• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOKAL DI PROVINSI BENGKULU Alfayanti dan Dedi Sugandi

ABSTRAK

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan berbasis pangan lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu. Pengkajian dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2011 dengan lokasi pengkajian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kabupaten Bengkulu Tengah Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Seluma, dan Kota Bengkulu dengan jumlah responden berjumlah 120 orang. Responden dipilih berdasarkan kriteria sebagai anggota kelompok wanita tani atau perorangan yang melakukan budidaya dan atau pengolahan hasil tanaman pangan non beras berbasis pangan lokal. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) berupa meliputi identitas responden, data sosial ekonomi, perilaku konsumsi serta data kelembagaan. Data sekunder yang digunakan seperti data produksi beras dan pangan non beras. Pengujian data menggunakan teknik analisis OLS (Ordinary Least Square). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non beras berbasis pangan lokal di Provinsi Bengkulu adalah umur, jumlah tanggungan keluarga dan frekuensi konsumsi pangan lokal.

Kata Kunci: konsumsi, pangan, non beras

PENDAHULUAN

Peran sektor pertanian sangat strategis, selain sebagai pemasok devisa, sektor pertanian merupakan penghasil utama pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia. Ketersediaan pangan yang cukup akan menentukan kualitas sumber daya manusia

dan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan (Mantau dan Bahtiar, 2010). Selain itu, pangan memiliki peran memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian daerah dan nasional. Mengingat perannya yang begitu sentral, maka pembangunan ketahanan pangan posisinya sangat strategis.

Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, yaitu tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri atau sumber lainnya.

Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan salah satu jalan keluar yang cukup rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Menurut Widowati (2003), melalui penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional. Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, maka langkah penting yang cukup rasional yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal guna mencegah terjadinya krisis pangan.

Dalam konteks Indonesia keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi pangan non beras (Suyastiri,2008). Konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 139 kg/kapita/tahun (BPS, 2010). Thailand salah satu produsen beras dunia hanya mengkonsumsi beras per kapita per tahun sekitar 72 kg, Malaysia sekitar 63 kg dan Jepang sekitar 52 kg (Nganro,2009) dan rata-rata

konsumsi beras masyarakat dunia hanya 60 kilogram per kapita per tahun (Nurdin, 2008).

Bengkulu diketahui memiliki ketersediaan bahan pangan yan beragam, dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin maupun mineral. Iklim tropis di Bengkulu menjadikan wilayah Bengkulu sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok selain beras. Misalnya, potensi umbi-umbian yang beragam sebagai sumber karbohidrat dapat tumbuh dengan subur dan beragam jenisnya seperti; ubi jalar, ubi kayu, garut, ganyong dan lain-lain.

Data Badan Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu menunjukkan bahwa sampai saat ini upaya pemenuhan konsumsi kalori di Bengkulu masih didominasi oleh kelompok padi-padian, sedangkan kelompok pangan yang lain kontribusinya masih sangat rendah. Pada tahun 2008 dari konsumsi 2.074 kalori sebanyak 1327,7 kalori (66,4%) dipenuhi dari padi-padian, sedangkan sisanya dipenuhi oleh kelompok pangan yang lain seperti umbi-umbian 53,9 kalori (2,7%), kacang-kacangan 44,2 kalori (2,2%), sayur dan buah 109 kalori (5,4%). Sampai saat ini upaya pemenuhan kalori bagi masyarakat Bengkulu masih didominasi beras yaitu sebesar 113,8 kg per kapita per tahun (Badan Ketahanan Pangan,2011).

Ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali potensi lokal yamg berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Pada saat mendatang diharapkan akan terwujud pola konsumsi pangan masyarakat yang bergizi, beragam dan berimbang berbasis potensi lokal yang bermuara pada terwujudnya ketahanan pangan yang berkelanjutan. Oleh karenanya diversifikasi pangan potensi lokal menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera diupayakan. Sehingga perlu dilakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan berbasis pangan lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu.

Pengkajian ini dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2011. Lokasi pengkajian meliputi Kabupaten Bengkulu Tengah (37 responden), Kabupaten Bengkulu Utara (40 responden), Kabupaten Seluma (18 responden) dan Kota Bengkulu (25 responden) sehingga sampel berjumlah 120 orang. Pemilihan lokasi dan responden dipilih secara purposive (sengaja). Responden dipilih berdasarkan kriteria sebagai anggota kelompok wanita tani atau perorangan yang melakukan budidaya dan atau pengolahan hasil tanaman pangan non beras berbasis pangan lokal seperti ganyong, ubi kayu, ubi jalar, garut, pisang dan lain-lain.

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data adalah metode survei. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD)

pada semua responden. Data primer yang dihimpun meliputi identitas responden (nama, umur, pendidikan formal, alamat), data sosial ekonomi (jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga), perilaku konsumsi (jenis makanan pokok, frekuensi, jumlah, bentuk, biaya konsumsi makanan beras dan non beras), penguasaan lahan (status tempat tinggal, luas pekarangan, pemanfaatan pekarangan, luas lahan usaha) serta data kelembagaan (organisasi, pelatihan dan program yang diikuti).

Analisis data faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non beras berbasis pangan lokal dilakukan dengan teknik analisis OLS (Ordinary Least Square) dengan model yang digunakan sebagai berikut :

Y = b0a +b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7D1+e

Dimana:

Y = Jumlah konsumsi pangan non beras (kg/bulan) a = Konstanta

b0-7 = Koefisien regresi X1 = Umur (tahun)

X2 = Pendidikan formal (tahun)

X3 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X4 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bulan) X5 = Harga pangan lokal (Rp/kg)

D1 = Pelatihan pengolahan pangan lokal (Dummy, telah mengikuti pelatihan=1, belum mengikuti pelatihan=0)

E = error

HASIL DAN PEMBAHASAN