Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-1
BAB IV
ANALISIS SOSIAL EKONOMI
DAN LINGKUNGAN
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal
lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur
bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Kajian aspek lingkungaPn dan sosial meliputi acuan peraturan
perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta
pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
4.1 Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang
Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman
seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang
marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengutamaan gender. Sedangkan pada
saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses
konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman
kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah
keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan
taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar Kota Bukittinggi.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat
nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-2
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak
yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan
pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah Kota Bukittinggi terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategi
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-3
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3. Pemerintah Kota Bukittinggi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di Kota Bukittinggi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di Kota Bukittinggi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat Kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat Kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta
Karya.
4.1.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
ditindak-Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-4
lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca
2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Gambaran Persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis
kemiskinan. Headcount Index secara sederhana mengukur proporsi yang dikategorikan
miskin. Untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase
penduduk miskin (headcount Po), indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap
index-P1),yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity
index-P2) Indeks yang memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di
antara penduduk miskin. P1 merupakan Nilai agregat dari poverty gap index menunjukkan
biaya mengentaskan kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap
penduduk miskin dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat.
Semakin kecil nilai poverty gap index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana
pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga
untuk target sasaran bantuan dan program. Senmentara itu P2 memberikan informasi yang
saling melengkapi pada insiden kemiskinan. Sebagai contoh, mungkin terdapat kasus bahwa
beberapa kelompok penduduk miskin memiliki insiden kemiskinan yang tinggi tetapi jurang
kemiskinannya (poverty gap) rendah, sementara kelompok penduduk lain mempunyai insiden
kemiskinan yang rendah tetapi memiliki jurang kemiskinan yang tinggi bagi penduduk yang
miskin. Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-5
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang
modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan
sebagai rumah tangga miskin.
B. Pengharusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender
bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia
Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan
Masyarakat bidang Cipta Karya.
4.1.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan,
dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti
konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta
permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-6
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program
bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah
yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih
dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang
diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
4.1.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu
tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2Analisis Ekonomi
4.2.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan setiap
komponen penerimaan daerah tersebut, maka peranan legislatif didalam mendorong
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-7
koordinasi dan kerjasama yang harmonis antara pihak eksekutif dan legislatif dalam menggali
dan mengelola sumber-sumber penerimaan PAD menjadi sangat penting.
Disamping itu, peraturan perundang-undangan pajak dan Perda yang tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan yang berkelanjutan perlu
dilakukan penyempurnaan dan pembaharuan. Hal ini dapat dilakukan melalui perubahan
peraturan-peraturan (Perda) yang baru sehingga dapat memperluas basis penerimaan PAD
dan secara sekaligus mendorong peningkatan penerimaan PAD.
Untuk mewujudkan efektifitas dan efisiensi pengeluaran/belanja Pemda ada
beberapa strategi kebijaksanaan yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Pertama, Adanya komitmen dan keinginan Pemda baik pihak eksekutif maupun pihak legislatif untuk benar-benar mengalokasikan dan menggunakan anggaran secara efektif dan
efisien serta bermanfaat bagi masyarakat. Kedua, adanya desentralisasi manajemen terhadap
unit-unit organisasi Pemda dalam penyediaan dan peningkatan pelayanan terhadap
masyarakat terutama dinas-dinas dan UPTD. Tujuan dari kebijaksanaan ini adalah untuk lebih
mendekatkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan prinsip otonomi itu
sendiri. Ketiga, perlu peningkatan peran swasta untuk turut berinvestasi menyediakan sarana
dan prasarana perkotaan yang bersifat komersial, sehingga anggaran pembangunan Pemda
dapat diprioritaskan untuk peningkatan penyediaan jasa umum dan pemberdayaan
masyarakat.
a. Program Intensifikasi Penerimaan Pajak.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sumber penerimaan yang berasal
dari pajak daerah di Kota Bukittinggi. Program intensifikasi ini bukanlah merupakan program
yang baru dibidang perpajakan, tetapi dalam pelaksanaannya perlu lebih ditingkatkan.
Langkah-langkah kegiatan yang dapat dilakukan melalui program ini adalah :
(1). Melakukan penaksiran terhadap beban pajak harus benar-benar berdasarkan pada potensi
pajak yang sebenarnya, karena itu kegiatan penghitungan potensi pajak perlu dilakukan. (2).
Sistim pembayaran on-line perlu lebih dioptimalkan. (3). Kegiatan sosialisasi terhadap setiap
perubahan tarif pajak perlu lebih ditingkatkan baik secara lansung kemasyarakat maupun
melalui media masa. (4). Kegiatan pemberian insentif bagi wajib pajak yang membayar pajak
tepat pada waktunya, serta sesuai dengan jumlahnya perlu diberikan. (5). Kegiatan
menampilkan para wajib pajak melalui media RRI dan televisi dalam bentuk dialog perlu
dicobakan, sehingga dapat meransang wajib pajak lainnya untuk melunasi kewajiban
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-8 b. Program Ekstensifikasi
Sasaran yang hendak dicapai melalui program ini adalah terjadinya perluasan
basis penerimaan PAD terutama basis penerimaan pajak dan retribusi daerah. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan adalah : (1) Memperluas basis pajak hiburan misalnya pajak
VCD dan Play station. (2). Memungut retribusi parkir terhadap kenderaan Plat Merah disetiap
Kantor Dinas bila dimungkinkan. (3). Mencari sumber-sumber penerimaan baru yang
potensial dan membuatkan Perdanya sehingga dapat dijadikan sebagai objek sumber
penerimaan baru.
c. Program Perhitungan dan Analisis Potensi Penerimaan PAD
Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi masing-masing
komponen penerimaan PAD yang dimiliki. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar penetapan
target penerimaan pajak benar-benar berdasarkan potensi yang ada. Kegiatan yang dapat
dilakukan adalah : Melakukan studi atau penelitian untuk menghitung besarnya potensi
masing-masing komponen penerimaan PAD tersebut
d. Program Sosialisasi dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Program ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam media
informasi TV, Radio, Koran dll. Disamping itu mengajak dan melibatkan
pemimpin-pemimpin informal dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan juga dalam pengumpulan
pajak.
e. Program Peningkatan SDM
Program ini dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan pengetahuan dan
keahlian (skill) Sumber Daya Manusia aparatur DPKAD serta melakukan penempatan kerja yang sesuai dengan bidang keahliannya tersebut.
f. Program Kerjasama antara Pemda dengan Pihak Swasta
Kerjasama antara Pemda/BUMD dengan pihak Swasta memang bukan
merupakan penerimaan langsung oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian, dengan adanya
kerjasama tersebut merupakan salah satu sarana bagi pemerintah daerah dan dan BUMD
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-9 4.3Analisis Lingkungan
4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Definisi KLHS yaitu “ KLHS adalah proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan menjamin diintegerasikannya prinsip-prinsip keberlanutan dalam, pengambilan, keputusan yang bersifat strategis”. Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong
pemenuhan tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu
kebijakan, rencana atau program pembangunan. Fokus lingkup muatan dalam KLHS Revisi
RTRW Kota Bukittinggi adalah evaluasi kembali kesesesuaian lahan dalam RTRW Kota
Bukitittinggi Tahun 2010-2030 yang telah diPerdakan khususnya mengevaluasi kembali
peruntukkan lahan lawasan lindung dan budidaya.
Kajian pengaruh KRP (Kebijakan/Rencana/Program) terhadap kondisi
Lingkungan Hidup di wilayah perencanaan bertujuan untuk menemukan KRP yang
berpotensi mempengaruhi atau berdampak langsung terhadap kondisi lingkungan hidup di
Kota Bukittinggi.
Setelah diketahui Indikasi Program pada RPI2-JM Kota Bukittinggi, dalam
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ini selanjutnya dilakukan identifikasi Program
yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, berdasarkan SEB Nomor 660/5113/SJ
dan Nomor 04/MENLH/12/2010 tanggal 20 Desember 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) metode cepat untuk RTRW dan RPJMD
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk mengidentifikasi Program yang berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan pada Dokumen RPI2-JM Bidang Cipta Karya Kota
Bukittinggi, dilakukan langkah-langkah analisis dengan menggunakan matriks kajian
pengaruh Program terhadap isu-isu pembangunan berkelanjutan, langkah-langkah tersebut
sebagai berikut :
1. Mencantumkan isu pembangunan berkelanjutan dan Program pada RPI2-JM
Bidang Cipta Karya Kota Bukittinggi pada kolom dan baris matriks.
2. Beri tanda “+” (positif) atau “-“ (negatif) untuk setiap isu pembangunan
berkelanjutan yang berpotensi terkena pengaruh/dampak positif atau negatif dari
Program pada RPI2-JM Bidang Cipta Karya Kota Bukittinggi.
3. Untuk setiap Program maka hitung frekuensi dampak positif (+) dan frekuensi
dampak negatif (-) yang timbul (perhitungan dilakukan menurut baris matriks).
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-10
tinggi, dipandang sebagai kebijakan yang paling penting atau prioritas untuk dikaji
4. Untuk setiap isu pembangunan berkelanjutan, hitung frekuensi dampak positif (+)
dan frekuensi dampak negatif (-) yang timbul (perhitungan dilakukan menurut
kolom matriks). Isu pembangunan berkelanjutan paling tinggi frekuensi terkena
dampak positif atau negatif, dipandang sebagai isu yang strategis untuk dikaji.
4.3.2 Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Dalam pelaksanaan program pembangunan di lapangan biasanya tidak
semudah seperti apa yang tertuang dalam konsep perencanaan, berbagai kendala maupun
dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan program memungkin terjadi gangguan-gangguan
baik secara fisik/lingkungan maupu dampak sosial.
Dalam upaya meminimalisasi dampak yang mungkin terjadi, maka perlu dikaji
mengenai dampak lingkungan (AMDAL), di bawah ini akan diuraikan mengenai dampak
lingkungan terhadap sub sektor-sub sektor infrastruktur yang menjadi program dalam
penyusunan RPI2-JM Bidang PU/Cipta Karya, sebagai berikut:
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Sub Sektor Air Minum
Penyajian mengenai Informasi Lingkungan (PIL) dalam proyek pengembangan air
minum sangat penting adanya, hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
dampak-dampak baik secara fisik maupun sosial. Dalam hal program pengembangan air
minum di Kota Bukittinggi yang akan direncanakan pembangunan reservoir serta
jaringan perpipaan air minum diindikasikan akan terjadi beberapa dampak, diantaranya;
a. Dampak Sosial Masyarakat
Pembebasan lahan seluas ± 2 ha untuk pembangunan embung, diindikasikan akan
terjadi keresahan sosial masyarakat pemilik lahan pada sekitar 15 – 20 KK terkait
pembebasan lahan (ganti-rugi). Dampak tersebut dinilai tidak begitu penting dan
bersifat sementara selama tahap pra konstruksi dan penyebarannya bersifat lokal.
Upaya mitigasi dampak dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang jelas,
dalam musyawarah melibatkan aspirasi masyarakat dan tokoh masyarakat yang
terkena dampak, pemberian kompensasi sesuai hasil kesepakatan dan musyawarah.
Hal ini akan menjadi bagian dari syarat-syarat teknis dalam pelaksanaan proyek.
b. Gangguan Terhadap Utilitas Kota
Kegiatan pekerjaan galian baik untuk pemasangan perpipaan yang tersebat di
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-11
jembatan, halaman rumah milik masyarakat dan badan jalan. Dampak yang terjadi
dinilai cukup penting, karena dapat mengganggu; aliran air pada drainase,
kanyamanan pejalan kaki pada trotoar, masuk halaman rumah dan mengganggu lalu
lintas pada badan jalan. Gangguan diperkirakan beberapa bulan selama tahap
konstruksi dan penyebaran dampak dapat meluas di luar tapak kegiatan proyek.
Upaya mitigasi dampak berupa :
1. Penataan utilitas kota dilakukan pada tahap perencanaan teknis Final
Engineering Design (FED)
2. Identifikasi rencana pengembangan jaringan jalan dan drainase
3. Identifikasi rencana pengembangan utilitas lain (listrik dan telepon)
4. Upaya mitigasi di atas dimaksudkan agar dalam dokumen kontrak pekerjaan
konstrusksi (spesifikasi teknis, gambar-gambar kontrak pelaksanaan proyek,
syarat-syarat kontrak), masalah-masalah tersebut dan biaya penanggulangannya
sudah dapat diperhitungkan dalam pelaksanaan proyek. Dengan demikian dapat
dihindarkan pekerjaan antar sektor yang tumpang tindih pada kawasan/ruas jalan
yang sama, akibat tidak ada keterpaduan dan koordinasi.
c. Penurunan Estetika Lingkungan
Kegiatan pekerjaan galian tanah untuk pembuatan embung diduga akan
menimbulkan dampak penurunan estetika lingkungan berupa ceceran material
proyek, tumpukan bongkahan tanah yang tidak terpakai dll. Dampak yang terjadi
dinilai kurang penting, diperkirakan terjadi beberapa bulan selama tahap konstruksi
dan penyebaran dampak dapat meluas di luar tapak oleh material yang terbawa oleh
alat berat. Upaya mitigasi dampak antara lain pembuatan pagar pembatas daerah
kerja proyek, material yang tidak terpakai harus dibersihkan dari lokasi proyek dan
menghindarkan penumpukan tanah di lokasi proyek, hal ini akan menjadi bagian dari
syarat-syarat teknis pelaksanaan proyek.
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Sub Sektor Drainase
Penyajian mengenai Informasi Lingkungan (PIL) dalam proyek pengembangan drainase
sangat penting, hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak-dampak
baik secara fisik maupun sosial. Dalam hal program pengembangan drainase di Kota
Bukittinggi yang direncanakan pembangunan drainase diindikasikan akan terjadi
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-12
a. Dampak Sosial Masyarakat
Pembangunan drainase Kota Lubuk Basung dan ibukota Kecamatan, diindikasikan
akan terjadi keresahan sosial terkait dengan gangguan lingkungan permukiman
penduduk dengan pekerjaan galian tanah, terjadi tumpukan tanah. Dampak tersebut
dinilai tidak begitu penting karena permukiman yang dilalui jalur drainase dengan
kepadatan penduduk rendah dan bersifat sementara selama tahap konstruksi dan
penyebarannya bersifat lokal.
Upaya mitigasi dampak dapat dilakukan dengan membersihkan material yang tidak
terpakai, menghindari terjadinya penumpukan tanah. Hal ini akan menjadi bagian
dari syarat-syarat teknis dalam pelaksanaan proyek.
b. Penurunan Estetika Lingkungan
Kegiatan pekerjaan galian tanah untuk pembuatan drainase diduga akan
menimbulkan dampak penurunan estetika lingkungan berupa ceceran material
proyek, tumpukan bongkahan tanah yang tidak terpakai dll. Dampak yang terjadi
dinilai kurang penting, diperkirakan terjadi beberapa bulan selama tahap konstruksi
dan penyebaran dampak tersebar di beberapa lokasi. Upaya mitigasi dampak antara
lain pembuatan pagar pembatas daerah kerja proyek, material yang tidak terpakai
harus dibersihkan dari lokasi proyek dan menghindarkan penumpukan tanah di
lokasi proyek, hal ini akan menjadi bagian dari syarat-syarat teknis pelaksanaan
proyek.
c. Gangguan Terhadap Utilitas Kota
Kegiatan pekerjaan galian tanah untuk pembangunan drainase tersebar di berbagai
lokasi diduga akan menimbulkan gangguan terhadap halaman rumah milik
masyarakat dan badan jalan. Dampak yang terjadi dinilai kurang penting karena jalur
yang dilalui termasuk kawasan kepadatan penduduk rendah dan banyak lahan
kosong. Gangguan diperkirakan beberapa bulan selama tahap konstruksi dan
penyebaran dampak dapat meluas di luar tapak kegiatan proyek.
Upaya mitigasi dampak berupa; Upaya mitigasi dampak antara lain pembuatan pagar
pembatas daerah kerja proyek, material yang tidak terpakai harus dibersihkan dari
lokasi proyek dan menghindarkan penumpukan tanah di lokasi proyek, hal ini akan
menjadi bagian dari syarat-syarat teknis pelaksanaan proyek.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-13
Penyajian mengenai Informasi Lingkungan (PIL) dalam proyek pengelolaan air limbah
sangat penting, hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak-dampak
baik secara fisik/lingkungan maupun sosial. Dalam program pengelolaan air limbah di
Kota Bukittinggi direncanakan pembangunan prasarana dan sarana air limbah, dalam
pengembangan diindikasikan akan terjadi beberapa dampak, diantaranya;
a. Konflik Sosial Masyarakat
Kegiatan pembangunan MCK umum akan membutuhkan lahan untuk penempatan
bangunan, serta kedekatan lokasi septik tank dengan bangunan rumah akan
menimbulkan bau, hal ini yang diindikasikan akan menimbulkan dampak. Rencana
pembangunan yang akan dikembangkan di Kota Bukittinggi adalah pembangunan,
perkiraan konflik yang akan terjadi masalah lahan yang akan digunakan untuk
bangunan MCK, kedekatan lokasi MCK dengan bangunan rumah.
Upaya mitigasi untuk mencegah timbulnya konflik antara lain; memberikan
informasi dan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan dan
kebersihan lingkungan, menyertakan tokoh masyarakat dalam penempatan lokasi
bangunan, upaya desain bangun untuk pembuangan gas dari septik tank tidak
diarahkan ke arah bangunan/disesuaikan dengan arah angin.
b. Perubahan Pola Kebiasaan Masyarakat
Pengoperasian MCK umum diduga akan merubah pola kebiasaan masyarakat bagi
yang terbiasa buang hajat di sungai, pantai atau ruang terbuka lainnya. Upaya untuk
mengantisipasi kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan masyarakat dengan pola
baru adalah memberikan penyuluhan/penerangan mengenai cara memanfaatkan/
menggunakan sarana MCK bagi yang tidak terbiasa, memberikan penyuluhan
tentang kebersihan dan kesehatan, penyediaan kebutuhan air minum yang memadai.
c. Penurunan Kualitas Air Tanah
Kegiatan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), jika tidak
bekerja seperti yang tidak diharapkan secara teknis; diduga berdampak pada
penurunan kualitas air tanah. Untuk itu disarankan agar dalam tahap perencanaan
teknis (DED), desain IPLT dirancang sedemikian rupa dan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan sekitarnya dan lokasi penempatan IPLT berada jauh dari lokasi
badan air. Teknis operasional dan pra desain IPLT termasuk juga target penurunan
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-14
Berdasarkan penyajian informasi lingkungan, disimpulkan bahwa kegiatan proyek
sanitasi (limbah manusia) tidak perlu dilanjutkan dengan proses Analisa Dampak
Lingkangan (ANDAL) dalam melengkapi PJM ini.
4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Sub Sektor Persampahan
Penyajian mengenai informasi lingkungan (PIL) dalam proyek pengelolaan persampahan
mengindikasikan bahwa dampak lingkungan yang terbawa serta oleh kegiatan-kegiatan
proyek pengelolaan persampahan adalah sebagai berikut :
a. Keresahan Sosial Masyarakat
Direncanakan pembebasan lahan seluas ± 10 Ha untuk pembangunan 2 unit TPA dan
200 m² untuk 16 unit TPS dengan kapasitas tiap unit TPS 12 m³ sampah. Kegiatan
ini diduga dapat menimbulkan keresahan sosial masyarakat sehubungan dengan
penggantian (ganti rugi) tanah serta penempatan lokasi TPS dengan bangunan rumah
penduduk. Dampak ini diperkirakan terjadi pada tahap konstruksi dan penyebaran
bersifat lokal, jumlah KK yang terkena dampak sekitar ± 45 KK.
Upaya mitigasi yang dilakukan adalah; memberikan informasi secara jelas kepada
masyarakat mengenai rencana proyek, melakukan pendekatan dan musyawarah
dengan masyarakat dan para tokoh dalam pembebasan tanah.
b. Penurunan Estetika Lingkungan
Kegiatan pengelolaan sampah di TPS, TPA serta pengangkutan sampah dari
TPS-TPS ke lokasi TPA diduga akan menimbulkan dampak penurunan estetika
lingkungan berupa ceceran sampah di lokasi TPS dan TPA. Dampak yang terjadi
dinilai cukup penting karena menimbulkan bau di sekitar lokasi TPS, jalur
pengangkutan dan di lingkungan TPA, penyebaran dampak bersifat lokal. Upaya
mitigasi dampak antara lain pengangkutan sampah dengan cepat dan teratur,
menghindari terjadi tumpukan sampah, dilakukan harmonisasi waktu dalam
pengumpulan dan pengangkutan sampah dari TPS, Penambahan sarana TPS serta
penggunaan jaring-jaring (net) pada truk pengangkut sampah.
c. Pencemaran Air Tanah (Runoff) dan Air Tanah di Lokasi TPA
Kegiatan pengelolaan sampah di TPA diduga akan menimbulkan dampak
pencemaran air larian yang mengalir di atas permukaan tumpukan sampah biasanya
mengandung bakteri colli dan BOD yang relative tinggi dan dampak pencemaran air
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-15
dan air tanah yang ada di sekitarnya. Dampak yang terjadi cukup penting karena
menimbulkan pencemaran tanah, diperkirakan terjadi selama masa TPA beroperasi.
Upaya mitigasi dampak yang dilakukan antara lain; pengelolaan secara controlled
landfill, perlu dibuatkan saluran drainase di sekeliling TPA dan saluran/kolam
pengendali leachate, pembuatan beberapa sumur pengamat untuk memantau kualitas
air sampah secara berkala.
d. Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan pengelolaan sampah di TPA diduga akan menimbulkan dampak terhadap
penurunan kualitas udara. Gangguan tersebut diakibatkan oleh sebaran asap dari
proses pembakaran sampah kering, gangguan lainnya berupa peningkatan
penyebaran gas metan (CH4), karbon dioksida (CO2), H2S dan N2. Gas-gas tersebut
terjadi akibat dekomposisi sampah secara alamiah. Gas metan dan CO2, mempunyai
sifat tidak berwarna dan tidak berbau. Gas metan diidentifikasi mudah terbakar,
sehingga jika tidak dikendalikan akan terjadi kebakaran sampah yang diikuti oleh
asap tebal, hal ini akan membahayakan lingkungan di sekitarnya.
e. Gangguan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan pengambilan sampah dari TPS, pengangkutan sampah dari TPS menuju ke
TPA dan pengelolaan sampah di TPA, diduga akan menimbulkan dampak terhadap
kesehatan manusia khususnya bagi petugas pengelola sampah. Petugas dan
pemulung sampah adalah yang sangat rentan dengan penyakit yang ditimbulkan
sampah, seperti; penyakit kulit, pernapasan dan diarhea. Upaya mitigasi dampak
yang dapat dilakukan khususnya petugas O & P adalah memperhatikan prosedur
kesehatan dan keselamatan kerja (K-3), imunisasi dan penyuluhan kesehatan kepada
petugas O & P serta pemulung.
Pembangunan Bidang Cipta Karya bertujuan untuk peningkatan sarana dan
prasarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas. Dengan kondisi tersebut diharapkan
tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat akan semakin baik. Manfaat tersebut juga
dinikmati oleh masyarakat Kota Bukittinggi melalui kegiatan pembangunan Bidang Cipta
Karya baik yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun dengan
anggaran Pemerintah Kota Bukittinggi sendiri. Pembangunan Bidang Cipta Karya diharapkan
tetap berkelanjutan dalam rangka pemenuhan terhadap kebutuhan dan peningkatan sarana dan
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-16
Beberapa dampak kegiatan berbagai Sektor Bidang Cipta Karya yang diperoleh oleh
masyarakat sebagai berikut :
1
1.. Pengembangan Permukiman
a
a)) Penurunan proporsi rumah tangga kumuh;
b
b)) Penyebab dan dampak bencana dapat diminimalisir;
c
c)) Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun dapat dimanfaatkan secara optimal.
2
2.. Penataan Bangunan dan Lingkungan
a
a)) Terfasilitasinya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan
b
b)) Mulai timbulnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam penataan lingkungan;
c
c)) Terfasilitasinya revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang
terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam.
3
3.. Penyediaan Air Minum
a
a)) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum masyarakat;
b
b)) Meningkatnya peran masyarkat dan Badan Usaha dalam penyediaan dan pengelolaan
air minum;
c
c)) Terlaksananya pengembangan SPAM yang sesuai dengan kaidah teknis dan
Penerapan Inovasi Teknologi.
4
4.. Penyehatan Lingkungan dan Permukiman
a
a)) Terfasilitasinya pengembangan prasarana sanitasi, air limbah, drainase dan
persampahan;
b
b)) Meningkatknya cakupan akses sanitasi yang layak dan berkelanjutan;
c
c)) Meningkatkan prilaku hidup bersih dan sehat;
d
d)) Mulai timbulnya kesadaran dan peran serta masyarakat di bidang air limbah,
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-18 4.3.3 Kegempaan
Daerah Bukittinggi berdasarkan peta resiko gempa Indonesia yang dibuat oleh
Direktorat Penyelidikan Masalah Air, Departemen Pekerjaan Umum (1980) termasuk
kedalam koefesien zona (z) 1,56, percepatan gempa disain di batuan dasar untuk periode
ulang 100 tahun wilayah Kota Bukittinggi adalah 139 gal atau koefesien gempa (k) sebesar
0,14. Gempa yang terjadi pada 13 – 18 November 1981, Kota Bukittinggi termasuk kedalam
zona gempa dengan kekuatan intensitas III – IV skala MMI. Menurut Masyhur Irsyam dan
M. Asrurifak (2010), bahwa kejadian gempa bumi Padang tanggal 30 September 2009
berpengaruh terhadap Kota Bukittinggi termasuk kedalam zona 5 dengan percepatan gempa
0,25 g.
Gempa tektonik yang terjadi tersebut di atas akan mempengaruhi terhadap
aktivitas gunung api G. Marapi, seperti akan terjadi meningkatnya frekuensi getaran-getaran.
Kota Bukittinggi dilihat dari pole struktur geologi adalah wilayah kota yang terdekat
terhadap zona Sesar Sumatera (Semangko) sehingga bila terjadi gempa tektonik akan sangat
mempengaruhi terhadap keberadaan kota itu terutama Permukiman yang sangat berdekatan
dengan Ngarai Sianok.
4.3.4 Zonasi Keleluasaan Pengorganisasian Ruang Lahan
Wilayah Kota Bukittinggi dapat dibagi menjadi 4 (empat) zona keleluasaan
penggunaan lahan. Analisis keleluasaan pengorganisasian ruang dilakukan dengan
mempertimbangkan variabel: Sumberdaya geologi yang terdiri atas:
a) Kemiringan lereng
b) Karakteristik tanah dan batuan
c) Produktifitas akuifer
Bahaya geologi yang terdiri atas:
a) Potensi gerakan tanah
b) Kerawanan bencana gempa bumi
c) Penyisih non geologi yang terdiri atas:
d) Kawasan hutan dan kerawanan banjir
Berdasarkan overlay peta berdasarkan variabel tersebut maka Penyelidikan
Geologi Lingkungan Perkotaan Kota Bukittinggi dan Sekitarnya yang dilakukan pada tahun
2011 oleh Badan Geologi Pusat Sumber Daya air Tanah dan Geologi Lingkungan
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-19 a) Tinggi (leluasa)
b) Menengah (kurang leluasa)
c) Kategori rendah (tidak leluasa)
d) tidak layak
1. Zonasi Keleluasaan Tinggi
Zona ini mudah dalam pengorganisasian ruang dan memiliki kendala kecil untuk,
pembangunan serta tidak memerlukan rekayasa teknis yang berat untuk pengembangan wilayah.
Karakteristik lingkungan fisik pada zonasi ini, diantaranya;
Bentang alam bergelombang hingga datar sehingga untuk pengembangan tidak
memerlukan banyak pengupasan dan pengurugan,
Sumberdaya air terutama air tanah baik dalam kondisi tertekan maupun tak
tertekan banyak dan mudah didapat dengan mutu cukup baik untuk air bersih
yang didapat melalui sumur gall dan pemboran ( terkecuali untuk wilayah
geologi lingkungan Kec. Mandiangin Koto Selayan dibagian barat)
keterdapatan sumber air tanah potensinya kecil).
Daya dukung tanah untuk tumpuan pondasi bangunan cukup baik untuk
bangunan yang tidak berlantai jenis pondasi telapak dapat digunakan, tetapi
untuk bangunan berat bertingkat pondasi sumuran, pondasi tiang (pancang atau
Strauss) dapat dipakai dengan tertumpu pada tanah keras (batuan dasar).
Faktor kendala yang ada relatif kecil, terkecuali untuk wilayah geologi
lingkungan yang berada di dataran lembah di sekitar tepian Sungai Sianok dan
anak cabangnya, berpotensi terkena banjir dan terkena gerakan tanah dari
bagian atasnya. Intensitas kegempaan dalam skala sedang VII - VIII MMI
dengan pecepatan gempa berkisar antara mencapai 0,25 g.
2. Zonasi Keleluasaan Menengah
Zona ini agak mudah dalam pengorganisasian ruang lahan dan pilihan jenis
pengembangan pembangunan lahan yang memiliki kendala dan memerlukan penanganan untuk
menunjang pengembangan wilayah, meliputi wilayah geologi lingkungan di Kec. Mandiangin
Koto Selayan.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-20
hingga datar yang disusun oleh tanah residu lapukan dari tufa berbatuapung Maninjau yang
mempunyai daya dukung sedang.
Faktor kendala di zonasi ini terutama potensi air tanah yang kecil, terutama di
bagian baratlaut Kota Bukittinggi sekitar Jorong Puhun pintu kabun, Jorong Puhun kuriman
Kec. Mandiangin Koto Selayan, kedudukan muka air tanah bebas (tak tertekan) dalam dengan
fluktuasi yang tinggi. Air tanah dalam (tertekan hingga semi tertekan) akuifernya sangat
dalam lebih dari dalamnya Ngarai Sianok lebih dari 100 m di bawah muka tanah setempat,
dengan debit sumur kurang dari 5 l/dt. Pengelolaan pembangunan fisik memerlukan
sumberdaya air bersih, seperti pemboran air tanah dalam. Intensitas kegempaan dalam skala
sedang VII - VIII MMI dengan pecepatan gempa berkisar antara mencapai 0,25 g.
3. Zonasi Keleluasaan Rendah
Zona ini tidak mudah dalam pengorganisasian ruang lahan untuk
pengembangan pembangunan umumnya memiliki kendala tinggi untuk pembangunan dan
memerlukan rekayasa teknis yang lebih banyak, seperti terdapatnya tonjolan topografi berupa
perbukitan landai. Karakteristik lingkungan fisik pada zonasi ini, diantaranya:
Bukit landai di wilayah bentangalam bergelombang hingga dataran.
Bukit landai ini berlereng landai hingga terjal, disusun oleh tanah dan batuan yang
umumnya mempunyai daya dukung sedang hingga tinggi dari tufa berbatu apung
Maninjau.
Faktor kendala di zonasi ini dalam kategori sedang seperti sering terjadi erosi
permukaan pada daerah bukaan yang berkembang menjadi gerakan tanah. Kesulitan untuk
mendapatkan air tanah, setempat dijumpai air tanah dengan muka air tanah yang cukup dalam
mencapai 100 m atau lebih. Pengelolaan lahan untuk pembangunan fisik memerlukan
pemotongan lereng dan penimbunan dengan memperhatikan kestabilan lereng seta tingkat
kewaspadaan terhadap terjadinya bencana beraspek geologi lainnya gempa bumi.
4. Zonasi Tidak Layak
Zona tidak layak ini merupakan zona yang tidak dapat dikembangkan untuk
berbagai kegiatan pembangunan, yaitu berada pada satuan geologi lingkungan dengan
bentang alam gawir Ngarai Sianok. Zona ini berada dalam pengaruh gempa bumi tektonik
yang merupakan bagian dari zona Sesar Sumatera (Semangko), yang sensitif terjadinya
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-21
100 m atau lebih dari mulut gawir merupakan zona tidak layak yang perlu berfungsi sebagai
buffer. Hasil analisis dari tingkat keleluasaan pemanfaatan lahan berdasarkan aspek geologi
lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1
Tingkat Keleluasaan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan
No Tingkat Keleluasaan
Pemanfaatan Ruang
Karakteristik Lingkungan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan
1 Tinggi (leluasa) Pengembangan lahan mudah dilakukan, tanpa memerlukan rekayasa teknik: bentang alam dataran sampai bergelombang; daya dukung tanah sedang; ketersediaan air tanah sedang dengan mutu baik untk air bersih; erosi permukaan pada daerah permukaan miring; potensi gerakan tanah rendah.
2 Menengah (kurang leluasa)
Pengembangan lahan agak mudah dilakukan, memerlukan rekayasa teknik: bentang alam dataranbergelombang; daya dukung tanah sedang; ketersediaan air tanah rendah dengan fluktuasi yang tinggi pada musim kemarau panjang; erosi permukaan pada daerah permukaan miring; potensi gerakan tanah rendah.
4 Tidak layak Pengembangan lahan agak sulit dilakukan, memerlukan rekayasa teknik: bentang alam gawir berlereng terjal hingga tegak; zona sensitif terhadap gempa bumi tektonik yang berpotensi gerakan tanah dan sebagai jalur yang dipengaruhi sesar Sumatra (Semangko)
Sumber: Geologi Lingkungan Perkotaan Kota Bukittinggi dan Sekitarnya (2015)
Dari analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan berdasarkan kriteria
geologi lingkungan maka terlihat bahwa sebagian kawasan Puhun Pintu Kabun dan Bukit
Apit Puhun merupakan kawasan yang leluasa untuk dimanfaatkan sebagai kawasan terbangun
meskipun terdapat juga kawasan yang kurang leluasa dan tidak layak dibangun. Kawasan
yang kurang leluasa untuk pengembangan kegiatan budidaya meskipun masih diperbolehkan
terdapat pada kawasan dengan topogtrafi bergelombang dan kerentanan gerakan tanah
menegah. Sedangkan pada kawasan pinggir ngarai yang berlereng terjal hingga tegak
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-23 4.3.5 Kota Bukittinggi yang Sesuai Peruntukan Lahan Permukimannya Untuk
Pendukung Pembangunan Berkelanjutan
Kriteria umum dan kaidah umum untuk peruntukan kawasan permukiman menurut Modul
Terapan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007 yaitu:
1. Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat dan pembinaan
perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada Undang- Undang Nomor 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Surat Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP);
2. Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya
dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman
dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi
pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan hidup;
3. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh
sarana tranportasi umum;
4. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung oleh
ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa,
perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan
fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama);
5. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
6. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
7. Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba),
penetapan lokasi dan penyediaan tanah, penyelenggaraan pengelolaan, dan
pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang
Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.
Kesesuaian penggunaan lahan di perkotaan yang lebih rinci yang bisa menjadi
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-24 Tabel 4.2
Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng
Peruntukan Lahan
Sudut Lereng (%)
0-3 3-5 5-10 10-15
15-20
20-30 30-40
>40
Jalan raya
Parkir
Taman Bermain Perdagangan Perumahan Trotoar
Bidang resapan septik Tangga umum
Rekreasi
Sumber: William M, Marsh, Landscape Planning Environment Application, 2nd. ed., (1991).
Berdasarkan kriteria Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007
tersebut diatas, lahan yang termasuk kedalam kriteria kawasan yang sesuai untuk perumahan
di Kota Bukittinggi yaitu :
1. Topografi umumnya datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%).
Sebagian lahan dengan kelerengan lebih dari 10% adalah lahan dengan kesesuaian
sedang.
2. Kawasan dapat dilayani oleh jaringan air bersih PDAM maupun oleh sumber air
sumur. Pada kawasan yang sulit dilayani air bersih dengan kuantitas yang cukup dan
stabil maka kawasan tersebut kurang sesuai sebagai kawasan perumahan. Kawasan ini
terdapat pada lingkungan dengan elevasi yang tinggi yang menyebabkan pelayanan
air minum PDAM sulit menjangkau dan sumber air tanah yang layak hanya air tanah
dalam dengan kedalaman lebih dari 100 m
3. Perumahan direkomendasikan pada daerah bebas dari kerawanan bencana gerakan
tanah. Berdasarkan peta gerakan tanah hasil penyelidikan geologi lingkungan tahun
2011, pengembangan kawasan perumahan sesuai dikembangkan pada kawasan dengan
kerentanan gerakan tanah rendah dan kurang sesuai diarahkan pada kawasan dengan
kerentanan gerakan tanah menengah dan samasekali tidak sesuai pada kawasan
dengan kerentanan gerakan tanah tinggi seperti pada zona gawir Ngarai Sianok.
4. Perumahan memiliki drainase yang baik sampai sedang. Kota Bukittinggi umumnya
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-25
5. Kawasan yang berada pada jalur sempadan sungai, rel kereta api tidak diarahkan
sebagai kawasan perumahan.
6. Kawasan tidak berada pada kawasan lindung. Bukit kecil dengan lereng yang terjal di
Kota Bukittinggi (kelerengan > 40%) perlu dimasukkan sebagai zona lindung.
Pembangunan perumahan perumahan pada kawasan ini perlu dilakukan tanpa
mengubah struktur alam lereng perbukitan (tanpa pemotongan lereng) dan berada pada
zona diluar bidang geser tanah.
7. Hamparan sawah beririgasi teknis dengan produktifitas tinggi tidak diarahkan sebagai
kawasan pengembangan perumahan.
Berdasarkan kriteria Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007
tersebut diatas, lahan yang tidak termasuk kedalam kriteria tersebut perlu diarahkan
peruntukannya bukan sebagai kawasan perumahan.
1. Kawasan Bukit Kecil
Kota Bukittinggi memiliki topogafi berbukit. Tercatat lebih dari 20 buah bukit
kecil yang memiliki nama. Karakteristik dari bukit kecil yang terdapat di Kota Bukittinggi
yaitu umumnya memiliki kelerengan yang curam dan area datar yang tidak luas. Bukit-bukit
ini kalau menjadi kawasan terbangun memiliki kerawanan terhadap gerakan tanah pada
bidang geser tanah. Selain itu lahan pada kelerengan yang curam (lebih dari 40%) perlu tetap
dipertahankan struktur alaminya yang ditumbuhi vegetasi. Kawasan bukit kecil dengan
demikian perlu dipertahankan tutupan vegetasinya dan idealnya diperuntukan sebagai hutan
kota.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRTM/2008 Tentang
Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan:
(1) Hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan
kota (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati).
Hutan kota dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial masyarakat (secara
terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau
aktivitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam,
rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur),
wahana pendidikan dan penelitian.
(2) Fasilitas yang harus disediakan disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan seperti kursi
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-26
yang baik bagi ruang hidup satwa misalnya burung, yang mempunyai peranan penting
antara lain mengontrol populasi serangga. Untuk itu diperlukan introduksi tanaman
pengundang burung pada hutan kota”.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan
Kota:
1. Hutan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak
dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
3. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per
seratus) hektar.
Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari
wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
2. Kawasan Persawahan Beririgasi
Di Kota Bukittinggi masih terdapat hamparan lawah persawahan yang cukup
luas. Kawasan persawahan di Kota Bukittinggi tersebut sebagian besar dengan pengairan
irigasi teknis dan semi teknis yang perlu tetap dipertahankan hamparannya sesuai dengan
perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009).
3. Kawasan Sempadan Sungai dan Rel Kereta Api
Kawasan sempadan yang terdapat disepanjang rel kereta api perlu
dipertahankan fungsinya untuk tidak menjadi kawasan terbangun.
4.3.6 Evaluasi Kesesuaian Lahan Terhadap Peruntukan Lahan Yang Telah ditetapkan
Dalam Kota Bukittinggi Tahun 2010 - 2030
Dengan kriteria kesesuaian lahan perumahan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.41/PRT/M/2007 maka evaluasi terhadap peruntukan lahan dalam RTRW Kota
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-27
1. Terdapat kawasan yang sesuai untuk kawasan perumahan tetapi dalam RTRW kota
ditetapkan peruntukannya sebagai RTH taman kota berfungsi lindung di Kel Puhun Pintu
Kabun dan Kel. Bukit Apit Puhun. Kawasan tersebut berada pada zona dengan ciri: tanah
datar sampai bergelombang, berada pada zona gerakan tanah rendah.
2. Kawasan di bagian barat Kel. Puhun Pintu Kabun dengan elevasi yang lahan tinggi
(954-972 dpl) kurang sesuai untuk kawasan perumahan karena kelangkaan air tanah. Kendala
umum dalam pemanfaatan lahan kawasan ini yaitu penyediaan air minum yang sulit. Air
tanah dangkal tidak memadai terutama pada musim kemarau mengalami kekeringan
sedangkan air tanah dalam baru dapat diperoleh melampaui dalamnya Ngarai Sianok
(lebih dari 100 m) dengan debit sumur < 5 lt/dt. Sementara pelayanan air oleh PDAM
dengan kapasitas yang ada sekarang juga sulit mencapai kawasan ini dengan debit yang
dibutuhkan.RTRW kota meperuntukan sebagai taman kota dengan fungsi lindung tetapi
dengan alasan yang kurang jelas dan tegas.
3. Kawasan bukit kecil dengan lereng terjal (> 40%) dengan area datar dipuncak yang
sempit kurang sesuai untuk kawasan perumahan karena rawan gerakan tanah, erosi, serta
mengganggu fungsi ekologis bukit. RTRW kota tidak mengidentifikasi dengan jelas
meskipun ada bukit yang diarahkan sebagai taman kota.
4. Kawasan Ngarai dan sepanjang sempadan Ngarai merupakan zona rawan gerakan tanah
tinggi yang sensitif terhadap gempa bumi tektonik yang berakibat terjadinya gerakan
tanah jenis runtuhan dan longsoran tanah dan batuan. sehingga perlu menjadi kawasan
tidak terbangun. RTRW kota telah mengarahkan peruntukan sebagai kawasan
perlindungan setempat.
Gambar 4.1:
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-28
5. Kawasan sempadan rel kereta api mestinya tidak diperuntukan sebagai kawasan
perumahan atau kawasan terbangun lainnya. Tetapi hal ini belum diarahkan dalam
RTRW kota. Kawasan sempadan sungai terdapat dalam ketentuan rencana tetapi tidak
tergambar dalam peta RTRW kota.
6. Kawasan sawah beririgasi peruntukannya dalam RTRW kota adalah perumahan
kepadatan rendah. Pada hamparan yang cukup luas (lebih dari 5 Ha) dengan tekanan
pembangunan yang tidak tinggi, kawasan sawah sebaiknya tetap dipertahankan
fungsinya.
Gambar 4.3:
Hamparan persawahan beririgasi yang cukup luas dengan tekanan pembangunanyang rendah perlu dipertahankan untuk 20 tahun kedepan.
Gambar 4.2:
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-29
4.3.7 Kesimpulan Dan Rekomendasi KLHS Kota Bukittinggi
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan maka dapat
dilakukan evaluasi terhadap peruntukan lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota
Bukittinggi tahun 2010-2030. Evaluasi tersebut sebagai berikut:
1. Evaluasi Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman
Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman di pada kawasan Puhun Pintu Kabun
dan Bukit Apit Puhun seperti diarahkan dalam RTRW ternyata berdasarkan analisis
sebagiannya sesuai untuk dimanfaatkan sebagai kawasan perumahan yaitu pada kawasan
dengan ciri: topografi datar sampai bergelombang dan tidak berada pada zona sensitif
gerakan tanah pada daerah tepi Ngarai Sianok.
Peruntukan RTH Taman merupakan kawasan terbuka hijau untuk fungsi olahraga dan
rekreasi. Dalam RTRW kota yang telah dibuat perlu kejelasan kriteria peruntukannya
sebagai kawasan lindung yang tidak boleh terbangun. Berdasarkan analisis kesesuaian,
tidak semua zonasi yang ditetapkan merupakan kawasan dengan kerawanan gerakan
tanah yang tinggi sehingga masih bisa ditetapkan peruntukannya menjadi kawasan
budidaya.
2. Evaluasi Kawasan Ngarai Sianok
Kawasan Ngarai Sianok merupakan daerah sensitif terhadap gempa bumi tektonik yang
berakibat terjadinya gerakan tanah jenis runtuhan dan longsoran tanah dan batuan.
RTRW kota telah menetapkan peruntukannya sebagai kawasan perlindungan setempat.
3. Evaluasi Kawasan Sempadan Ngarai Sianok
Kawasan pada jarak 100 m dari mulut gawir Ngarai Sianok merupakan kawasan sensitif
terjadinya gerakan tanah sehingga perlu dihindari sebagai kawasan terbangun. RTRW
kota telah menetapkan peruntukannya sebagai kawasan RTH sempadan ngarai.
4. Evaluasi Kawasan Perumahan
Evaluasi untuk kawasan perumahan sebagai berikut:
Sebagian peruntukan kawasan perumahan berkepadatan rendah dibagian timur kota
yang berada pada kawasan sawah beririgasi teknis kurang sesuai untuk peruntukan ini.
Kawasan ini lebih tepat untuk tetap menjadi peruntukan lahan tanaman pangan lahan
basah. Kawasan ini terdapat di Kec. Aur Birugo Tigo Baleh dan Kec. Mandiangin
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-30 Sebagian peruntukan kawasan perumahan pada kawasan berbukit kurang sesuai untuk
peruntukan ini. Bukit yang ada lebih tepat difungsikan sebagai hutan kota. Bukit ini
terdapat di Kec. Mandiangin Koto Selayan dan Kec. Guguak Panjang.
Sebagian peruntukan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman di kawasan Kel.
Puhun Pintu Kabun dan Kel. Bukit Apit Puhun bisa diubah menjadi peruntukan
perumahan berkepadatan rendah karena sesuai untuk ditetapkan sebagai peruntukan
perumahan.
Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan terhadap kondisi lahan yang ada maka seterusnya dapat dibuat evaluasi terhadap peruntukan lahan dalam RTRW Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030 seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3
Evaluasi Terhadap Peruntukan Lahan Dalam RTRW Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030
No Peruntukan RTRW
Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030
Lokasi Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan
Sebagai Review RTRW
dan tidak berada pada zona sensitif gerakan tanah pada tepi Ngarai Sianok
dapat dijadikan kawasan budidaya peruntukan perumahan.
Kel. Puhun Pintu Kabun
Kawasan di bagian barat dengan elevasi yang lahan tinggi (954-972 dpl)
kurang sesuai untuk kawasan
4 RTH Sempadan Sungai Aur Birugo Tigobaleh, Tarok Dipo, Koto SalaGaregeh, Manggis
Ginting, Campago Guguk Bulek.
Sama dengan peruntukan RTRW.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-31
No Peruntukan RTRW
Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030
Lokasi Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan
Sebagai Review RTRW
eksisting Bulek, Manggis Ginting
perubahan tidak terlalu tinggi dengan hamparan yang cukup luas dalam 20
tahun kedepan perlu dipertahankan sebagai area produktif sawah)
6 Kawasan perumahan
Kawasan bukit kecil yang masih ada lebih tepat difungsikan sebagai hutan
kota.
Positif/Negatif Alternatif Mitigasi Rekomendasi
1 Kawasan
5 Kawasan Perbukitan kecil yang banyak
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-32
Positif/Negatif Alternatif Mitigasi Rekomendasi
perumahan
Sumber : KLHS Kota Bukittinggi
Dalam Pembuatan KLHS diatas pemangku kepentingan yang
bertanggungjawab terdiri dari beberapa SKPD terkait untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.5
Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Contoh Lembaga
Pembuat keputusan a. Walikota
b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana
dan/atau program
Dinas PU-Cipta Karya
Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya
b. LH Masyarakat yang memiliki
informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-33
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.6
Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat*
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: menurunnya kualitas air dan sumber air baku
KotaBukittinggi mempunyai sumber 2 mata air : air baku dari mata air sungai tanang yang sudah banyak di gunakan masyarakat, dan mata air cingkariang, karena pertambahan penduduk perlu penambahan mata air baru.
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman
Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya penyedotan septik tank max. 5 tahun sekali karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan karena limbah black water, selain itu saluran air limbah domestik saat ini masih di salurkan ke saluran drainase menyebabkan pencemaran air dan menambah limbah
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
Saat ini di Kota Bukittinggi Kawasan Kumuh baru akan di indentifikasi dengan membuat RTBL kawasan kumuh sehingga pada tahun 2020 nanti Bukittinggi tidak lagi memiliki kawsan kumuh.
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air di sepanjang badan Sungai
Karena masyarakat miskin banyak tinggal di sepanjang badan sungai otomatis masyarakar mencemari sungai dengan membuang sampah di sungai yang akan menyebabkan pencemaran air.
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-34 Isu 5: Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di sepanjang badan sungai
Dengan kebiasaaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan maka suatu saat nanti akan berkembang berbagai penyakit di masyarakat yang di sebabkan karena kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan.
*) meliputi deskripsi lokasi, penyebab, intensitas dan sebaran dampak
a.) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 4.7
Sistem perizinan yang berkaitan dengan pembangunan perumahan dan permukiman perlu disederhanakan dengan biaya pengurusan perizinan perlu ditekan.
Pembangunan RUSUNAWA Penataan kawasan sepanjang
bibir ngarai termasuk(Koto Barangai) sampai panorama baru
2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 IV-35 3. Pengembangan Air Minum
Program Pembangunan Prasarana Air Minum Melalui Pendekatan Masyarakat di Kelurahan Miskin dan Rawan Air
Program Pengembangan Air Minum di Kecamatan (IKK) yang
Pembangunan saluran air minum di sepanjang kawasan pariwisata panorama baru (penambahan hidran penunjang pariwisata kaw. Panorama baru)
Pengalihan Jaringan Pipa dari badan jalan ke jaringan sarana dan prasarana kota terpadu
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Penyelenggaraan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase di wilayah kota Bukittinggi
Penyusunan rencana induk prasarana dan sarana drainase kota Bukittinggi
Terwujudnya peningkatan peran serta masyarakat dan sanitasi dalam pengelolaan persampahan
Pembangunan TPST/3R
b) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Di Kota Bukittinggi perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana,
dan/atau program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan
disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan
dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa
alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau