• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Perbaikan lahan

Perbaikan lahan dilakukan sebelum pengelolaan lahan pada tanaman RPC. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki petak kebun, memperbaiki sistem drainase, menghilangkan water lock pada petak, dan mengembalikan tanah yang tererosi ke tengah petak. Peralatan yang digunakan untuk perbaikan lahan adalah bulldozer, excavator, dan dum truck.

2. Brushing

Brushing bertujuan untuk memotong sisa-sisa tunggul dari tanaman tebu sebelumnya dan meratakan guludan sehingga memudahkan dalam kegiatan pembajakan. Implemen yang digunakan dalam kegiatan brushing adalah garu piring (disc harrow) dengan jumlah piringan sebanyak 28 buah dengan arah kerja searah dengan barisan tebu. Kapasitas kerja traktor untuk brushing adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.

(2)

Gambar 2. Brushing

3. Aplikasi stillage

Pemberian stillage diberikan sebagai pengganti pupuk KCl, karena salah satu unsur hara yang terkandung dalam stillage unsur K. Stillage merupakan hasil samping dari proses pengolahan tetes menjadi etanol dan digunakan sebagai pengganti pupuk KCl karena mengandung N, P2O5, dan K2O sebagai unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman.

Kandungan K2O dalam stillage berkisar antara 1.8-2.4 %, sedangkan

kandungan N adalah 0.34 % dan kandungan P2O5 adalah 0.65 %.

Pemberian stillage biasanya dilakukan untuk semua kategori tanaman baik RPC maupun RC. Untuk tanaman RPC, stillage diaplikasikan setelah penebangan dan sebelum kegiatan bajak . Stillage diaplikasikan diantara barisan tanaman tebu. Sedangkan untuk tanaman ratoon, stillage diberikan setelah kegiatan penggemburan oleh Terra Tyne pada barisan rumpun tebu. Pelaksanaan pemberian stillage di lapangan dilakukan oleh traktor kecil 80 HP . Dosis pemberian stillage adalah 20 000 l/ha.

(3)

Gambar 3. Aplikasi Stillage

4. Penebaran blotong

Blotong merupakan produk samping pengelolaan tebu menjadi gula. Pemberian blotong ke areal bertujuan untuk menangani permasalahan limbah industri sekaligus meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Penyebaran blotong ke lahan dilakukan dengan menggunakan dum truck dengan muatan 8 ton dan dosis pemberian blotong adalah 40 ton/ha. Untuk memudahkan penebaran blotong sebelumnya lahan yang akan diaplikasikan dipasang pancang atau tanda. Penebaran blotong dilakukan secara merata dengan menggunakan tenaga manusia dengan jarak berkisar 2-3 m antar tumpukan kecil. Penebaran blotong dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja 3-4 tumpukan/orang.

(4)

5. Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, menambahkan unsur Ca kedalam tanah. Hal ini mengingat kondisi tanah di PT Gula Putih Mataram didominasi oleh podsolik merah kuning atau ultisol yang pada umumnya memiliki pH tanah, kadungan bahan organik serta KTK tanah yang rendah. Pengapuran dilakukan dengan cara penaburan Gypsum (CaSO4.2H2O) dan Lime (Ca). Penaburan kapur dilakukan pada lahan

secara merata dengan dosis Gypsum 1 ton/ha dan Lime 2 ton/ha. Penaburan kapur dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja sebesar 1.67 ha/orang.

Gambar 5. Penebaran kapur secara manual

6. Pembajakan

Aktivitas ini bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa-sisa vegetasi awal dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bajak singkal (moldboard plough) dengan tiga titik. Implemen moldboard plough ditarik dengan menggunakan traktor medium berdaya 150 HP dengan sistem penggandengan fully mounted implement dengan tiga titik gandeng. Pada kondisi normal dimana tanah dalam kondisi lapang, kedalaman olah mencapai 35-40 cm dengan kapasitas kerja pembajakan adalah 0.30-0.33 ha/jam.

(5)

Gambar 6. Pembajakan

7. Penggaruan

Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah hasil pembajakan serta membenamkan gulma yang tumbuh sehingga diperoleh kondisi tanah yang remah, permukaan relatif rata. Aktivitas ini biasanya dilaksanakan sebanyak 2 kali setelah pembajakan. Implemen yang digunakan sama dengan implemen brushing yaitu garu piring (disc harrow) dengan 28 disk dengan jumlah disk sebanyak 28 buah dan arah kerja searah memotong arah bajak. Kapasitas kerja traktor untuk penggaruan adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.

(6)

8. Track Marking

Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan tempat bibit tebu yang akan ditanam (alur tanaman) dan alur untuk pemupukan dasar. Pembuatan kairan dilakukan sedalam 40-50 cm dengan jarak antara pusat guludan 185 cm. Implement yang digunakan adalah track marker yang ditarik dengan menggunakan traktor medium 150 HP. Kapasitas kerja track marking adalah sekitar 0.5-0.6 ha/jam.

Gambar 8. Track making

9. Ripping

Kegiatan ripping bertujuan untuk memecah lapisan dalam tanah atau lapisan kedap air sehingga memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan adalah ripper yang dilengkapi dengan hollow buster yang berfungsi membentuk rongga tanah hasil ripper. Implement ini ditarik dengan traktor medium 150 HP. Kedalam olah ripping berkisar 60-65 cm dengan kapasitas kerja traktor sebesar 0.7 ha/jam.

10. Furrowing dan basalt dressing

Kegiatan ini bertujuan untuk membuat alur tanam sekaligus memberikan pupuk basalt atau pupuk dasar dan insektisida ke dalam tanah. Jarak tanam dalam row sekitar 60-70 cm sedangkan jarak antar row sekitar 120 cm dengan kedalaman 30 cm . Pupuk yang diberikan adalah pupuk ZA dan TSP dengan dosis masing-masing sebanyak 100

(7)

kg/ha sedangkan insektisida yang digunakan adalah karbofuran yang berbentuk granular dengan dosis 30 kg/ha. Implemen yang digunakan adalah furrower dengan kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam.

Pembibitan

Pengadaan bibit tanaman disesuaikan dengan kebutuhan bibit untuk kebun tebu komersial pada tahun tanam berikutnya. Untuk varietas komersial, bibit yang ditanam dalam bentuk lonjoran yang dicacah menjadi bagal atau calon bibit dengan 3 mata tunas. Masing-masing divisi memiliki areal kebun bibit sendiri untuk memenuhi kebutuhan bibit tiap divisi namun pemenuhan kebutuhan bibit juga diperoleh dari divisi lain. Rasio kebutuhan bibit adalah 1:5 untuk bibit berumur >7 bulan, artinya setiap 1 ha kebun bibit mampu memenuhi 5 ha areal tanam..

Agar bibit yang ditanam terbebas dari hama dan penyakit, dilakukan perlakuan terhadap bibit khusus untuk percobaan. Sebelum ditanam bibit dipotong-potong menjadi 1-2 mata tunas dan selanjutnya diberi perlakuan air panas (Hot Water Treatment/HWT) dengan suhu 500C selama 2 jam. Pemotongan bibit dengan menggunakan golok yang telah dicelupkan kedalam larutan Lysol 20 % (Cresylic acid) yang telah dilarutkan dengan air untuk mencegah timbulnya penyakit pembuluh (Ratoon Stunty Deseases).

Penanaman

Penentuan varietas dan waktu tanam didasarkan atas kemasakan tebu dan bulan tanam. Untuk bulan tanam bulan April-Juni, dipilih varietas yang masak awal, untuk bulan tanam bulan Juli-Agustus, dipilih varietas yang masak tengah. Sedangkan untuk bulan tanam bulan September-November dipilih varietas yang masak akhir. Kegiatan penanaman meliputi penebangan bibit, pengeceran bibit, pencacahan bibit, dan penutupan bibit.

1. Penebangan bibit

Tebang bibit adalah kegiatan menebang bibit dari varietas tebu yang sudah dipilih/ditentukan untuk kegiatan tanam. Penebangan bibit

(8)

dilakukan dengan menggunakan golok tebang yang tajam dan bersih. Penebangan tebu dilaksanakan rata tanah dengan tinggi tunggul kurang dari 5 cm dan pucuk tebu dipotong pada titik tumbuhnya kemudian diikat dalam ikatan kecil sekitar 20-25 batang. Agar kesegaran bibit terjaga, diusahakan secepat mungkin bibit diangkut ke areal tanam.

2. Pengangkutan dan pembongkaran bibit

Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut bibit dari petak tebang bibit ke areal tanam dan membongkar bibit yang telah diangkut ke areal tanam untuk selanjutnya diecer di petak tanam. Bibit yang telah ditebang dan diikat kemudian diangkut ke areal tanam dengan menggunakan truk/trailer. Agar kesegaran bibit terjaga, pengangkutan bibit harus sesegera mungkin dilaksanakan atau paling lama 2 hari setelah tebang. Kapasitas angkut truk adalah dua rit per hari dengan kapasitas rit adalah 0.4 ha bibit.

Pembongkaran bibit merupakan kegiatan penurunan bibit dari dalam truk pengangkut bibit ke areal tanam yang dilakukan secara manual. Pembongkaran bibit harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan pada mata bibit.

Gambar 9. Tebang bibit dengan tenaga manusia

(9)

3. Pengeceran, pencacahan dan penutupan bibit.

Pengeceran bibit adalah kegiatan menyusun bibit tebu pada kairan sebelum pencacahan bibit agar populasi tebu yang ditanam seragam. Dalam pengeceran bibit diatur agar pucuk tebu bertemu dengan pangkal, bibit tebu diecer secara rangkap dua dengan overlapping antara ujung satu dengan lainnya sekitar 25 %.

Setelah bibit diecer kemudian dilakukan pencacahan, yaitu aktivitas pemotongan bibit tebu pada dasar kairan pada setiap 2 atau 3 mata tunas, dengan tujuan untuk memberikan efek keseragaman dalam perkecambahan. Penutupan tebu dan irigasi dilakukan sesegera mungkin setelah bibit tebu dicacah. Penutupan tebu dilakukan secara merata dengan tanah yang remah atau gembur setebal 5-10 cm. penutupan bibit biasanya dilaksanakan setelah pelaksanaan irigasi pertama.

Pengeceran bibit Pencacahan bibit

Penutupan bibit

(10)

4. Pemadatan tanah( Compacting).

Kegiatan ini untuk mengurangi rongga udara antara tanah penutup dengan bibit tebu, tujuan pemadatan adalah untuk merangsang keseragaman dan perkecambahan, serta mengurangi penguapan tanah. Alat yang digunakan adalah traktor kecil. Pemadatan dilakukan dengan cara melintaskan ban traktor di atas row tebu dan dilakukan paling lama 2 hari setelah penutupan bibit. Traktor yang digunakan merupakan small traktor berdaya 90 HP dengan ban traktor yang telah disesuaikan dengan lebar row tebu agar tidak merusak row tebu.

Gambar 11. Pemadatan tanah dengan ban traktor

Irigasi

Pemberian air irigasi bertujuan untuk menambah persediaan air tanah yang dapat diserap akar, meningkatkan kelembaban tanah, serta untuk mempercepat/merangsang perkecambahan bibit. Hal yang perlu diperhatikan adalah irigasi dilakukan apabila kondisi tanah pada saat tanam dalam kondisi kering. Pada tanaman RPC Irigasi biasanya dilakukan setelah bibit tebu diecer pada kairan dilakukan sebelum penutupan bibit. Irigasi I dikenal dengan irigasi terbuka, dilakukan setelah bibit diecer atau sebelum bibit ditutup dengan tanah. Irigasi II atau irigasi tertutup dilakukan setelah kegiatan penutupan (covering) bibit.

(11)

Irigasi terbuka Irigasi tertutup Gambar 12. Pemberian irigasi dengan sprinkler

Sistem irigasi yang digunakan di PT GPM adalah dengan irigasi curah (sprinkler irrigation). Air irigasi berasal dari lebung yang dekat petak tanam, dan penerapannya dikonsentrasikan pada tanaman baru atau RPC. Sprinkler yang digunakan mempunyai nozzle big gun dengan diameter curahan antara 30-50 meter. Nozzle big gun dipasang dengan jarak 8 pipa (satu titik penyiraman) dan panjang pipa adalah 6 meter. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h

1. Prosedur irigasi

Prosedur yang diterapkan dalam pemberian irigasi curah di PT. Gula Putih Mataram adalah sebagai berikut :

1. Menentukan sumber air yang cukup dan berdekatan dengan areal yang akan diirigasi.

2. Mempersiapkan peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan 3. Membawa mesin dan perlengkapan ke lokasi

4. Menempatkan mesin pada posisi datar

5. Mengecer pipa pada areal yang akan diirigasi dan menurunkan perangkatnya.

(12)

6. Setting pipa 6” dari mesin minimal 3 pipa berikut recuder 6”→4” kemudian dilanjutkan dengan pipa 4” yang digunakan sebagai pipa primair.

7. Setting pipa 4” berikut pemasangan big gun.

8. Menyambungkan suction hose pada mesin kemudian turunkan kedalam air dengan posisi menghadap kebawah berikut saringan. 9. Mengisi air kedalam suction hose melalui corong hingga penuh

kemudian menutup kran pemancing air.

10. Mengidupkan mesin untuk memompa air, kemudian secara bertahap ditingkatkan rpm nya maksimal 1800 rpm, untuk mencapai curahan yang dikehendaki

11. Untuk mencapai overlap curahan yang merata jarak antar big gun ditentukan

12. Lamanya waktu pentiraman 2 jam, dengan asumsi selama 2 jam penyiraman kedalaman siram mencapai 15 cm.

13. Operasional irigasi dilakukan setelah cacah bibit dan cover bibit 14. Gate valve digunakan untuk memutuskan aliran air dari pipa

primair ke pipa sekunder, sedangkan T Joint digunakan untuk membagi air dari pipa primer ke pipa sekunder

15. Sebelum pindah ke lokasi lain harus dilakukan pemeriksaan peralatan di areal, jangan sampai ada peralatan yang tertinggal. 2. Waktu irigasi

Pelaksanaan irigasi pada tanaman RPC dilakukan setelah bibit diecer dan setelah penutupan bibit sedangkan pada tanaman ratoon, irigasi dilakukan setelah sebelum penyemprotan pestisida pra tumbuh.

Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h

(13)

Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical maintanance)

Pemeliharaan tanaman secara mekanis merupakan pemeliharaan tanaman yang dalam aplikasinya mengunakan peralatan-peralatan mekanik. Adapun kegiatan pemeliharaan secara mekanik adalah sebagai berikut :

1. Pengeprasan tunggul

Pengeprasan tunggul dilakukan setelah tanaman tebu ditebang dengan tujuan agar tunas yang tumbuh berasal dari perakaran tebu sehingga perakaran tebu lebih kuat selain itu agar tunas yang tumbuh lebih banyak dan seragam sehingga pertumbuhan tebu menjadi seragam. Implemen yang digunakan adalah stable saver yang terdiri dari sebuah plat lingkaran dengan enam mata pisau pemotong dan rantai disekeliling implemen. Implemen ditarik menggunakan traktor kecil 80 HP dengan kapasitas kerja 0.5 ha/jam.

2. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi tanaman tebu dalam jumlah yang cukup dan berimbang, selain itu juga untuk merangsang pertumbuhan dan menstimulasi perkembangan akar. Berdasarkan waktu aplikasi, pemupukan dibedakan dua kali, yaitu pemupukan sekali dan pemupukan bertahap.

Dosis pupuk yang diberikan harus sesuai dengan jumlah yang mencukupi untuk tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan hara tanaman dan menentukan dosis pupuk dilakukan analisis tanah dan analisis daun. Selain itu penentuan dosis pupuk juga berdasarkan hasil percobaan pemupukan yang dilakukan. Pertimbangan yang diambil adalah jumlah pupuk yang diberikan paling sedikit tetapi dapat memberikan produksi yang tinggi.

Jenis pupuk yang digunakan PT GPM antara lain Urea (40% N), KCl (60% K2O), TSP (40 % P2O5), dan ZA (24 % N). Sebelum aplikasi,

pupuk yang akan digunakan dicampur terlebih dahulu agar pupuk menjadi homogen sehingga memudahkan aplikasi. Pencampuran

(14)

pupuk dilakukan pada hari yang sama dengan waktu aplikasi setelah dosis pupuk ditentukan. Pupuk dicampur di tempat pencampuran pupuk setelah dicampur, pupuk lalu didistribusikan ke areal yang akan dipupuk. Kemudian pupuk tersebut dituangkan ke dalam corong penampung Fertilizer Aplicator (FA).

Pemupukan sekali (Single dressing) diberikan pada semua tanaman ratoon. Pemupukan dengan cara ini diaplikasikan sebelum penggemburan dengan Terra Tyne, pupuk disebarkan dalam row diantara barisan tebu.

Pemupukan bertahap dibedakan menjadi pupuk pertama (basalt) dan pupuk kedua (top dressing). Untuk top dressing terdapat dua tipe fertilizer applicator yang digunakan yaitu fertizer applicator tipe pedang dan fertilizer applicator tipe combin. Fertilizer applicator tipe pedang ditarik menggunakan small traktor berdaya 76-90 Hp dengan kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam sedangkan fertizer applicator tipe combin ditarik dengan menggunakan medium traaktor berdaya 140 HP dengan kapasitas kerja 0.4-0.5 ha/jam. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah pembuatan alur tanaman dan sebelum penanaman bibit. Pupuk diberikan pada kedalaman 5-10 cm dibawah dasar alur tanaman dengan cara disebar di sepanjang alur tanaman. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah penggemburan oleh Tyne Cultivator yaitu 6-8 minggu setelah tanam. Pemupukan kedua diberikan diantara barisan tanaman. Untuk lahan yang diaplikasikan stillage tidak diberikan pupuk KCL.

Tabel 5. Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC :

Kategori Urea (kg/ha) TSP (kg/ha) KCl (kg/ha) ZA (kg/ha) RPC Basalt - 280 - 100 Top dressing 283 - 240 - RC Single dressing 283 280 240 - Sumber : Divisi 3 PT. GPM, 2010

(15)

3. Kultivasi

Pengoperasian alat-alat mekanik pada areal mengakibatkan adanya pemadatan tanah sehingga kondisi fisik tanah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Kegiatan kultivasi bertujuan untuk menggemburkan dan meratakan permukaan tanah, membantu meningkatkan aerasi perakaran tebu, memutuskan perakaran tebu sekaligus mengendalikan/mematikan gulma.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan kultivasi dibedakan menurut kategori tanaman tebu. Untuk tanaman RPC peralatan yang digunakan adalah Tyne Cultivator dengan traktor 150 HP. Untuk tanaman ratoon, kultivasi dilakukan dua kali. Aplikasi pertama menggunakan Terra Tyne, sedangkan aplikasi kedua dilakukan dengan menggunakan Ripper.

Leaf Tyne cultivation dilaksanakan pada saat tebu berumur 2 bulan . Kedalaman aplikasi Tyne Cultivator adalah 15-20 cm dan overlap atau diulang sebanyak dua kali. sebaiknya kegiatan ini dilakukan sebelum perlakuan pupuk kedua. Kapasitas kerja tyne cultivation adalah 0.4 ha/jam. Terra Tyne dilakukan pada RC setelah kegiatan pemupukan dengan kedalaman olah >20 cm. Tujuan kegiatan ini adalah memotong akar lama sehingga terbentuk akar baru, penyiangan gulma, dan penggemburan lapisan tanah. Implement ini ditarik dengan medium traktor 150 HP dengan kapasitas kerja 0.75ha/jam. Ripping dilakukan dengan menggunakan medium traktor berdaya 150 HP dengan kedalaman aplikasi > 40 cm dan kapasitas kerja 0.5-0.7 ha/jam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah bagian bawah dan membongkar lapisan kedap air.

4. Penyemprotan herbisida pra tumbuh (Pre emergence)

Penyemprotan herbisida atau Pre emergence dilakukan sebelum tanaman utama dan gulma tumbuh dan diharapkan gulma tidak tumbuh dan menghambat pertumbuhan tebu. Pada tanaman RPC pre emergence dilakukan setelah irigasi II sedangkan untuk RC dilakukan

(16)

setelah Terra Tyne. Herbisida yang digunakan dalam pre emergence adalah herbisida dengan bahan aktif diuron dengan dosis 2.5 kg/ha dan 2.4 D. Khusus tanaman RPC apabila boom Spraying terlambat diaplikasikan sehingga lahan sudah ditimbuhi rumput maka untuk aplikasinya ditambahnkan ametrin dengan dosis 0.75-1 l/ha.

Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan boom sprayer yang memiliki 24 nozel dengan jarak antar nozel 50 cm sehingga lebar kerja boom sprayer adalah 12 m. tipe nozel yang digunakan adalah tipe polijet dengan hasil semprotan berbentuk segitiga. Tekanan pompa yang digunakan sebasar 3 bar dan jarak nozel dengan tanah sekitar 50-70 cm. Kapasitas tanki boom sprayer 600 l dengan volume semprot 400 l/ha. Boom spayer dijalankan dengan menggunakan small traktor dengan kapasitas kerja 1.2-1.5 ha/jam dengan overlap 1 baris artinya dalam setiap boom sprayer melintasi row tebu dilakukan pengulangan sebanyak satu baris.

Pemeliharaan secara manual (Manual maintanance)

Pemeliharaan tanaman tebu secara manual merupakan pemeliharaan yang sebagian besar dilakukan menggunakan tenaga manusia. Adapun kegiatan pemeliharaan yang termasuk pemeliharaan secara manual adalah sebagai berikut :

1. Penyulaman

Penyulaman bertujuan untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, sehingga diperoleh populasi tebu yang optimal, baik pada tanaman tebu baru maupun keprasan. Penyulaman dilakukan 30-40 hari setelah tanam (HST) untuk tanaman baru tanaman replanting, sedangkan untuk tanaman keprasan penyulaman dilakukan paling lama 5 hari setelah tebang. Untuk tanaman keprasan sebelum penyulaman dilakukan pembakaran sampah atau serasah sisa tebang dan pengeprasan tunggul. Kegiatan pembakaran sampah dilakukan paling lambat 3 hari setelah tebang dan diikuti dengan pengeprasan tunggul. Bibit sulaman yang digunakan harus diklentek dan dipotong menjadi 2-3 mata tunas. Penyulaman dilakukan pada baris tanaman yang

(17)

gapnya lebih dari 40 cm. Bila penyulaman pertama gagal, maka sesegera mungkin dilakukan penyulaman ulang sekitar 30 hari setelah sulam pertama, sedangkan untuk tanaman ratoon penyulaman ulang dapat dilakukan setelah penyemprotan pre emergence sekitar 1.5 bulan setelah tebang.

Gambar 13. Penyulaman

Pelaksanaan penyulaman untuk tanaman baru atau RPC dilakukan oleh kontraktor tanam, sedangkan untuk tanaman keprasan dilakukan oleh tenaga harian. Kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan sulaman tergantung dari presentase gap (barisan tanaman kosong). Kegiatan penyulaman membutuhkan tenaga kerja 6 HOK/ha.

2. Pengendalian gulma

Gangguan gulma merupakan salah satu kendala yang cukup serius dalam pembudidayaan tanaman tebu. Gulma selalu menjadi masalah dalam persaingan pengambilan hara, air dan cahaya dengan tanaman tebu, sehingga dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada tanaman tebu yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman dan penurunan produksi. Selain itu pertumbuhan gulma yang tak terkendali menyebabkan lingkungan pertumbuhan tebu menjadi kotor sehingga dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit. Pengendalian gulma di PT. Gula Putih Mataram dilakukan secara manual dan kimiawi.

(18)

Pengendalian gulma secara manual terutama dilakukan pada gulma merambat, gulma berkayu, atau gulma berumbi seperti rayutan (Micania micrantha), kedelaian, parean (Momordica charantia), puyangan (Curcuma sp.) dan sebagainya. Untuk serangan gulma merambat, penyiangan gulma secara manual menjadi sangat penting karena sifat gulma yang merambat dan melilit tanaman tebu menyebabkab tanaman tebu mudah roboh serta menyulitkan kegiatan pemeliharaan seperti klentek , penyemprotan post emergence bahkan menyulitkan penebangan tebu.

Gambar 14. Penyiangan gulma secara manual

Peralatan yang digunakan dalam penyiangan gulma diantaranya golok, sabit, cangkul, kored, dan sebagainya. Kapasitas kerja untuk penyiangan gulma terutama gulma merambat yaitu untuk serangan ringan (3 orang/ha), serangan sedang (5 orang/ha), dan serangan berat 15 orang/ha).

Penyemprotan post emergence bertujuan untuk mengendalikan gulma pasca tumbuh dengan herbisida. Penyemprotan post emergence dilakukan dalam dua tahap yaitu penyemprotan post emergence I dan penyemprotan post emergence II. Penyemprotan ost emergence I dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 1-2 bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat sistemik, sedangkan penyemprotan post emergence II dilakukan pada tanaman berumur 5-6

(19)

bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat kontak, hal ini karenakan tebu muda sangat rentan terhadap herbisida kontak, apabila digunakan herbisida kontak dapat menyebabkan kerusakan kematian pada tebu. Jenis dan dosis pemberian herbisida disesuaikan dengan jenis gulma dan tingkat serangan gulma, penyemprotan dilakukan sebelum gulma berbunga. Penyemprotan post emergence sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, hal ini dilakukan untuk menghindari penguapan dan penguraian herbisida yang akan mengurangi efektifitas kerja herbisida.

Tabel 6 . Dosis herbisida post emergence

Kegiatan Jenis herbisida Dosis (liter/ha) Peneyemprotan post emergence I 2,4 D 2.5 Ametrin 4 Perekat 0.5 Peneyemprotan post emergence II Paraquat 1.5 Perekat 0.5

Alat yang digunakan dalan kegiatan post emergence adalah hand knapsack sprayer dengan kapasitas 16 liter dengan nozzle tipe flat jet. Sebelum penyemprotan, dilakukan pencampuran dan pengenceran herbisida menggunakan air bersih pada drum dengan kapasitas 200 l. kegiatan post emergence dilakukan dengan sistem borongan dan harian.

(20)

3. Pengendalian Hama

Hama dominan yang menyerang tanaman tebu diantara penggerek pucuk, penggerek pucuk, kutu perisai, kutu buku babi, kutu bulu putih. Pengamatan serangan hama dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui populasi dan tingkat serangan hama untuk selanjutnya dapat ditentukan upaya penanggulangan dari serangan hama yang terjadi di lapang.

Pengendalian hama yang dilakukan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara kimiawi, mekanis, dan biologis. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida sistemik yang berbahan aktif carbofuran. Pemberian carbofuran dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan, dengan dosis pemberian pertama 30 kg/ha dan pemberian kedua 45 kg/ha. Pemberian karbofuran dimaksudkan untuk mencegah serangan penggerek batang, penggerek pucuk, dan uret.

Pengendalian secara mekanik diakukan manual dengan tenaga manusia, kegiatan ini dikenal dengan klentek atau kegiatan membuang pelepah daun tebu yang telah kering. Klentek dilakukan untuk mengatasi serangan hama kutu perisai, kutu bulu babi dan kutu bulu putih. Alat yang digunakan adalah ganco dan kapasitas kerjanya sekitar 25 orang/ha.

(21)

Pengendalian hama secara biologis dilakukan dengan cara menggunakan musuh alami dari hama tersebut. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara pemasangan pias di areal. Pias merupakan kumpulan telur dari musuh alami hama, pias dipasang pada daun tebu dengan jumlah sekitar 12 lembar/ha. Pemasangan pias ini dilakukan untuk menanggulangi serangan hama penggerek pucuk dan penggerek batang.

Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan akhir dari budidaya tebu, kegiatan ini bertujuan untuk mengambil tebu dalam jumlah yang optimal dari setiap petak tebu, mengangkut dan memuat tebu yang ada dilahan ke pabrik, dan mempertahankan hasil gula (pol) potensial yang terdapat dalam tanaman tebu.

Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan penebangan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tebang, dan tahap bongkar muat

1. Tahap persiapan tebang

Estimasi produksi tebu. Estimasi produksi tebu dilakukan untuk mengetahui potensi tebu yang tersedia (TCH). Data estimasi produksi digunakan untuk menghitung jumlah tebu yang akan ditebang per hari atau per bulan, waktu tebang angkut, jumlah tenaga kerja, dan jumlah peralatan yang perlu disediakan.

Perencanaan program tebang. Perencanaan program tebang merupakan pedoman dalam menentukan pengaturan pelaksanaan kegiatan tebang. Dalam membuat perencanaan program tebang terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya, luas aral tebu yang akan ditebang, waktu giling tebu, kapasitas pabrik, umur tanaman tebu, estimasi produksi, distribusi varietas, distribusi RPC dan RC yang seimbang, dan perencanaan sumber daya manusia dan angkutan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas bahan baku. Diperlukan koordinasi yang baik dengan divisi dalam pengaturan dan pelaksanaan program tebang.

(22)

Aplikasi zat pemacu kemasakan (Rippenner). Rippenner merupakan kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai pengatur tumbuh tanaman.aplikasi rippenner biasanya dilakukan pada saat 28-35 hari sebelum tebang. Aplikasi ZPK dilakukan dengan cara disemprot menggunakan pesawat terbang ringan jenis Air tractor AT-502 B dengan bahan bakar aftur.

Gambar 17. Aplikasi ZPK

Bahan kimia yang digunakan merupakan herbisida dengan bahan aktif sulfosat dengan dosis . Volume semprot untuk 1 ha adalah 30 liter larutan dengan kebutuhan herbisida 0.46 l. Pesawat rippenner dilengkapi dengan nozzle yang berjumlah 34 buah yang tersebar di kanan kiri sayap pesawat dengan panjang 19 m. Kapasitas angkut cane rippenner adalah 500 galon (18900 l). Penyemprotan dilakukan pada pagi hari untuk mengindari turbulensi udara dan arah penyemprotan berlawanan dengan arah angin

Penentuan kemasakan tebu. Penentuan kemasakan tebu dilakukan untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu setelah aplikasi ZPK dan memperkirakan waktu dimulainya tebangan. Untuk menentukan kemasakan tebu dilakukan analisas kemasakan tebu (maturity test)

(23)

sehingga dapat diperoleh data kandungan pol, brix, serta purity (perbandingan pol dan brix) dari setiap petak tebu.

Recruitment tenaga kerja. Pelaksanaan pemanenan tebu dilakukan dengan sistem kontrak, dimana masing-masing kontraktor rata-rata memiliki 150 tenaga kerja.

Persiapan peralatan tebang muat muat angkut. Persiapan peralatan tebang muat angkut meliputi persiapan alat tebang dan transportasi tebu. Persiapan tahap akhir tebangan meliputi penentuan dan perbaikan jalur angkutan transportasi tebu.

2. Pelaksanaan penebangan

Sebelum dilakukan penebangan terlebih dahulu dilakukan pembakaran tebu untuk mempermudah kegiatan penebangan. Pembakaran tebu biasanya dilakukan dalam dua tahap, hal ini dilakukan untuk menjaga kesegaran tebu dan disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja. Pembakaran tebu dilakukan dengan menggunakan cane lighter yang berbahan bakar campuran avtur dan bensin, serta diperlukan unit pemadaman kebakaran (PMK) untuk mencegah menjalarnya api ke petak yang tseharusnya tidak dibakar. Pembakaran tebu dilakukan berlawanan dengan arah angin. Pelaksanaan penebangan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan sistem bundled cane (tebu ikat) dan loose cane (tebu urai).

Bundle cane. Sistem bundle cane merupakan sistem tebangan tebu yang dalam pelaksanaan tebang, ikat, dan angkut tebu dilakukan secara manual dan pengangkutan tebu ke pabrik dilakukan dengan menggunakan truk terbuka.

Tenaga tebang yang merupakan tenaga rombongan yang terdiri dari 7-15 orang. Tiap rombongan mampu menyelesaikan 4-5 baris tanaman. Ikatan tebu ditumpuk pada baris ke 3 dan 4.

(24)

Penebangan dengan sistem bundle cane diterapkan pada areal yang hendak diratoon karena kerusakan lahan lebih kecil dan dapat dilaksanakan pada kondisi basah. Kekurangan sistem bundle cane adalah tenaga tebang sulit diperoleh dan kualitas hasil tebangan berfluktuasi tergantung pengawasan di lapangan. Pembayaran tenaga tebang menggunakan sistem tonnage yang artinya dibayar berdasarkan berat hasil tebu yang ditebang.

Gambar 18. Pengangkutan tebu pada tebu ikat

Loose cane. Sistem ini merupakan sistem penebangan dengan kegiatan tebang dilakukan secara manual namun dalam pengangkutan ke atas truk dilakukan secara mekanik yaitu pada saat pengangkutan di areal menggunakan grab loader. Sedangkan pengangkutan ke pabrik menggunakan trailer atau truck tebu. Dalam perhitungan upah kapasitas kerja penebang dihitung dalam hektar dengan satuan K (1 K = areal tebangan yang ditebang sebanyak 8 baris double row sepanjang 15 m) perharinya seorang penebang mampu mencapai 2 K. tenaga tebang dibayar berdasarkan luasan areal tebu yang ditebang dengan sistem penumpukan 8:1 artinya 8 baris tanaman yang ditebang ditumpuk pada satu tumpukan yaitu pada baris ke 4 dan 5. Keuntungan dari sistem loose cane adalah luas areal yang ditebang lebih luas dan pengiriman tebu ke pabrik relatif lebih besar lebih kontinyu. Kekurangan sistem loose cane adalah kehilangan tebu lebih besar dibandingan sistem bundle cane dan kerusakan lahan lebih besar karena penggunaan alat berat di areal.

(25)

Pelaksanaan sistem loose cane cendrung dilaksanakan pada areal yang akan di RPC

Gambar 19. Pengangkutan tebu urai dengan grab loader

Gleaning. Gleaning merupakan kegiatan membersihkan tebu yang tertinggal di lahan yang dipanen dengan sistem tebu urai atau tebu yang jatuh di jalan saat pengangkutan tebu ke pabrik. Kapasitas kerja gleaning adalah 3 orang/ha.

3. Bongkar muat

Kegiatan ini merupakan proses yang dilakukan di pabrik untuk menumpuk dan menurunkan tebu yang diangkut dari areal sebelum dimasukkan ke tempat pencacahan dan penggilingan. Kegiatan ini dilakukan pada areal yang disebut cane yard. Pembongkaran tebu dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

Menggunakan lifter. Penggunaan mesin ini dkhususkan untuk trailer dan tronton pada tebangan sisten loose cane dengan cara mengaitkan pangkat di besi yang telah dihubungkan dengan rantai yang berada di bawah tebu kemudian diangkat dan tebu dimasukkan ke table carry cane.

Menggunakan feeding table. Biasanya digunakan pada loose box truck dengan cara mengaitkan muka truck dengan rantai kemudian permukaan tempat berpijak truk diangkat hingga muatan yang ada di dalam box

(26)

keluar semua diperkirakan sudut yang dibentuk lebih dari 450 dan tebu langsung jatuh ke table carry can.

Menggunakan cane stacker. Biasanya digunakan pada truk untuk muatan bundle cane yaitu dengan mendorong tebu dengan cane stacker dan tebu jatuh ke areal cane yard dikumpulkan dan ditumpuk dahulu baru kemudian dimasukkan ke table carry cane menggunakan cane stacker.

Feeding Table Lifter

Cane Stacker

Gambar 20. Jenis pembongkaran tebu di area pabrik

Pengolahan Gula

Proses pengolahan tebu terdiri atas beberapa tahap yaitu persiapan (cane preparation), pemerahan/penggilingan (cane milling), pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation), pengkristalan dan pemisahan (cyristalization/boiling and centrifugal), pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler), serta penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).

(27)

1. Persiapan (cane preparation)

Tebu yang telah dipanen dan diangkut, sebelum masuk kedalam pabrik terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat/jumlah tebu yang akan digiling, setelah itu tebu ditampung di emplasment (cane yard). Kapasitas cane yard sekitar 20-30% dari kapasitas giling. Tebu yang berada di cane yard dimasukkan kedalam meja tebu (feeding table) dengan menggunakan alat stacker, kemudian tebu melewati krepyak (intermediate cane carrier) menuju pisau pencacah (cane cutter I dan carrier) sehingga tebu akan menjadi cacahan yang lebih kecil. Tebu yang telah dicacah kemudian masuk ke mesin penghancur (cane hammer shedder) sehingga menjadi serpihan–serpihan halus yang siap diperah. Pada tahap ini belum ada nira tebu (juice) yang terperah.

2. Pemerahan/penggilingan (cane milling)

Tebu yang menjadi serpihan halus dengan melewati krepyak menuju pemerahan/penggilingan yang berulang-ulang sehingga akan diperoleh nira tebu (mixed juice). Jumlah tandem gilingan di PT. Gula Putih Mataram berjumlah 5 tandem/5 mill dengan masing-masing mill mempunyai 4 roll. Dari hasil pemerah dihasilkan nira dan ampas (bagasse), bagasse yang sudah tidak mengandung nira digunakan untuk bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam) yang berfungsi untuk penggerak turbin , memasak nira tebu dan pembangkit tenaga listrik.

3. Pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation).

Nira tebu (mixed juice) hasil pemerahan setelah penambahan asam phosphate akan melewati flow rate untuk mengetahui jumlah juice yang diperoleh, menuju alat pemanas (juice heater) yang akan dipanasi pada suhu ± 750 untukmematikan mikroorganisme. Kemudian juice dipompa menuju tanki sulphitasi (juice sulphitator) untuk ditambah gas SO2

sehingga pH menjadi 6.8-7.2 (sulphured juice). Kemudian juice dipanaskan kembali ke juice pada suhu 1050C, menuju alt pengembang (flash tanck) untuk dibuang gas-gas yang ada didalam juice, selanjutnya ditambah bahan pembant penggumpal yaitu flocculant dan diendapkan

(28)

atau dilakukan pemurnian (clarification). Dari hasil pemurnian dihasilkan nira jernih (clear juice) dan lumpur juice (mud). Lumpur juice/mud dipompa menuju alat penapis (vacuum filter) sehingga diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice). Nira tapis akan dikembalikan ke tanki pengapuran untuk diolah kembali, sedang clear juice dipompa untuk diupkan ke badan penguapan (evaporator) sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup).

4. Pengkristalan dan pemisahan (crystallization (boiling) and centrifugal)

Pemasakan gula di PT. Gula Putih Mataram dilakukan dengan 3 tingkatan yaitu A B C. Tingkatan pemasakan ini bertujuan untuk menekan kehilangan hasil yang terikut dalam tetes tebu (final molasses). Jumlah tingkatan pemasakannnya didasarkan atas kualitas bahan baku tebu, jika kualitas bahan baku rendah cukup memakai sistem 3 tingkat dan jika kualitas bahan baku tinggi memakai 4 tingkat.

5. Pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler)

Gula yang telah terpisah kemudian masuk ke stasiun ini untuk dikeringkan dan didinginkan. dengan menggunakan alat berupa drayer dan cooler selanjutnya akan dipisahkan gula dengan ukuran normal dari gula yang ukurannya tidak normal. Gula yang tidak normal akan dilebur kembali dan diproses ulang.

6. Penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).

Gula yang berukuran normal selanjutnya dikirim ke tempat penimbangan dan pengemasan. Penimbangan gula dibagi menjadi beberapa ukuran diantaranya 50 kg, 1 kg, 0.5 kg dan selanjutnya dikemas dalam karung plastik maupun kantong plastik sesuai ukuran, dan kemudian akan disimpan ke dalam gudang penyimpanan.

(29)

Aspek Manejerial

Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja Lapangan

Pelaksanaan pengelolaan tingkat staf dipimpin oleh seorang manajer yang bertugas menyusun rencana kerja bulanan dan tahunan serta mengawasi pelaksanaan kerja tersebut dan mengevaluasinya. Officer melakukan pelaksanaan kegiatan di lapang setiap hari dan memberikan intruksi kepada pengawas serta mandor untuk dikerjakan oleh tenaga kerja harian. Evaluasi kegiatan di lapangan dilakukan oleh pengawas dan hasil kerjanya dilaporkan kepada officer. Laporan tersebut meliputi jumlah tenaga kerja yang digunakan dan hasil kerja yang berupa luasan areal yang telah dikerjakan.

Tenaga kerja lapangan terdiri atas tenaga kerja harian musiman dan tenaga kerja harian kontraktual. Tenaga kerja harian musiman dibutuhkan untuk kegiatan tanam dan tebang, sedangkan tenaga kerja kontraktual melaksanakan kegiatan budidaya lainnya. Tenaga kerja kontraktual bekerja tujuh jam sehari atau sekitar 40 jam/minggu.

Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran

Data yang dikumpulkan untuk setiap kegiatan lapangan meliputi kegiatan, lokasi, hasil pekerjaan, jumlah tenaga kerja, nama pekerja, jam kerja, dan penggunaan material. Data ini disiapkan oleh mandor dan diperiksa oleh teknisi lapang, pengawas serta officer. Kemudian data tersebut diserahkan ke bagian administrasi masing-masing divisi untuk dibukukan dan dibuatkan check roll setiap harinya. Selanjutnya check roll tersebut diperiksa oleh officer dan kepala divisi lalu diserahkan kepada bagian keuangan.

Pembayaran untuk tenaga kerja harian dilakukan seminggu sekali berdasarkan upah menurut jumlah hari kerja dan jam lembur. Pembayaran tenaga kerja borongan diberikan atas dasar laporan komulatif hasil kerja yaitu berdasarkan tarif per hektar dengan periode pembayaran dilakukan secara mingguan.

Gambar

Gambar 2. Brushing
Gambar 3. Aplikasi Stillage
Gambar 8. Track making
Gambar 10. Kegiatan penanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

atas segala rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas

Dalam ilmu bahasa kalimat adalah serangkaian kata-kata yang terbentuk dan memiliki makna.Tidak jauh berbeda dengan matematika, di dalam matematika juga terdapat

Sementara itu, variabel output yang digunakan adalah pembiayaan dan pendapatan operasional hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tingkat efisiensi bank umum

1. Kemampuan mengungkapkan perasaan positif. Dapat mengungkapkan perasaan positif pada orang lain dengan cara asertif adalah keterampilan yang sangat penting. Dapat memberi pujian

Hasil-hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan reformasi birokrasi pada periode 2014-2018 menjadi dasar bagi pelaksanaan reformasi birokrasi pada tahapan selanjutnya

administrasi perkantoran masih belum sesuai dengan standar yakni hanya 8 footcandle di laboratorium komputer, 4 footcandle di laboratorium mengetik, dan 6 footcandle

Berdasarkan hasil analisis data tersebut, dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi berpotensi memiliki efek sebagai larvasida alami bagi Aedes

Dari percobaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama waktu pembakaran kulit kacang tanah, semakin sedikit volume asap cair yang dihasilkan, sehingga densitasnya