• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi responden survei tersaji pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Deskripsi responden survei persepsi peternak terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul.

No Uraian Keterangan

1. Jumlah responden 75 orang

Persepsi responden terhadap teknologi budidaya

- Baik - 12 orang (16%)

2.

- Kurang baik - 63 orang (84%) Umur responden

- minimum - 22 tahun

- Maksimum - 62 tahun

3.

- rata-rata - 37,2 tahun

Lama menempuh pendidikan

- minimum - 6 tahun

- Maksimum - 12 tahun

4.

- rata-rata - 9,36 tahun

Jumlah kepemilikan sapi

- minimum - 1 ekor

- Maksimum - 7 ekor

5.

- rata-rata - 3,44 ekor

Status kepemilikan sapi

- Pemilik - 21 orang (28%)

6.

- Gaduhan - 54 orang (72%)

Jumlah tanggungan keluarga

- minimum - 1 jiwa

- Maksimum - 6 orang

7.

- rata-rata - 3,44

Pengalaman beternak sapi 8.

- Maksimum - 16 tahun

- rata-rata - 4,6

Sumber: Analisis data primer, 2011.

Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa umur responden rata-rata 37,2 tahun merupakan umur produktif. Tingkat pendidikan rata-rata rendah yaitu hanya tamat SLTP. Kepemilikan sapi rata-rata sekitar 3 ekor, masih efektif dipelihara oleh satu rumah tangga peternak dengan jumlah anggota keluarga rata-rata sekitar 3 orang. Sebanyak 54 orang responden (72%) memelihara sapi dengan sistem gaduhan dan 21 orang (28%) memelihara sapi milik sendiri. Banyaknya sapi yang digaduh disebabkan oleh harga sapi unggul (seperti Brahman Cross dan Limousin) yang mahal sehingga biasanya peternak menggaduh sapi melalui bantuan pemerintah. Persepsi Peternak Terhadap Teknologi Budidaya Sapi Unggul

Pada Tabel 1 terlihat bahwa 63 orang (84%) responden memiliki persepsi yang kurang baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul, sedangkan 12 orang responden (16%) memiliki persepsi baik. Kenyataan ini membuktikan bahwa peternak merasa agak kesulitan dalam memelihara ternak sapi unggul karena membutuhkan pakan yang berkualitas dan cara pemeliharaannya yang harus dikandangkan.

Persepsi merupakan proses pengenalan atau identifikasi sesuatu melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Chaplin (1989) menyatakan bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan panca indera. Persepsi adalah proses aktif timbulnya kesadaran terhadap suatu obyek yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain kebutuhan individu, pengalaman, usia, motif, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat (Ahmadi, 2009).

Nilai validitas dan realibilitas kuesioner cukup baik. Dari 9 pernyataan, terdapat 2 pernyataan yang tidak valid dengan menggunakan korelasi Pearson. Nilai reliabilitas 0,677 telah memadai.

Hasil analisis persepsi dapat menilai kelayakan model regresi, pengaruh variabel bebas (Xi) terhadap variabel persepsi (Y), baik secara bersama-sama maupun parsial, dan rasio peluang (odds ratio) perubahan variabel Y akibat perubahan variabel Xi. Hasil analisis logistik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik survei persepsi petani terhadap teknologi budidaya sapi unggul.

No Variabel Koefisien p-value Odds Ratio 1. X1 (Umur) 0,046 0,608 1,047 2. X2 (Tingkat Pendidikan) 1,224 0,049* 3,399 3. X3 (Jumlah kepemilikan sapi) -0,286 0,755 0,751 4. X4 (Status kepemilikan sapi) 0,790 0,821 2,203 5. X5 (Jumlah tanggungan keluarga) -1,468 0,180 0,230 6. X6 (Pengalaman beternak sapi) 0,332 0,487 1,394

Konstanta -6,005 - -

Kelayakan model (Nagelkerke R2) 0,547 - -

* berbeda nyata pada α=10% Sumber: Analisis data primer, 2011.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa hanya variabel X2 (tingkat pendidikan) yang berpengaruh nyata terhadap persepsi peternak dengan p-value 0,049 pada α=10%, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak nyata. Dengan melihat nilai Nagelkerke R2, keenam variabel bebas mampu menjelaskan varian ketepatan persepsi sebesar 54,7% dan sisanya yaitu sebesar 45,3% dijelaskan oleh faktor lain.

Nilai odds ratio variabel X2 (tingkat pendidikan) sebesar 3,399 dapat diartikan bahwa peluang persepsi peternak yang baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul adalah 3,399 kali apabila tingkat pendidikan meningkat 1 tahun dan variabel lainnya tetap. Artinya bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih lama

memiliki peluang persepsi baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul juga lebih tinggi. Dari hasil analisis persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan. Sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi berpengaruh tidak nyata terhadap persepsi peternak. Tingkat Adopsi Peternak Terhadap Teknologi Budidaya Sapi Unggul

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 66,67% peternak memelihara sapi unggul sedangkan lebihnya 33,33% lainnya masih memelihara sapi Lokal (sapi Bali). Banyaknya peternak tertarik memelihara sapi unggul disebabkan oleh pertumbuhan sapi unggul lebih tinggi dibandingkan sapi lokal, harga jual sapi unggul juga sangat tinggi, dan kemudahan untuk mendapatkan straw dari jenis sapi unggul dengan berkembangnya program Inseminasi Buatan (IB).

Kandang merupakan tempat ternak sapi menghabiskan waktunya untuk beraktivitas dan melangsungkan hidupnya, sehingga sangat berpengaruh terhadap produktifitas ternak sapi yang dipelihara didalamnya. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan kesehatan seperti kandang harus bersih, lantai kering, dilengkapi dengan tempat pakan, air minum dan tempat pembuangan kotoran. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata setiap peternak sudah mengandangkan sapinya baik pada siang hari maupun pada waktu malam, namun 10% dari peternak masih membuat kandang ternaknya menyatu dengan bangunan rumahnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kemalingan ternak sapi apabila ternak sapi dikandangkan jauh dari rumah.

Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari berupa hijauan yang terdiri dari rumput raja dan rumput lapangan yang banyak terdapat dilokasi. Sedangkan pakan tambahan diberikan 1 kali sehari sebanyak 1% dari berat badan ternak berupa campuran dedak padi 55%, kulit kopi 40%, garam dapur 2%, gula merah 1,5%, kapur 1%, dan mineral 0,5%. Sebanyak 86,67% peternak sudah mempunyai kebun rumput yang luasnya bervariasi dan untuk mencukupi kebutuhan hijauan selain memanfaatkan hasil dari kebun rumputnya, juga

memanfaatkan hasil limbah pertanian dan sayuran yang kadang-kadang tidak terjual. Sedangkan 13,33% lainnya masih mengandalkan rumput lapangan yang terdapat dilokasi peternakan disamping limbah pertanian dan sayuran.

Perkawinan ternak sapi dilakukan dengan program IB dan sedikit sekali dengan kawin alam kalau straw lagi habis. Dari hasil wawancara dengan petugas IB, diperoleh informasi bahwa sebagian besar peternak lebih memilih jenis sapi unggul dari jenis simental, limousine dan brahman cross bila dibandingkan dengan sapi lokal untuk dijadikan pemacek sapinya.

Penanganan kesehatan dilakukan secara berkala dengan pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat cacing terhadap ternak yang diduga menderita penyakit cacing. Untuk pemeriksaan peternak melibatkan petugas peternakan dan dokter hewan yang ada di daerah tersebut.

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% peternak memiliki persepsi yang baik terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul. Persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan, sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi tidak mempengaruhi persepsi petani secara nyata. 2. Penerapan teknologi budidaya sapi oleh peternak secara umum telah sesuai

dengan anjuran. Seluruh peternak telah memelihara sapi dengan cara dikandangkan dan memberikan obat cacing serta memandikan sapi secara berkala. Namun 33,33% peternak memilih memelihara jenis sapi lokal (Sapi Bali), 10% peternak masih membuat kandang sapi menyatu dengan bangunan rumah, dan 13,33% peternak belum menanam hijauan makanan ternak (masih mencari rumput di lingkungan sekitar).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong. 2010. Rejang Lebong Dalam Angka. Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Edisi Revisi 2009. Rineka Cipta. Jakarta.

Ditjen Bina Produksi Peternakan.2010. Buku Statistik Peternakan 2009. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.Hendayana, R. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Apresiasi Pengelolaan dan Operasionalisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor.

Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV. Alfabeta. Jakarta.

DISEMINASI TEKNOLOGI PETERNAKAN BERUPA GELAR