• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2016

 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2015 sebesar 225.536 jiwa (25,73 persen). Angka ini mengalami peningkatan pada Maret 2016 menjadi 225.800 jiwa (25,43 persen) dan secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,3 poin persen.

 Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan mengalami peningkatan, sedangkan jumlah penduduk miskin daerah pedesaan mengalami penurunan. September 2015 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 18.819 jiwa naik menjadi 20.957 jiwa pada Maret 2016, dan di daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin dari 206.716 jiwa pada September 2015 turun menjadi 204.845 jiwa pada Maret 2016.

 Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat Maret 2016 sebesar 474.967 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar 372.548 rupiah dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar 102.419 rupiah. Angka ini mengalami peningkatan 2.07 poin dari kondisi September 2015. Secara year on year GK Maret 2016 meningkat sebesar 7,56 persen dari kondisi Maret 2015 (441.569 rupiah).  Pada Maret 2016, beras merupakan komoditi makanan utama yang sangat

signifikan berpengaruh terhadap nilai garis kemiskinan di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Sementara untuk komoditi bukan makanan yang sangat signifikan berpengaruh terhadap garis kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2016 (7,21) mengalami peningkatan dari kondisi September 2015 (5,29). Hal yang sama juga terjadi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2016 sebesar 2,82 yang mengalami peningkatan dari kondisi September 2015 (1,71). Hal ini mengindikasika bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin manjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.

(2)

1.

Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat

Secara umum, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat turun selama tahun 2009-2016. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat meningkat dari 225.536 jiwa pada September 2015 menjadi 225.800 jiwa pada Maret 2016. Tetapi persentase penduduk miskin turun sebesar 0,3 poin persen dari 25,73 persen pada September 2015 menjadi 25,43 persen pada Maret 2016.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 — Maret 2016

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 – Maret 2016

(3)

Garis kemiskinan di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan pada September 2015 hingga Maret 2016. Garis kemiskinan (GK) September 2015 tercatat sebesar 465.348 rupiah per kapita per bulan meningkat menjadi 474.967 rupiah per kapita per bulan pada Maret 2016.

2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua Barat

Grafik 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, Maret 2016

Selama tahun 2009–2014 persentase penduduk miskin daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Namun pada tahun 2015 persentase penduduk miskin perdesaan kembali meningkat. Kondisi September 2015, persentase penduduk miskin di perdesaan sebanyak 206.716 jiwa (37,94 persen) turun menjadi 204.845 jiwa (37,48 persen) pada Maret 2016.

Kondisi jumlah penduduk miskin daerah perkotaan berbanding terbalik dengan daerah perdesaan. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan berfluktuasi dan mencapai 6,14 persen pada Maret 2016. Angka tersebut meningkat sebesar 0,46 poin persen dari kondisi September 2015 yaitu sebesar 5,68 persen.

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan Provinsi Papua Barat, Maret 2015 - Maret 2016

(4)

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa selama periode Maret 2015 - Maret 2016 terjadi peningkatan garis kemiskinan. Peningkatan tersebut terjadi di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan. Secara y-o-y (Maret 2015 - Maret 2016 ) garis kemiskinan daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 7,89 persen sementara di perdesaan meningkat sebesar 7,30 persen dan secara keseluruhan Papua Barat mengalami peningkatan garis kemiskinan dari Maret 2015 - Maret 2016 sebesar 7,56 persen.

Kontribusi GK Makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2016 sebesar 78,44 persen dan GK Non Makanan sebesar 21,56 persen. Lima komoditi makanan terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (33,92%), ikan kembung (6,95%), ikan tongkol/tuna/cakalang (6,07%), rokok kretek filter (5,65%), dan gula pasir (4,87%). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah beras (27,17%), rokok kretek filter (15,83%), gula pasir (5,29%), telur ayam ras (3,22%) dan mie instan (3,21%). Untuk komoditi non makanan terbesar, baik di perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan.

Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/P1 (seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan/P2 (keragaman pengeluaran antar penduduk miskin) dari kemiskinan.

Selama periode September 2015 - Maret 2016 nilai P1 naik dari 5,29 pada September 2015 menjadi 7,21 pada Maret 2016. Kenaikan juga terjadi pada nilai P2 dari 1,71 pada September 2015 menjadi 2,82 pada Maret 2016. Hal ini mengindikasika bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin manjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.

Tabel 3. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2016

(5)

 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.

 Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.

4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, Maret 2015 - Maret 2016

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Grafik 3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret 2009 – Maret 2016

9,75 10,47 8,78 7,57 7,23 5,71 6,35 5,89 6,20 5,92 6,24 5,29 7,21 3,57 4,30 3,43 2,74 2,65 1,70 2,16 1,84 2,05 1,88 2,33 1,71 2,82 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sept 2011 Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014 Sept 2014 Mar 2015 Sept 2015 Mar 2016

P1

P2

Dilihat secara daerah kota-desa, kenaikan P1 dan P2 lebih besar terjadi di perdesaan yang berarti bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan.

(6)

 Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.

 Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.

 Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

 Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414

Info lebih lanjut hubungi : Suryana, M.Si Cp : 0813 4484 7043

MASADI Y K, S.ST Cp : 0812 1061 9231

Gambar

Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat  Maret 2009 – Maret 2016
Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan         Provinsi Papua Barat, Maret 2015 - Maret 2016
Tabel  2  di  atas  memperlihatkan  bahwa  selama  periode  Maret  2015  -  Maret  2016  terjadi  peningkatan  garis  kemiskinan
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)   Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, Maret 2015 - Maret 2016

Referensi

Dokumen terkait

Pembatasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan motorik halus anak melalui kegiatan bermain jumputan pada kelompok B

Nabuasa CD, (2011) Hubungan Riwayat Pola Asuh Pola Makan, dan Asupan Zat Gizi Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Biboki Utara Kabupaten

Dengan penggunaan bahan bakar metanol 85% sangat cocok untuk penggunaan/ aplikasi dalam usaha budidaya ayam potong, dimana diperlukan kompor untuk menghangatkan suhu

Dari kedua didapatkan nilai P > 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada berat jenis masing-masing sediaan selama waktu penyimpanan. Sedangkan untuk

Presentase jumlah gabah isi pada perlakuan banjir selama 6 hari dan 9 hari memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa semakin lama tanaman padi

Kami memiliki beragam layanan yang akan membantu untuk menerbitkan buku yang berkualitas dan bernilai jual tinggi, karena kami percaya bahwa sebuah buku akan memiliki makna yang

Kegiatan pengabdian masyarakat melalui program Abdi Nusantara untuk melakukan edukasi dan pendampingan kepada masyarakat mengenai pentingnya pembrantasan rabies dan

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadholi (2015) yang berjudul “Pengaruh pembiayaan murabahah, musyarakah dan mudharabah terhadap