BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai kualitas pelayanan yang relevan dengan penelitian ini antara lain :
Penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2010) dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan Penumpang Terhadap Pelayanan pada PT Angkasa Pura I Bandara Udara Ngurah Rai”. Penelitian ini menguraikan bahwa Bandara Udara Ngurah Rai memberikan pelayanan berupa jasa transportasi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, dan dari pelayanan itu diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada penumpang. Analisis yang dipakai adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil skor rata - rata tingkat kepuasan tamu dari analisis sebesar 3,61 yang berarti penumpang yang menggunakan jasa Bandara Udara Ngurah Rai merasa puas.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Purnama Dewi (2005) berjudul “Persepsi Wisatawan Terhadap Pelayanan Hostess pada Padi Restaurant di The Ritz Carlton Bali Hotel”, dengan skala likert peneliti memperoleh hasil penelitian sebagai berikut persepsi wisatawan terhadap pelayanan hostess saat menyambut tamu diperoleh skor rata-rata 4,4 atau sangat memuaskan. Terhadap kemampuan komunikasi adalah 3,6 atau baik, mengatar tamu menuju meja makan adalah 4,2 atau baik, dan saat mempersilakan tamu duduk diperoleh skor 4,24 atau setara dengan sangat baik. Persepsi wisatawan ketika penyajian menu adalah 4,3 atau sangat baik, hostess membuka napkin bagi tamu dengan skor 4,4 atau sangat baik,
persepsi terhadap kecepatan pelayanan dengan skor 3,92 atau cepat dan persepsi wisatawan terhadap keramah tamahan hostess mendapat skor 4,6 atau sangat memuaskan. Hasil dari pengolahan data Purnama Dewi menyimpulkan bahwa persepsi wisatawan terhadap pelayanan hostess di Padi Restaurant adalah baik dengan skor 4,2.
Persamaan yang ada dari penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah membahas hal yang sama mengenai persepsi wisatawan dalam sebuah organisasi dan pada teknik analisis data menggunakan hal yang sama yakni dengan analisis data deskriptif kualitatif dan skala likert. Perbedaan yang ada dalam penelitian kali ini dan penelitian terdahulu adalah waktu pelaksanaan penelitian, lokasi penelitian, dan objek penelitian yang diangkat.
2.2 Tinjauan Konsep
2.2.1 Tinjauan Tentang Persepsi
Definisi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi diartikan sebagai tanggapan langsung dari sesuatu atau pandangan tentang sesuatu objek menyeluruh. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Indriyani (2005) persepsi adalah : “Aspek kognisi dari sikap, faktor pengalaman dan proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap objek psikologis tersebut. Melalui komponen kognisi akan timbul ide kemudian konsep mengenai apa yang dilihat dan berdasarkan
norma yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan yang berbeda dari individu terhadap objek tertentu.”
Kotler (2000) menjelaskan bahwa : “Persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.” Mangkunegara dalam Arindita (2002) berpendapat bahwa : “Persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.”
Robbins (2003) mendefinisikan bahwa : “Persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, sebagai proses individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar memberi makna kepada lingkungan mereka.” Walgito (1993) mengemukakan bahwa : “Persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.”
Dari definisi persepsi menurut para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
2.2.2 Tinjauan Tentang Wisatawan
Yoeti (1999) mengemukakan bahwa : “Wisatawan merupakan pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan ke dalam klasifikasi.” Klasifikasi tersebut dapat dibagi sebagai berikut :
1. Pesiar (leisure), seperti keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, keagamaan dan olahraga.
2. Hubungan dagang (business), seperti keluarga, conference dan misi.
Menurut Norwal dalam Yoeti (1996) mendefinisikan : “Wisatawan adalah seorang yang memasuki wilayah negara asing dengan maksud tujuan apapun, asalkan bukan tinggal permanen atau untuk usaha - usaha yang teratur melintasi perbatasan dan mengeluarkan uang di negeri yang dikunjungi, adapun uang diperolehnya bukan di negara tersebut, tetapi negeri lain.”
Menurut Schmoll dalam Yoeti (1999) mengartikan bahwa : “Wisatawan adalah individu atau kelompok yang mempertimbangkan atau merencanakan daya beli yang dimiliki untuk perjalanan rekreasi dan berlibur. Memiliki ketertarikan pada perjalanan secara umum dan motivasi perjalanan yang pernah dilakukan untuk menambah pengetahuan, serta tertarik pada pelayanan yang diberikan suatu daerah tujuan wisata dan dapat menarik pengunjung di masa yang akan datang.”
Jadi konsep wisatawan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah orang/individu yang melakukan perjalanan wisata dari negara asal menuju daerah tujuan wisata yang bersifar sementara, minimal selama 24 jam, dan memiliki motivasi tertentu.
2.2.3 Tinjauan Tentang Karakteristik Wisatawan
Menurut Seaton dan Bennet (1996) gambaran mengenai wisatawan biasanya dibedakan berdasarkan karakteristik perjalanannya (trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor).
1. Trip Descriptor
Wisatawan dibagi ke dalam kelompok - kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. Secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi : perjalanan rekreasi, mengunjungi teman/keluarga (VFR = visiting friends and relatives), perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya. Smith (1995) juga menambahkan jenis perjalanan untuk kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya. Lebih lanjut jenis - jenis perjalanan ini juga dapat dibedakan lagi berdasarkan lama perjalanan, jarak yang ditempuh, waktu melakukan perjalanan tersebut, jenis akomodasi atau transportasi yang digunakan dalam perjalanan, pengorganisasian perjalanan, besar pengeluaran dan lain-lain.
2. Tourist Descriptor
Memfokuskan pada wisatawannya, biasanya digambarkan dengan “Who wants what, why, when, where and how much?”. Smith (1995) mengemukakan ada tiga bagian yang biasa digunakan dalam mengelompokkan wisatawan adalah karakteristik sosio-demografis, karakteristik geografis, dan psikografis. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Karakteristik Sosio-demografis
Karakteristik sosio-demografis mencoba menjawab pertanyaan “who wants what”. Kotler (1996) menjelaskan bahwa : “Pembagian berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan untuk kepentingan analisis pariwisata, perencanaan dan pemasaran, karena sangat jelas definisinya dan relatif mudah pembagiannya.” Hal yang termasuk dalam karakteristik sosio-demografis diantaranya adalah jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain-lain yang dielaborasi dari karakteristik tersebut.
Karakteristik sosio-demografis juga berkaitan satu dengan yang lain secara tidak langsung. Misalnya tingkat pendidikan seseorang dengan pekerjaan dan tingkat pendapatannya, serta usia dengan status perkawinan dan ukuran keluarga.
Menurut Seaton dan Bennet (1996),”Pembagian wisatawan berdasarkan karakteristik sosio-demografis ini paling nyata kaitannya dengan pola berwisata mereka. Jenis kelamin maupun kelompok umur misalnya berkaitan dengan pilihan jenis wisata yang dilakukan. Jenis pekerjaan seseorang maupun tipe keluarga akan berpengaruh pada waktu luang yang dimiliki orang tersebut, dan lebih lanjut pada kemampuannya berwisata.”
2) Karakteristik geografis
Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, propinsi, maupun
negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran (size) kota tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar/metropolitan), kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain. 3) Karakteristik psikografis
Karakteristik psikografis membagi wisatawan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life-style dan karakteristik personal. Wisatawan dalam kelompok demografis yang sama mungkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda.
Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan beragamnya keinginan dan kebutuhan wisatawan akan suatu produk wisata. Koswara (1998) mengemukakan bahwa : “Pengelompokan - pengelompokan wisatawan dapat memberi informasi mengenai alasan setiap kelompok mengunjungi objek wisata yang berbeda, berapa besar ukuran kelompok tersebut, pola pengeluaran setiap kelompok, kesetiaannya terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.” Lebih lanjut, pengetahuan mengenai wisatawan sangat diperlukan dalam merencanakan produk wisata yang sesuai dengan keinginan kelompok pasar tertentu, termasuk merencanakan strategi pemasaran yang tepat bagi kelompok pasar tersebut.
Jadi karakteristik wisatawan dapat diartikan secara singkat sebagai gambaran - gambaran dari seseorang ataupun kelompok saat melakukan perjalanan kesuatu tempat yang akan memberikan informasi mengenai pola dan tingkah laku dari wisatawan tersebut.
2.2.4 Tinjauan Tentang Kualitas
Menurut Tjiptono (2001) kualitas merupakan : “Suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Sedangkan menurut Cateora dan Graham (2007) menjelaskan bahwa : “Kualitas (quality) dibedakan ke dalam dua dimensi : kualitas dari perspektif pasar dan kualitas kinerja. Keduanya merupakan konsep penting, namun pandangan konsumen atas kualitas produk lebih banyak berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas hasil.”
Menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005) mengartikan : “Kualitas sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Kotler (2007) mendefinisikan: “Kualitas sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.”
Menurut Zimmerer dalam Suryana (2006), “Terdapat lima komponen kualitas yang secara berurutan perlu diperhatikan, yaitu :
1. Ketepatan (reliability), yaitu rata-rata kelalaian/ pengabaian;
2. Daya tahan (durability), yaitu berapa lama barang dan jasa tersebut dapat dipakai/ bertahan;
3. Mudah digunakan (easy to use), yaitu barang dan jasa tersebut harus mudah untuk digunakan;
4. Nama merek yang terkenal dan dipercaya (known and trusted brand name);
5. Harga yang relatif terjangkau (low price).”
Jadi dari definisi beberapa ahli terhadap konsep kualitas, maka dapat diartikan sebagai suatu kondisi atau tingkatan mutu dari suatu hal yang dapat memberikan kepuasan terhadap pelanggan atau konsumen yang menggunakannya. 2.2.5 Tinjauan Tentang Pelayanan
Simamora (2001) mendifinisikan bahwa : “Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.” Produksi layanan dapat berupa fisik atau tidak. Terdapat empat karakteristik layanan yang membedakan dengan barang, yaitu :
1. Intangibility, artinya layanan tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar sebelum dibeli. Hasil layanan ini dapat dinilai setelah menikmatinya. Bila pelanggan membeli layanan maka dia hanya menggunakan, memanfaatkan layanan yang dibelinya.
2. Inseparability, pelayanan yang dijual terlebih dahulu baru diproduksi dan dikonsumsi secara bersama-sama. Dalam hal ini penyedia layanan dan yang mendapatkan layanan sama-sama berpartisipasi, penyedia layanan dan klien mempengaruhi hasil layanan.
3. Variability, merupakan layanan yang bersifat sangat variabel. Artinya, banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan dan dimana layanan tersebut dihasilkan.
4. Perishability, layanan merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Muchtar (2010) mendifinisikan bahwa : “Layanan adalah suatu sikap yang dapat mengakibatkan rasa puas atau tidak puas yang dialami konsumen pada saat terjadinya proses tindakan.” Susanto dan Wijanarko (2004) mendefinisikan bahwa : “Layanan merupakan pengantar bagi aliran nilai tambah yang akan disampaikan kepada pelanggan, sampai nilai tambah itu dapat memenuhi kebutuhan atau harapan konsumen.”
Menurut Kotler (2002) menjelaskan : “Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.” Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.
Pengertian pelayanan dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu sikap dan perilaku terhadap konsumen yang dapat menimbulkan rasa puas atau tidak puas saat terjadinya proses interaksi.
2.2.6 Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan
Tjiptono (2007) mendefinisikan : ”Kualitas pelayanan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.” Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang
sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Menurut Zeithaml yang dikutip oleh Umar (1999), mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu sebagai berikut:
1. Tangibles, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan karyawan.
2. Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari tiga dimensi, yaitu sebagai berikut :
1) Akses (access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.
2) Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau cara memperoleh masukan dari pelanggan.
3) Pemahaman pada pelanggan (understanding the consumer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
3. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
4. Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. 5. Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, ketrampilan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
1) Kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
2) Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.
3) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut.
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.
Kualitas pelayanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah segala bentuk aspek dan perilaku dari penyedia jasa yaitu karyawan hotel khususnya resepsionis dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen (wisatawan) selama mereka menginap di Fave Hotel Denpasar untuk menjaga dan meningkatkan kepuasan tamu.
2.2.7 Tinjauan Tentang Resepsionis
Penerima tamu di kantor depan memiliki banyak istilah atau sebutan. Ada yang menyebutkannya dengan istilah Front Desk Agent, Front Desk Clerk, Guest Service Agent, Guest Room Service dan Receptionist. Semua istilah yang disebut di atas sama artinya, hanya saja cara penyebutannya berbeda, sebagaimana yang dijelaskan oleh Martin (1991) bahwa:
The front desk of a hotel or motel is usually the primary nexus between guest and hotel or motel. The person working the front desk, whatever the job title-front desk clerk, receptionist, guest service agent-is a person who register and checks the guest in and out, keeps records by hand or computer, relates to the housekeeping and other departments, and generally operates an information and record center”.
Lebih lanjut Martin (1991) memberikan definisi tentang resepsionis/Desk Clerk, sebagai berikut:
Desk clerk in hotels or motels are often the first people to greet incoming guest. They register the guest, assign a room to them, issue the room key, and often provide information about services available in the hotel and in the community).
Berdasarkan pendapat Martin (1991) jelas bahwa istilah apa pun yang dipakai untuk menyebut penerima tamu, dia adalah seseorang yang bekerja / bertugas di kantor depan hotel. Desk Clerk adalah orang / petugas yang pertama sekali menyambut tamu dan memberi salam kepada setiap tamu yang datang ke hotel. Dilanjutkan dengan mendaftarkan tamu, mencarikan kamar yang siap ditempati tamu baik atas sarannya atau atas permintaan tamu, memberikan / mengeluarkan kunci kamar. Dia juga harus menyediakan informasi bagi tamu sehubungan denagn pelayanan/fasilitas yang tersedia di hotel serta informasi lainnya di luar hotel.
Resepsion atau bagian penerimaan adalah bagian operasional dari kantor depan sebuah hotel yang tugas utamanya menerima tamu (guest). Menurut Sugiarto (1996), “Hotel receptionist adalah petugas yang tugas utamanya melayani tamu yang akan check-in dan memprosesnya hingga memperoleh kamar yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan.” Hotel receptionist tentunya harus menjalankan tugas lain yang berhubungan dengan tugas utamanya sesuai dengan job description yang ada di tiap hotel. Jadi dari pengertian para ahli, resepsionis adalah petugas yang paling pertama kali menerima tamu, memproses tamu dengan baik sampai mendapatkan kamar dengan cara yang menyenangkan. 2.2.8 Tinjauan Tentang Hotel
Definisi hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu
diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Pengertian hotel ini dapat disimpulkan dari beberapa definisi hotel seperti tersebut di bawah ini :
1. Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil (Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987)
2. Menurut Sugiarto (1996), “Hotel adaah bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas.” Fasilitas tersebut antara lain adalah :
1) Jasa penginapan
2) Pelayanan makanan dan minuman 3) Pelayanan barang bawaan
4) Pencucian pakaian
5) Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. 3. Menurut Lawson (1976), “Hotel merupakan sarana tempat tinggal umum
untuk wisatawan dengan memberikan pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran.” 2.2.8.1 Karakteristik Hotel
1. Industri hotel tergolong industri yang padat modal serta padat karya yang artinya dalam pengelolaannya memerlukan modal usaha yang besar dengan tenaga pekerja yang banyak pula.
2. Dipengaruhi oleh keadaan dan perubahan yang terjadi pada sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan dimana hotel tersebut berada.
3. Menghasilkan dan memasarkan produknya bersamaan dengan tempat dimana jasa pelayanannya dihasilkan.
4. Beroperasi selama 24 jam sehari, tanpa adanya hari libur dalam pelayanan jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya.
5. Memperlakukan pelanggan seperti raja selain juga memperlakukan pelanggan sebagai patner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel sangat tergantung pada banyaknya pelanggan yang menggunakan fasilitas hotel tersebut.
2.2.8.2 Jenis Hotel
Tarmoezi (2000) menjelaskan : ”Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan pelanggan dan ciri atau sifat khas yang dimiliki wisatawan.” Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat dari lokasi dimana hotel tersebut dibangun, sehingga dikelompokkan menjadi:
1. City Hotel
Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena
biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut.
2. Residential Hotel
Hotel yang berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel ini berlokasi di daerah-daerah tenang, terutama karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga.
3. Resort Hotel
Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi.
4. Motel (Motor Hotel)
Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil.
2.2.8.3 Segi Jumlah Kamar Hotel
Menurut Tarmoezi (2000) dari banyaknya kamar yang disediakan, hotel dapat dibedakan menjadi beberapa kelas, yakni:
1. Small Hotel
Jenis hotel dengan ukuran kecil dengan jumlah kamar yang tersedia maksimal sebanyak 28 kamar.
2. Medium Hotel
Jenis hotel dengan ukuran sedang dengan jumlah kamar yang disediakan antara 28 - 299 kamar.
3. Large Hotel
Jenis hotel dengan ukuran besar dengan jumlah kamar yang disediakan sebanyak lebih dari 300 kamar.
2.2.8.4 Klasifikasi Hotel
Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi no 22/U/VI/1978 tanggal 12 Juni 1978, klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang antara 1(*) – 5(*****). Semakin banyak bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut. Penilaian dilakukan selama 3 tahun sekali dengan tata cara serta penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata.