• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengujian rata – rata umur responden yang disurvey masih cukup muda, yaitu; 37,30 tahun dengan sebaran usia tertinggi pada umur 36-50 tahun mecapai 49% (18 orang) dan kondisi ini memperlihatkan, bahwa responden dominan masih pada usia produktif. Untuk tingkat pendidikan responden rata-rata berada pada tingkatan 8,14 tahun, masih dibawah standar pendidikan wajib belajar warga negara Indonesia minimal 9 tahun. Tanggungan anggota keluarga rata-rata 4 orang, dimana jumlah tanggungan ini akan mempengaruhi jumlah konsumsi makanan pokok rumah tangga (Tabel 1). Dewanti (2002) dari hasil penelitiannya menunjukan jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap status gizi, karena semakin banyak jumah anggota keluarga akan membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Begitu juga dengan tingkat pendidikan berkaitan erat dengan status gizi keluarga, karena semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin tinggi pula perolehan status gizi anak.

Tabel 1. Karakteristik identitas responden pada desa lokasi pengakajian di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Identitas Responden Desa lokasi

Kelompok Jumlah % Kelompok Jumlah % Kelompok Jumlah % Sri kuncoro 20-35 16 43 0 - 5 2 5 1 – 2 3 8 Pondok Kubang 36-50 18 49 6 - 11 24 65 3 - 4 27 73 Harapan Maju 51-67 3 8 12 - 17 11 30 5 - 7 7 19

Jumlah 37 100 37 100 37 100

Keadaan Sumber Pangan Lokal di Bengkulu Tengah

Hasil identifikasi jenis pangan lokal dilokasi mpengkajian menunjukkan bahwa secara umum di tiap desa lokasi pengkajian beberapa memiliki jenis pangan lokal yang bisa dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti beras, diantaranya yang umum dikonsumsi masyarakat sebagai pangan lokal adalah ubi kayu, ganyong, sukun dan pisang. Jenis pangan ini memang termasuk jenis pangan lokal, seperti yang di gambarkan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu (2011) dimana bahan pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai pengganti beras antara lain; jagung, pisang, ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, sukun dan prenggi.

Iklim tropis di Bengkulu Tengah secara umum menjadikan wilayah pengkajian sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok non beras, seperti halnya potensi umbi-umbian dan buah yang beragam sebagai sumber karbohidrat banyak tumbuh subur ragam jenisnya dan umumnya sudah dikonsumsi masyarakat sebagai sumber pangan lokal seperti; pisang, ubi jalar, ubi kayu, ganyong dan sukun. Walaupun dari segi nutrisi, tanaman umbi-umbian mempunyai nilai nutrisi yang rendah dibandingkan dengan beras maupun kacang-kacangan, terutama kandungan protein dan lemaknya namun cukup tinggi pada kandungan karbohidratnya (Marudut dan Sundari, 2000).

Dari gambaran konsumsi pangan lokal di lokasi pengkajian terlihat bahwa ubi kayu, merupakan komoditas pangan lokal yang paling diminati masyarakat. Dimana sebanyak 34 responden atau 91,90 % mengkonsumsi ubi sebagai makanan selingan selain beras, kemudian diikuti pisang 22 responden (60,66%) dan ganyong 13 responden (35,00%) serta yang paling sedikit peminatnya komoditas sukun yang hanya diwakili oleh 2 responden (Tabel 2). Hal ini bisa disebabkan karena ubi lebih mudah untuk di budidayakan dan pengolahan hasil sebagai produk pascapanen.

Tabel 2. Hasil identifikasi jenis pangan lokal yang dikonsumsi masyarakat pada desa lokasi pengakajian di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Konsumsi Pangan Lokal No.

Jenis pangan lokal Jumlah rumah tangga persentase

1. Ubi 34 91,90

2. Ganyong 13 35,00

3. Sukun 2 6,00

4. Pisang 22 60,66

Hasil uji satatistik untuk jenis pangan lokal yang dikonsumsi oleh responden dmenunjukan, rata-rata responden telah mengkonsumsi 2,4 jenis pangan lokal dengan nilai median 2 jenis pangan. Akan tetapi apabila dilhat secara keseluruhan jumlah jenis konsumsi pangan lokal non beras yang dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Bengkulu Tengah secara umum menunjukan, bahwa masyarakat umumnya mengkonsumsi 2 (dua) dan 1 (satu) jenis atau 40,54% dan 35,13% diikuti dengan mengkonsumsi 3 (tiga) jenis 16,22% dan 4 (empat) jenis 8,11%. Artinya dari ke 4 jenis pangan lokal non beras teridentifikasi yang terbanyak adalah masyarakat mengkonsumsi 2 jenis pangan dan paling sedikit mengkonsumsi 4 jenis pangan (Tabel 3).

Kondisi ini memperlihatkan masyarakat di Kabupaten Bengkulu Tengah walaupun sudah banyak yang mengkonsumsi pangan lokal (non beras), namun belum menunjukan masih rendahnya tingkat diversivikasi pangan masyarakat terhadap pangan lokal pengganti beras. Sehingga pelu menjadi perhatian kita bersama untuk meningkatkan upaya pendampingan terhadap diversifikasi berbagai pangan lokal non beras yang dapat dikonsumsi masyarkat sebagai pengganti komsumsi beras, terutama dari jenis umbi-umbian dan buah lainnya walaupun adanya berbagai hambatan dalam pelaksanaan kepada massyarakat.

Tabel 3. Identifikasi jumlah jenis konsumsi pangan lokal non beras yang dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Jumlah yang mengkonsumsi No. Jumlah Jenis Pangan Lokal

1. Satu jenis pangan 13 35,13 2. Dua jenis pangan 15 40,54 3. Tiga jenis pangan 6 16,22 4. Empat jenis pangan 3 8,11

T o t a l 37 100,00

Kondisi ini disebabkan karena beberapa faktor yang pada akhirnya menghambat upaya diversifikasi pangan berbasis pangan lokal antara lain; 1) ketergantungan masyarakat yang tinggi pada beras untuk dimasak menjadi nasi karena dibandingkan sumber karbohidrat lain, nasi dari beras lebih mudah disiapkan, lebih luwes dengan beragam lauk pauk dan memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, 2) ada anggapan dari sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap belum makan bila belum makan nasi, 3) budidaya umbi-umbian dan buah-buahan kaya karbohidrat belum maksimal, seperti halnya petani menanam padi, 4) pangan lokal diberbagai wilayah belum dapat dikembangkan dalam skala industri dengan berbagai hasil olahan pangan lokal sesuai dengan standar kecukupan gizi yang dianjurkan (Damat, 2009).

Dimanas standar kecukupan gizi tersebut secara ukuran dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu ukuran makro (kecukupan kalori/energi dan kecukupuan protein) dan ukuran mikro (kecukupan vitamin dan mineral), di Indonesia masih menggunakan ukuran makro dengan standar kecukupan kalori ideal sebesar 2200 kkal/kapita/hari yang terdiri dari 1000 kkal kelompok bahan pangan padi-padian, 120 kkal kelompok umbi-umbian, 240 kkal kelompok pangan hewani, 200 kkal kelompok minyak dan lemak, 60 kkal kelompok buah/biji berminyak, 100 kkal kelompok kacang-kacangan, 100 kkal kelompok gula serta 120 kkal kelompok sayur dan buah. Bila diasumsikan responden mengkonsumsi pangan non beras satu kali dalam sehari sehingga mengurangi konsumsi beras yang seharusnya tiga kali menjadi dua kali dengan jumlah konsumsi sebesar 0,083 kg/kapita/hari maka angka ini sudah cukup menunjang pemenuhan kecukupan kalori responden terutama dari kelompok umbi-umbian.

1. Bengkulu Tengah secara umum sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok non beras, namun yang dominan dan paling diminati untuk dikonsumsi masyarakat adalah ubi kayu/jalar, ganyong, sukun dan pisang.

2. Rata-rata Masyarakat telah mengkonsumsi 2,4 jenis pangan lokal pada nilai median 2 jenis pangan, namun dilhat secara keseluruhan jumlah jenis konsumsi pangan lokal non beras yang dikonsumsi secara umum menunjukan masyarakat umumnya mengkonsumsi 2 (dua) dan 1 (satu) jenis atau 40,54% dan 35,13% diikuti dengan mengkonsumsi 3 (tiga) jenis 16,22% dan 4 (empat) jenis 8,11% yang terbanyak adalah mengkonsumsi 2 jenis dan paling sedikit mengkonsumsi 4 jenis pangan.

3. Untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal masyarakat dan perlunya penganekaragaman makanan agar konsumsi terhadap beras dapat menjadi berkurang dan kebutuhan gizi keluarga dapat terpenuhi dangan baik, maka diperlukan ditingkatkan diseminasi atau penyuluhan terhadap diversivikasi dan pengolahan pangan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2009. Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2009. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2010. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2010. Bengkulu.

Damat. 2009. Diversifikasi Pangan Berbasis Pangan Lokal Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Pribadi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Marudut dan Sundari. 2003. Budidaya dan Pascapanen Garut. Penerbit CV. Kanisius. Yogyakarta.

Widowati,S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi. Pengantar Kefalsafah Sains Program Pascasarjana IPB. Bogor.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP