendela seharusnya rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan, dilengkapi dengan kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan, serta mencegah penumpukan debu. Berdasarkan hasil evaluasi jendela pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada jendela di UKM

(25)

“Wahyu” yaitu pemasangan penutup atau kasa pada jendela agar meminimalisir masuknya debu.

7) Lubang Angin atau Ventilasi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.2.04.12.2206 tahun 2012 lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul selama pengolahan. Lubang angin atau ventilasi seharusnya selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang laba-laba. Lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran. Kasa yang digunakan seharunya mudah dilepas sehingga memudahkan pembersihan.

Berdasarkan hasil evaluasi lubang angin atau ventilasi pada UKM

“Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada lubang angin atau ventilasi di UKM

“Wahyu” yaitu pemberian kasa dan pembersihan secara rutin agar kebersihan ventilasi terjaga.

8) Permukaan Tempat Kerja

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 adapun kriteria tentang permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan. Berdasarkan hasil evaluasi permukaan tempat kerja pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada permukaan tempat kerja di UKM “Wahyu” yaitu penggantian meja yang digunakan dalam proses penghalusan bumbu dengan meja yang berbahan stainless steel, serta penggantian karpet yang digunakan

(26)

dalam proses pengemasan dengan karpet yang memiliki sifat tidak menyerap air dan mudah dibersihkan seperti karpet plastik.

9) Penggunaan Bahan Gelas

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 penggunaan bahan gelas harusnya pimpinan atau pemilik IRTP mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas. Berdasarkan hasil evaluasi penggunaan bahan gelas pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada penggunaan bahan gelas di UKM “Wahyu” yaitu karyawan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas makan dan minum diruang produksi karena aktivitas makan dan minum diruang produksi dapat menyebabkan kontaminasi fisik yaitu pecahan gelas, serta dalam penggunaan alat blender sebaiknya lebih berhati-hati atau mengganti bahan gelas pada blender menjadi plastik.

b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, kelengkapan ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti, diruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. Berdasarkan hasil evaluasi fasilitas kelengkapan ruang produksi pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan di UKM

“Wahyu” yaitu pemberian tempat untuk cuci tangan atau wastafel lengkap dengan sabun dan pengeringnya.

2) Tempat Penyimpanan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan

(27)

bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir.

Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara. Berdasarkan hasil evaluasi fasilitas tempat penyimpanan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan di UKM “Wahyu” yaitu menyediakan seperti kursi bambu panjang untuk meletakkan bahan baku pisang serta penempatan dalam penyimpanan ditata lebih baik agar memudahkan pembersihan.

D. Peralatan Produksi 1. Evaluasi

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

Peralatan produksi pada UKM “Wahyu” yaitu pisau, pengiris, panci, wajan, spatula, sendok, peniris, mangkok, baskom, blender, tungku, timbangan dan sealer. Pisau terbuat dari besi yang digunakan untuk mengupas pisang, namun memiliki kondisi yang agak berkarat.

Parutan terbuat dari bahan kayu yang bagian tengahnya terdapat besi yang tajam untuk memotong tipis pisang. Panci, wajan, spatula, dan sendok terbuat dari bahan alumunium sehingga tidak mudah berkarat, namun panci memilki kondisi agak penyok. Ember yang digunakan terbuat dari bahan plastik yang memiliki fungsi untuk mencuci pisang yang telah di kupas. Peniris yang digunakan terbuat dari alumunium dan gagangnya terbuat dari kayu. Mangkok yang digunakan terbuat dari bahan plastik yang mudah dibersihkan, alat ini digunakan untuk menampung bumbu. Baskom yang digunakan memiliki dua jenis bahan yaitu baskom plastik dan baskom besi enamel yang mudah dibersihkan, baskom plastik digunakan untuk mencampur pisang dengan bumbu sedangkan baskom besi enamel digunakan untuk menampung keripik

(28)

yang sudah di tiriskan. Blender yang digunakan terbuat dari bahan kaca sehingga mudah dibersihkan. Tungku terbuat dari bata yang disusun kemudian di beri semen untuk merekatkan bata. Timbangan terbuat dari bahan plastik yang digunakan untuk mengukur berat produk ketika proses pengemasan. Sealer terbuat dari bahan plastik dan alumunium yang digunakan untuk merekatkan plastik ketika proses pengemasan.

Pembersihan alat dilakukan setiap sebelum dan sesudah produksi keripik pisang. Peralatan produksi keripik pisang yang digunakan dalam UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.24. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, persyaratan bahan peralatan produksi di UKM “Wahyu”

belum sesuai dengan konsep CPPB karena terdapat peralatan pisau yang berkarat, panci yang penyok, serta desain tungku yang kurang sesuai karena abu yang dihasilkan dapat mengkontaminasi produk.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(29)

Gambar 4.24 Peralatan Produksi UKM “Wahyu”

Keterangan:

(a) Tungku

(b) Baskom plastik berlubang (c) Panci

(d) Baskom plastik (e) Wajan

(f) Spatula (g) Sealer (h) Peniris (i) Pengiris

b. Tata Letak Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi perlu diatur agar proses produksi berjalan dengan lancar dan memudahkan ketika peralatan produksi diperlukan. Peralatan produksi yang digunakan di UKM “Wahyu”

kebanyakan diletakkan secara berurutan dengan proses produksi. Pisau yang digunakan diletakkan di dekat tempat pengupasan pisang. Panci, peniris, spatula, baskom, pengiris yang digunakan diletakkan dirak dekat tempat penghalusan bumbu. Blender yang digunakan diletakkan diatas meja tempat penghalusan bumbu. Wajan disimpan dengan cara

(g) (h) (i)

(30)

digantung ditembok dekat tempat penggorengan. Timbangan dan sealer diletakkan di tempat pengemasan. Peletakkan peralatan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.14 Desain dan Tata Letak UKM “Wahyu”.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, tata letak peralatan produksi di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena masih terdapat peralatan yang belum diletakkan sesuai urutan proses seperti panci, peniris, spatula, baskom, pengiris yang tidak disimpan didekat ruang prosesnya.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

Pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM

“Wahyu” telah dilakukan, namun beberapa peralatan tidak dalam kondisi yang baik seperti pisau yang digunakan dalam proses pengupasan pisang agak berkarat, serta panci yang digunakan dalam proses pencucian pisang agak penyok. Selain kedua peralatan tersebut masih dalam keadaan yang baik dan masih layak digunakan.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena masih terdapat dua peralatan produksi yang tidak dalam kondisi baik yaitu pisau dan panci.

d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur/Timbang

Bahan perlengkapan yang digunakan di UKM “Wahyu” sebagian besar terbuat dari bahan plastik dan stainless steel. Sedangkan bahan kaca hanya terdapat pada blender. Penggunaan bahan kayu hanya terdapat pada gagang peniris dan tidak berkontak langsung dengan produk. Timbangan yang digunakan untuk menimbang produk akhir dalam keadaan baik dan akurat. Alat ukur/timbang yang digunakan UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.25. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, bahan perlengkapan dan alat ukur/timbang di UKM

“Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB.

(31)

Gambar 4.25 Timbangan Digital 2. Konsep CPPB

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 persyaratan bahan peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yag kuat tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin atau peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya, termasuk bahan kontak pangan atau zat kontak pangan dari kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya. Berdasarkan hasil evaluasi persyaratan bahan peralatan produksi pada UKM “Wahyu”

yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga diperlukan perbaikan pada pisau yang berkarat dan panci yang agak penyok supaya diganti karena dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan, diperlukan pembersihan khusus pada bahan kayu yaitu dengan air panas agar terhindar dari jamur, serta perbaikan pada desain tungku agar abu hasil pembakaran tidak mengkontaminasi produk.

(32)

b. Tata Letak Peralatan Produksi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, tata letak peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

Berdasarkan hasil evaluasi tata letak peralatan produksi pada UKM

“Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga diperlukan perbaikan yaitu meletakkan peralatan sesuai proses agar memudahkan saat kegiatan produksi.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. Pengawasan dan pemantauan peralatan produksi UKM

“Wahyu” sudah dilakukan dengan baik, namun terdapat dua alat yang tidak dalam kondisi baik. Berdasarkan hasil evaluasi pengawasan dan pemantauan peralatan produksi pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM “Wahyu”

yaitu mengganti pisau yang agak berkarat dan panci agar terhindar dari kontaminasi produk, serta lebih memelihara peralatan produksi yang lain agar dalam keadaan yang baik dan bersih.

d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur atau Timbangan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi. Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP). Berdasarkan hasil evaluasi bahan perlengkapan dan alat ukur atau timbangan pada UKM

“Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan pembersihan yang lebih baik lagi agar menjamin sanitasi seperti

(33)

peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dicuci menggunakan air panas, serta pada alat ukur atau timbangan perlu dilakukan pengecekan timbangan secara berkala.

E. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air 1. Evaluasi

UKM “Wahyu” menggunakan suplai air dari air sumur sehingga tidak tercemar oleh limbah. Selain untuk proses produksi, air yang ada pada UKM ini juga digunakan untuk air kamar mandi, proses pencucian, dan juga untuk pembersihan UKM. Dalam pembuatan keripik pisang di UKM “Wahyu” air yang akan dipakai untuk memasak harus direbus terlebih dahulu. Karakteristik air di UKM “Wahyu” yaitu tidak berbau, jernih, tidak ditemukan cemaran dan tidak berasa. Kebutuhan air di UKM

“Wahyu” selalu tercukupi dengan baik. UKM “Wahyu” ini pernah melakukan pengujian kualitas air sumur di laboratorium Pemerintah Kabupaten Kediri pada tahun 2018 dengan hasil air layak dan aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, suplai air atau sarana penyediaan air di UKM “Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB karena air yang dipakai memenuhi peryaratan kualitas air bersih dan jumlah yang memadai.

2. Konsep CPPB

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan jumlah yang memadai. Air yang digunakan pada proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.

Berdasarkan hasil evaluasi suplai air atau sarana penyediaan air pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan penjagaan kebersihan air sumur di UKM “Wahyu” agar selalu bersih serta perlu dilakukan pengujian air secara berkala agar aman untuk dikonsumsi.

(34)

F. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene sanitasi diperlukan untuk menjaga tempat produksi supaya tetap bersih dan tidak mencemari produk. UKM

“Wahyu” memiliki sarana pembersihan/pencucian di antara lain yaitu sapu, sapu lidi, sikat, kemoceng dan sabun. Pembersihan pada ruang produksi dan ruang penyimpanan produk akhir dengan cara di sapu dan pembersihan debu menggunakan kemoceng. Peralatan dibersihkan menggunakan sabun dan terdapat air bersih yang cukup. Sarana pembersihan/pencucian pada UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.26. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, sarana pembersihan/pencucian di UKM “Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB karena peralatan pembersihan terawat dengan baik.

Gambar 4.26 Fasilitas Kebersihan UKM “Wahyu”

Sarana higiene karyawan terdapat kamar mandi dan kran air di tempat pencucian peralatan, namun belum dilengkapi dengan fasilitas tempat khusus mencuci tangan. Air yang digunakan untuk sarana higiene karyawan tersedia dalam jumlah yang cukup serta bersih, namun keadaan sarana higiene kurang baik. Terdapat satu kamar mandi di UKM “Wahyu” yang terletak di dekat ruang penggorengan. Fasilitas higiene karyawan pada UKM “Wahyu” dapat dilihat pada

(35)

Gambar 4.27. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, sarana higiene karyawan di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena belum terdapat fasilitas cuci tangan serta keadaan sarana higiene kurang baik.

Gambar 4.27 Fasilitas Higiene UKM “Wahyu”

Sarana cuci tangan di UKM “Wahyu” terletak di kamar mandi serta ditempat pencucian bahan dan alat, namun belum terdapat sarana cuci tangan khusus seperti wastafel. Sarana cuci tangan ini dekat ruang produksi dan terdapat air bersih yang cukup serta sabun. Sarana cuci tangan ini belum dilengkapi dengan alat pengering dan tempat sampah yang tidak tertutup. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, sarana cuci tangan di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena belum terdapat wastafel serta tempat sampah terbuka.

Sarana toilet atau jamban di UKM “Wahyu” terdapat di luar ruang produksi yang letaknya di belakang dan tidak menyatu dengan bangunan produksi. Sumber air sarana toilet atau jamban mengalir dengan baik dan terdapat saluran pembuangan. Pada sarana toilet atau jamban tidak memiliki tanda peringatan bahwa karyawan harus mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Keadaan toilet atau jamban kurang terjaga dan pintu toilet atau jamban membuka ke arah luar ruang produksi. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, sarana toilet atau jamban di UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena tidak

(36)

terdapat tanda peringatan mencuci tangan setelah penggunaan serta keadaan yang kurang terjaga.

Sarana pembuangan limbah dan air di UKM “Wahyu” sudah tersedia dengan baik. Limbah pada UKM “Wahyu” ada dua yaitu limbah padat dan limbah cair, limbah padat ini berasal dari kulit pisang dan limbah cair berasal dari air sisa pencucian bahan dan peralatan.

Limbah padat yang berupa kulit pisang ini akan di kumpulan pada karung dan jika proses produksi telah selesai, kulit pisang ini akan di berikan kepada hewan ternak sehingga tidak membuat tempat sampah menjadi menumpuk. Sedangkan untuk limbah cair akan langsung dibuang melalui saluran pembuangan air. Sarana pembuangan limbah dan air di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.28.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, sarana pembuangan limbah dan air di UKM “Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB karena limbah padat yang dihasilkan akan langsung diberikan kepada ternak jika proses produksi telah selesai sehingga tidak terjadi penumpukan, dan untuk limbah cair akan langsung mengalir ke saluran air sehingga tidak menggenang dan dapat menyebabkan kontaminasi.

Gambar 4.28 Sarana Pembuangan Air dan Limbah UKM “Wahyu”

(37)

b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Kegiatan higiene dan sanitasi di UKM “Wahyu” dilakukan dengan beberapa cara. Kegiatan ini diawali dengan menyapu lantai di UKM sebelum atau sesudah dilakukannya proses produksi. Kemudian untuk peralatan yang akan dipakai dalam proses produksi akan di lap menggunakan serbet agar terbebas dari debu yang menempel. Setelah dilakukannya proses produksi, peralatan akan dicuci menggunakan sabun dan air mengalir. Permukaan yang digunakan dalam proses produksi seperti meja akan dilap menggunakan serbet yang telah diberi air agar kotoran terangkat, untuk karpet yang digunakan dalam proses pengemasan akan dibersihkan menggunakan penebah lidi kemudian akan dilipat dan disimpan. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, kegiatan higiene dan sanitasi di UKM “Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB. Kegiatan higiene dan sanitasi di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.29.

Gambar 4.29 Kegiatan Higiene dan Sanitasi UKM "Wahyu"

2. Konsep CPPB

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Fasilitas

(38)

higiene karyawan antara lain ada tempat mencuci tangan dan toilet yang seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan keadaannya bersih untuk menjamin kebersihan karyawan untuk mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

Sarana pembersihan atau pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan/atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi seharusnya tersedia dan terawat dengan baik. Sarana pembersih harus dilengkapi dengan sumber air bersih. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu, terutama berguna untuk melarutkan sisa-sisa lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan. Berdasarkan hasil evaluasi sarana pembersihan atau pencucian pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan penjagaan kebersihan dan perawatan sarana pembersihan agar selalu dalam keadaan baik.

Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet seharusnya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan. Berdasarkan hasil evaluasi sarana higiene karyawan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga perlu dilakukan perbaikan yaitu pengadaan fasilitas cuci tangan seperti wastafel dan menjaga kebersihan sarana higiene karyawan.

Sarana cuci tangan seharusnya diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan. Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap atau kertas serap yang bersih. Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup. Berdasarkan hasil evaluasi sarana cuci tangan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan perbaikan yaitu melengkapi sarana cuci tangan dengan alat pengering dan tempat sampah yang tertutup.

(39)

Sarana toilet atau jamban seharusnya didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan. Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet. Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup. Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi. Berdasarkan hasil evaluasi sarana toilet atau jamban pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan perawatan yang baik terhadap toilet agar selalu dalam keadaan yang bersih serta penambahan tanda peringatan agar karyawan harus mencuci tangan setelah menggunakan toilet.

Sarana pembuangan air dan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah risiko pencemaran pangan dan air bersih. Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber air. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air.

Berdasarkan hasil evaluasi sarana pembuangan air dan limbah pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan peningkatan dalam pengelolaan sarana pembuangan air dan limbah agar semakin baik dengan cara membersihan saluran air dari lumut secara rutin serta menjaga tempat sarana pembuangan selalu bersih.

b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 kegiatan higiene dan sanitasi sebaiknya dilakukan pembersihan atau pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun/deterjen atau gabungan keduanya. Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan

(40)

kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan. Kegiatan pembersihan atau pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin. Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan atau pencucian dan penyucihamaan. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan higiene dan sanitasi pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan penunjukkan karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan dan sanitasi di UKM “Wahyu”.

G. Kesehatan dan Higiene Karyawan 1. Evaluasi

a. Kesehatan Karyawan

Karyawan di UKM “Wahyu” berjumlah 4 orang yang terbagi dengan tugasnya pada bagian proses pengupasan 1 orang, pencucian dan penirisan I 1 orang, bagian proses perendaman pada bumbu sampai penirisan II setelah digoreng 1 orang, dan bagian proses pendinginan dan pengemasan 1 orang. Apabila karyawan sakit, maka karyawan akan diliburkan sampai sehat. Selain terkait dengan keamanan produk yang diproduksi, hal ini juga berkaitan dengan kesehatan dan produktivitas karyawan yang dapat mengganggu jalannya proses produksi. Jika terdapat karyawan yang tidak masuk, pemilik UKM akan mencari orang di sekitar lingkungan untuk membantu proses produksi keripik pisang.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, kesehatan karyawan UKM

“Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB karena karyawan yang sakit diperbolehkan untuk tidak masuk.

b. Kebersihan Karyawan

Kebersihan karyawan di UKM “Wahyu” bisa dikatakan cukup baik karena sebelum melakukan proses produksi akan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah. Selain itu, pakaian yang dikenakan berbeda setiap harinya namun belum terdapat seragam untuk karyawan.

Karyawan tidak memakai perhiasan atau jam tangan dalam melakukan pekerjaannya. Saat melakukan kontak dengan produk pangan terdapat

(41)

karyawan yang menggunakan sarung tangan plastik dan masker yaitu pada proses pengemasan, namun untuk karyawan yang melakukan proses produksi lainnya belum menerapkan pemakaian sarung tangan, masker dan penutup kepala. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, kebersihan karyawan UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena terdapat karyawan belum mengenakan perlengkapan pakaian yang lengkap seperti celemek, masker, sarung tangan dan penutup kepala.

c. Kebiasaan Karyawan

Kebiasaan karyawan di UKM “Wahyu” yaitu mencuci tangan sebelum dan sesudah proses produksi, namun karyawan masih mengobrol saat melakukan proses produksi dan tidak memakai masker sehingga dapat menimbulkan kontaminasi produk. Selain itu karyawan juga melakukan aktivitas makan dan minum di ruang produksi.

Keadaan karyawan di UKM “Wahyu” dapat dilihat pada Gambar 4.30.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, kebiasaan karyawan UKM

“Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena karyawan melakukan aktivitas makan dan minum diruang produksi, dan mengobrol tanpa menggunakan masker.

Gambar 4.30 Karyawan yang sedang melakukan Kegiatan Produksi UKM “Wahyu”

(42)

2. Konsep CPPB

a. Kesehatan Karyawan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Karyawan IRT Pangan harus dalam keadaan sehat dan jika diduga masih membawa penyakit maka tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Berdasarkan hasil evaluasi kesehatan karyawan pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, karyawan harus disiplin dan menjaga kesehatan serta memiliki kesadaran diri apabila sakit akan tidak masuk ke ruang produksi.

b. Kebersihan Karyawan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 persyaratan kebersihan karyawan yang harus dijalankan yaitu karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya. Karyawan yang menangani pangan seharusnya menggunakan pakaian kerja yang bersih, dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan/atau sepatu kerja. Apabila karyawan memiliki luka, harus menutup luka tersebut dengan perban khusus luka. Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan atau alat yang kotor, dan sesudah keluar dari toilet atau jamban. Berdasarkan hasil evaluasi kebersihan karyawan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga perlu dilakukan penerapan memakai perlengkapan pakaian seperti celemek, masker, sarung tangan dan penutup kepala.

c. Kebiasaan Karyawan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang persyaratan kebiasaan karyawan yang harus dijalankan antara lain yaitu karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan

(43)

tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan. Karyawan dibagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan seperti giwang/anting, cincin, gelang, kalung, arloji/jam tangan, bros dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah. Berdasarkan hasil evaluasi kebiasaan karyawan pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga perlu dilakukan penegasan terhadap karyawan agar tidak melakukan aktivitas makan dan minum di ruang produksi serta karyawan harus memakai perlengkapan pakaian untuk produksi.

H. Pemeliharaan dan program Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

Cara pemeliharaan dan pembersihan peralatan produksi di UKM

“Wahyu” yaitu peralatan disimpan pada rak kayu dan wajan digantung ditembok. Peralatan produksi juga dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi, pada bangunan akan dilakukan pembersihan sebelum dan sesudah proses produksi, dan lingkungan produksi juga terjaga dengan baik kebersihannya. Bahan kimia yang digunakan untuk mencuci diletakkan di tempat yang berbeda dari bahan pembuatan keripik. Namun ada beberapa hal yang belum sesuai yaitu penyimpanan pada rak kayu belum tertata dengan rapi. Untuk pemeliharaan jendela, ventilasi dan pintu tidak dilakukan pembersihan secara rutin.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, pemeliharaan dan pembersihan UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB.

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur pembersihan pada peralatan dilakukan menggunakan sabun khusus cuci piring dan air mengalir. Prosedur pembersihan pada bangunan dilakukan dengan menyapu lantai dan dinding di ruang produksi. Untuk membersihkan meja dilakukan dengan mengelap menggunakan serbet. Prosedur ini dilakukan setiap harinya yaitu

(44)

sebelum dan sesudah proses produksi. Namun, untuk peralatan yang akan digunakan hanya dilap menggunakan serbet karena sesudah produksi alat sudah dilakukan proses pencucian. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, prosedur pembersihan dan sanitasi UKM “Wahyu”

sudah sesuai dengan konsep CPPB karena karena dilakukan pembersihan menggunakan proses fisik dan kimia.

c. Program Higiene dan Sanitasi

Program higiene dan sanitasi pada UKM “Wahyu” pembersihan bangunan belum terlaksana dengan baik karena masih terdapat debu pada bagian ventilasi, jendela, dan juga pintu, kecuali lantai karena dibersihkan setiap harinya. Belum semua bagian ruang produksi terjamin kebersihannya. Serta untuk lingkungan UKM “Wahyu” belum tercatat untuk keefektifan dan ketepatannya sehingga belum bisa menjamin kebersihan. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, program higiene dan sanitasi UKM “Wahyu” belum sesuai dengan konsep CPPB karena masih terdapat debu yang menempel pada ventilasi, jendela dan juga pintu ruang produksi.

d. Program Pengendalian Hama

Program pengendalian hama pada UKM “Wahyu” dilakukan dengan cara yaitu pemberian kapur semut pada kaki meja dan meletakkan beberapa perangkap tikus. Pencegahan masuknya hama di UKM “Wahyu” dilakukan dengan memasang kawat kasa pada lubang selokan ditempat pencucian dan pada lubang dikamar mandi. Namun jendela, pintu, dan lubang ventilasi belum dilapisi kawat kasa. Tidak terdapat hewan peliharaan yang berkeliaran disekitar dan didalam ruang produksi. Bahan pangan yang bercecer diruang produksi akan langsung dibersihkan supaya tidak mengundang hama masuk ke ruang produksi.

UKM “Wahyu” memiliki tempat sampah yang terbuka yang berada di dekat ruang pencucian, serta bahan baku pisang disimpan bersentuhan dengan lantai yang dapat mengundang hama masuk. Berdasarkan kondisi aktual tersebut program pengendalian hama di UKM “Wahyu”

(45)

belum sesuai dengan konsep CPPB karena jendela, pintu, lubang ventilasi tidak dilapisi kawat kasa, tempat sampah terbuka, serta bahan baku bersentuhan dengan lantai.

e. Pemberantasan Hama

Pemberantasan hama di UKM “Wahyu” dilakukan dengan membersihkan sarang laba-laba pada sudut-sudut ruang produksi dan langit-langit, dan memberikan perangkap tikus pada beberapa tempat.

Berdasarkan kondisi aktual tersebut, pemberantasan hama UKM

“Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB.

f. Penanganan Sampah

Penanganan sampah di UKM “Wahyu” untuk sampah padat yaitu kulit pisang akan dikumpulkan pada karung kemudian digunakan untuk pakan ternak, dan untuk sampah padat yang lain akan dibakar. Sampah cair yang dihasilkan dari proses produksi akan dibuang melalui saluran air. Tempat sampah berada didekat pintu ruang pengupasan, namun tidak dilengkapi dengan penutup. Sampah setiap hari akan dibuang setelah proses produksi selesai. Penanganan sampah di UKM “Wahyu”

dapat dilihat pada Gambar 4.31. Berdasarkan kondisi aktual tersebut, penanganan sampah UKM “Wahyu” sudah sesuai dengan konsep CPPB karena tidak membiarkan sampah menumpuk dan segera membuangnya setelah proses produksi.

Gambar 4.31 Penanganan Sampah UKM “Wahyu”

(a) (b)

(46)

Keterangan:

(a) Tempat sampah

(b) Karung untuk limbah kulit pisang 2. Konsep CPPB

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 konsep CPPB pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.

Pemeliharaan dan pembersihan memiliki persyaratan yaitu lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan.

Berdasarkan hasil evaluasi pemeliharaan dan pembersihan pada UKM

“Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada peralatan yang disimpan pada rak supaya ditata lebih rapi, serta perlu dilakukan pembersihan secara rutin untuk jendela, ventilasi dan pintu supaya mengurangi risiko kontaminasi produk pangan yang dihasilkan.

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 prosedur pembersihan dan sanitasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen) atau gabungan proses fisik dan kimia untuk menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan, peralatan. Berdasarkan hasil evaluasi prosedur pembersihan dan sanitasi pada UKM “Wahyu”

(47)

yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan pembersihan dan sanitasi yang lebih baik lagi agar lingkungan, bangunan, dan peralatan selalu terjaga kebersihannya. Cara pembersihan dapat dilakukan dengan penjadwalan pembersihan secara rutin serta pembersihan bangunan produksi menggunakan air agar kotoran yang berada disela-sela lantai bersih.

c. Program Higiene dan Sanitasi

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 program higiene dan sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produsi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih.

Program higiene dan sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Berdasarkan hasil evaluasi program higiene dan sanitasi pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga diperlukan perbaikan yaitu pembersihan secara rutin dan adanya jadwal pembersihan pada setiap bagian ruang produksi UKM.

d. Program Pengendalian Hama

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Mencegah masuknya hama dilakukan dengan cara yaitu lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup, jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama, hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lain- lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi, bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi dapat dilakukan dengan cara yaitu pangan seharusnya disimpan dengan baik,

(48)

tidak langsung bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit, ruang produksi harus dalam keadaan bersih, tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang tahan lama, IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang produksinya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Berdasarkan hasil evaluasi program pengendalian hama pada UKM “Wahyu” yang belum sesuai dengan konsep CPPB, sehingga diperlukan perbaikan yaitu memasang kawat kasa pada jendela, pintu dan lubang ventilasi, memberikan penutup pada tempat sampah dan selalu memeriksa lingkungan serta ruang produksi dari kemungkinan timbulnya sarang hama.

e. Pemberantasan Hama

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 pemberantasan hama dilakukan dengan cara sarang hama seharusnya segera dimusnahkan, hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan, pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus, perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. Berdasarkan hasil evaluasi pemberantasan hama pada UKM “Wahyu” yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, perlu dilakukan pembersihan langit-langit dan sudut tembok secara rutin untuk menghindari terbentuknya sarang laba-laba, dan pengendalian dalam pemberantasan hama agar tidak mempengaruhi produk.

f. Penanganan Sampah

Menurut BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat. Sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi, segera ditangani dan dibuang.

Berdasarkan hasil evaluasi penanganan sampah pada UKM “Wahyu”

yang sudah sesuai dengan konsep CPPB, sehingga perlu melakukan peningkatan dalam penanganan sampah agar selalu dalam kondisi yang

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Pisang di UKM
Gambar 4.10 Proses Pendinginan
Gambar 4.11 Proses Pengemasan Keterangan:
Gambar 4.12 Lokasi UKM "Wahyu"
+7

Referensi

Dokumen terkait

Merancang konsep pengendalian mutu yang dapat diterapkan pada produk Onde-onde Ubi Jalar Ungu di UKM “ Nolina ” dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point ) DALAM.. PROSES PEMBUATAN

Bagaimana konsep pengendalian mutu yang bisa diterapkan pada proses pembuatan otak-otak ikan lele dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir di UKM

Nilai tambah adalah selisih antara nilai produk keripik pisang dengan nilai bahan baku berupa buah pisang sepatu yang dikeluarkan dalam Industri Rumah Tangga Sofie

Pada proses pengolahannya yang dimulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi dan produk akhir masih perlu adanya pengendalian agar keripik daun singkong rasa paru

Penelitian di UKM Nickii Etjo ini bertujuan untuk mengevaluasi CPPB yang diterapkan pada proses pembuatan kripik pisang dan merancang konsep CPPB yang dapat

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk menganalisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Keripik Nangka Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada UKM Gapura di