1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan dapat ditemukan siswa dengan motivasi belajar yang rendah atau tinggi. Motivasi belajar siswa yang rendah dapat disebabkan karena kurangnya dorongan dari guru yang belum terampil mengajar, dan dukungan dari orang tua yang kurang memperhatikan apakah putra/i mereka termotivasi belajar tinggi atau tidak. Guru diharapkan memiliki keterampilan mengajar yang dapat membangun motivasi belajar siswa. Dalam Pasal 1 ayat 1 UU RI No. 14/2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa seorang guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Keterampilan mengajar yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya, yaitu terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, dan sikap profesional dalam menjalankan tugas sebagai guru (Depdiknas, 2004).
baik dengan siswa maka seorang guru harus mempunyai keterampilan dasar mengajar yang memadai supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik yang dapat memotivasi belajar siswa. Keterampilan mengajar guru berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dengan siswa, pengetahuan yang dimiliki, serta bagaimana menginformasikan pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa menjadi sadar akan pengembangan pengetahuan. Pintrich & Schunk (2002) menyatakan bahwa guru yang memiliki keterampilan dasar mengajar akan menerapkan strategi/ metode pengajaran yang bervariasi dalam kelas mereka. Keterampilan dasar mengajar guru meliputi: 1) mengulas pembelajaran sebelumnya (apersepsi), 2) memberikan materi baru, 3) memberikan latihan, 4) memberikan umpan balik
3 keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan. Pintrich & Schunk (2002) dan Turney (dalam Usman, 2010) mengemukakan keterampilan dasar mengajar guru yang berbeda namun merupakan satu kesatuan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh guru karena keenam dan kedelapan keterampilan dasar tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar. Pintrich memfokuskan keterampilan mengajar guru pada penyampaian materi yang diajarkan oleh guru dengan harapan agar siswa lebih mudah untuk menangkap, mengerti, dan memahami materi pelajaran. Sedangkan Turney lebih mengarahkan keterampilan mengajar guru pada kompetensi sosial guru seperti keterampilan bertanya dan memberikan penguatan. Dengan terjalinnya komunikasi pada saat guru sedang mengajar di kelas, maka suasana pembelajaran dapat berlangsung secara menyenangkan dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar karena pujian dan penguatan yang diberikan oleh guru.
strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Jika ada siswa yang mengalami kesulitan belajar, guru dapat berinisiatif untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri dari sejumlah siswa tertentu dengan tujuan agar pengajaran yang disampaikan dapat ditangkap dengan baik dan dipahami oleh seluruh siswa dalam kelompok kecil tersebut. Guru juga dapat mengadakan kelas tambahan yang diperuntukkan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Dengan demikian, keterampilan mengajar guru adalah kecakapan guru dalam melatih, membimbing aktivitas dan pengalaman siswa, serta membantu siswa dalam perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Guru menyadari bahwa mengajar adalah bukan hanya sekedar mentransformasi ilmu pengetahuan dan berharap bahwa siswa termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara guru melakukan kegiatan pembelajaran yang menarik yang mendorong siswa agar termotivasi untuk belajar (Pintrich, 2002).
5 sampel seluruh siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan tahun ajaran 2010/2011, dengan hasil penelitian terdapat hubungan signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa SMK Kristen 1 Tomohon dengan koefisien korelasi rxy = 0,466 dan p = 0,00 < 0,05. Sebaliknya
penelitian Permata (2009) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa pada semester genap tahun ajaran 2008/2009 di SMK Negeri 6 Malang.
Annisa (2012) dengan penelitian berjudul Hubungan Pola Asuh Otoritatif Orangtua dengan Motivasi Belajar Siswa SMK Cikini Jakarta dengan populasi sebanyak 154 orang siswa kelas XI secara keseluruhan dengan instrumen angket dalam bentuk pilihan ganda. Analisis menggunakan Pearson’s Product Moment dengan koefisien korelasi rxy = -0,043 dan koefisien signifikansi p = 0,413 >
0,05 berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa SMK Cikini Jakarta.
7 SMK Muhammadiyah Salatiga adalah sekolah menengah kejuruan swasta dengan 4 (empat) program studi penjurusan, yaitu (1) Teknik Permesinan, (2) Teknik Mekanik Otomotif, (3) Teknik Elektro/ Listrik, dan (4) Teknik Garmen. Terdapat 27 (duapuluh tujuh) guru yang belum sertifikasi dan 19 (sembilan belas) guru yang sudah sertifikasi. Dalam penelitian ini peneliti meneliti siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga sebagai subjek penelitian karena siswa kelas X merupakan siswa yang sedang beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru, yaitu saat di mana siswa berada dalam masa transisi atau peralihan dari SMP ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMK.
Pra-penelitian yang dilakukan pada tanggal 18 Juli 2014 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1.1
Sumber: Data primer diolah, 2014
Tabel 1.2
Distribusi Frekuensi Pandangan Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru
Sumber: Data primer diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat bahwa pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru berada pada kategori Tinggi (53,33%).
9 tentang keterampilan mengajar guru dengan tingkat motivasi belajar siswa.
Tabel 1.3
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoritatif Orangtua
menunjukkan hasil bahwa siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga menerima pola asuh otoritatif orangtua yang berada pada kategori Tinggi, maka seharusnya motivasi belajar siswa tidak berada dalam kategori Rendah (Kartono, 1992). Dengan demikian maka ada kesenjangan fakta tentang pola asuh yang diterapkan oleh orangtua siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga dengan tingkat motivasi belajar siswa.
Pola asuh orangtua adalah segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Pola asuh orangtua sebagai sikap atau perlakuan orangtua terhadap anak yang berdampak terhadap perilaku anak, antara lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual anak. Baumrind (1991) menyatakan bahwa, terdapat empat jenis atau bentuk utama pola pengasuhan, yaitu: 1) pola asuh otoritatif
(authoritative parenting style), 2) pola asuh otoriter
(authoritarian parenting style), 3) pola asuh memanjakan
(indulgent parenting style), dan 4) pola asuh mengabaikan
11 orangtua, (2) control yang menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan orangtua bagi anak yang berkaitan dengan kontrol perilaku dari orangtua. Berikut adalah tabel ringkasan faktor pembeda keempat pola asuh orangtua:
Tabel 1.4
Faktor Pembeda Pola Asuh Orangtua
Authoritative Authoritarian Indulgent Neglectful Warmth high low high low Control high high low low
Sumber: Baumrind, 1991
Baumrind sangat mendukung sekali penerapan pola asuh otoritatif di rumah. Karakteristik pola asuh otoritatif dapat mengimbangi rasa keingintahuan remaja. Sehingga proses anak dalam menimbulkan perilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Karena walaupun anak diberi kebebasan, orang tua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan yang tegas (Baumrind, 1991).Orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif memiliki sifat yang demokratis, memberikan kebebasan kepada anak tetapi tetap memberi batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam hidupnya. Anak yang dididik dengan pola asuh otoritatif memiliki tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya, dan mengetahui konsep harga diri yang tinggi.
13
B.
Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Adakah hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015?
b. Adakah hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015. b. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pola
D.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritik
Apabila hasil penelitian ini menemukan adanya hubungan signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa, maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Malingkas (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa. Namun apabila dalam penelitian ini ditemukan tidak ada hubungan signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa, maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Permata (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa.
15 dengan hasil penelitian Annisa (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa
b. Manfaat Praktis