• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUMPULAN MAKALAH. Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan Inovasi Teknnologi ISBN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUMPULAN MAKALAH. Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan Inovasi Teknnologi ISBN"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

KUMPULAN MAKALAH

Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan

Penerapan Inovasi Teknnologi

Penanggung jawab:

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Dr. Dedi Sugandi, MP

Penyunting: Wahyu Wibawa

Wahyuni Amelia Wulandari Umi Pudji Astuti

Sri Suryani M. Rambe

Redaksi Pelaksana: Zul Efendi

Agus Darmadi

Diterbitkan oleh:

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PO. BOX. 1010 BKL 38001 Telepon (0736) 23030, Faximile (0736) 345568

E-mail:bptp-bengkulu@litbang.deptan.go.id

Website:http://www.bengkulu.litbang.deptan.go.id

ISBN 978-602-9064-05-6

(2)

KATA PENGANTAR

SL-PTT dan PSDSK merupakan Program Nasional dalam mendukung terwujudnya 4 target sukses Kementerian Pertanian. Empat target yang ingin dicapai adalah: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan untuk komoditi padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula), dan daging sapi/kerbau pada tahun 2014, 2) Peningkatan diversifikasi pangan, 3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan 4) Pengingkatan kesejahteraan rakyat.

Dukungan Badan Litbang Pertanian, melalui BPTP dalam mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian diantaranya melalui kegiatan pendampingan SL-PTT dan PSDSK, peningkatan diversifikasi pangan dan pengingkatan nilai tambah produk pertanian. Pendampingan merupakan salah satu aspek penting dalam mensukseskan program strategis Kementerian Pertanian. Pendampingan yang holistik, bersinergi, terkoordinir, terfokus dan terukur sangat diharapkan oleh semua pihak dalam mengakselerasi pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

Tugas utama BPTP Bengkulu adalah melaksanakan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Menyiapkan kerja sama, informasi dokumentasi serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil pengkajian teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi merupakan salah satu fungsi dari BPTP.

Keberhasilan kegiatan litkajibangrap BPTP ditentukan oleh tingkat pemanfaatan informasi dan penerapan teknologi oleh pengguna antara dan pengguna akhir di wilayah kerjanya. Yield gap antara hasil riel di tingkat petani dan hasil pengkajian merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat adopsi teknologi. Semakin tinggi yield gap menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat adopsi teknologi oleh petani.

Seminar dan dokumentasi hasil litkajibangrap merupakan salah satu upaya BPTP Bengkulu dalam menyampaikan dan menyebarluaskan inovasi teknologi baik kepada pengguna antara (stakeholders) maupun kepada pengguna akhir (petani). Kumpulan hasil litkajibangrap memuat berbagai artikel yang mendukung swasembada beras, jagung, dan daging sapi serta upaya peningkatan nilai tambah dan diversifikasi pangan yang dilakukan pada tahun 2011.

Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyelenggaraan seminar dan penyusunan dokumentasi hasil litkajibangrap. Semoga kumpulan hasil litkajibangrap ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bengkulu, Desember 2011 Kepala BPTP Bengkulu

Dr. Dedi Sugandi, MP NIP.19590206 198603 1 002

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... IV 1. RESPON PETANI TERHADAP PERAN DEMFARM DALAM PENINGKATAN ADOPSI

KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI DESA RIMBO RECAP KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Yesmawati, Wahyu Wibawa dan Umi Pudji

Astuti)... 1-6 2. KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN LEBONG

SELATAN KABUPATEN LEBONG, PROVINSI BENGKULU (Yartiwi, Andi Ishak dan

Yesmawati)... 7-14 3. KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL

PADI GOGO DI RUMAH KACA (Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak)... 15-21 4. TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI KOMPONEN PTT DI KECAMATAN CURUP

SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Siti Rosmanah dan Sri Suryani M. Rambe)... 22-32

5. PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP PADI VARIETAS UNGGUL BARU INPARI MELALUI KEGIATAN GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN (Siswani Dwi

Daliani dan Taufik Hidayat)... 33-41 6. UJI MUTU BERAS HASIL DARI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH

PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK (Wilda Mikasari,Taufik Hidayat, Lina Ivanti dan

Alfayanti)... 42-50 7. KERAGAAN MUTU BERAS INPARI 6, 10 DAN 13 BERDASARKAN HASIL UJI

LABORATORIUM DI BPTP BENGKULU (Irma Calista Siagian, Yartiwi dan Ahmad

Damiri)... 51-60

8. PENINGKATAN PERSEPSI PETANI DALAM PENERAPAN PTT PADI SAWAH (STUDI KASUS: Kelompok Tani Harapan Maju II Desa Rimbo Recap Kabupaten

Rejang Lebong) (Ruswendi dan Bunaiyah Honorita)... 61-69 9. ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PENTING PADA SENTRA

TANAMAN PADI SAWAH MT 2010/2011 DAN MT 2011 (Sri Suryani M. Rambe dan

Kusmea Dinata)... 70-79 10. PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DENGAN PENDEKATAN

PTT DI KABUPATEN REJANG LEBONG (Alfayanti dan Ruswendi)... 80-88

11. KERAGAAN JAGUNG KOMPOSIT SUKMARAGA DAN LAMURU DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan

Sri Suryani M. Rambe)... 89-96

12. PEMANFAATAN KOMODITAS PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER

DIVERSIFIKASI PANGAN ALTERNATIF (Lina Ivanti dan Herlena Bidi Astuti)... 97-103 13. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH

KONSUMSI PANGAN NON BERAS BERBASIS PANGAN LOKAL DI PROVINSI

(4)

14. ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH

DI PROVINSI BENGKULU (Nurmegawati, Wahyu Wibawa, Dedi Sugandi dan Yahumri)... 115-124 15. PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK DI BENGKULU (Ruswendi, Siswani Dwi

Daliani dan Ahmad Damiri)... 125-133 16. KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI

BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI

BENGKULU (Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak)... 134-141

17. DISEMINASI TEKNOLOGI PETERNAKAN BERUPA GELAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOGAS DAN PAKAN UNTUK PENGEMUKAN SAPI POTONG

(Ruswendi dan Zul Efendi)... 142-150 18. EFISIENSI PEMANFAATAN BAHAN MAKANAN TERHADAP BERAT HIDUP PADA

TERNAK AYAM RAS PEDAGING (Erpan Ramon, Dedi Sugandi, Zul Efendi dan Herlena

Bidiastuti)... 151-158 19. MANFAAT PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DAN MINAT ADOPSI PETANI

DALAM PEMELIHARAAN SAPI BRAHMAN CROSS MELALUI KEGIATAN GELAR

TEKNOLOGI (Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat)... 159-165

20. PEMETAAN WILAYAH SAPI BERPOTENSI BERANAK KEMBAR DI BENGKULU

(Wahyuni Amelia Wulandari, Zul Efendi dan Ruswendi)... 166-179

21. SISTEM INTEGRASI KELAPA SAWIT DAN SAPI BALI RAKYAT DI PROVINSI

BENGKULU (Dedi Sugandi dan Harwi Kusnadi)... 180-188 22. OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN SAWIT UNTUK PAKAN DI

PROVINSI BENGKULU (Dedi Sugandi, Harwi Kusnadi dan Yahumri)... 189-195 23. MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) SEBAGAI

IMPLEMENTASI SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC) (Umi Pudji Astuti

dan Dedi Sugandi)... 196-200 24. KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN

INOVASI SPESIFIK LOKASI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROPINSI

(5)

RESPON PETANI TERHADAP PERAN DEMFARM DALAM PENINGKATAN ADOPSI KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI DESA RIMBO RECAP

KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG Yesmawati, Wahyu Wibawa dan Umi Pudji Astuti

ABSTRAK

Demontrasi Farming (Demfarm) padi sangat berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani untuk menerapkan inovasi baru di bidang pertanian serta memberikan contoh bagi petani sekitarnya, dengan luasan 1-5 ha. Demfarm padi dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan keunggulan pendekatan PTT padi kepada petani, petugas, dan stakeholders lainnya. Melalui kegiatan Demfarm diharapkan terjadi perbaikan pemahaman petani dan kelompok tani mengenai pentingnya penerapan inovasi teknologi dengan benar untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan usahataninya. Respon petani terhadap peran demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi petani. Oleh karena itu telah dilakukan survei pada bulan Juli 2011 untuk mengetahui bagaimana respon petani terhadap peran demfarm padi. Survei dilaksanakan di Desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong dengan melibatkan 30 orang petani. Data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara statistik dengan kategori baik, cukup baik dan tidak baik kemudian dipaparkan secara deskriptif. Dalam menentukan skor digunakan Skala Likert (Baik diberi skor 5, Cukup Baik diberi skor 3, Tidak baik diberi skor 1). Hasil kajian menunjukkan bahwa respon petani terhadap peran demfarm padi dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Curup Selatan Rejang Lebong cukup baik.

Kata kunci: respon, demfarm padi, adopsi, komponen teknologi PTT

PENDAHULUAN

Menurut Suryabrata (1992), respon adalah reaksi obyektif dari individu terhadap stimulan yang wujudnya dapat bermacam-macam seperti sikap atau tindakan terhadap stimulan tersebut. Sementara itu Sastropoetra (1990) menyatakan bahwa respon adalah tanggapan atau jawaban dari orang-orang tentang hal-hal yang bersifat sosial yang memerlukan perhatian umum. Respon tersebut biasanya berkaitan dengan setuju, tidak setuju atau sikap acuh tak acuh terhadap inovasi yang diberikan oleh demfarm padi yang merupakan suatu media desiminasi inovasi teknologi.

Selanjutnya bila timbul minat dan kesadaran terhadap inovasi dan teknologi baru, petani biasanya akan mengerti dan menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Hal itu terjadi karena adanya pengetahuan dan

(6)

pandangan hidup yang baik. Apabila terjadi peningkatan pengetahuan dan pandangan hidup yang lebih baik, maka bertambah respon terhadap inovasi.

Demontrasi Farming (Demfarm) padi sangat berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani untuk menerapkan inovasi baru di bidang pertanian serta memberikan contoh bagi petani sekitarnya, dengan luasan 1-5 ha. Demfarm padi dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan keunggulan pendekatan PTT padi kepada petani, petugas, dan stakeholders lainnya. Melalui kegiatan Demfarm diharapkan terjadi perbaikan pemahaman petani dan kelompok tani mengenai pentingnya penerapan inovasi teknologi dengan benar untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan usahataninya.

Dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong, Demfarm berperan sangat besar, sebagai suatu metode penyuluhan di lapangan untuk memperlihatkan dan membuktikan secara nyata tentang cara dan atau hasil penerapan suatu inovasi teknologi PTT padi yang telah teruji dan menguntungkan bagi petani, antara lain dalam mengakselerasikan dua komponen teknologi, yaitu komponen dasar dan komponen pilihan. Dalam makalah ini akan memaparkan “Bagaimana tanggapan petani terhadap peran Demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong ?”.

METODOLOGI

Pengkajian dilakukan di Desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong pada bulan Juli tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu sebanyak 30 responden petani padi sawah. Pengumpulan data dilakukan dengan survei, wawancara dan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan). Data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara statistik dengan kategori baik, cukup baik dan tidak baik kemudian dipaparkan secara deskriptif. Dalam menentukan skor digunakan Skala Likert, pilihan dan bobot nilai jawaban untuk tanggapan petani terhadap Demfarm adalah:

(7)

Baik diberi skor 5 Cukup Baik diberi skor 3 Tidak baik diberi skor 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Responden

Hasil wawancara terhadap 30 responden, diperoleh karakteristik petani seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan umum responden.

No Uraian Kisaran Rata-rata

1. Umur (Tahun) 22 - 65 40 2. Lama Pendidikan Formal (Tahun) 3 - 17 9 3. Luas Lahan Garapan (Ha) 0,25 – 2,50 1 4. Lama Berusahatani (Tahun) 3 - 15 6

Sumber : Data Primer (diolah), 2011.

Tabel 1 menunjukkan umur petani padi sawah bervariasi berkisar antara 22 tahun sampai 65 tahun atau dengan umur rata-rata 40 tahun, termasuk dalam katagori usia produktif untuk mendukung peningkatan produktivitas padi sawah. Tingkat pendidikan formal petani padi sawah cukup memadai dalam pengambilan keputusan, berfikir, bertindak, berbuat, dan menanggapi suatu proses inovasi dalam mengolah usahatani padi sawahnya. Lama pendidikan formal petani berkisar antara 3 tahun sampai 17 tahun dengan rata-rata lama pendidikan formal 9 tahun. Luas lahan garapan petani padi sawah berkisar antara 0,25 hektar sampai 2,50 hektar dengan rata-rata 1 hektar per tani, sehingga menuntut petani untuk mengoptimalkan fungsi lahan usahataninya agar produktivitas padi sawahnya dapat ditingkatkan melalui penarapan atau adopsi komopenen teknologi PTT padi sawah.

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa lama berusahatani petani berkisar antara 3 tahun sampai 15 tahun dengan rata-rata lama berusahatani 6 tahun. Lamanya berusahatani mempengaruhi pengalaman petani dalam berusahatani, terutama

(8)

usaha apa yang akan dilakukan, bagaimana merencanakan usahanya, bagaimana ia menyikapi suatu program atau inovasi yang ditawarkan kepadanya, bagaimana ia memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan keputusan yang akan diambil guna mencapai keberhasilan usahataninya.

Respon Petani Terhadap Peran Demfarm dalam Peningkatan Adopsi Komponen Teknologi PTT padi sawah

Demfarm berperan sangat besar dalam peningkatan adopsi komponen teknologi yang selanjutnya dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas padi sawah dan perubahan perilaku usaha tani petani ke arah yang lebih baik. Respon petani terhadap peran demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi diukur dari indikator komponen dasar dan komponen pilihan. Komponen teknologi dasar yaitu teknologi yang sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Komponen teknologi ini terdiri dari atas:

(1) Varietas unggul baru, inbrida atau hibrida. (2) Benih bermutu dan berlabel.

(3) Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos.

(4) Pengaturan populasi tanaman secara optimum.

(5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

(6) Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama Terpadu).

Komponen teknologi pilihan yaitu teknologi yang disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan petani setempat. Teknologi ini terdiri atas:

(1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam. (2) Penggunaan bibit muda (< 21 hari).

(3) Tanam bibit 1 – 3 batang per rumpun. (4) Pengairan secara efektif dan efisien. (5) Penyiangan dengan landak atau gasrok. (6) Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

(9)

Berdasarkan hasil analisis data yang menggunakan nilai interval didapat bahwa respon petani padi sawah terhadap peran peningkatan adopsi komponen PTT padi tertinggi 60% (sebanyak 18 orang) pada klasifikasi cukup baik, sebanyak 12 orang (40%) pada klasifikasi baik, dan pada klasifikasi tidak baik adalah tidak ada (0%).

Tabel 2. Respon Responden terhadap peran Demfarm. No Kategori Skor Jumlah

(Orang) Persentase (%)

1 Baik 27-35 12 40

2 Cukup Baik 17-26 18 60

3 Tidak Baik 7-16 0 0

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer (diolah), 2011.

Dengan persentase respon sebesar 60% menunjukkan bahwa petani menilai cukup baik terhadap peran demfarm padi dalam meningkatkan adopsi komponen teknologi PTT padi. Dengan persentase lebih dari 50% petani yang berpenilaian cukup baik artinya secara umum petani mempunyai tanggapan cukup baik terhadap peran demfarm padi dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah.

KESIMPULAN

Respon petani terhadap peran demfam dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah cukup baik (60%).

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Panduan Teknologi Mendukung Program SL-PTT padi. BPTP Bengkulu. Bengkulu.

Anonim. 2011. Petunjuk Teknis Pelaksanaan SL-PTT Padi. BPTP Bengkulu. Bengkulu.

Anonim. 2012. Petunjuk Teknis Pemberdayaan Petani Melalui Demfarm Dengan Pola SL Agribisnis Padi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong, 2010. Kabupaten Rejang Lebong Dalam Anggka. Rejang Lebong.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisis Ketiga LP3ES. Jakarta.

Padmowihardjo, Soedijanto. 1996. Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suryabrata. 1992. Organisasi Penyuluhan. Bumi Aksara. Jakarta.

Sajogyo dan Pudjiwati. 1999. Sosiologi Pedesaan. Jilid II Gadjah Mada university Press. Jakarta.

Tohir, K. 1993. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. Wisnuadji. 1998. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan. Bina Cipta. Bandung.

(11)

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN LEBONG SELATAN KABUPATEN LEBONG, PROVINSI BENGKULU

Yartiwi, Andi Ishak dan Yesmawati

ABSTRAK

Salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan produktivitas padi adalah penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi. Sampai saat ini telah dilepas sekitar 200 varietas unggul padi, namun adopsinya di lapangan masih terbatas. Suatu penelitan tentang kajian penggunaan varietas unggul padi yang telah dilaksanakan di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu pada bulan November 2011. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 34 responden petani padi. Penelitian ini bertujuan mengetahui: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul padi sawah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) pengaruh bantuan benih dari Pemerintah terhadap minat adopsi varietas unggul padi, dan (3) alasan-alasan petani memilih varietas padi. Metode penelitian dengan mengumpulkan data meliputi keadaan umum lokasi penelitian, deskripsi responden, adopsi varietas unggul padi, sumber informasi benih unggul, dan alasan-alasan petani mengadopsi varietas unggul. Analisis data secara deskriptif dan dihitung persentase dari data yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul berlabel mencapai 85,29% yang dipengaruhi oleh pengalaman usahatani padi, luas lahan, dan persepsi petani terhadap varietas unggul; (2) minat adopsi petani tidak dipengaruhi oleh adanya bantuan benih unggul dari pemerintah; (3) alasan utama petani mengadopsi varietas unggul adalah produktivitas tinggi (93,55%), rasa nasi (80,65%), dan anakan banyak, gabah bernas, mutu gabah baik (75,27%).

Kata kunci: varietas unggul padi, tingkat adopsi

PENDAHULUAN

Keberhasilan peningkatan produksi padi tidak terlepas dari ketersediaan dan adopsi teknologi. Revolusi hijau yang terjadi pada banyak negara berkembang, termasuk Indonesia sejak awal tahun 1970-an telah membuktikan bahwa peranan teknologi sangat penting dalam mengatasi kekurangan pangan. Penggunaan varietas padi unggul yang berdaya hasil tinggi, responsif terhadap pemupukan dan tahan hama penyakit utama disertai dengan perbaikan irigasi dan teknik budidaya telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi, dan kecukupan pangan. Menurut Nugraha et al. (2007), swasembada beras pada tahun 1984 di Indonesia tidak terlepas dari introduksi varietas unggul, perbaikan jaringan irigasi, teknik budidaya, dan rekayasa kelembagaan melalui program Bimas, Inmas, Insus, dan Supra Insus. Sistem perbenihan yang tangguh (produktif, efisien, berdaya

(12)

saing, dan berkelanjutan) sangat diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan penyediaan benih padi dan peningkatan produksi beras nasional.

Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 200 varietas unggul padi oleh berbagai lembaga penelitian di Indonesia yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian, 85% diantaranya dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Dari data luas tanam pada tahun 2009, lebih dari 75% telah ditanami dengan varietas unggul. Sampai dengan tahun 2010, varietas padi yang paling luas ditanam adalah Ciherang, IR64 dan Cigeulis (Sri Wahyuni, 2011).

Penggunaan benih unggul di lapangan oleh masyarakat relatif masih terbatas. Menurut Daradjat et al. (2008), benih padi yang digunakan oleh masyarakat lebih dari 60 persen berasal dari sektor informal yaitu berupa gabah yang disisihkan dari sebagian hasil panen musim sebelumnya yang dilakukan berulang-ulang. Hal ini berarti bahwa petani padi belum merespon benih unggul padi dengan baik.

Permasalahan yang dihadapi dalam percepatan penggunaan varietas unggul adalah sistem informasi keberadaan benih sumber masih lemah sehingga pengetahuan pengguna tentang varietas unggul masih terbatas, disamping itu ketersediaan varietas unggul juga terbatas (Wahyuni, 2011).

Kondisi di Provinsi Bengkulu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang diuraikan di atas. Secara umum, penanaman varietas unggul berlabel dalam skala luas oleh petani padi dimungkinkan oleh adanya bantuan benih dari pemerintah melalui berbagai program, seperti subsidi benih, Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), dan bantuan benih unggul pada lahan display dan demfarm SL-PTT. Menurut data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas panen padi sawah di Bengkulu adalah 121.877 ha. Jika setiap hektar lahan sawah membutuhkan 25 kg benih, maka kebutuhan benih mencapai 3.046.925 kg. Bantuan benih melalui BLBU dan SL-PTT di Bengkulu mencapai 1.046.460 kg, atau 34,34% dari kebutuhan benih total (Ishak et al., 2011).

Kajian ini difokuskan untuk mengetahui adopsi petani terhadap varietas unggul padi sawah di Kecamatan Lebong Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul padi sawah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) pengaruh bantuan benih dari Pemerintah

(13)

terhadap minat adopsi varietas unggul padi, dan (3) alasan-alasan petani memilih varietas padi.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui survei pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong. Responden dipilih secara acak sebanyak 34 orang petani. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani responden menggunakan daftar pertanyaan meliputi karakteristik petani dan usahatani padi sawah. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan petugas Dinas Pertanian Kabupaten Lebong. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong. Analisis data secara deskriptif dan dihitung persentase dari data yang dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Luas wilayah Kecamatan Lebong Selatan adalah 23.494 ha dengan jumlah penduduk 13.406 jiwa. Kabupaten Lebong terdiri 13 wilayah Kecamatan. Kecamatan Lebong Selatan merupakan 1 dari 13 Kecamatan di Kabupaten Lebong, yang terdiri atas 4 kelurahan dan 4 desa dengan topografi pada ketinggian 100 – 500 mpl seluas 21.205 ha, ketinggian 500 – 1.000 mpl seluas 80.384 ha dan pada ketinggian 1.000 mpl keatas seluas 91.335 ha.

Produksi padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Lebong secara keseluruhan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 6,62 % dibandingkan tahun sebelumnya, dari 49.273 ton GKG di tahun 2008 menjadi 52.537 ton GKG di tahun 2009. Hal ini berkaitan pula dengan luas panen padi sawah dan padi ladang di tahun 2009 yang mengalami peningkatan menjadi 13.645 ha atau sebesar 2,35 % dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan Kecamatan tahun 2009, padi sawah dan padi ladang di produksi dari 3 Kecamatan, yaitu

(14)

Kecamatan Lebong Selatan 17.868 ton GKG, Lebong Utara 15.019 ton GKG dan Lebong Tengah 7.166 ton GKG.

Deskripsi Responden

Jumlah responden survei sebanyak 30 orang petani padi, 12 orang diantaranya (40%) memiliki persepsi yang baik terhadap penggunaan benih unggul. Umur rata-rata responden

45,11 tahun

dengan tingkat pendidikan formal rata-rata yang pernah ditempuh selama 8 tahun. Lama berusahatani padi rata-rata 20,90 tahun dengan luas lahan garapan total 27,6 ha (rata-rata petani 0,92 ha), sebagian besar (80%) petani menggarap lahan milik sendiri. Sebanyak 11 orang responden (36,67%) merupakan pengurus kelompok tani, sedangkan sisanya adalah anggota kelompok. Tanggungan keluarga rata-rata responden 3,48 jiwa. Pekerjaan utama responden 36,67% adalah petani, dan sisanya adalah peternak, tukang, kebun kopi/karet, tukang ojek dan pedagang yaitu sebanyak (63.33%). Jarak domisili responden ke kios sarana produksi pertanian terdekat rata-rata 2,95 km.

Adopsi Varietas Padi Unggul

Varietas yang ditanam petani di Kecamatan Lebong Selatan cukup beragam yaitu 6 varietas padi. Varietas Ciherang yang paling banyak digunakan yaitu 50 %, sedangkan varietas Inpari 6 masih sangat sedikit digunakan yaitu 3,33 %. Daftar varietas yang ditanam petani disajikan pada Tabel 1.

Varietas Ciherang dilepas tahun 2000, rasa nasi pulen dengan umur tanaman 116-125 hari sejak persemaian) dan potensi hasil (8,5 ton GKG/ha) dengan rata-rata hasil 6,0 ton GKG/ha. Varietas ini dilepas karena lebih tahan Tahan wereng coklat biotipe 2, dan agak tahan biotipe 3 dan ketahanan terhadap penyakit Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV (Suprihatno et al., 2010). Sedangkan Varetas Unggul Baru (VUB) seperti varietas Inpari masih sangat sedikit responden yang menggunakan hal ini sesuai dengan respon petani di Kecamatan Lebong selatan terhadap VUB yang kurang baik.

Benih padi yang digunakan petani berasal dari 2 sektor yaitu sektor perbenihan formal yang mensuplai benih bersertifikat/berlabel dan sektor

(15)

perbenihan informal. Penggunaan benih berlabel di Kecamatan Lebong Selatan sudah cukup tinggi. Petani responden yang menggunakan benih berlabel mencapai 80%. Hal ini didukung karena adanya distribusi melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) (Distannak Kabupaten Lebong, 2010 dan 2011), varietas yang didistribusikan yaitu Ciherang dan Cigeulis.

Tabel 1. Daftar varietas padi yang ditanam petani di Kecamatan Lebong Selatan.

No Varietas % 1 Mira 16,67 2 Cigeulis 20 3 Inpari 6 3,33 4 Silugonggo 6,67 5 Ciherang 50 6 Lokal 3,33 Total 100,00

Dari uraian di atas ternyata bahwa ketersediaan benih unggul di Kecamatan Lebong Selatan sudah memadai meskipun ketersediaan benih yang ada belum varietas unggul baru (VUB), sehingga berpengaruh terhadap tingginya penggunaan benih yang bermutu dan berlabel.

Informasi benih unggul diperoleh petani dari berbagai sumber, yaitu dari petani di sekitar lingkungan mereka, petugas dinas/penyuluh pertanian, kios sarana produksi pertanian, dan penangkar padi. Umumnya petani mengetahui informasi benih unggul dari petugas dinas/penyuluh pertanian. Menurut hasil survei sebagian besar petani responden (73,33%) memperoleh informasi benih unggul dari petugas dinas/penyuluh pertanian setempat. Selain itu informasi benih unggul diperoleh dari petani sekitar (26,67%). Hal ini mengindikasikan bahwa penangkar dan kios saprodi tidak memiliki peranan penting dalam penyebarluasan informasi benih unggul padi.

(16)

Pengaruh Bantuan Benih dari Pemerintah terhadap Minat Petani mengadopsi Varietas Unggul Padi

Minat adopsi petani terhadap varietas unggul padi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya karena adanya program Pemerintah. Tabel 3 menunjukkan minat adopsi petani padi terhadap varietas unggul dengan adanya bantuan benih melalui Program BLBU di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong.

Tabel 3. Minat petani mengadopsi varietas unggul padi.

Minat adopsi Ada bantuan Tidak ada bantuan Total

Minat Mengadopsi 19 10 29

Tidak mengadopsi 2 3 5

Jumlah 21 13 34

Alasan-alasan Petani memilih Varietas Padi

Alasan-alasan petani responden memilih varietas padi yang ditanam beragam. Setiap responden memilih lebih dari satu alasan dalam penentuan varietas padi yang akan ditanam. Tabel 4 menunjukkan bahwa alasan utama petani memilih varietas yang akan ditanam adalah produktivitas tinggi (93,55%). Kenyataan ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Lebong Selatan menanam padi terutama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga produktivitas tinggi menjadi pertimbangan utama.

(17)

Tabel 4. Alasan responden memilih varietas padi.

No Alasan responden memilih varietas Persentase responden

(%) 1 Rasa nasi disukai petani 80,65 2 Rasa nasi disukai konsumen 61,29

3 Produktivitas tinggi 93,55

4 Harga jual tinggi, umur genjah, benih

mudah diperoleh 48,39

5 Daun bendera tegak 35,48

6 Tahan rebah, tahan HPT 58,07 7 Bulir malai panjang, wangi 41,94

8 Tahan kekeringan 25,81

9 Anakan banyak, gabah bernas, Mutu gabah baik

75,27

Alasan lain petani memilih suatu varietas unggul adalah rasa nasi disukai petani (80,65%). Alasan-alasan lainnya yaitu anakan banyak, gabah bernas, mutu gabah baik (75,27%). Dari beberapa alasan ini terlihat bahwa petani padi di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong menanam padi bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, namun juga sudah berorientasi agribisnis. Fakta ini didukung oleh penggunaan varietas unggul berlabel yang sudah cukup tinggi (80%). Selain itu dengan melihat kepemilikan lahan sawah rata-rata petani yaitu 0,92 ha, petani pemilik sekaligus penggarap lahan 80% dan jumlah tanggungan rata-rata keluarga petani 3,48 jiwa, maka diperkirakan hasil panen yang diperoleh akan melebihi kebutuhan pangan keluarga.

(18)

KESIMPULAN

Tingkat adopsi petani padi di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong terhadap varietas unggul padi berlabel mencapai 80 % yang dipengaruhi oleh

pengalaman usahatani padi, luas lahan, dan persepsi petani terhadap

varietas unggul. Sedangkan a

lasan petani mengadopsi varietas unggul adalah produktivitas tinggi (93,55%), rasa nasi disukai petani (80,65%), anakan banyak, gabah bernas, mutu gabah baik (75,27%). Sedangkan yang berminat mengadopsi varietas unggul tidak dipengaruhi oleh adanya bantuan benih unggul dari pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Lebong. 2010. Kabupaten Lebong Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Daradjat, A.A., Agus S., A.K. Makarim, A. Hasanuddin. 2008. Padi – Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. LIPI Press. Jakarta.

Distan Kabupaten Lebong. Laporan Distribusi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Kabupaten Bengkulu Utara. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Utara. Tidak dipublikasikan.

Ishak, A., Afrizon, Z. Efendi, Yartiwi, dan Yahumri. 2011. Laporan Hasil Survei Perbenihan kegiatan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS). BPTP Bengkulu. Tidak dipublikasikan. Nugraha, U.S, Sri Wahyuni, M.Y. Samaullah, dan A. Ruskandar. 2007. Perbenihan di

Indonesia. Prosiding Hasil Penelitian Padi Tahun 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang – Jawa Barat.

Sri Wahyuni. 2011. Teknik Produksi Benih Sumber Padi. Makalah disampaikan dalam Workshop Evaluasi Kegiatan Pendampingan SL-PTT 2001 dan Koordinasi UPBS 2012 tanggal 28-29 November 2011. Balai Besar Penelitian Padi. Tidak dipublikasikan. Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki SE, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, IP

Wardana, dan H. Sembiring. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang – Jawa Barat.

(19)

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI RUMAH KACA

Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak

ABSTRAK

Rata-rata produktivitas padi gogo di Bengkulu masih rendah dibandingkan rata-rata hasil varietas unggul baru padi gogo yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 4 ton/ha seperti Inpago 4 (4,15 ton/ha), Inpago 5 (4,04 ton/ha) dan Inpago 6 (3,9 ton/ha). Oleh karena itu peluang peningkatan produktivitas padi gogo di Bengkulu dapat ditingkatkan dengan penggunaan varietas unggul baru. Pengujian adaptasi varietas unggul baru bertujuan untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan komponen hasil, serta menunjukan keragaan VUB kepada pengunjung di BPTP. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca BPTP Bengkulu pada bulan Desember 2011 sampai bulan April 2012, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga varietas unggul baru padi gogo (Inpago 4, 5 dan 6) yang diulang sebanyak 7 kali. Data dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (Anova) dan diuji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Keragaan pertumbuhan dan komponen hasil dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil penelitian dengan deskripsi varietas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tiga varietas inpago tidak berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman. Sedangkan parameter jumlah anakan terdapat perbedaan antar perlakuan inpago 4, 5 dan 6 yaitu rata-rata 12,86, 17,14 dan 10,57. Untuk komponen hasil yang mendekati dengan deskripsi yaitu perlakuan inpago 6 dilihat dari jumlah gabah bernas, berat 1000 butir dan hasil/pot juga merupakan hasil tertinggi diantara ketiga perlakuan yaitu 31.53 gr/pot dibandingkan perlakuan inpago 4 dan 5 yaitu 21,38 gr/pot dan 12,45 gr/pot.

Kata kunci : pertumbuhan, komponen hasil, varietas unggul baru, padi gogo

PENDAHULUAN

Kebutuhan beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi perkapita dan peningkatan pendapatan. Upaya peningkatan produksi beras saat ini mengalami banyak kendala seperti terjadinya alih fungsi lahan, ketidakpastian iklim dan penurunan kualitas sumberdaya lahan. Badan Pusat Statistik (2011) mencatat bahwa produksi nasional pada tahun 2011 sebanyak 65.740.046 ton gabah kering giling (GKG) menurun 724.448 ton atau 1,1 % dari tahun sebelumnya sebesar 66.469.394 ton. Demikian juga rata-rata produktivitasnya menurun dari 5,015 ton pada tahun 2010 menjadi 4,98 ton pada tahun 2011.

Rata-rata produktivitas padi sawah di Bengkulu juga menurun dibandingkan tahun 2010 sebesar 0,07 ton dari 4,036 ton menjadi 3,966 ton GKG/ha. Di sisi lain padi inpago meningkat sebesar 0,026 ton/ha dari 2,125 to/ha menjadi 2,151 to/ha.

(20)

Sumbangan dari produksi padi gogo terhadap produksi padi total di Bengkulu pada tahun 2011 sebesar 5,89 %. Potensi produksi padi gogo di Bengkulu cukup besar, bila ditinjau dari aspek agroekologi Bengkulu yang didominasi oleh lahan kering (BPS Propinsi Bengkulu, 2011). Rata-rata produktivitas padi gogo di Bengkulu diatas masih rendah dibandingkan rata-rata hasil varietas unggul baru padi gogo yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 4 ton/ha seperti inpago 4 sebesar 4,15 ton/ha, inpago 5 (4,04 ton/ha) dan inpago 6 (3,9 ton/ha) (Suprihatno, dkk., 2011). Oleh karena itu peluang peningkatan produktivitas padi gogo di Bengkulu dapat ditingkatkan dengan penggunaan varietas unggul baru.

Disadari bahwa adopsi varietas unggul baru padi gogo di tingkat petani tidaklah mudah dan diperlukan informasi tentang kesesuaian varietas dengan kondisi spesifik lokasi. Sebelum uji adaptasi di lapangan, sebaiknya telah dilakukan pegujian di tingkat laboratorium atau rumah kaca, sehingga dalam proses diseminasi yang lebih luas , varietas yang dipilih telah diyakini akan beradaptasi dengan baik di lapangan.

BPTP Bengkulu yang memiliki mandat mendiseminasikan inovasi teknologi khususnya berasal dari Badan Litbang Pertanian perlu memiliki informasi tentang keragaan pertumbuhan dan hasil VUB padi gogo di lapangan. Untuk itu telah dilakukan pengujian adaptasi 3 varietas unggul bari padi gogo yaitu inpago 4, 5 dan 6 di rumah kaca BPTP Bengkulu yang bertujuan untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan komponen hasil ketiga varietas tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca BPTP Bengkulu pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012. Penanaman dilakukan dengan menggunakan 21 buah pot plastik yang dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai perlakuan adalah varietas unggul baru padi gogo yaitu inpago 4, inpago 5 dan inpago 6 yang masing-masing diulang sebanyak 7 kali. Dosis pupuk yang digunakan pada seluruh perlakuan sama yaitu sesuai dengan hasil analisis tanah. Media tanam (tanah) yang disiapkan adalah jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan bobot tanah per pot setara dengan 10 kg kering angin.

(21)

Data yang dikumpulkan meliputi keragaan pertumbuhan yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan, serta komponen hasil berupa jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, panjang malai, berat 1000 butir dan hasil per pot. Keragaan pertumbuhan diukur setiap minggu sampai dengan tanaman berumur 8 minggu setelah tanam dan pada saat panen, sedangkan komponen hasil diamati saat panen.

Data di analisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan di uji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Keragaan pertumbuhan dan komponen hasil dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil penelitian dengan deskripsi varietas.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Vegetatif

Pada Tabel 1 hasil pengukuran untuk tinggi tanaman menunjukkan bahwa minggu ke-1, 2, 4, 6, 7 dan minggu ke-8 tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar varietas, tetapi pada minggu ke-3 dan minggu ke-5 varietas inpago 4 menunjukan berbeda nyata dengan varietas inpago 5 dan 6. Adapun varietas yang paling tinggi dari ketiga varietas tersebut adalah Inpago 5 yaitu 111.86 cm sedangkan yang paling rendah varietas Inpago 6 yaitu 111.29 cm.

Tabel 1. Hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6.

Pengamatan Minggu Ke Perlakuan (varietas) 1 2 3 4 5 6 7 8 Inpago 4 18.34 a 32.50 a 43.64 a 59.23 a 71.57 a 90.00 a 106.29 a 117.43 a Inpago 5 16.73 a 31.21 a 39.57 b 57.60 a 61.00 b 77.29 a 99.29 a 111.86 a Inpago 6 17.81 a 30.33 a 39.21 b 50.51 a 62.00 b 82.00 ab 98.29 a 111.29 a

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah anakan pada minggu ke-3, 4, 5, 6 dan 7 terdapat perbedaan yang nyata pada varietas Inpago 6 dengan Inpago 5, sedangkan pada varietas inpago 5 jumlah anakan tidak menunjukkan perbedaan

(22)

yang nyata. Dari ketiga varietas tersebut jumlah anakan yang tertinggi adalah varietas Inpago 5 yaitu rata-rata 18 anakan sedangkan yang terendah adalah varetas Inpago 4 yaitu rata-rata anakan 15.57 anakan.

Tabel 2. Hasil penghitungan jumlah anakan mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6.

Pengamatan Minggu Ke Perlakuan (Varietas) 1 2 3 4 5 6 7 8 Inpago 4 2.43 ab 3.57 a 5.57 ab 8.00 ab 8.00 ab 10.86 ab 15.29 ab 15.57 a Inpago 5 3.14 a 4.57 a 6.43 a 9.71 a 9.71 a 13.29 a 16.71 a 18.00 a Inpago 6 2.00 a 3.43 a 4.71 b 6.29 b 6.29 b 8.29 b 11.14 b 16.00 a Pertumbuhan Generatif

Pada parameter pertumbuhan generatif diamati tinggi tanaman terakhir dan jumlah anakan yang produktif tiap-tiap varietas. Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi tanaman dari ketiga varietas yaitu inpago 4, 5 dan 6 tidak menunjukkan berbeda nyata dimana varietas inpago 4 mempunyai rata-rata tinggi-tinggi tanaman 131.29 cm sedangkan yang paling rendah adalah varietas inpago 5 dengan rata-rata tinggi tanaman 131 cm. Sedangkan jumlah anakan produktif berbeda nyata pada perlakuan inpago 5 dengan jumlah anakan terbanyak 17.14 batang/rumpun dibandingkan dengan perlakuan inpago 4 dan 6 (masing-masing 12.86 dan 10.57 batang/rumpun).

Tabel 3. Hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) dan jumlah anakan produktif varietas inpago 4, 5 dan 6 di maksimum pertumbuhan.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) (batang/rumpun) Jumlah Anakan

Inpago 4 131.29 a 12.86 b

Inpago 5 131.00 a 17.14 a

Inpago 6 137.14 a 10.57 b

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa keragaan pertumbuhan tanaman yang dihasilkan mempunyai selisih dengan yang ada di deskripsi varietas antar perlakuan. Selisih hasil penelitian dengan deskripsi tersebut ada yang lebih tinggi

(23)

dan ada yang lebih rendah. Perlakuan inpago 4 keragaan tanaman untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan hasil penelitian lebih rendah dari deskripsi, inpago 5 tinggi tanaman lebih rendah tetapi untuk jumlah anakan hasil penelitian lebih tinggi dari yang dideskripsi dan perlakuan inpago 6 tinggi tanaman yang lebih tinggi sedangkan jumlah anakan lebih rendah dari yang di deskripsi.

Tabel 4. Keragaan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil penelitian dibandingkan dengan deskripsi varietas antar perlakuan.

Keragaan Pertumbuhan

Tinggi Tanaman (cm) Jumlah anakan produktif Varietas

Hasil Penelitian

(cm) Deskripsi (cm) Selisih (cm) Penelitian Hasil Deskripsi Selisih Inpago 4 131.29 134 -2.71 12.86 11 1.86 Inpago 5 131.00 132 -1 17.14 14 3.14 Inpago 6 137.14 117 20.14 10.57 11 -0.43

Untuk tinggi tanaman dari ketiga varietas tersebut hanya varietas inpago 6 yang lebih tinggi dari yang di deskripsi padi yang dirilis Balai Besar Padi, sedangkan jumlah anakan produktif diatas deskripsi padi semua. Berdasarkan deskripsi padi, varietas inpago 4 tinggi tanaman + 134 cm dengan jumlah anakan + 11 batang, inpago 5 + 132 cm jumlah anakan + 14 batang dan inpago 6 + 117 cm dan jumlah anakan + 11 batang (Suprihatno, dkk., 2011). Rendahnya batang tanaman ini diperkirakan dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi varietas yang berbeda.

Untuk komponen hasil dari semua parameter yang diamati semua menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali pada berat 1000 butir. Setelah di uji secara statistik, berat 1000 butir yang tertinggi adalah varietas inpago 5 yaitu 26.31 gr. Sedangkan varietas inpago 4 dan 6 sudah mendekati yang dideskripsi yaitu 23 gr dan 23.29 gr (92 % dan 93.16 %) dapat dilihat pada Tabel 5.

(24)

Tabel 5. Data komponen hasil panjang malai (cm), gabah hampa (butir), gabah isi (butir), berat 1000 butir (gr), hasil/pot (gr) ketiga varietas inpago 4, 5 dan 6.

Perlakuan Panjang

Malai (cm) Hampa Gabah (Butir)

Gabah Isi

(Butir) Berat 1000 Butir (gr) Hasil/Pot (gr)

Inpago 4 24.12 b 46.51 a 82.75 b 23.00a 21.38 b

Inpago 5 22.00 c 52.98 a 45.46 c 26.31a 12.45 c

Inpago 6 27.30 a 22.02 b 142.21 a 23.29a 31.53 a

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Hasil per pot pada tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yaitu inpago 6 memperoleh hasil tertinggi yaitu 31.53 gr/pot sedangkan inpago 4 dan 5 yaitu 21.38 gr/pot dan 12.45 gr/pot. Rendahnya hasil ini diduga karena pada perlakuan inpago 4 dan 5 terjadi serangan hama semut dan burung yang menyebabkan gabah banyak menjadi hampa, hal ini dapat dilihat dimana gabah hampa antar perlakuan inpago 4 dan 5 berbeda nyata dengan inpago 6.

KESIMPULAN

Varietas inpago 4 dan 5 mampu meningkatkan jumlah anakan 1,86 dan 3,14 batang/rumpun, sedangkan varietas inpago 6 mampu meningkatkan tinggi tanaman mencapai 20,14 cm. Pada komponen hasil yang mendekati deskripsi yaitu perlakuan inpago 6 dilihat dari jumlah gabah bernas, berat 1000 butir dan hasil/pot juga merupakan hasil tertinggi diantara ketiga perlakuan yaitu 31.53 gr/pot dibandingkan perlakuan inpago 4 dan 5 yaitu 21,38 gr/pot dan 12,45 gr/pot.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Eddy Makruf yang telah membantu dan memberikan fasilitas penelitian, serta memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis selama dalam pelaksanaan penelitian di rumah kaca.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2011. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Propinsi (http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?adodb_next_page=2&eng=0&pgn=1&prov=99 &thn1=2010&thn2=2011&luas=1&produktivitas=1&produksi=1. Di unduh 7 juni 2012, 8:45).

BPS Propinsi Bengkulu. 2011. Berita Resmi Statistik Nomor 43/11/17/th.V, 1 November 2011. BPS. 2011.

Nurbaeti, B dan Agus, N., 2009. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo. BPTP Jawa Barat. Badan Litang Pertanian. Departemen Pertanian.

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satato, Erwin Lubis, Baehaki, SE., S. Dewi Indrasari, I Putu Wardana dan M.J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 118 hal.

(26)

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI KOMPONEN PTT DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG

Siti Rosmanah dan Sri Suryani M. Rambe

ABSTRAK

Melalui metode penyuluhan yang dilakukan selama ini pada sentra-sentra padi di Kabupaten Rejang Lebong, khususnya di Kecamatan Curup Selatan, produktivitas padi sawah baru mencapai 3-4 ton/ha. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi guna meningkatkan produktivitas padi. Pengkajian melalui survei dilakukan terhadap responden sebanyak 25 orang yang tersebar di 5 desa sentra penghasil padi di Kecamatan Curup Selatan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Dari hasil survei diperoleh tingkat penerapan komponen teknologi padi untuk kecamatan Curup Selatan. Komponen PTT yang diterapkan petani di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong terdiri pengolahan tanah (68%), penggunaan VUB (56%), penggunaan benih berlabel (60%), penanaman bibit muda (20%), jumlah bibit 1-3 batang/rumpun (36%), sistem tanam legowo belum sesuai anjuran (legowo 8:1 dan 10:1), penggunaan kompos (8%), pemupukan spesifik lokasi belum dilakukan, pengendalian OPT (60%) dan waktu panen yang tepat (80%). Untuk meningkatkan penerapan teknologi padi, diperlukan metode penyuluhan yang lebih disukai petani yaitu demonstrasi plot/area PTT padi sawah.

Kata kunci: PTT padi sawah, komponen teknologi, tingkat penerapan teknologi

PENDAHULUAN

Program peningkatan produksi beras atau yang disingkat P2BN merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi beras sebesar 5%. Peningkatan ini bisa ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui intensifikasi. Intensifikasi ditempuh melalui penerapan PTT (penggelolaan tanaman terpadu) dengan komponen penggunaan VUB, benih berlabel, dan umur bibit muda (Anonimous, 2007). Program P2BN ini telah dimulai pada tahun 2007 dan berhasil meningkatkan beras sebesar 4,76% atau setara 2,59 juta ton beras yang sebelumnya hanya tumbuh kurang dari 1%.

Secara garis besar, komponen PTT dibadi menjadi dua yaitu komponen PTT dasar dan komponen PTT pilihan. Komponen PTT dasar merupakan teknologi yang sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi sawah. Komponen dasar ini terdiri dari beberapa komponen yaitu penggunaan varietas unggul baru (VUB), penggunaan benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami, pengaturan populasi tanaman secara optimum, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah dan pengendalian OPT.

(27)

Sedangkan komponen PTT pilihan merupakan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan petani setempat. Penggunaan VUB, benih bermutu, tanaman bibit muda (15-20 hari), jumlah bibit 1-3 bibit, pemupukan berdasarkan bagan warna daun, dan pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah (mengikuti rekomendasi pemupukan) dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas padi sawah hingga 15% (Kamandalu et al, 2011). Sedangkan menurut Hastini et al, 2011 penerapan PTT padi sawah di Desa Wanasari Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta mampu meningkatkan produktivitas sebesar 54,02% selama beberapa musim tanam. Selain itu penerapan PTT padi sawah juga memberikan efisiensi penggunaan pupuk Urea sebanyak 10%, SP-36 dan KCl masing-masing 33,33% dan pestisida sebesar 75%.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan komponen PTT yang telah dilaksanakan oleh petani pada sentra tanaman padi di Kecamatan Curup Selatan.

METODE PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong pada bulan Agustus-November 2011. Pengkajian melalui survei terhadap responden sebanyak 25 orang yang tersebar di 5 desa sentra penghasil padi di Kecamatan Curup Selatan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pemilihan petani yang dilakukan secara acak. Desa-desa lokasi survei adalah Air Putih Baru, Rimbo Recap, Lubuk Ubar, Sukamarga, dan Watas Marga. Data yang dikumpulkan meliputi profil Kecamatan Curup Selatan dan teknologi PTT yang diterapkan oleh petani. Selanjutnya data tersebut ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Curup Selatan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong yang memiliki potensi lahan untuk tanaman pangan seluas 2.954 ha dan tanaman palawija 1.968 ha. Luas lahan sawah di Kecamatan Curup Selatan

(28)

seluas 835,5 ha. Topografi bervariasi dari dataran, bergelombang dan berbukit dengan kemiringan antara 1-60%. Kecamatan Curup Selatan berada pada ketinggian 550-900 m dpl. Jenis tanah rata-rata andosol dan latosol dengan pH 5,5-7. Jumlah bulan basah rata-rata 5-9 bulan/tahun dengan jumlah bulan kering 3-5 bulan/tahun. curah hujan rata-rata 2.140 mm/tahun dengan suhu berkisar antara 24-320C, kelembaban 40-80% dan intensitas penyinaran 5-8 jam/hari (BPP Lubuk

Ubar, 2011).

1. Tingkat Penerapan Komponen PTT Dasar a). Penggunaan VUB

Komponen PTT dasar adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) merupakan salah satu komponen PTT dasar. Penggunaan VUB merupakan salah satu pemecahan masalah produksi padi di Provinsi Bengkulu. Untuk itu Badan Litbang Pertanian berusaha menghasilkan VUB berbasis agroekosistem dan spesifik lokasi, seperti varietas toleran terhadap kekeringan, naungan, suhu rendah, tahan wereng coklat, blas, tungro dan hama penyakit utama lainnya (Kustiyanto, 2001).

Berdasarkan hasil survei, penggunaan benih VUB sudah banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Benih yang banyak digunakan adalah varietas Cigeulis yang digunakan oleh sebanyak 56%, 24% menggunakan benih varietas IR-64, 8% menggunakan benih varietas Ciherang dan sisanya sebanyak 16% menggunakan varietas lain. Varietas lain yang juga ditanam oleh petani adalah varietas padi lokal. Data penggunaan VUB dan benih berlabel di Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Jenis VUB yang baru dilepas seperti varietas Inpari belum banyak digunakan oleh petani pada sentra tanaman padi di Kecamatan Curup Selatan. ketersediaan benih yang belum ada di kios-kios tani sehingga petani kesulitan untuk mendapatkan benih tersebut. Selain itu kesukaan petani terhadap jenis padi IR-64 juga menjadi salah satu alasan penggunaan VUB belum banyak digunakan oleh petani.

(29)

Terbatasnya ketersediaan benih sumber, kurangnya produsen atau penangkar benih lokal, tingginya resiko dan minimalnya keuntungan usaha perbenihan serta kecenderungan petani untuk menggunakan benih yang dihasilkan sendiri merupakan salah satu kendala pada usahatani padi sawah (Wahyuni, 2005). b). Penggunaan Benih berlabel

Secara umum, penggunaan benih berlabel merupakan benih yang telah mendapat sertifikasi dari instansi yang bersangkutan. Benih berlabel biasanya mempunyai tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi. Penggunaan benih berlabel telah banyak digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Sebanyak 60% telah menggunakan benih berlabel, sedangkan sisanya sebanyak 40% menggunakan benih tanpa label. Data penggunaan VUB dan benih berlabel di Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan VUB dan benih berlabel di Kecamatan Curup Selatan. Penggunaan VUB Benih berlabel

Varietas Persentase (%) Penggunaan label Persentase (%)

Cigeulis 56 Label 60

IR-64 24 Tanpa label 40

Ciherang 8

Varietas Lain 12

Berdasarkan asalnya, asal benih berlabel yang digunakan oleh petani rata-rata berasal dari kios tani. Sebanyak 44% telah memperoleh benih berlabel melalui pembelian di kios tani dan sebanyak 16% memperoleh benih dari balai benih induk atau BBI. Selain itu sisanya masih menggunakan benih turunan yang dihasilkan oleh petani. Sebanyak 36% petani menggunakan benih yang berasal dari sesama petani dan 4% petani memperoleh benih yang berasal dari lainnya. Penggunaan benih yang dihasilkan dari hasil panen sendiri merupakan penggunaan benih yang selama ini masih banyak digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Benih yang diturunkan biasanya berasal dari benih terdahulu dengan produktivitas tinggi.

(30)

Kendala yang dihadapi oleh petani untuk menggunakan benih berlabel adalah harga benih berlabel yang lebih mahal jika dibandingkan dengan benih yang diperoleh dari panen sendiri.

Terbatasnya ketersediaan benih sumber, kurang produsen atau penangkar benih lokal, tingginya resiko dan minimalnya keuntungan usaha perbenihan serta kecenderungan petani untuk menggunakan benih yang dihasilkan sendiri merupakan salah satu kendala pada usahatani padi sawah. Selain kendala yang dihadapi oleh petani di dalam melakukan usahatani padi sawah, permasalahan yang dihadapi oleh produsen benih adalah menjaga kesinambungan produksi benih (Anonymous, 2009). Menurut Wahyuni (2005), rendahnya efisiensi industri produksi perbenihan disebabkan oleh rendahnya produksi benih, tingginya persentase ketidak lulusan benih dalam uji di laboratorium yang disebabkan oleh pengendalian mutu yang tidak efektif, dan pembatalan oleh penangkar karena harga jual benih yang tidak menarik. Sedangkan di tingkat petani, rendahnya minat petani untuk menggunakan benih bersertifikat karena benih yang dihasilkan dari panen sendiri telah tersedia. Sehingga petani lebih memilih menggunakan benih yang dihasilkan sendiri daripada menggunakan benih yang bersertifikat.

c). Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami

Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memelihara kesuburan tanah. Selain berperan untuk memperbaiki kesuburan kimia, pemberian bahan organik juga bertujuan untuk meningkatkan kesuburan fisik dan biologi tanah. Pengembalian jerami belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Hal ini karena masih banyak petani yang membakar jerami dan membuang jerami.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, sebanyak 60% petani membakar jerami, 16% petani membuang jerami keluar lahan, 16% memberikannya untuk ternak dan 8% menggunakan jerami sebagai kompos. Data pengolahan jerami yang dilakukan petani di Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.

(31)

Tabel 3. Pengolahan jerami yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Pengolahan jerami Frekuensi Persentase (%)

Dikomposkan 2 8

Dibuang 4 16 Dibakar 15 60

Untuk pakan ternak 4 16

Jumlah 25 100

Walaupun pengembalian jerami ke lahan belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan, penggunaan bahan organik telah banyak dilakukan. Bahan organik yang digunakan adalah bahan organik yang berasal dari kotoran sapi, kambing maupun ayam. Selain itu penggunaan pupuk organik yang berasal dari pabrik juga telah banyak digunakan. Penggunaan bahan organik oleh petani di Kecamatan Curup Selatan berkisar antara kurang dari 1 -2 ton/ha. Dosis rata-rata penggunaan pupuk organik yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan adalah < 1 ton/ha sebanyak 76%, 8% menggunakan dosis yang berkisar antara 1-2 ton/ha, sedangkan sisanya sebanyak 16% tanpa menggunakan pupuk organik.

Berdasarkan hasil penelitian Mukhlis (2010), pemberian pupuk bio kompos yang berasal dari gulma insitu sebanyak 2 t/ha, pupuk anorganik (110 kg/m2, 55 kg/m P2O5, 55 kg/m K2O dan 500 kg/m kapur) mampu meningkatkan produktivitas lahan rawa lebak. Sehingga pengembalian jerami ke lahan akan meningkatkan dan memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Menurut Abbas (1992), pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan fosfor di dalam. Dengan meningkatnya ketersediaan fosfor di dalam tanah maka akan memperbaiki pertumbuhan akar sehingga akar akan lebih banyak lagi menyerap unsur hara.

Faktor yang menyebabkan pengembalian jerami masih belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan adalah karena terlalu rumit untuk mengolah jerami menjadi kompos. Sehingga untuk memudahkan pengolahan lahan maka jerami langsung dibakar setelah panen selesai. Selain itu pemberian

(32)

pakan sapi dengan menggunakan jerami juga menjadi salah satu banyaknya jerami terangkut keluar dari lahan. Akibatnya produktivitas padi terus menerus menurun. d). Pengaturan populasi tanaman (sistem legowo)

Pengaturan populasi tanaman atau yang lebih dikenal dengan sistem legowo belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Sebanyak 28% telah melakukan penanaman secara legowo, sebanyak 20% menggunakan sistem tanam tegel dan sisanya sebanyak 32% menggunakan jarak tanam tanpa aturan. Sistem tanam yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sistem tanam yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Sistem tanam Frekuensi Persentase (%)

Tegel 5 20

Legowo petani 12 48

Tanpa aturan 8 32

Jumlah 100

Walaupun jumlah petani yang menggunakan sistem tanam legowo banyak, akan tetapi legowo yang digunakan belum sesuai dengan anjuran. Legowo yang digunakan masih merupakan legowo cara petani yaitu legowo 8:1 atau 10:1. Penggunaan legowo 2:1 ataupun 4:1 belum banyak dilakukan oleh petani dengan alasan rumit sehingga membutuhkan biaya tambahan. Selain itu, sistem tanam tegel juga masih dilakukan oleh petani yaitu sebanyak 20% sedangkan sisanya sebanyak 28% masih menggunakan sistem tanam tanpa aturan.

Jarak tanam yang digunakan oleh petani juga berbeda-beda, jarak tanam yang banyak digunakan oleh petani adalah tanpa aturan. Sebanyak 52% menggunakan jarak tanam tanpa aturan sedangkan sisanya sebanyak 16% menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm, 8% menggunakan jarak tanam 22,5 x 22,5 cm dan sisanya sebanyak 24% menggunakan jarak tanam 20 x 25 cm.

(33)

e). Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah

Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah belum dilakukan oleh petani secara maksimal. Jenis pupuk yang digunakan terdiri dari Urea, SP-36, NPK dan KCL. Dosis pemupukan yang digunakan belum sesuai dengan anjuran. Rata-rata dosis pupuk Urea yang digunakan berkisar antara 50-100 kg/ha yang digunakan oleh petani sebanyak 40%. Sedangkan sisanya sebanyak 28% menggunakan dosis yang berkisar antara 101-150 kg/ha, 24% menggunakan dosis yang berkisar antara 151-200 kg/ha dan 8% menggunakan dosis 251-300 kg/ha. Dosis pupuk kimia yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan sapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Dosis pupuk kimia yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Persentase masing-masing pupuk Dosis (kg/ha) Urea SP-36 KCl NPK 50-100 40 32 44 24 101-150 28 0 0 0 151-200 24 0 0 0 201-250 8 0 16 0 251-300 0 0 0 0 Tidak menggunakan 0 68 40 76

Penggunaan pupuk SP-36 juga masih belum banyak digunakan oleh petani. Hanya 32% yang menggunakan sedangkan sisanya sebanyak 68% belum menggunakan pupuk SP-36. Dosis penggunaan pupuk SP-36 yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan berkisar antara 50-250 kg/ha.

Pemupukan dengan menggunakan KCl juga masih belum banyak dilakukan oleh petani. Pemupukan dengan menggunakan pupuk KCl hanya dilakukan oleh petani sebanyak 24%. Dengan dosis yang berkisar antara 25-75 kg/ha. Sedangkan pupuk lain yang juga digunakan adalah pupuk NPK. Sebanyak 64% telah menggunakan pupuk NPK. Dosis pupuk NPK yang digunakan berkisar antara 50-250 kg/ha.

(34)

Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang ada baru pada tingkat kecamatan sehingga merupakan salah satu penyebab bervariasinya dosis pemupukan yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. PUTS sudah disosialisasikan tetapi tidak tersedia alatnya sehingga petani belum dapat melakukan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Kelangkaan pupuk di pasaran juga menjadi kendala yang dihadapi oleh seluruh petani tidak hanya di Kecamatan Curup Selatan, akan tetapi wilayah-wilayah sentra tanaman padi lainnya. Selain itu harga pupuk yang mahal juga menjadi kendala pemupukan belum bisa dilaksanakan spesifik lokasi. Rekomendasi pupuk spesifik lokasi diperlukan untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas padi terutama di wilayah Kecamatan Curup Selatan.

f). Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT

Sebanyak 60% telah melakukan pengendalian OPT setelah munculnya gejala serangan, sedangkan sisanya sebanyak 40% melakukan pengendalian hama/penyakit sebelum ditemukan adanya serangan. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT disarankan untuk dilakukan pada pertanaman.

2. Tingkat Penerapan Komponen PTT Pilihan

Komponen PTT pilihan terdiri dari pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit muda (< 21 hari), tanam bibit 1-3 batang/rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan dengan landak atau gasrok dan panen tepat waktu dan gabah segera dirontokkan. Komponen ini merupakan komponen pilihan yang disesuaikan dengan waktu dan kondisi lingkungan. Sehingga penerapan komponen pilihan akan berbeda-beda untuk masing-masing lokasi.

Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani Kecamatan Curup Selatan merupakan pengolahan tanah sempurna yang terdiri dari tiga tahapan yaitu bajak, garu dan perataan. Sebanyak 68% telah melakukan pengolahan tanah secara sempurna. Sisanya sebanyak 28% melakukan pengolahan hanya dua tahapan yaitu bajak dan garu saja, sedangkan sebanyak 4% hanya melakukan pembajakan saja. Pengolahan tanah sudah cukup baik dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup

(35)

Selatan. Hand traktor sebagai salah satu alat yang digunakan untuk pengolahan lahan telah cukup tersedia. Sehingga petani tidak kesulitan di dalam melakukan pengolahan lahan.

Penggunaan bibit muda belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Umur bibit yang ditanam rata-rata telah berumur antara 21-30 hari. Penanaman pada saat bibit berumur < 21 hari baru dilakukan oleh 20%. Sedangkan sisanya sebanyak 48% menanam bibit pada umur 21-30 hari, 24% menanam bibit pada umur 30-40 hari dan sisanya sebanyak 4% menanam bibit pada umur > 40 hari.

Penanaman bibit 1-3 batang/rumpun baru dilaksanakan oleh 9 orang atau 36%, sedangkan sisanya sebanyak 36% menggunakan jumlah bibit 3-5 batang/rumpun, dan sisanya sebanyak 28% melakukan penanaman dengan jumlah bibit 5-6 batang/rumpun. Rendahnya penanaman bibit 1-3 batang/rumpun karena petani khawatir pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Sehingga jumlah bibit yang digunakan > 3 batang/rumpun.

Penyiangan yang dilakukan oleh petani rata-rata sebanyak 2 kali. Penyiangan 2 kali dilakukan oleh 72%, sedangkan sisanya sebanyak 16% melakukan penyiangan sebanyak 1 kali, dan sisanya sebanyak 20% melakukan penyiangan sebanyak 3 kali. Cara penyiangan yang dilakukan oleh petani secara rata-rata adalah dengan mencabut yang dilakukan oleh 80%, sedangkan sisanya sebanyak 12% melakukan penyiangan dengan menggunakan landak/gasrok, 4% masing-masing melakukan penyiangan dengan menggunakan herbisida dan tanpa penyiangan.

Panen secara rata-rata dilakukan pada saat ≥ 80% bulir telah menguning. Panen dengan menggunakan kriteria ≥ 80% bulir telah menguning dilakukan oleh 80%, sedangkan sisanya sebanyak 16% melakukan panen dengan kriteria ≤ 80% bulir telah menguning, sedangkan sisanya sebanyak 4% melakukan panen dengan kriteria daun telah mengering. Cara panen yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan adalah dengan cara dibug. Produksi rata-rata padi di Kecamatan Curup Selatan berkisar antara 3-4 ton/ha. Pola tanam rata-rata yang

(36)

KESIMPULAN

1. Komponen PTT yang diterapkan petani di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong terdiri pengolahan tanah (68%), penggunaan VUB (56%), penggunaan benih berlabel (60%), penanaman bibit muda (20%), jumlah bibit 1-3 batang/rumpun (36%), sistem tanam legowo belum sesuai anjuran (legowo 8:1 dan 10:1), penggunaan kompos (8%), pemupukan spesifik lokasi belum dilakukan, pengendalian OPT (60%) dan waktu panen yang tepat (80%).

2. Untuk meningkatkan produktivitas padi diperlukan metode penyuluhan yang berbentuk demonstrasi plot atau demonstrasi area melalui pendekatan PTT padi sawah agar petani bisa langsung mengamati, memahami dan mau menerapkan teknologi padi yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, K. 1992. Pengaruh pemberian bahan organik mikoriza vesikular ambuskular dan pupuk posfat terhadap serapan fosfor oleh tanaman jagung. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonymous. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah irigasi (petunjuk teknis lapang). Badan Litbang Pertanian Jakarta.

BPP Lubuk Ubar. 2011. Programa penyuluhan pertanian BPP Lubuk Ubar Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong.

Kamandalu, A.A.N.B, Ni Putu Sutami, Sagung Aryawati, dan Sri Wahyuni. 2011. Peran varietas unggul baru (VUB) Inpari menunjang industri perbenihan padi sawah di Kuat Subak Guama. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi 2010. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal. 275-280.

Kustiyanto, B. 2001. Kriteria seleksi untuk Sifat Toleran Cekaman Lingkungan Biotik dan Abiotik. Makalah Penelitian dan Koordinasi Program pemuliaan Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi, 9-14 April 2001.

Mukhlis. 2010. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi di lahan rawa lebak. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi 2010. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal. 693-700.

Wahyuni, S. 2005. Teknologi produksi benih bermutu. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Jaringan Alih Teknologi Produksi dan Distribusi Benih Sumber. Balitpa Sukamandi, 21-22 November 2005.

(37)

PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP PADI VARIETAS UNGGUL BARU INPARIMELALUI KEGIATAN GELAR

TEKNOLOGI PERTANIAN Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat

ABSTRAK

Diseminasi merupakan bagian integral dari penelitian/pengkajian berbentuk kegiatan penyebarluasan teknologi pertanian. Salah satu sistem diseminasi atau penyebaran informasi teknologi adalah gelar teknologi. Melaluikegiatan gelar teknologi diharapkan dapat diketahui tingkat adopsi petani terhadap Varietas Unggul Baru Inpari.Gelar teknologi padi varietas unggul baru (INPARI) dengan sistem tanam legowo 4-1 menggunakan caplak roda, di Desa Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma. Prosedur pelaksanaan kegiatan Gelar Teknologi dimulai dengan identifikasi lokasi petani, koordinasi dengan instansi terkait, inventarisasi lokasi dan kelompok sasaran, teknologi yang diaplikasikan, pembinaan kelompok, pelaksanaan gelar teknologi (penyampaian materi, demonstrasi dan kunjungan kelokasi demplot serta diskusi) dan umpan balik dengan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan berupa hasil kuisioner minat dan adopsi petani terhadap VUB inpari. Setelah dilakukannya kegiatan gelar ini masyarakat sangat ingin mencoba. Hal ini diketahui dari hasil kuisioner yang menyatakan ingin menerapkan didalam kegiatan sehari-hari. Gelar teknologi padi Varietas Unggul baru (inpari) dengan demplot seluas 2,3 ha dilaksanakan oleh empat petani kooperator menanam VUB Inpari 13 dan Inpari 10. Dari hasil kuisioner yang diambil saat kegiatan, persepsi petani terhadap teknologi PTT secara keseluruhan berpendapat sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan mencapai 46,02%, disusul dengan 31,41% setuju, 9,38% ragu-ragu, 10,38% tidak setuju dan kurang dari 3% berpendapat sangat tidak setuju dengan teknologi PTT tersebut. Sementara itu, minat adopsi petani terhadap teknologi PTT yang diterapkan dalam kegiatan gelar teknologi ini menyatakan selalu menggunakan mencapai 51,58%, 29,90% menyatakan sering menggunakan, 11,93% kadang-kadang, 2,54% jarang dan 4,05% menyatakan tidak pernah.

Kata Kunci: VUB Inpari, persepsi petani, tingkat adopsi, gelar teknologi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Diseminasi merupakan bagian integral dari penelitian/pengkajian berbentuk kegiatan penyebarluasan teknologi pertanian. Penyaluran hasil penelitian melalui kegiatan penyuluhan bukan hal yang baru tetapi semakin maju tingkat pengetahuan petani maka makin tinggi pula tuntutan permintaan teknologi untuk meningkatkan terhadap produksi usahataninya. Oleh karena itu diperlukan usaha penyampaian teknologi secara informatif, aplikatif dan efektif dari hasil kegiatan penelitian kepada petani untuk diterapkan pada usahataninya (Anonim, 1999).

(38)

Paransih Isbagio (1998), menyatakan bahwa penyebaran informasi hasil penelitian melalui publikasi sangat diperlukan karena publikasi mampu menjangkau sasaran lebih luas. Bentuk publikasi dan penyampaian informasi melalui audio visual, radio, TV dan lain-lain mempunyai beberapa keunggulan antara lain dapat menyampaikan pesan secara lisan yang berguna bagi pendengar yang minat bacanya rendah, dan dapat didengar sambil bekerja serta biaya relatif rendah. Untuk materi yang sifatnya teknis, metode yang ideal dan memungkinkan adalah melalui praktek langsung di tingkat petani sehingga petani dapat berpikir secara realistis untuk menerapkan suatu teknologi dalam bentuk Gelar Teknologi. Untuk itu BPTP memerlukan suatu system diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relative cepat (Fauziah, 2002). Salah satu system diseminasi atau penyebaran informasi teknologi yang sudah dihasilkan untuk mempercepat alih teknologi kepada petani dan pengguna adalah dengan menggunakan media peragaan teknologi berupa Gelar Teknologi.

Gelar teknologi adalah kegiatan untuk menunjukkan paket teknologi yang diyakini sudah lebih baik dibanding dengan teknologi petani. Gelar Teknologi Padi ini untuk mengenalkan Varietas Unggul Baru (INPARI) dan teknologi budidaya secara PTT di Desa Rimbo Kedui , Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma.

Penerapan hasil penelitian dalam bentuk gelar teknologi diharapkan dapat mendorong proses adopsi teknologi terhadap kelompok tani melalui petani kooperator. Kegiatan ini melibatkan petani secara intensif, penyuluh pertanian, peternakan, petugas inseminator, kepala PosKesWan dan para kelompok wanita tani baik yang berada didesa lokasi pelaksanaan Gelar maupun yang berada didesa lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umpan balik tentang persepsi dan minat adopsi teknologi dari pengguna dilapangan melalui quisioner respon petani, bedasarkan hasil kuisioner.

Gambar

Tabel 1.  Daftar varietas padi yang ditanam petani di  Kecamatan Lebong Selatan.
Tabel 1.  Hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing  varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6
Tabel 2.  Hasil penghitungan jumlah anakan mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing  varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6
Tabel 4.  Keragaan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil penelitian dibandingkan  dengan deskripsi varietas antar perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

TEORI PERTUMBUHAN DUAL SEKTOR Sektor tradisional  surplus tenaga kerja, produktivitas rendah  pertanian PERTUMBUHAN Sektor modern  produktivitas tinggi  sumber akumulasi

Nilai Adjusted R square pada model sebesar 0,980 yang artinya variasi variable nilai ekspor shrimps and prawns (160520) dijelaskan 98% oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien dengan jenis kelamin perempuan merupakan angka kejadian paling banyak, yaitu 402 pasien atau setara dengan 82,54%, sedangkan

Dengan mengetahui data tingkat keasaman air hujan bulan April, Mei dan Juni 2009 hasil observasi di Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang, dan

Kesulitan belajar yang menyebabkan terjadinya kesalahan tahap II yang dilakukan siswa kelas VII G SMP Muhammadiyah 5 Surakarta dalam menyelesaikan soal matematika

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Melalui tangan guru akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, keahlian,

REKONSILIASI RUMAH TANGGA PES YANG DITEMUKAN/ GANTI KRT/ PINDAH DALAM BLOK SENSUS/BERGABUNG DENGAN RUMAH TANGGA LAIN, TETAPI PADA SAAT ST2013 PINDAH KELUAR BLOK SENSUS/TIDAK

Perubahan tutupan/penggunaan lahan periode 2004-2012 menunjukkan adanya trend peningkatan dan penurunan luasan. Peningkatan luasan terjadi pada beberapa jenis