BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Susu
Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, casein, laktosa yang disentesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain manapun dalam tubuh sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam tubuh sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu sekitar 50 kg darah dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu (Buckle, 1987).
2.1.1. Sifat Fisik dan Kimiawi Susu
1. Kerapatan
Kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan 1,0320 pada suhu 20°C, kerapatan susu berangsur-angsur meningkat dari saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam sesudah pemerahan.
2. pH
pH susu segar berada diantara pH 6,6-6,7 dan bila terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, angka-angka ini akan menurun secara nyata. Bila pH susu naik di atas pH 6,6-6,8 biasanya hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi, karena penyakit ini menyebabkan perubahan keseimbangan mineral di dalam susu.
3. Warna
Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu, serta penampakannya adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat, dan bahan utama yang memberi warna kekuning-kuningan adalah karoten. Jenis sapi dan jenis makanan sapi juga dapat mempengaruhi warna susu.
4. Cita Rasa
Cita rasa susu hampir tidak dapat diterangkan tetapi rasa manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dari klorida.
5. Penggumpalan
2.1.2. Komposisi Susu
Komposisi susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa faktor. Akan tetapi angka rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah
Komposisi susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa faktor :
1. Jenis ternak, jenis-jenis sapi yang berbeda akan menghasilkan susu dengan komposisi keseluruhan yang agak berbeda, perbedaan yang terbesar dijumpai pada kandungan lemaknya.
2. Waktu pemerahan, unsur laktosa dan protein dalam susu relatif konstan dan menunjukkan keragaman yang kecil bila pemerahan dilakukan pada siang hari. Tetapi kandungan lemak susu mungkin berbeda jika pemerahan dilakukan pada pagi dan kemudian pada sore hari.
3. Urutan pemerahan, pada saat-saat pertama dari pemerahan selalu di peroleh susu yang paling sedikit mengandung lemak, dan pada saat akhir pemerahan diperoleh sisa-sisa yang paling banyak mengandung lemak.
4. Keragaman akibat musim, di daerah iklim sedang kandungan lemak menurun pada waktu udara menjadi lebih panas dan meningkat lagi ketika udara menjadi lebih dingin.
6. Penyakit, penyakit pada sapi biasanya mengacaukan keseimbangan unsur-unsur didalam sapi.
7. Makanan ternak, kurangnya pemberian makanan akan mengurangi volume hasil susu (Buckle, 1987).
2.2. Lemak Susu
Lemak atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1-20 mikron dengan garis tengah rata-rata 3 mikron. Biasanya terdapat kira-kira 1000 x 10⁶ butiran lemak dalam setiap mL susu. Butiran-butiran ini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing (Buckle, 1987).
Dalam lemak susu terdapat 60-75% lemak yang bersifat jenuh, 25-30% lemak yang bersifat tak jenuh, gambar dari lemak susu dapat dilihat pada gambar 2.2 keterangan dari gambar tersebut lemak susu adalah yang berbentuk bulat atau disebut fat globule dan disekitar nya itu adalah serum (http://animalscience-info.blogspot.co.id/2011/2013/struktur-dan-komposisisusu.html).
Gambar 2.2. Lemak Susu
2.2.1. Kerusakan Lemak Susu
perkembangan flavor yang menyimpang dalam produk-produk susu, seperti: 1. Ketengikan, yang disebabkan karena hidrolisa dari gliserida dan pelepasan
asam lemak seperti butirat dan kaproat, yang mempunyai bau yang keras, khas dan tidak menyenangkan.
2. Tallowiness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak jenuh.
3. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena fosfolipid.
4. Amis atau bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi hidrolisa (Buckle, 1987).
2.3. Susu Kental Manis
Susu kental manis merupakan produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dari campuran susu dan gula dengan menghilangkan sebagian airnya sehingga mencapai tingkat kekentalan tertentu, atau hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2011).
2.3.1. Proses Pembuatan Susu Kental Manis
ditambahkan gula sehingga diperoleh konsentrasi gula 62,5% sebagai sukrosa dalam produk akhir. Gula yang ditambahkan harus bebas dari mikroba patogen pencemar dan harus bebas dari gula invert, karena hal ini akan membantu terjadinya pengentalan selama penyimpanan seperti disebutkan terdahulu. Fungsi gula terutama adalah sebagai pengawet, karena sebagian besar mikroba kecuali ragi – ragi osmofilik tak dapat hidup pada konsentrasi gula 62,5%.
b. Proses selanjutnya meliputi penguapan susu yang sudah mengandung gula dengan kondisi yang sangat ringan dengan menggunakan penguap hampa pada suhu 77°C. Pada suhu 49°C, fase cair dari produk yang dikentalkan menjadi jenuh dengan laktosa dan pada waktu susu kental itu didinginkan terjadi larutan jenuh dan kristalisasi. Jika tidak dilakukan dengan sangat hati – hati, akan terbentuk inti laktosa dalam jumlah sedikit dan ini akan tumbuh menjadi kristal berukuran makro yang cukup keras dan terasa kasar. Akibat kristalisasi laktosa ini adalah “rasa seperti pasir” yang dianggap dapat mengurangi mutu susu kental manis. Untuk menghindari hal ini harus diadakan pendinginan sedemikian rupa sehingga terjadi kristalisasi laktosa secara cepat dan dengan demikian terbentuk kristal –kristal kecil. Hal ini dijalankan dengan mendinginkan susu sampai suhu 30°C yang akan menghasilkan keadaan lewat jenuh dari laktosa dan kemudian dilakukan pembibitan dengan menambahkan laktosa yang berbentuk halus dengan jumlah 0,6 g/l susu kental. Kristalisasi akan selesai selama waktu 3 jam. c. Bila proses kristalisasi telah selesai, susu kental didinginkan, dimasukkan
dalam kaleng. Produk itu kemudian ditutup dan tidak memerlukan proses pemanasan lagi. Stabilitas mikrobiologis produk tersebut ditentukan oleh kandungan gula yang tinggi dan masalah kerusakkan biasanya terbatas pada pertumbuhan jenis ragi osmofilik (Buckle, 1987).
2.4. Lemak / Lipida
Lipida dapat didefenisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti suatu eter, benzen, atau kloroform, hidrokarbon atau dietil eter. Ini juga mencakup banyak macam senyawa. Lipid juga dapat dihubungkan satu sama lain berdasarkan kemiripan sifat fisisnya, tetapi hubungan kimia, fungsional dan struktur, maupun fungsi-fungsi biologis yang beranekaragam (Fessenden, 1986).
Lemak (fat) mempunyai arti yaitu suatu zat yang tidak larut dalam air dapat dipisahkan dari tanaman atau binatang. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang serupa atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya juga berbeda-beda, dan walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid, struktur lemak dapat dilihat pada gambar 2.4 (Fessenden, 1986)
2.4.1. Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya :
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-gugus polar.
2. Viskositas minyak dan lemak cair biasanya bertambah dengan bertambahnya panjang rantai karbon; berkurang dengan naiknya suhu.
3. Minyak dan lemak lebih padat dalam keadaan padat dari pada dalam keadaan cair.
4. Lemak adalah campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri dari suatu fase padat dan fase cair (Buckle, 1987).
2.4.2. Pembagian Lemak
Senyawa-senyawa yang termasuk lemak ini dapat dibagi dalam beberapa golongan.
1. Lemak jenuh ialah lemak yang gugus alkil dari lemak tersebut merupakan rantai hidrokarbon jenuh (rantai karbon tunggal)
Contoh asam butirat CH (CH ) CO H, asam palmitat CH (CH ) CO H 2. Lemak tak jenuh ialah lemak yang gugus alkil dari lemak tersebut merupakan
rantai hidrokarbon tak jenuh (rantai karbon ganda)
2.4.3. Fungsi Lemak
Dalam tubuh manusia lipid berfungsi sebagai komponen struktural membran sel, sebagai penyimpanan energi, sebagai bahan bakar metabolik, dan agen pengemulsi (Montgomery, 1993)
Lapisan lemak dibawah kulit merupakan isolator untuk menjaga stabilitas tubuh. Lemak membantu transpor atau absorbsi vitamin-vitamin yang ada dalam lemak. Didalam lambung lemak menekan sekresi lambung. Dengan demikian ini akan memperlambat waktu pengosongan lambung-lambung yang akibatnya memperlambat rasa lapar seseorang (Poedjiadi, 1994)
Dalam bidang biologi lemak dan minyak dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan biomolekul. Dalam bidang ini nilai gizi kalori yaitu 9 kilokalori setiap gramnya (Sudarmadji, 1989).
Dalam pengolahan makanan, lemak dan minyak berfungsi sebagai berikut: 1. Sebagai media penghantar panas sewaktu mengoreng makanan
2. Sebagai bahan makanan untuk memperbaiki tekstur cita rasa makanan. 3. Lemak yang ditambahkan pada pembuatan kue, misalnya akan memperbaiki
tekstur kue itu disamping cita rasanya lebih lezat.
4. Sebagai penambah kandungan energi dalam makanan itu (Moehyi, 1992).
2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Konsumsi Lemak
1. Kelebihan Konsumsi Lemak
Lemak dan gula merupakan zat gizi yang menjadi sumber energi. Apabila kandungan hidran arang dalam makanan sedikit sekali digunakan sebagai sumber energi dapat menyebabkan tingginya kandungan zat lemak dalam darah, yang merupakan awal dari timbulnya masalah kesehatan dengan terjadinya penyakit pengerasan pembuluh darah atau aterosklerosis yang kemudian berkembang menjadi penyakit jantung koroner (Moehyi,1992).
Bahan pangan yang banyak mengandung kolestrol terutama berasal dari hewani. Kandungan kolesterol dalam darah yang normal 240ml/100ml. Modifikasi lemak dalam darah sesungguhnya ditunjukan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam jaringan, khususnya dalam dinding arteri. Biasanya dengan diet kadar lemak dalam darah mulai berubah dalam beberapa hari atau minggu. Untuk mengurangi kadar kolesterol dalam darah, pengurangan konsumsi lemak jenuh akan banyak pengaruhnya (Winarno, 1995).
2. Kekurangan Konsumsi Lemak
Telah dilakukan penelitian bahwa difisiensi asam lemak selain menyebabkan gangguan pertumbuhan juga dapat menyebabkan penyakit dermatis (penyakit kulit). Menurunkan efisiensi energi dan menyebabkan gangguan transportasi lipid dalam tubuh. Kemudian minuman bagi tubuh adalah kira – kira 2% dari kebutuhan kalori, jika kelebihan akan berbahaya (Poedjiadi, 1994).
2.5Analisa Lemak
Sokletasi
Ekstraksi secara soxhletasi pada dasarnya merupakan jenis ekstraksi secara berkesinambungan. Pelarut dipanaskan sampai mendidih. Uap pelarut akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. pelarut turun untuk mengekstraksi zat aktif dalam sampel. Selanjutnya bila pelarut mencapai sifon, maka seluruh pelarut akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Prosedur penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan makanan dengan ekstraksi sokletasi.