• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI MUTU BERAS HASIL DARI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK

Wilda Mikasari,Taufik Hidayat, Lina Ivanti dan Alfayanti

ABSTRAK

Perkembangan pertanian organik di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang positif, walaupun pasarnya masih terkonsentrasi dibeberapa kota besar saja sehingga penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan. Respon konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada dipasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standarisasi mutu beras. Beras harus diuji mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami) terhadap produktivitas padi yang dihasilkan; 2) Mengetahui mutu beras yang dihasilkan dari pemberian pupuk organik berdasarkan SNI. Penelitian dilakukan dilahan sawah petani desa Rimbo Recap kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dan Laboratorium Pasca Panen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu pada tahun 2011. Bahan yang digunakan adalah gabah padi varietas inpari 13 hasil panen. Parameter yang diuji adalah kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir mengapur, butir kuning, butir gabah, dan benda asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas padi dengan pemberian pupuk organik dari kotoran sapi memperoleh hasil paling tinggi yaitu 7,867 kg//ha GKP disusul kompos jerami 7,750 ton/ha dan tanpa menggunakan kompos 7,633 ton/ha. Hasil yang terendah didapat pada penggunaan kompos ayam yaitu 7,13 ton/ha. Hasil pengujian mutu beras menunjukkanbahwaperlakuan pemberian kompos kotoran sapi paling tinggidenganrendemen 69,60%, danberas yang dihasilkan dikategorikan mutu III untuk penggunaan kompos sapi dan yang lainnya dikategorikan mutu IV.

Kata kunci: mutu beras, pupuk organik

PENDAHULUAN

Perkembangan pertanian organik di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang positif, walaupun pasarnya masih terkosentrasi dibeberapa kota besar saja. Produk-produk pangan organik, terutama dalam bentuk produk segar dan olahan minimal telah diperdagangkandi ritel-ritel modern dan toko khusus yang menjual produk pangan organik. Untuk komoditas perkebunan seperti kacang mete dan kopi bahkan telah menembus pasar ekspor.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan berbagai keunggulan dan peluang yang dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, upaya pengembangan pertanian jenis ini juga dihadapkan pada berbagai kelemahan dan ancaman yang harus segera diantisipasi. Berbagai keunggulan, peluang, ancaman dan kelemahan

dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia antara lain: 1) Kekuatan

(Strengths) terdiri dari: sumber daya hayati yang kaya dan beragam, Lahan original terutama wilayah timur dan tengahserta sebagian wilayah barat Indonesia, penduduk yang besar dan pendapatan perkapita yang terus meningkat merupakan pasar yang potensial; 2) Kelemahan (Weaknesses) antara lain: pengelolaan umumnya petani kecil, mahalnya biaya sertifikasi, akses dan informasi pasar, terlalu

supply driven, kurangnya penelitian dan pengembangan; 3) Peluang

(Opportunities), yaitu: pasar (nasional dan internasional) yang berkembang, trend hidup sehat, skandal pangan (pestisida, hormon) dan keterllibatan LSM dan lembaga donor dalam pengembangan; 4) Tantangan (threats) antara lain: klaim produk konvensional sebagai produk organik, pertanian organik versus ketahanan pangan, petani yang frustasi akibat gagal mengakses harga premium, masuknya produk impor.

Program pemerintah dengan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dimana melalui program ketahanan pangan berupaya untuk mewujudkan ketersedian, aksesibilitas, dan stabilitas pengadaan pangan yang memadai, dimana kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 diprediksi mencapai 30,9 juta ton dengan asumsi bahwa konsumsi beras rata-rata139 kg/kapita/tahun (Yuwanda, 2008). Rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,7% /tahun, maka pemerintah dituntut harus terus meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi.

Sedangkan dalam usaha tani padi, penggunaan varietas unggul dan benih bermutu sangat berperan dalam peningkatan produktivitas dan mutu hasil panen. Potensi varietas dalam meningkatkan produk pertanian dapat dilihat dari mutu produk varietas unggul seperti daya hasil tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit tertentu, umur genjah, kandungan khusus tertentu (pulen, kadar protein tinggi dll), dan kesesuaian dengan pola tanam tertentu.

Preferensi konsumen terhadap nasi di suatu daerah berbeda dengan konsumen di daerah lainnya seperti konsumen di pulau jawa menyukai nasi yang

Secara tidak langsung faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau jenis beras serta varietas beras yang dipakai.

Respon konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada dipasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standarisasi mutu beras. Beras harus diuji mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras giling pada laboratorium uji yang terakreditasi dan dibuktikan berdasarkan sertifikat hasil uji (Suismono, 2002). SNI untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu beras dipasaran, terutama karena pengoplosan atau pencampuran antar kualitas atau antar varietas beras yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui dan mempelajari pengaruh pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami) terhadap jumlah produksi padi yang dihasilkan; 2) Mengetahui mutu beras yang dihasilkan dari pemberian pupuk organik berdasarkan SNI.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan dilahan sawah petani di Desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dengan luas 1 ha dan sistem pertanaman padi menggunakan legowo 4 : 1. Pengujian mutu beras dilakukan di laboratorium pasca panen BPTP Bengkulu pada tahun 2011.

Perlakuan yang diterapkan adalah penanaman padi varietas inpari 13 dengan menggunakan penambahan pupuk organik limbah pertanian yaitu pupuk kompos kotoran ayam, pupuk kompos kotoran sapi, pupuk kompos jerami dengan dosis 0,5 ton/ha dan tanpa menggunakan penambahan pupuk kompos. Dosis pupuk kimia yang digunakan adalah 200 kg/ha urea dan 300 kg/ha NPK Phonska. Sampel gabah dan beras yang diuji seluruhnya berasal dari hasil ubinan.

Bahan yang digunakan adalah gabah padi varietas inpari 13 hasil panen ubinan, sedangkan alat yang digunakan untuk pengolahan dan pengujian mutu adalah mesin penggiling padi, karung, timbangan, timbangan analitik, alat ukur kadar air dan kantong plastik. Sampel gabah diambil dari hasil ubinan kegiatan pengkajian kompetitif 2011 percontohan komponen teknologi pemanfaatan pupuk

organik limbah pertanian untuk padi sawah di kabupaten Rejang Lebong. Jumlah gabah untuk masing-masing sampel sebanyak 7 kg dalam bentuk gabah kering giling. Sampel gabah kemudian digabung per perlakuan pupuk untuk digiling bersamaan dengan rata-rata 21 kg per perlakuan, masing-masing perlakuan diambil sampel beras hasil gilingan sebelum disosoh dan sesudah disosoh sebanayak 100 gram dengan masing-masing 4 ulangan.

Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala, beras patah, butir menir, butir kapur, serta butir kuning dan rusak dengan penjelasan sebagai berikut:

• Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh.

• Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari butir beras utuh.

• Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh.

• Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih seperti kapur dan bertekstur lunak yang disebabkan faktor fisiologis.

• Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah, dan menir yang berwarna kuning atau kuning kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan 2006).

Peralatan yang dipergunakan terdiri atas alat penampi atau pembersih gabah (aspirator) untuk memisahkan gabah isi dan gabah hampa, alat pemecah kulit gabah (rice husker) untuk memperoleh beras pecah kulit (BPK), alat penyosoh (rice polisher) untuk menyosoh beras pecah kulit hingga diperoleh beras berwarna putih, ayakan menir (seive) ukuran 2,5 mm untuk memperoleh butir menir, dan alat pemisah ukuran beras (rice drum grader) untuk memisahkan beras kepala dan utuh dengan beras patah. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriftif dengan mengacu kepada SNI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil produksi padi dengan pemberian pupuk organik limbah pertanian kotoran ayam, kotoran sapi dan jerami secara deskriftif tidak begitu berbeda dengan yang tidak diberikan pupuk kandang. Hal ini dapat dilihat dari hasil ubinan yang didapat. Data hasil ubinan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Produktivitas padi sawah pada beberapa perlakuan pupuk organik (ton/ha).

Perlakuan/Ulangan Kompos Ayam Kompos Sapi Kompos Jerami Kontrol

1 7,6 7,4 7,1 7,7

2 7,7 8,2 8,4 8,6

3 6,1 8 6,5 6,6

Rata-rata 7,133 7,867 7,750 7,633

Berdasarkan data hasil ubinan di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata hasil produksi tertinggi sebesar 7,867 ton/ha dengan perlakukan pemberian pupuk organik/kompos kotoran sapi dan yang terendah adalah perlakuan dengan pemberian pupuk kompos ayam dengan rata-rata produksi 7,133 ton/ha. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kompos kotoran sapi mampu meningkatkan hasil produksi tertinggi padi. Hal tersebut bisa dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 1. Grafik Produksi padi berdasarkan hasil ubinan 5m x 2m.

Hasil pengujian mutu beras dari beberapa ubinan yang diambil menunjukkan bahwa rendemen beras giling dari inpari 13 berkisar antara 65,80 % sampai 69,60. Rendemen paling tinggi didapat dari perlakuan pemberian kompos kotoran sapi dan tidak jauh berbeda dengan rendemen pemberian kompos jerami yakni sebesar 69,31%. Rendemen terendah dihasilkan dari pemberian pupuk kompos kotoran ayam.

Tabel 2. Kadar air gabah saat penggilingan dan rendemen yang dihasilkan dari proses penggilingan (putaran mesin 700-800 rpm).

No Perlakuan Ka (%) Berat Padi (Kg) Berat Beras (Kg) Rendemen (%) 1 Penambahan Kompos Ayam 9,95 18,80 12,37 65,80 2 Penambahan Kompos Sapi 9,50 17,30 12,04 69,60 3 Penambahan Kompos Jerami 9,05 17,40 12,06 69,31

4 Kontrol 8,80 17,20 11,74 68,26

Rendemen beras giling dipengaruhi oleh varietas, karakteristik gabah, cara dan alat penggilingan, mutu beras yang hendak dicapai, teknik budi daya, dan agroekosistem pertanaman padi. Rendemen beras giling yang tinggi belum tentu diikuti oleh persentase beras kepala yang tinggi. Hasil penelitian justru menemukan hubungan yang berkebalikan dengan kedua kriteria mutu tersebut (Sutrisno et al. 2002).

Untuk kadar air beras pun tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan masing-masing perlakuan diberikan penanganan pascapanen yang sama, namun setelah dipisahkan berdasarkan komponen mutu beras, terdapat variasi pada persentase beras kepala dan beras patah atau pecah, sedangkan butir menir, butir kapur, dan butir kuning rusak tidak terlalu bervariasi. Variasi persentase beras kepala dan beras patah bisa disebabkan oleh lokasi pertanaman padi atau penanganan pascapanen yang berbeda serta kesehatan tanaman. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa beras yang dihasilkan dikategorikan kedalam mutu III dan mutu IV. Pemberian pupuk organic dari kompos kotoran sapi menghasilkan beras dengan kwalitas mutu III berdasarkan butir kepala sementara yang lainnya dikategorikan mutu IV.

Tabel 3. Hasil analisa mutu beras sebelum disosoh.

Perlakuan/ No

Variabel Pengamatan Ayam Sapi Jerami Kontrol 1 Kadar Air (%) 11 11 11 11 2 Butir Kepala (%) 77,17 79,83 74,54 73,03 3 Butir Patah(%) 18,06 16.77 21,63 22,11 4 Butir Menir (%) 2,31 2,12 2,12 3,72 5 Butir Mengapur (%) 2,46 1,28 1,71 1,14 6 Butir Kuning (%) 0 0 0 0 7 Butir Gabah (%) 0 0 0 1 butir 8 Benda asing (%) 0 0 0 0

Tabel 4. Hasil analisa mutu beras sesudah disosoh. Perlakuan/

No Variabel Pengamatan Ayam Sapi Jerami Kontrol 1 Kadar Air (%) 11 11 11 11 2 Butir Kepala (%) 76,56 78,34 74,03 74,18 3 Butir Patah (%) 16,33 17.65 21,72 20,16 4 Butir Menir (%) 4,18 1,97 2,58 3,72 5 Butir Mengapu (%) 2,93 2,04 1,67 1,94 6 Butir Kuning (%) 0 0 0 0 7 Butir Gabah (%) 0 0 0 0 8 Benda asing (%) 0 0 0 0

Persentase beras kepala pada sampel yang berasal dari pertanaman padi yang menggunakan pupuk organik kotoran sapi paling tinggi dengan beras patah paling sedikit dan butir menir tidak terlalu berbeda dengan yang lain. Beras patah bisa terjadi jika pada saat digiling, gabah masih agak basah atau terlalu kering. Sisa patahan beras yang kecil membentuk butir menir. Beras patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan. Batu sosoh yang baru dapat menghasilkan beras patah tinggi, sedangkan batu sosoh yang sudah aus menghasilkan beras patah lebih sedikit. Besarnya persentase beras patah dan butir menir ini juga bisa disebabkan oleh kurang sehatnya gabah yang dihasilkan karena pada gabah tersebut terdapat bercak-bercak.

Berdasarkan hasil pengujian mutu beras, terhadap sampel yang sudah disosoh yang berasal dari pupuk organik sapi menghasilkan beras kepala 78,34% atau termasuk dalam kategori mutu III standar SNI. Sementara sampel gabah yang

lainnya menghasilkan beras kepala dibawah 78% sehingga termasuk ke dalam kategori mutu IV.

Tabel 5. Persyaratan mutu beras menurut SNI 6128: 2008. Komponen Mutu Satuan Mutu

I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Derajad Sosoh (Minimum) % 100 100 95 95 95 Kadar Air (Maksimum) % 14 14 14 14 15 Beras Kepala (Minimum) % 95 89 78 73 60 Butir Patah (Maksimum) % 5 10 20 25 35 Butir Menir (Maksimum) % 0 1 2 2 5 Butir Merah (Maksimum) % 0 1 2 3 3 Butir kapur (Maksimum) % 0 1 2 3 5

Bneda Asing (Maksimum) % 0 1 2 3 5

Butir Gabah (Maksimum) Butir/100 gr 0 1 1 2 3

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2008).

Tabel 6. Kategori mutu per komponen yang diamati.

Komponen Mutu Satuan Ayam Sapi Jerami Kontrol Kadar Air (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Beras Kepala (Minimum) % Mutu IV Mutu III Mutu IV Mutu IV Butir Patah (Maksimum) % Mutu III Mutu III Mutu IV Mutu IV Butir Menir (Maksimum) % Mutu III Mutu III Mutu III Mutu V Butir Merah (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Butir kapur (Maksimum) % Mutu IV Mutu III Mutu III Mutu III Bneda Asing (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Butir Gabah (Maksimum) Butir/100 gr Mutu I Mutu I Mutu I Mutu II

Untuk sampel dari beberapa perlakukan saat penanaman terdapat dua kelas mutu yang dapatdijadikan pedoman berdasarkan persentase beras kepala dan persentase beras patah menjadi dua kategori mutu, yaitu untuk sampel dengan pupuk kompos kotoransapi dikategorikan mutu III dan sampel perlakuan pupuk kompos kotoranayam, jerami dan tanpa menggunakan kompos menghasilkan beras yang termasuk dalam kategori mutu IV.

Hasil pengujian mutu beras kepala dari beberapa sampel perlakuan tanaman menunjukkan tidak terdapat beras yang termasuk mutu I karena beras kepala tidak mencapai minimum 95%. Namun, beras mutu III masih disukai konsumen karena beras patahnya berkisar 10-20%.

Dengan adanya kelas mutu, pedagang atau pelaku pasar beras akan lebih mudah memilih segmen pasar yang akan dituju. Namun, sebelum beras didistribusikan ke pasar atau konsumen, perlu dilakukan pengujian mutu beras oleh laboratorium pengujian mutu beras yang terakreditasi.

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa:

1. Pemberian pupuk organik dari kotoran sapi menghasil produksi padi lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk organik yang lain yaitu sebesar 7,867 ton/ha GKP.

2. Pemberian pupuk organik kotoran sapi menghasilkan mutu beras III lebih baik dibandingkandengan mutu beras dengan pemberian pupuk organik kotoran ayam dan jerami yaitu dikatagorikan mutu beras IV.

3. Dengan dilakukan pengukuran atau identifikasi secara kuantitatif terhadap karakter fisik beras dan menentukan klasifikasi mutu beras yang yang dihasilkan maka diharapkan konsumen dan pelaku pasar beras akan lebih mudah memilih segmen pasar yang akan dituju.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Beras Giling. SNI 6128:2008. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 9 hlm.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. 2006. Laporan Pelatihan dan Pedoman Penanganan Pascapanen Padi, Palembang, 27-28 Februari 2006. Kerja Sama IRRI - SSFFMP - BPTP Sumatera Selatan. hlm. 9-13.

Puslitbangtan. 2006. Padiunggulspesifikdaerah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol.28. No.2,Bogor.Page 4-5.

Suismono. 2002. Standardisasi mutu untuk perdagangan beras di Indonesia. Majalah Pangan 39(XI): 37-47.

Suprihatno, B., A.A. Darajat, Satoto, Baehaki S.E., B. Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian TanamanPadi, Sukamandi. hlm. 15.

Sutrisno, Suismono, Jumali, dan J.S. Munarso. 2002. Cara berproduksi yang baik dalam industri beras. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 22 hlm.

Yuwanda,W. 2008. Prospek pengembangan padigogo aromatic dalam upaya menunjang ketahanan Pangan. http://cdsindonesiawordpress.com/2008/03/31/prospek pengembangan padigogo aromatic 25/4/2008.p.3.Sukamandi. 22 hlm.