• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB V"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

117

LIMA

KONFLIK DAYAK VS TAMBANG

Pengantar

Sepanjang pemerintahan Orde Baru, hasil sumber daya alam di Kalimantan Tengah tidak habis-habisnya dieksploitasi, sehingga ada banyak kelompok-kelompok masyarakat asli atau masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah “harus” bangkit melakukan perlawanan terhadap para pengusaha tambang karena hutan, tanah dan air yang menjadi identitasnya terus diambil alih. Karenanya benar apabila Usop (2008) menyatakan bahwa orang Dayak memiliki sejarah panjang tentang berbagai konflik dengan para investor yang datang untuk mengambil keuntungan.

Pada awalnya konflik yang terjadi di Kalimantan merupakan konflik antar suku di mana orang Dayak harus menjalankan ritual adat habunu (bunuh-membunuh), dan hajipen (saling memperbudak). Dari konflik antar suku kemudian berkembang menjadi konflik antar etnis seiring dengan masuknya para transmigrasi dan puncaknya terjadi pada tahun 1991 yang kemudian dikenal dengan peristiwa “sampit

(2)

118

Bagaimana situasi konflik berikut peran dan kepentingan dari para aktor di dalamnya serta isu-isu yang menjadi pemicu konflik menjadi pokok bahasan dalam bab ini. Dimulai dengan penggambaran sumber konflik antara orang Dayak vs PT IMK, kemudian diteruskan dengan menjelaskan peran aktor dengan berbagai kepentingan sebagai pemicu munculnya konflik antara orang Dayak dengan PT IMK.

PT Indo Muro Kencana sebagai Sumber Konflik

Perlawanan terhadap kegiatan usaha penambangan di Indonesia terus menguat, seperti perlawanan terhadap PT Newmont Minahasa Raya (NMR), anak perusahaan Newmont Mining Corp yang berbasis di Denver, AS, di Sulawesi Utara; dan PT Kelian Equatorial Mining dimana 90 persen sahamnya dimiliki Rio Tinto, adalah pemegang Kontrak Karya penambangan emas terbesar di Kalimantan Timur.

Rio Tinto, merupakan perusahaan tambang raksasa yang berkantor pusat di London dan Melbourne, memiliki saham di Freeport McMoran, pemilik mayoritas saham PT Freeport Indonesia. Perlawanan ini terjadi karena ada kesadaran masyarakat bahwa hadirnya perusahaan pertambangan ternyata tidak membawa berkah tetapi membawa bencana. Hal ini ditunjukkan dari sejumlah seruan yang disampaikan oleh kelompok masyarakat termasuk LSM untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan pertambangan mengingat banyak permasalahan yang muncul dan tidak terselesaikan. Tuare Natkime tetua adat Amungme menyesalkan adanya tambang di wilayah adatnya: “sungguh, saya benar-benar marah kepada Tuhan. Mengapa Dia harus menempatkan segala gunung-gunung yang indah dan barang tambang itu di sini" (Paharizal dan Yuwono, 2016).

(3)

119

memberikan kesejahteraan dan memakmurkan masyarakat kami khususnya desa-desa di Tanah Siang di mana tempat perusahaan yang memiliki izin Kontrak Karya Generasi III Bahan Galian Emas. Kenyataan yang terjadi justru bukan memberikan kedamaian malah melecehkan warga. 15

Masyarakat Oreng Kambang kemudian bertekad untuk terus melakukan perlawanan terhadap PT IMK guna mencari keadilan terutama pengakuan terhadap hak-hak komunalnya yang selama ini telah dirampas tanah, sungai-sungai dipenuhi limbah beracun, tempat-tempat berusaha dirobahkan menjadi lobang-lobang mematikan, situs budaya juga dijarah, kepercayaan kepada leluhur dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dinodai oleh PT IMK yang hanya bermodalkan selembar kertas yang bernama izin kontrak karya.

Awal konflik, ketika PT IMK datang ke Oreng Kambang dengan membawa Kontrak Karya yang diberikan pemerintah langsung menggeser dan mengambil alih seluruh tambang milik masyarakat Oreng Kambang dan masyarakat sekitarnya. Dengan dukungan aparat negara dalam hal aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Barito Utara (sekarang menjadi Kabupaten Murung Raya) dan pihak kepolisian (pasukan Brimob), datang ke tambang milik masyarakat Oreng Kambang menggusur dan mengusir mereka. Kekejian ini terus berlangsung dari tahun 1987, di mana dalam proses penggusuran semua sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah penduduk diratakan dengan traktor dan alat chainsaw. Lebih menyakitkan lagi bahwa

dalam proses penggusuran; “tidak ada ganti rugi dengan jalan apapun”

tertanda Bupati seperti tertulis di papan setelah proses penggusuran. 16

Selain melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat milik masyarakat Oreng Kambang, dalam rangka perluasan wilayah tambangnya, PT IMK juga melakukan eksploitasi di Kaki Gunung Puruk Kambang yang bagi orang Dayak Siang Murung dan umat agama

15 Megapos. 31 Januari 2013, Permasalahan Puruk Kambang, Tokoh Desa Adukan PT

IMK ke LMMDDKT.

16 Dokumen yang dipersiapkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) untuk memberikan

(4)

120

Kaharingan merupakan kawasan yang sangat suci dan sakral. Kawasan Gunung Puruk Kambang sejak tahun 1990 diberi status oleh negara 17

sebagai Situs Budaya yang keberadaaanya harus dilindungi. Walaupun kawasan ini sudah dilindungi, namun pihak PT IMK tetap menginginkan untuk mengeksploitasi kawasan ini.

Selain kedua permasalahan di atas, dampak negatif akibat hadirnya PT IMK juga menjadi salah sumber konfik, seperti pencemaran lingkungan yang dilaporkan oleh Tim Ekpedisi Kathulistiwa (2012) di mana ada banyak sungai telah tercemar (sungai Pute, Manawing, dan Mangkahui); juga ada penghilangan sungai di pit Sarujan (sungai Sarujan, sungai Salampong, sungai Lahing, sungai Kalang Tantatarai, sungai Takukui, sungai Sangiran Lika, Sangiran

Ma‟lu, sungai Tino, sungai Hanjung, sungai Mahaloe, dan sungai Nangor) yang juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah pembangkit listrik dari pabrik dan reklaming tambang, ada sekitar 33 lobang tambang yang tidak ditutup. Disamping itu ada 3 (tiga) sungai yang sudah tercemari zat asam tambang (sianida) dan juga mercury, yaitu; sungai Mangkahui, sungai Manawing dan sungai Babuat. Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.1. di bawah ini.

Dampak yang lain adalah terjadinya perubahan bentang lahan yang diakibatkan pola penambangan ovenvit area, dan gejolak sosial. Sebelum masuknya PT IMK, di beberapa kawasan terutama yang menuju ke Situs Puruk Kambang masih hutan dan menjadi supermarket dan apotik hidup bagi masyarakat Oreng Kambang. Kawasan tersebut sudah hancur, ikan dan binatang buruan, burung-burung, sayur-sayuran serta obat-obatan (fauna dan flora) sampai untuk memenuhi kebutuhan peralatan rumah tangga serta perlengkapan ritual adat sudah punah. Hal ini menambah panjang

17 Situs Budaya Puruk Kambang terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

(5)

121

permasalah terkait dengan hilangnya memori sosial masyarakat atau perampasan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang hidup dan berkembang sejak zaman dahulu sebelum masuknya kolonialisasi dan imperialisasi baru berbentuk penguasaan invetasi (PT IMK) untuk pengerukan sumber daya alam di bumi Kalimantan. 18

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Gambar 5.1.

Pembuangan Tailing, Lobang Penampungan Tailing,

Sungai yang Dialiri Mercuri, dan Penambangan di Kaki Puruk Kambang

Gambaran Konflik Masyarakat Oreng Kambang vs PT IMK

Di Indonesia, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti dimandatkan dalam UUD 1945 versi amandemen, digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat terutama di pasal 33.19

18 Memori social yang dirasakan sudah tidak ada lagi adalah aturan pemamfaatan

terbatas yang penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alam. (Wawancara dengan warga masyarakat, Palangkaraya, 2012)

19 Pasal 33 UUH 1945 menegaskan bahwa: ”cabang-cabang produksi yang penting bagi

(6)

122

Sesuai dengan isi dari pasal 33, maka dapat dimaknai bahwa konsep kemakmuran rakyat hanya bersifat populis di mana masyarakat ditempatkan sebagai kelompok utama dan diajak untuk terlibat baik pada saat pengambilan keputusan hingga dapat menikmati hasil pengolahan sumber-sumber tersebut itu.

Keterlibatan masyarakat mutlak diperlukan dalam setiap pemanfaatan sumber daya alam, tidak saja bagi penentuan arah tujuan suatu kegiatan tetapi juga sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan pengolahan sumberdaya alam tersebut. Peran serta rakyat penting terutama menjaga keseimbangan hak negara yang dimandatkan pasal 33 UUD 1945 untuk mengatur, menyelenggarakan, menggunakan, persediaan dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturan hukumnya dengan hak rakyat untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari pengolahan sumberdaya alam. Tidak hanya itu, masyarakat juga diberikan kesempatan untuk mengelola sendiri sumber daya alam yang dimilikinya.

Di pihak lain, dikatakan bahwa pertambangan itu sendiri tidak diperkenankan beroperasi di tempat umum, seperti tempat-tempat suci, perkuburan, pekerjaan-pekerjaan umum (jalan, saluran air, listrik dan lain-lain), pemukiman, tanah-tanah pekarangan serta tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan yang lain (pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan). Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa kepentingan umum atau bersama adalah yang utama dan merupakan kewajiban dari setiap pengelola pertambangan. Makna yang bisa dijelaskan dari pasal ini adalah penghormatan terhadap tradisi dan kehidupan masyarakat lokal (adat) yang tinggal di wilayah dan sekitar pertambangan sudah diperkenankan.

(7)

123

ahli profesional pemerintah dan pihak swasta selalu menilai bahwa proses usaha pertambangan rakyat tidak diciptakan melalui prosedur perijinan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dan kemudian mereka dikategorikan sebagai Pertambangan Emas yang Tidak Memiliki Ijin atau disingkat PETI. 20 Dampaknya pertambangan rakyat

mudah digusur seperti yang dilakukan PT IMK terhadap penambang rakyat di Oreng Kambang.

Atas dasar interpretasi terhadap pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun 1967 tersebut, setelah PT IMK resmi mengantongi ijin Kontrak Karya dari pemerintah pada tahun 1985, di mana lokasi penambangan emas berada di 3 (tiga) Kecamatan di Kabupaten Murung Raya, yaitu; Kecamatan Permata Intan, Kecamatan Murung dan Kecamatan Tanah Dayak, tentunya akan berdampak pada penggusuran aktifitas tambang rakyat yang selama ini sudah ada dan dikelola oleh masyarakat Oreng Kambang serta masyarakat sekitarnya. Sampai pertengahan tahun 1987, PT IMK masih memberikan kesempatan kepada para penambang untuk tetap menambang.

Walaupun diberi keseempatan namun para penambang tetap resah terutama para penambang di desa tetangga Oreng Kambang yaitu desa Marindu di mana wilayah desa ini menjadi salah satu areal paling awal yang dijadikan sebagai wilayah penambangan PT IMK (Haridison, 2006). Meskipun menghadapi kekecewaan, mereka tidak putus asa tetapi terus melakukan upaya untuk memperoleh ijin sehingga dapat memperoleh kekuatan secara hukum untuk terus menambang. Didampingi LSM Yayasan Bina Sumber Daya atau disingkat YBSD, mereka kemudian mengajukan perijinan dengan cara melayangkan berbagai surat permohonan ijin 21 kepada pemerintah Desa, Kabupaten

20 Hasil wawancara dengan Prof Usop, 23 Nopember 2013 di Palangkaraya

21 Surat pemohonan yang dimaksud antara lain; 1) Surat permohonan masyarakat Desa

(8)

124

hingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian terkait (Haridison, 2006). Upaya yang dilakukan para penambang untuk memperoleh ijin nampaknya gagal karena tidak mendapat tanggapan serius dari pihak pemerintah. Dengan kata lain, para penambang siap untuk digusur karena dikategorikan sebagai penambang ilegal atau PETI.

Tepatnya bulan September 1987 ujar seorang warga masyarakat 22,

PT IMK didukung aparat satuan tugas Pemerintah Daerah Tingkat II Barito Utara dan pihak keamanan (Brimob) melakukan pengusuran dan penutupan tambang emas milik rakyat dengan dalih bahwa aktivitas tambang rakyat tidak sah secara hukum karena tidak memiliki ijin (Peti). Wilayah penambangan yang sudah diserahkan pemerintah hak pengelolaannya kepada PT IMK adalah seluas 47.962 hektar, maka proses penggusuran dan penutupan tambang rakyat mulai dilakukan tepatnya di wilayah kirikil I, kirikil II, dan kirikil III wilayah Kecamatan Siang. Kegiatan pengusuran dan penutupan ini kemudian dilanjutkan pada bulan Oktober 1987 dengan melibatkan tidak saja personil kepolisian tetapi personil dari Angkatan Darat (YBSD, 1998).

Puncak penggusuran dan penutupan tambang rakyat terjadi pada bulan Januari 1988 terutama di Luit Raya di pit tambang Serujan. Petugas dari Pemerintah Daerah Tingkat II didukung aparat keamanan menggusur semua sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah penduduk dengan traktor dan alat chainsaw sehingga rata dengan tanah. 23 Selain itu mereka juga menyita dan merampas barang-barang

milik masyarakat serta melakukan penangkapan terhadap 5 (lima) orang warga masyarakat Oreng Kambang. Meskipun terjadi

Propinsi Kalimantan Tengah; dan (5) Surat permohonan masyarakat Desa Konut kepada nomor: 01/Urpem/DK/KTS/1991, kepada Gubernur KDH TK. I Propinsi Kalimantan Tengah, Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri.

22 Wawancara dilakukan dengan seorang warga masyarakat Dayak Siang yang sedang

melakukan pembicaraan dengan LMDDKT di Palangkaraya pada tanggal 14 Maret 2013.

23 Hasil wawancara dengan seorang warga yang juga penambang menceritakan bahwa

pada saat terjadinya penggusuran dan penutupan tambang miliknya mesin tumbuk untuk pemurnian emas miliknya diporak-porandakan dan dipotong dengan chainsaw

(9)

125

penggusuran, tetapi masih ada sekelompok penambang (rakyat) yang terus melakukan aktifitas penambangannya hingga akhir tahun 1990. Dampak dari penggusuran adalah terjadinya penghentian dan pengungsian seluruh aktifitas pertambangan yang dikelola oleh rakyat. Mengenai peta konflik dapat dilihat pada gambar 5.2. dan 5.3 di bawah ini.

Sumber : GIS LMMDD-KT, 2017

Gambar 5.2.

(10)

126

Sumber : ASX Release, 2012

Gambar 5.3.

Peta Konflik PT IMK dan Para Penambang

Disamping melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat di lokasi penambangan, kegiatan lain yang dilakukan PT IMK adalah melakukan eksplorasi areal dengan cara mengebor tanah hingga mencapai lapisan bebatuan untuk melihat dan meneliti seberapa besar kandungan emas di dalamnya. Hasilnya disimpulkan bahwa tidak semua wilayah Kontrak Karya Tambang yang diberikan pemerintah (secara administrasi berada di wilayah di Kecamatan Siang, Kecamatan Permata Intan, dan Kecamatan Murung) mempunyai kandungan deposit emas yang menurut ukuran PT IMK apabila ditambang akan habis dalam jangka pendek. Wilayah yang mempunyai kandungan deposit emas yang tidak memenuhi syarat untuk ditambang adalah tambang emas di Marindu yang berada di wilayah DAS Desa Konut, kecamatan Siang. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa penambang emas di Marindu meskipun secara diam-diam karena kuatir akan digusur lain. 24

24 Hasil wawancara dengan dengan tokoh masyarakat Oreng Kambang di Palangkara,

(11)

127

Aktivitas penambangan dan pengolahan emas oleh PT IMK terus berjalan meskipun pada tahun 1993 terjadi pengambilalihan pengelolaan PT IMK dari Duval Cooperation of Indonesia (Amerika), Pelsart Muro Pty Limited (Australia) dan Jason Mining (Australia) ke perusahaan Aurora Gold Limeted dari Autralia. Pergantian pengelola PT IMK pada dasarnya bertujuan menata kembali sistem manajemen menuju ke arah yang lebih baik. 25 Bersamaan dengan pengambil-alihan

pengelolaan oleh perusahaan Aurora Gold Limited, masyarakat Oreng Kambang bersama dengan para tokoh adat mendiskusikan kembali upaya-upaya untuk tetap mempertahankan Gunung Kambang atau Puruk Kambang yang berada di wilayah penambangan PT IMK sebagai situs budaya yang sudah mereka rintis sejak tahun 1990. Mereka kemudian membuat surat dan memohon kepada pemerintah dan pemerintah daerah agar Gunung Kambang atau Puruk Kambang tetap diakui sebagai situs budaya. Surat ini mendapatkan tanggapan positif baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah. 26

Pengakuan pertama datang dari Kantor Wilayah Departeman Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Tengah yang kemudian dikuatkan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah bahwa Puruk Kambang beserta lingkungan di sekitarnya harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya demi kepentingan masyarakat, ilmu pengetahuan, bangsa dan negara. 27 Menindak lanjuti pengakuan tersebut, Direktor

Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi Republik Indonesia mengeluarkan surat kepada PT IMK yang menyatakan bahwa Puruk Kambang adalah bukit yang diyakini sebagai

25 Hasil wawancara dengan dengan mantan pegawai PT IMK di Oreng Kambang, 13

Juli 2016.

26 Hasil wawancara dengan dengan Ketua Adat Oreng Kambang di Oreng Kambang, 12

Juli 2016.

27 Surat dari Kantor Wilayah Departeman Pertambangan dan Energi Propinsi

(12)

128

tempat suci oleh masyarakat setempat. 28 Selanjutnya Gubernur

Kalimantan Tengah mengeluarkan surat kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Utara memerintahkan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pengamanan, pembinaan, dan pelestarian Puruk Kambang di Kawasan Desa Oreng Kambang, Kecamatan Tanah Siang yang oleh masyarakat setempat diyakini sebagai tempat suci atau keramat dan sebagai Situs Cagar Budaya. Adanya surat tersebut menjadikan Puruk Kambang sebagai situs budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan keberadaaanya. Lebih jelasnya lihat gambar 5.4. di bawah ini.

Meskipun penambangan dan pengolahan emas terus dilakukan oleh PT IMK, masalah demi masalah kembali muncul terkait dengan munculnya dampak negatif yang dirasakan oleh 15 desa yang berada di sekitar tambang, 29 seperti yang ditunjukkan dari berbagai pelaporan

hasil pendampingan oleh YBSD Murung Raya, Walhi, dan Jatam. Permasalahan yang dimaksud selain terjadinya penggusuran tambang rakyat, khususnya wilayah perkampungan, di desa-desa resmi yang diakui pemerintah; penggusuran tanah adat masyarakat berupa wilayah perkebunan, perumahan, pertanian, ladang, tanah keramat, tanah perkuburan tanpa ganti rugi, masalah lainnya terkait dengan terjadinya pencemaran lingkungan akibat tailing (limbah) perusahaan, yaitu di DAS Muro Menawing, DAS Mangkahui, DAS Konut.

28 Surat dari Departeman Pertambangan dan Energi Republik Indonesia, Direktorat

Jenderal Pertambangan Umum tertanggal 30 September 1994 kepada PT IMK No. 1809.A/20/DJP/1994 tentang Pelestarian Puruk Kambang dan Surat Guburner Propinsi Kalimantan Tengah tertanggal 07 Nopember 1994 kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Utara No. 522.5/1916/Ek. Tentang Pelestarian Puruk Kambang.

29 Catatan Walhi (2000), ada 15 Desa di 3 Kecamatan yang terkena dampak langsung

(13)

129

Sumber : LMMDDKT, 2014

Gambar 5.4.

Lokasi Puruk Kambang, Penjaga Puruk Kambang, Lobang Suci dan Sakral, Kubur Para Leluhur

Menghadapi berbagai dampak yang muncul, akhirnya masyarakat Oreng Kambang memutuskan untuk melakukan perlawanan kepada PT IMK di wilayah mereka melalui berbagai aksi protes dan melaporkan berbagai permasalahan kepada instansi pemerintah, militer maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dimulai dengan menayangkan surat kepada Camat, Bupati, Gubernur, hingga Pangdam VI Tanjung Pura. Dalam perkembangannya, surat yang ditayangkan tidak mendapatkan respon. Aksi selanjutnya adalah mengutus delegasi ke Jakarta bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Lungkungan Hidup; Kedutaan Australia di Jakarta; DPR RI khususnya komisi VIII dan Komisi HAM. Kemudian pada tahun 1998 dengan difasilitasi oleh koalisi ornop yang ada di Jakarta (Jatam, Walhi, dan Elsam) mereka mendatangi secara khusus kantor pusat Aurora Gold Limited di Perth, Australia untuk menyampaikan aspirasi.

(14)

130

hasil. Untuk itu mereka bersepakat untuk mengajukan gugatan PT IMK secara hukum ke pengadikan negeri Jakarta. Menindak-lanjuti kesepakatan ini dibentuklah Tim Advokasi Tambang Rakyat (TATR) yang anggotanya terdiri dari perwakilan Walhi, Jatam, Alperudi, YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta) dan dari kelompok penambang diwakili Anderas Udang. 30 Selain mempersiapkan gugutan hukum,

TATR juga diberi tugas untuk; (1) mengirimkan surat protes keras kepada PT IMK dan Kapolri; (2) melakukan konferensi pers untuk pernyataan sikap; (3) investigasi langsung ke lokasi; (4) dialog/hearing dengan DPR RI Komisi VIII untuk mendesakkan agar memanggil pimpinan PT IMK; dan (5) melakukan audiensi dengan Menteri Pertambangan dan Energi untuk meminta penjelasan atas kasus ini.

Di tingkat lokal, juga dilakukan aksi damai dengan cara menutup areal desa mereka yang digunakan sebagai jalan dari lokasi tambang menuju pabrik. Aksi lain melakukan pendudukan lobang-lobang tambang di lokasi penambangan PT IMK hingga melakukan pencurian batu emas hasil pengembonan yang dilakukan PT IMK yang belum sempat diambil untuk diolah. Dampak dari adanya gerakan perlawanan masyarakat Oreng Kambang “memaksa” pihak PT IMK kembali duduk bersama dengan masyarakat walaupun pada akhirnya juga tidak menemukan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan di atas. Hal yang kemudian dilakukan masyarakat adalah tetap melakukan pendudukan kembali (reklaiming) wilayah pertambangan yang telah diambil alih oleh PT IMK tepatnya pada akhirnya pada tahun 1999.

Perlawanan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Oreng Kambang kemudian mendapat tanggapan dari PT IMK dengan membentuk Pam Swakarsa di mana anggotanya direkrut dari warga masing-masing desa sebanyak 10 orang. Kemudian pada bulan Maret 2000, PT IMK dengan didukung pasukan Brimob (30 orang) dan Pam Swakarsa kembali melakukan sweeping untuk memaksa penduduk yang menguasai tambang untuk meninggalkan lokasi tambang. Dengan todongan senjata laras panjang yang dilakukan pasukan Brimob serta melakukan penangkapan terhadap 9 (sembilan) orang termasuk

(15)

131

perempuan yang dianggap sebagai “provokator” yang berasal dari masyarakat Oreng Kambang. 31 Akibat penangkapan ini, muncul

kegelisahan dan putusnya tali darah keluarga antara yang pro dan kontra terhadap kehadiran PT IMK. Beberapa kasus diangkat oleh Peneliti Jatam (2002), salah satunya kasus Pak Bia yang sangat anti dengan hadirnya PT IMK. Sikap permusuhan muncul karena adik kandungnya sendiri sangat berpihak dengan PT IMK. Akhirnya hubungan persaudaran menjadi terputus. Hal yang sama juga terjadi dengan Ibu Setiawati harus putus hubungan dengan anaknya walaupun dia bekerja sebagai potong rumput di PT IMK. Kasus Ibu Rustiyati (dikenal dengan Itar), merupakan salah seorang dari sembilan orang yang ditangkap Brimob di mana keluarganya merupakan barisan yang kuat melawan kehadiran PT IMK selalu berhadapan dengan keluarga dekatnya yang lain pendukung PT IMK. Pada akhirnya tindakan yang dilakukan PT IMK mendapat tanggapan keras dari TATR dan mendesak Kapolri untuk menarik pasukan Brimob dari lokasi serta membebaskan masyarakat yang ditangkap.

Kutukan keras ini nampaknya tidak mendapatkan respon dari pihak kepolisian menyebabkan kelompok masyarakat Oreng Kambang bersama dengan Walhi kembali mempersiapkan demontrasi tepatnya tanggal 13 April 2000 bertemu Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) untuk menyampaikan surat protes atas tindakan anggotanya di lapangan. Hasil yang sama juga terjadi karena demontrasi yang dirancang justru tidak berjalan karena tidak memperoleh ijin dari pihak kepolisian.

Di sisi lain, upaya PT IMK untuk terus menggusur para penambang juga belum berakhir. Seiring dengan keluarnya Intruksi Presiden No. 3 Tahun 2000 tentang Penambangan Liar, PT IMK didukung aparat Pemerintah Daerah dan pihak keamanan serta Pam Swakarsa memperoleh legitimasi untuk kembali melakukan penggusuran terhadap para penambang tradisional yang sejak lama

31 Hasil wawancara dengan Mira aktifitas gerakan perlawanan kelompok Oreng

(16)

132

melawan PT IMK. Walhi dan Jatam kembali mengeluarkan protes yang pada akhirnya juga tidak memperoleh tanggapan.

Aksi teror, intimidasi, dan rekayasa terus terjadi dikarenakan PT IMK tidak mau bertanggungjawab atas tuntutan masyarakat, serta selalu melibatkan aparat keamanan dalam menyelesaikan sengketa perusahaan dengan masyarakat. Disamping itu juga bukan rahasia umum bahwa PT IMK dalam menjalankan praktek-praktek negatif untuk mengelola konflik dengan masyarakat juga menggunakan politik uang di mana warga lokal dijadikan sebagai petugas keamanan serta membentuk kelompok masyarakat lokal (Pam Swakarsa) yang mendapat imbalan untuk merendam perlawanan rakyat yang pada akhirnya melahirkan berbagai kekecewaan dan kemarahan serta konflik horisontalnya. Puncaknya pada akhir bulan Juni 2000, masyarakat kembali melakukan aksi turun kejalan dengan cara melakukan aksi pemblokiran kegiatan PT IMK terutama pada pabrik pengolahan dan jalan-jalan yang menuju lokasi tambang PT IMK. Dalam aksi tersebut, masyarakat mengeluarkan 5 (lima) tuntutan kepada PT IMK, yaitu: (1) Meminta pihak PT IMK untuk menyelesaikan serta bertanggungjawab atas segala permasalahan dengan masyarakat yang menjadi korban akibat terjadinya penembakan oleh aparat keamanan dalam hal ini oleh Brimob. Untuk itu PT IMK harus menghentikan aktifitasnya sampai permasalahan tuntas; (2) Meminta kepada petugas (Brimob) supaya tidak lagi berada di areal tambang PT IMK karena dianggap bertindak brutal; (3) Petugas polisi (Brimob) harus bertanggungjawab atas terjadinya penembakan tersebut dan diproses secara hukum; (4) Menuntut agar PT IMK tidak lagi melakukan operasi di wilayah Murung Raya; dan (5) Meminta aparat penegak hukum atau yang berwenang untuk membongkar kasus-kasus kekerasan dari awal beroperasinya PT IMK dan keterlibatan Brimob sebagai petugas keamanannya hingga terjadinya penembakan berulangkali menyebabkan jatuhnya korban bahkan meninggal dunia.

(17)

133

tambang yang diakui punya IMK, dikejar pihak keamanan PT IMK dan Brimob. 6 (enam) orang diantara mereka dipaksa meninggalkan wilayah tambang dengan kekerasan. Mereka terpaksa lari ke lubang tambang (pit) yang cukup dalam, kemudian aparat melempari mereka dengan batu-batu dari atas lubang tambang. 32 Satu orang diantara

mereka mati tertembak, dan satu lagi mati karena menderita luka-luka yang diduga karena kena lemparan atau terbentur benda keras saat lari menghindar serbuan aparat. Peristiwa pengejaran dan penembakan tersebut merupakan bukti nyata bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh PT IMK dengan menggunakan aparat keamanan terjadi setiap saat. Alat negara (Brimob) yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat malah menjadi alat yang efektif bagi perusahaan untuk melakukan pelanggaran HAM di wilayah kontrak karya mereka sendiri. Mengapa demikian karena aparat Brimob telah nyata-nyata telah melanggar Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 pasal 1 dan pasal 3 serta amademen UUD Republik Indonesia Tahun 2000.

Bagi Walhi dan Jatam, tindakan yang dilakukan aparat keamanan merupakan pelanggaran HAM karena instrumen-instrumen hukum nasional maupun internasional telah dilanggar, seperti pada pasal 1 Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 menyebutkan "Aparatur penegak hukum setiap waktu memenuhi tugas yang ditetapkan kepada mereka oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang terhadap tindakan-tindakan tidak sah, sesuai dengan tingkat tanggung jawab tinggi yang dituntut oleh profesi mereka". Selain itu, pasal 2 Resolusi PBB di atas menyebutkan "Dalam melaksanakan tugasnya, para pejabat penegak hukum akan menghormati dan melindungi martabat manusia dan mempertahankan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dari semua orang." Pasal 3 Deklarasi Universal HAM menyebutkan "Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dankeselamatan sebagai Individu" dan pasal 5 menyatakan: "Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi.” Bahkan dalam Amandemen kedua UUD Republik Indonesia Tahun 2000,

(18)

134

secara tegas menyebutkan (pasal 28G ayat 1) bahwa: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Setelah mengalami dinamika yang berkepanjangan dan banyaknya tuntutan dan perlawanan dari masyarakat Oreng Kambang, memaksa Aurora Gold Limited sebagai pemilik saham PT IMK ingin menjual sahamnya kepada investor lain. Berdasarkan hasil analisis potensi tambang diketahui bahwa sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482 juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au dan 99 gram per ton Ag dan diperkirkan akan habis sampai September 2002. 33 Rencana penjualan

saham ini tentunya mendapatkan protes keras dari Walhi karena Aurora Gold Limited; (1) belum melakukan restorasi areal-areal bekas

tambang; karena dengan sistem tambang “strip mining” (pengikisan muka bumi), maka harus dikembalikan sebagian lapisan pucuk (top soil) sehingga sebagian tanaman/tumbuhan dapat hidup kembali; dan (2) Membayar ganti rugi atau rekognisi secara rasional atas hancurnya lahan usaha, tempat keramat dan tanah adat suku-suku Dayak di mana mereka beroperasi. Pernyataan sikap ini dikeluarkan Walhi pada tangga 13 April 2000.

Terkait dengan belum terselesaikan persoalan ganti rugi tanah termasuk kasus kelompok Ipong L. Pambuk dengan kelompok Herry S. Penyang dikarenakan tiga hal: (1) Besarnya jumlah nilai uang yang diminta oleh masyarakat tidak rasional. Sebaliknya nilai yang diberikan oleh PT IMK sangat kecil atau sangat murah; dan (2) Data penyelesaian ganti rugi tanah dalam dokumen PT IMK tidak sesuai dengan kenyataan lapangan, akibatnya ada beberapa nama warga

“pemilik tanah” tidak masuk dalam daftar tersebut; dan (3) ketidak

sepakatan terkait dengan luas tanah yang hendak diganti rugikan (Dokumen LMMDDKT, 2013). Bagi PT IMK persoalan ganti rugi tanah

33 Sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482 juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au

(19)

135

dilihat sebagai uang sewa sehingga harga sewanya sangat murah. Hal ini ditunjukan dari hasil perjanjian PT IMK dengan Purkan, pemilik tanah seluas 70.497 meter (7,497 Ha) yang tinggal di desa Juking Sopan. PT IMK hanya menawarkan uang sewa sebesar Rp. 3.947.854,- diluar pembebasan terhadap tanam tumbuh atau bangunan yang ada di atas tanah. Nilai ini sangat kecil (Mengacu pada Surat Kesepakatan dan Syarat-syarat dalam Perjanjian Sewa Tanah PT Indo Muro Kencana). Menjawab belum terselesaikannya persoalan ganti rugi tanah, memaksa pihak pemerintah daerah untuk turun tangan

Dari berbagai aksi yang sudah dilakukan nampaknya belum juga membawa hasil sehingga masyarakat Oreng Kambang menjadi kecewa terhadap koalisi LSM (TATR) ternyata belum mampu memperjuangkan hak-hak mereka. Karenanya pada proses negosiasi selanjutnya dengan PT IMK mereka tidak lagi dilibatkan.

Di kelompok masyarakat yang lain seperti kelompok masyarakat Marindu, desa Konut, Kecamatan Tanah Siang juga muncul aksi perlawanan dengan bentuk yang berbeda. Berdasarkan pemahaman bahwa para penambang khususnya tambang rakyat, hak wilayah dan hak tanah muncul di luar perhitungan karena posisi mereka lemah yaitu hanya sebagai pemakai atau pengguna lokasi penambangan. Munculnya hak-hak ini juga ketika lubang kena atau boom emas, akibatnya sejumlah aparat desa, tokoh-tokoh adat, unsur Musyawarah Pemerintah Kecamatan (Muspika), polisi berdatangan untuk meminta jatah kepada para penambang dan pemilik mesin. Hasil wawancara Haridison (2006) terhadap seorang penambang senior menyatakan

bahwa: “Saya pernah memberikan jatah sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) kepada aparat desa dan kecamatan. Memberi jatah ini sudah menjadi semacam tradisi bagi penambang rakyat. Untuk membantah dan menolak juga tidak mungkin karena suatu saat kami membutuhkan mereka sebagai jaminan melangsungkan usaha. Kami tidak mau dipersulit ketika nanti kami berurusan dengan pihak mereka.

(20)

136

2006). Mendirikan lembaga koperasi tercetus pada saat para penam-bang di Marindu sudah memiliki Surat Izin Pertampenam-bangan Rakyat Daerah (SIPRD). Realisasi dari ide tersebut baru terbentuk pada tahun

2004 dengan nama Koperasi “Harapan Bersama” dengan ijin No. 412.32/BH/178/2004 tanggal 5 Januari 2004. Sebagaimana tujuan koperasi pada umumnya, tujuan didirikannya Koperasi Harapan Bersama adalah: (1) Melegalkan usaha; (2) Mempermudah masuknya investor. Hal ini dikarenakan para investor tidak mau berspekulasi mendukung Koperasi di Marindu bila tidak ada satu lembaga yang menangani atau memiliki sistem yang jelas dan dapat menjamin investasinya; (3) Mensejahterakan anggota; (4) Membina masyarakat penambang, khususnya dari segi peraturan, hukum dan aturan main; dan (5) Meminimalisir PETI yang cukup banyak di Kabupaten Murung Raya.

Awalnya, untuk terlaksananya pendirian koperasi ini, masyarakat diminta mengumpulkan uang sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Uang hasil kumpulan tersebut dipergunakan untuk pengurusan dan biaya administrasi. Jumlah anggota masyarakat yang ikut serta dalam pengumpulan uang tersebut berjumlah 70 orang, yang otomatis menjadi anggota koperasi. Pengurus koperasi ini juga merupakan warga masyarakat setempat yang sekaligus sebagai pemegang izin dari SIPRD.

(21)

137

Faktor-faktor inilah yang ditakuti oleh para investor untuk berspekulasi bekerjasama dengan koperasi. Pada dasarnya harapan semua investor dalam suatu usaha adalah memperoleh keuntungan maksimal dari investasi yang dilakukannya. 34

Tidak berjalannya fungsi lembaga koperasi membuat pengelolaan tambang emas rakyat tidak mengalami peningkatan yang berarti terutama dalam konteks pengembangan inovasi teknologi yang digunakan dalam usaha penambangan dan profesionalitas dalam mengusahakan tambang. Padahal dengan koperasi, masyarakat akan dipermudah dalam memperoleh modal: alat, bahan dan perlengkapan dasar yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan serta kemudahan dalam penjualan yang tidak perlu jauh-jauh ke Puruk Cahu atau Mangkahui karena sudah ada koperasi yang menampung emasnya. Bentuk perlawanan dengan mendirikan koperasi mengalami kegagalan dan masyarakat kembali kecewa.

Meskipun ada banyak persoalan yang belum disesaikan, tetapi PT IMK terus memperluas wilayah penambangannya. Masalah kemudian muncul, wilayah-wilayah tambang baru PT IMK kebanyakan belum memenuhi Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Sejumlah LSM terutama Walhi melontarkan protes kepada pemerintah, karena PT IMK melakukan penambangan khususnya di lokasi Tasat, Desa Junking Sopan, Kabupaten Murung Raya. Hal yang sama juga diprotes oleh anggota DPR-RI (Andi Hasyim, SH) yang dimuat di Koran Pelita tertanggal 25 April 2007 dengan judul Komisi III Tanggapi Tambang Emas PT IMK Tanpa Izin. PT IMK seharusnya tidak dapat membuka hutan untuk penambangan sebelum dikeluarkannya IPPKH dari Menteri Kehutanan. Nampaknya persyaratan ini tidak dipatuhi karena mulai awal tahun 2004 PT IMK terus memperluas wilayah tambangnya dengan membabat hutan. Tanah-tanah masyarakat yang tidak mau dijual atau disewa juga turut dibabat habis oleh PT IMK, seperti tanah milik Ipong tanpa ijin dan

34 Hasil wawancara dengan salah seorang pengusaha tambang pada tanggal 22

(22)

138

musyawarah. 35 Ipong kemudian melawan menggunakan pendekatan

adat melalui ritual hinting pali. Tujuannya adalah agar tanah yang dimilikinya dapat dijaga dan dipertahankan. Mengenai gambaran upacara ritual hinting pali diperlihatkan oleh gambar 5.5. di bawah ini.

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Gambar 5.5.

Masyarakat Adat Dayak Saat Melakukan Ritual Hinting Pali, Palang Adat Melarang Pihak Perusahaan Membuka Hutan Lahan Warga

Terkait dengan pelaksanaan ritual hinting pali adalah memasang tanda larangan atau melarang masuk di areal tanahnya. PT IMK kemudian melaporkan Ipong ke pihak Polres Murung Raya dengan sangkaan terkait dengan pemasangan plang larangan memasuki tanah yang menjadi miliknya, dan diputuskan bersalah dengan hukuman penjara selama 4 bulan 15 hari. Ipong dan keluarga merasa tidak puas dengan perlakuan pihak Kepolisian dan mengadukan kasus ini kepada Kepala Adat Oreng Kambang yang kemudian mendukung Ipong untuk kembali melakukan ritual adat Dayak, hinting pali.

Pemasangan tanda yang dimaksud adalah tali rotan dan daun sawang yang dipercaya bisa menolak roh jahat yang membawa petaka (bala) bagi warga dayak. Pemasangan ini dilakukan dengan; (1) upacara

(23)

139

pesta adat potong hewan besar (babi, sapi atau kerbau) dihadapan orang banyak; (2) melalui behas tawur, mengundang unsur taloh/roh gaib, dan liau tertentu, diundang atau dijemput pula unsur ilah-ilah penguasa lingkungan langit, bumi dan air, diminta ikut serta menghakimi atau menyaksikan sumpah/janji; (3) dalam pesta adat makan bersama ini dilaksanakan acara khusus yang disebut sapa sumpah pasak teguh malentup awang baluh, hatatek uei, malabuh batu, marapak ijang pahera, hatawur uyah kawu, hatindik sawang-bungai, mamapak baji/paku hai intu batang kayu bagita hai dengan hakekat bersama pihak yang pernah bermusuhan saling tidak akan dendam, saling berbasuh rasa bermusuhan; (4) dari pihak-pihak yang berani melanggar sumpah atau janji ini, pihaknya akan dimakan atau terjadi sasaran oleh sumpah sebanyak tersebut di atas.

Aksi perlawanan dengan menggunakan simbol ritual adat hinting pali nampaknya dapat menjadi alternatif untuk menetralkan suatu wilayah atau kawasan yang sedang berkonflik antara dua belah pihak, dalam hal ini antara kelompok Ipong L. Pambuk dengan PT IMK. Melalui cara ini Ipong mengajak PT IMK yang sedang bersengketa untuk mencari jalan damai guna mencapai kesepatan. Apabila ada yang melanggar/melintasi dan atau melanggar hinting pali akan kena singer atau sanksi adat berupa denda, seperti yang diatur dalam perjanjian Tumbang Anoi, terutama Pasal 27 tentang Singer Tetes Hinting Bunu (Denda adat menghentikan permusuhan) dan pasal 58 tentang Singer Pali Karusak Hinting (denda adat kerusakan hinting pali).

(24)

140

oleh Ipong L. Pambuk kemudian pihak PT IMK, Allen Silvester serta para saksi; Kapores, Dinas Kehutanan, Sekretaris Daerah, Para Damang Kepala Adat, Camat dan Kepala Desa Junking Sopan.

Kasus yang lain adalah konflik antara Herly dan keluarganya dengan PT IMK terkait dengan penggusuran juga belum terselesaikan. Atas dasar pengalaman penangani kasus Ipong dan keluarga, Pemerintah Daerah melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Murung Raya turun tangan untuk memfasilitasi penyelesaian kasus ini. Pada tanggal 14 April 2009 di Kantor Sekretaris Daerah diadakan pertemuan dengan pihak Herly dan keluarganya guna melakukan pembahasan terkait dengan sengketa tanah dengan PT IMK. Hasil pembahasan disimpulkan bahwa pihak perusahaan (PT IMK) merasa telah membayar biaya tali asih atas tanah kepada Herly dan keluarganya. Namun dari pihak Herly dan keluarga merasa tidak pernah menerima kompensasi. Karena tidak ada titik temu, maka pihak pemerintah daerah yang memfasilitasi pertemuan mencari jalan tengah di mana pihak Herly dan keluarganya dapat kembali mengajukan permintaan pembayaran tali asih yang rasional kepada PT IMK. Penyelesaian kasus ini selanjutnya tidak diketahui karena tidak diperoleh data.

(25)

141

Terkait dengan pelanggaran adat, Damang Tanah Adat Siang mengeluarkan keputusan adat tertanggal 16 Juli 2010 karena PT IMK bersalah memasuki kawasan Buffer Zone Puruk Kambang yang disakralkan. Oleh karenanya sidang adat memutuskan dan

menjatuhkan hukuman “Kaouh Dusa Muntam Tana Pali” (tanah larangan) dan hukuman “Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina) kepada PT IMK. Hukuman adat yang diberikan adalah; (1) menyediakan 2 (dua) ekor kerbau jantan dan 2 ekor kerbau betina

sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana Danum” (membersihkan

tanah/tempat suci/sakral); (2) membayar denda adat berupa 10 ekor

babi ukuran 50 kg/ekor sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana Danum”; (3) membuat pagar sekeliling Puruk Kambang dalam batas

minimal 100 meter dari kaki bukit; (4) membuat 1 (satu) buah rumah Betang ukuran 8 x 15 meter di sekitar wilayah Puruk Kambang sebagai tanda peringatan bagi semua orang agar tidak lagi merusak wilayah tersebut; (5) membuat jalan menuju situs Cagar Budaya Puruk Kambang dengan lebar 3 meter sebagai jalan bagi kegiatan pariwisata dan budaya bagi masyarakat dan turis mancanegara; (6) membayar

denda Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina) dengan nilai Rp.

100.000.000,- sebagai denda inmaterial; (7) Tidak lagi menambah luasan kegiatan kearah kaki Puruk Kambang dan terkecuali melakukan kegiatan kearah perluasan wilayah yang sudah sudah dieksploitasi (Pit Serujan East) serta merehabilitasi atau mereklamasi kawasan yang sudah dieksploitasi setelah kegiatan dinyatakan selesai (lihat gambar 5.5. dan gambar 5.6.); dan (8) menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat adat atas pelanggaran tersebut.

(26)

142

periode waktu nota kesepahaman ini guna mendukung DAD melaksanakan pembangunan dibidang yang dimaksudkan di atas.

Sumber : Hasil Penelitian, 2014

Gambar 5.6.

Lokasi Penambangan PT IMK di Serujan Pit

Sumber : Hasil Penelitian, 2014

Gambar 5.7.

Tailing Dam di lokasi Penambangan Serujan Pit PT IMK

(27)

143

dengan ketua Dewan Adat Dayak Murung Raya, namun bagi masyarakat Oreng Kambang apa yang dilakukan oleh Damang Kepala Adat Siang dengan DAD patut dipertanyakan. Didukung dengan seluruh warga masyarakat, kemudian Kepala Adat Oreng Kambang mengadukan kasus ini kepada Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalimantan Tengah atau disingkat LMMDDKT, seperti yang diberitakan harian Megapos (Kamis, 31 Januari 2013) dan surat tanpa nomer yang dikirimkan oleh masyarakat wilayah Desa Oreng Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada LMMDDKT. Dalam

pernyataannya, Diter Dua, perwakilan tokoh dan adat bahwa; “kami

masyarakat Desa Oreng Kambang memohon LMMDDKT untuk mendampingi kami dalam menghadapi PT IMK yang telah melakukan pelanggaran”, salah satunya adalah mengancam kelestarian situs budaya Puruk Kambang.

Menurut Diter Dua; “selama ini perusahaan tersebut (maksudnya PT IMK) dalam kegiatan tambangnya tidak mampu menciptakan sistem pertambangan pengelolaan alam secara arif dan benar serta tidak dapat memberikan kesejahteraan”. “Bahkan perusahaan itu tidak mampu melindungi dan mempertahankan eksistensi budaya lokal, termasuk sistem hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat”. Selanjutnya perusahaan tersebut juga telah melecehkan warga sekitar dengan menjadikan warga sebagai korban pidana sehingga tidak pernah memberikan kedamaian, malahan

perusahaan melecehkan warga yang memasang “hinting pali” dituntut

30 milyar. Perusahaan tidak menghargai makna “hinting pali” yang sebenarnya. Karena dengan menggandeng LMMDDKT untuk mendampingi mereka agar dapat menghentikan seluruh kegiatan penambangan PT IMK di wilayah Situs Puruk Kambang.

(28)

144

1991, LMMDDKT mampu memfasilitasi penyelesaiannya dengan baik meskipun dalam banyak hal keberadaannya mendapat kritik. 36 Sebagai

wadah bagi orang Dayak, LMMDDKT memfasilitasi dengan menyelenggarakan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah (KRKT). Hingga tahun 2014, LMMDDKT telah menyelenggarakan 5 (lima) kali KRKT yang secara khusus diselenggarakan untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi orang Dayak di Kalimantan Tengah.

Hingga akhir tahun 2013, LMMDDKT telah banyak mendampingi kelompok masyarakat adat Dayak yang ruang kehidupan terancam karena hutan, tanah dan air diambil alih seiring dengan banyaknya serangan investor yang masuk di Kalimantan Tengah (Diambil dari berbagai dokumen pelaporan kegiatan pendampingan LMMDDKT dari tahun 2005 sampai 2013).Orang Dayak umumnya menjadi “terkejut” terutama bagi mereka yang tinggal di desa-desa di daerah pedalaman yang menjadi sasaran proyek investasi. LMMDDKT melakukan pendampingan agar orang Dayak dapat mempertahankan wilayah-wilayah adatnya yang diambil alih negara untuk kepentingan para investor. Beberapa model perlawanan yang didampingi LMMDDKT, seperti: melakukan demontrasi, melakukan pola ancaman, pelaporan terkait dengan konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan kepada Pemerintah Daerah, Polisi, Pengadilan dan NGO-NGO lokal, regional dan internasional, judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Perkebunan dan UU Pertambangan yang dirasa merugikan orang Dayak. Model perlawanan terakhir yang didampingi adalah dengan menggunakan cara adat, melalui pemasangan “hinting

pali” (police line secara adat). 37

Menanggapi permintaan pendampingan dari masyarakat Desa Oreng Kambang, maka pihak LMMDDKT bersepakat untuk mendukung gerakan perlawanan mereka. Dimulai dengan pertemuan-pertemuan yang dilakukan antara pihak LMMDDKT dengan warga

36 Kritik terkait dengan keterlibatan LMMDDKT dalam konflik etnis (Dayak vs

Madura) oleh Van Klinken (2007). Menurut Klinken, posisi LMMDDKT terutama para tokohnya lebih kepada kepentigan politik semata (pemilihan Gubernur).

37 Hasil wawancara dengan tokoh pemuda penggerak dan ketua LMMDDKT Tabela,

(29)

145

masyarakat adat Puruk Kambang baik di Kota Palangkarya maupun di Puruk Kambang. Dari hasil wawancara diketahui ada beberapa kali pertemuan tetapi yang utama pertemuan pada tanggal 03 Februari 2013 di kantor LMMDDKT di Palangkaraya. Dalam pertemuan ini dilakukan pemetaan terkait dengan klaim tanah Situs Puruk Kambang dan data-data administrasi terkait dengan pengakuan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjadikan Puruk Kambang sebagai situs budaya. Kesesokan harinya tanggal 04 Februari 2013. Tim LMMDD-KT melakukan kunjungan lapangan ke Puruk Kambang. Pertemuan penting yang kedua terjadi pada tanggal 05 Februari 2013 membicarakan rencana pemasangan patok batas tanah adat 1000 meter dari Puruk Kambang dengan memasang “hinting pali”.

(30)

146

lndonesia; (5) membuat pelaporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik lndonesia; (6) mengirimkan Surat Kepada NGO Nasional dan lnternasional mohon dukungan dalam memperjuangkan hak-hak asasi; (7) meminta kepada DPR-RI untuk dapat memanggil PT lMK untuk dapat mengklarifikasi persoalan yang menyangkut hak-hak masyarakat adat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Republik lndonesia; (8) akan melakukan demonstrasi di setiap kantor Perwakilan PT. IMK di Balikpapan, Murung Raya, Jakarta dan juga gedung bursa efek Jakarta sebagai bentuk kampanye negatif (black compain) terhadap PT IMK yang diduga melakukan tindakan manipulasi sehingga merugikan negara Republik lndonesia; (9) membuat laporan bukti data-data dan data tentang kolong lubang bekas galian oleh PT. IMK tahun 2007-2013 tidak pernah di reklamasi; (10) memberitahukan kepada pihak Auditors Pricewaterhouse Coopers Chartered Accountants QVr, 250 St George's Terrace PERTH WA 6000. Berkaitan dengan kejadian yang telah terkumpul, dan dapat diduga PT. IMK telah melakukan kegiatan yang merugikan Negara Republik lndonesia dengan lampiran-lampiran bukti yang ada; dan (11) upaya terakhir adalah akan melakukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan gugatan pencabutan Kontrak Karya PT. IMK dengan Negara Republik lndonesia sama seperti kasus BPH Migas.

Meskipun ada ancaman yang dinyatakan melalui surat tersebut, namun PT IMK tidak merespon karena mereka sudah mengantongi surat dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

Jenderal Kebudayaan kepada PT IMK No.

247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013 tentang informasi tentang Situs Gunung Kambang tertanggal 29 Januari 2013 yang menyatakan bahwa sesuai dengan kesepakatan masyarakat adat 38, maka untuk zone penyangga

yaitu dalam radius 100 meter dari Kaki Gunung Kambang.

38 Kesepakatan masyarakat adat yang dimaksud dibuat dalam bentuk surat pernyataan

(31)

147

Atas dasar surat tersebut, pihak PT IMK tidak memiliki persoalan lagi dengan masyarakat adat Dayak Oreng Kambang sehingga tidak perlu ditanggapi. Dengan kata lain, gerakan yang dilakukan pada aras lokal dianggap gagal mengingat zone batas Puruk Kambang sudah diputuskan sebelumnya. Tindak lanjutnya adalah LMMDD-KT kembali memfasilitasi pertemuan-pertemuan dengan masyarakat Oreng Kambang. Hasil pertemuan memutuskan akan melakukan aksi ke pusat kekuasaan di Jakarta untuk menemui DPR RI, Kemetrian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), Kementrian Lingkungan Hidup, dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini didasarkan pada kesimpulan bahwa gerakan perlawanan di aras lokal dianggap gagal dan tidak membuahkan hasil sehingga harus dibawa ke aras yang lebih tinggi lagi yaitu ke pemerintah pusat di Jakarta.

Di Jakarta, aksi dimulai dengan melakukan audiensi dengan PT IMK dan langsung diterima perwakilan PT IMK di gedung Menara Sampoerna Strategic Square Jakarta, tertanggal 25 Februari 2013. Hasil audiensi disepakati bahwa PT IMK bersedia melakukan pertemuan dengan masyarakat Oreng Kambang tetapi tempat pertemuannya di lokasi tambang (SITE) dalam hal ini di Puruk Kambang. Tawaran tempat pertemuan ditolak karena delegasi dari masyarakat Oreng Kambang justru berada di Jakarta.39 Melalui surat No.

018/P/LMMDDKT/II/2013, yang ditanda tangani oleh Sekretaris Jenderal LMMDDKT, Kepala Adat dan perwakilan masyarakat Oreng Kambang perihal konfirmasi dan penolakan masyarakat Desa Oreng Kambang pertemuan di Puruk Kambang. Melalui surat tersebut juga diusulkan agar pertemuan dilakukan di Jakarta mengingat utusan sedang berada di Jakarta.

Pertemuan kedua dengan PT IMK gagal karena PT IMK di Jakarta tetap menghendaki penyelesaian masalah di lokasi tambang Puruk Kambang. Dengan gagalnya pertemuan ini, tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh utusan adalah bertemu dengan DPR RI, Badan Pemeriksaaan Keuangan (BPK) RI, Kedutaan Besar Australia di Jakarta,

39 Delegasi dari masyarakat Oreng berjumlah 8 orang, terdiri dari; wakil dari

(32)

148

Media Elektronik (TV One, dan Metro TV) dan Cetak (Kompas dan Jakarta Pos di Jakarta), serta ke Komnas HAM.

Audiensi dimulai dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya Direktorat Jenderal Kebudayaan pada tanggal 28 Februari 2013. Harapan hasil audiensi adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mencabut Surat dengan No. 247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013 tentang Situs Gunung Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada PT IMK. Pencabutan yang dimaksud adalah tentang kesepakatan penentuan zone penyangga dalam radius 100 meter dari Kaki Gunung Kambang. Menurut utusan, seharusnya bukan pada radius 100 meter tetapi 1000 meter dari kaki bukit sekeliling Puruk Kambang mengacu pada batas kawasan cagar budaya Puruk Kambang seperti yang tertuang dalam dokumen surat pernyatan sikap Kerukunan Pulau Basan tanggal 27 Desember 1993. Dokumen lainnya yang mempertegas adalah surat pernyataan Yohanes Atak Lidi selaku Damang Kepala Adat Tanah Siang Selatan tertanggal 27 Agustus 2010 yang mana dalam surat pernyataan itu juga di tanda tangani oleh Odong Klerek selaku Damang Kepala Adat Kordinator Kabupaten Murung Raya dan Drs Herianson D. Silam, MT yang juga wakil ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Murung Raya

Permintaan ini kemudian diterima oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk ditindak-lanjuti. Pada tanggal yang sama, utusan kembali membuat surat kepada Kemetrian Pendidikan dan Kebudayaan up. Direktorat Jenderal Kebudayaan No. 03/II/2013 perihal Mohon Pencabutan Surat No. 247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013.

(33)

149

utusan pertemuan dengan anggota DPR RI dianggap gagal karena mereka tidak memberikan respon yang positif dan mengusahakan jalan ke luar atas penyelesaian permasalahan (seluruh proses pertemuan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 5.8. di bawah ini).

Sumber : Hasil Penelitian, 2014

Gambar 5.8.

Dari Pertemuan Kampung, Palangkara Raya hingga Pertemuan dengan Wakil Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta

Selanjutnya, pada tanggal 01 Maret 2013, utusan melayangkan surat ke Kementrian ESDM khususnya Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara perihal pengaduan dan minta audiensi sehubungan dengan kegiatan operasi penambangan PT IMK di areal situs cagar budaya Puruk Kambang. Surat ini tidak mendapat tanggapan dari pihak kementrian seperti yang diharapkan. Kemudian pada tanggal 07 Maret 2013, utusan melayangkan surat kepada Kementrian Lingkungan Hidup RI up. Seluruh Deputi Lingkungan Hidup dan Biro juga Staf Ahli. Dengan No. 05/II/MLH/2013 tertanggal 07 Maret 2013, utusan menyampaikan pelaporan dampak lingkungan hidup di Desa Oreng Kambang di areal Kontrak Karya PT IMK.

(34)

150

Utusan membuat press release untuk disampaikan ke berbagai media. Isi dari press release terkait dengan kegiatan penambangan yang dilakukan PT IMK yang dinilai; (1) melakukan penambangan secara ilegal serta kejahatan terhadap lingkungan (enviroment crime). Mitra Lingkungan Hidup (LH) Kalimantan Tengah dalam siaran pressnya (Tambangnews.com, Selasa 5 Februari 2012) menyatakan : PT. Indo Muro Kencana telah melakukan exploitasi Tambang Emas 2 (dua) tahun belum memiliki dokumen Lingkungan, (pembahasan dokumen Amdal di lakukan pada bulan Desember 2012). Hal ini melanggar UU 32 Tahun 2009 dan PP 27 Tahun 2012, dan diketahui oleh semua unsur pemerintah setempat akan tetapi tidak ada tindakan konkrit, dapat di katagorikan sebagai upaya pembiaran; (2) PT IMK mengingkari tanggungjawab sosial yang harus dijalankannya; (3) PT IMK melakukan penjarahan dan penodaan terhadap situs budaya suku Dayak dan Agama Umat Keharingan yang dlindungi oleh negara melalui UU No. 5 Tahun 1995 yang di perbaharui dengan UU No. 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya khususnya penjelasannya Bab X (pengawasan dan Penyidikan) – Bab XI (Ketentuan Pidana); dan (4) PT IMK Menambang Tanpa Izin Lingkungan.

Keseluruhan kerja utusan dianggap tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Hanya satu yang dikatakan berhasil adalah kesediaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan cq Direktur Jenderal Kebudayaan mencabut suratnya No. 247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2012 tentang Situs Gunung Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada PT IMK. Selanjutnya Direktur Jenderal Kebudayaan mengeluarkan surat kepada PT IMK tembusan masyarakat Adat Desa Oreng Kambang bahwa; (1) Penentuan radius 100 meter adalah untuk zona penyangga yang dibutuhkan untuk melindungi Gunung Kambang sebagai kawasan yang didaftar sebagai cagar budaya; dan (2) Untuk penentuan batas Adat Gunung Puruk Kambang tetap mengacu pada kesepakatan masyarat adat sebagai pemilik kawasan.

Bersamaan dengan gerakan yang dilakukan dari masyarakat Oreng Kambang di Jakarta, di Puruk Kambang terjadi serangan dari para

(35)

151

pertambangan, tepatnya pada tanggal 24 Februari 2013. 40 Peristiwanya

berawal ketika 17 orang berunak meminta menggunakan areal tambang blok Serujan agar mereka dapat menambang. Namun permintaan ini justru dihadapkan pada pihak keamanan dalam hal ini pasukan Brimob yang diperbantukan menjadi tenaga keamananan di PT IMK dengan cara mengamankan mereka. Kontan ketika terjadi penangkapan, datanglah ratusan berunak menyerbu dan menuntut 17 orang teman mereka dilepaskan. Karena emosi yang tidak terkontrol, kantor PBU (Pramanindo Boga Utama, kontraktor penyedia makan dan minum karyawan) yang berlokasi di kawasan pemukiman karyawan PT IMK –biasanya digunakan sebagai tempat makan dan minum karyawan- porak-poranda, bahkan pos jaga Mura-3 tidak luput dari sasaran amuk massa yang kemudian diangkat dan dibakar. Karyawan PT IMK dibuat kocar-kacir, termasuk aparat keamanan yang jumlahnya lebih sedikit dari pada kelompok massa.

Serangan berunak ke PT IMK kurang mendapatkan respon yang berarti dari pihak pemerintah daerah khusus pemerintah daerah Kabupaten Murung Raya, salah satunya dikarenakan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) yang juga Bupati Kabupaten Murung Raya telah menanda-tangani Nota Kesepahaman dengan PT IMK untuk saling membantu dalam hal pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan pariwisata, pendidikan, lingkungan hidup, penegakkan hukum positif dan hukum adat dalam peran serta semua pihak untuk ikut membangun Kabupaten Murung Raya.

Belajar dari pengalaman Jakarta dan kasus yang terjadi di lapangan, masyarakat Oreng Kambang didampingi LMMDKT mulai menyusun formasi baru untuk melawan pihak PT IMK dengan cara membangun konflik dengan pihak masyarakat. Mereka kemudian mengundang masyarakat dari berbagai desa di sekitar wilayah tambang

40 Lebih jelasnya dapat dibaca dari media Tambengan, Minggu 24 Februari 2013 dengan

(36)

152

PT IMK untuk berkumpul di Desa Oreng Kambang pada tanggal 23 Mei 2013. Dalam pertemuan tersebut ditegaskan bahwa masyarakat adat Oreng Kambang berhak mengambil buangan blasting (buangan hasil ledakan) yang dilakukan IMK di lahan dari Situs Puruk Kambang yang merupakan milik masyarakat Adat Oreng Kambang.

Saran aksi ini mendapat dukungan dari hampir semua masyarakat untuk mengambil buangan blasting yang kemudian dikenal dengan aksi para “berunak”, yang pada saat itu kembali berlomba untuk mengambil hasil blasting. Aksi ini dirancang dan terus mengundang ribuan “berunak” untuk terus mengambil hasil blasting (lihat gambar 5.8. di bawah ini). Menanggapi aksi ini, akhir pihak PT IMK menyetujui pihak masyarakat mengambil buangan blasting tersebut pada jam yang telah ditentukan. Meskipun demikian, persetujuan yang diberikan PT IMK kepada para berunak bukan tanpa batas.

(37)

153

Sumber : LMMDDKT, 2014

Gambar 5.9.

Aksi Ribuan Berunak Mengambil blasting di Lokasi Tambang PT IMK

Ujung dari konflik antara para “berunak” dengan PT IMK adalah lokasi tambang kembali dikuasai para penambang khusus di lokasi pit

Serujan. Skenario ini memang dirancang agar terjadi “bom ledakan”

bagi PT IMK yang beritanya kemudian akan dibingkai dan disebarkan keseluruh media cetak dan maupun media elektronik. Hal ini bisa dilakukan karena LMMDDKT selaku pendamping masyarakat Oreng Kambang memiliki kemampuan dalam membangun jaringan komunikasi dan informasi dengan memanfaatkan teknologi internet dan media sosial. Selain itu, dengan adanya internet dan media sosialnya akan mempermudah memobilisasi massa serta menghindari pengawasan dari pihak keamanan yang rawan penangkapan serta tanpa harus melakukan perjuangan keras. Upaya kemudian yang dilakukan adalah membuat website atau World Wide Web (www). 41 Dengan

kata lain dengan adanya webside tentunya akan mempermudah LMMDD-KT melakukan pembingkaian dan penyebaran informasi mengingat webside atau www. adalah suatu ruang informasi yang

41 Hasil wawancara dengan pembuat webside LMMDDKT di Palangkaraya 23

(38)

154

dipakai oleh pengenal global yang disebut sebagai pengidentifikasi sumber seragam untuk mengenal pasti sumber daya berguna.

Upaya penyebaran informasi dengan mengemas berita di seluruh media massa dan media elektronik terkait dengan konflik antara para

“berunak” dan PT IMK dengan dukungan aparat keamanan ternyata mendapatkan respon yang “luar biasa” dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah (Agustin Teras Narang). Setelah melakukan kunjungan ke perusahaan tambang emas Indo Muro Kencana (IMK) meminta menghentikan sementara kegiatan operasional pertambangan hingga tercapai kesepakatan batas dengan masyarakat terkait dengan keberadaan Situs Budaya Puruk Kambang dengan PT IMK. Himbawan Teras: "Dari beberapa masukan, saya minta perhatian kepada perusahaan untuk menghentikan sementara kegiatan di sini yakni menyangkut lokasi di Puruk Kambang. Karena kami akan segera menentukan tata batas,". Selain Gubernur juga dihadiri Ketua Gerakan Pemuda Dayak Indonesia (GPDI), Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad), Ketua Dewan Adat Dayak).

(39)

155

bisa menghasilkan 2,5 juta ounce emas dan sudah cukup untuk melunasi utang kepada kreditur dengan biaya operasional awal investor untuk menambang emas sekitar US$20 juta-US$30 juta.

Walaupun PT IMK “angkat kaki” dari Kabupaten Murung Raya tidak berarti bahwa kedepan perusahaan ini akan tutup total mengingat masih ada beban wajib kepada kreditur yang harus dilunasi. Dengan kata lain, kemungkinan PT IMK akan kembali beroperasi dengan wajah yang lain mengingat cadangan potensi emasnya masih tersedia sangat dimungkinkan dengan cara melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimanakah gerakan perlawanan orang Dayak selanjutnya?

Aktor-aktor Terlibat dalam Konflik

Munculnya gerakan perlawanan adalah sebuah kekuatan untuk tetap dan/atau melakukan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Di dalamnya tentu tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan tersebut yang kemudian sering disebut sebagai aktor atau agent gerakan. Mengacu apa yang diungkapkan oleh Budiman dan Tornquist (2001) dan Wahyudi (2005) bahwa gerakan perlawanan yang muncul di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Desa Orang Kambang selalu dimotori oleh para aktor-aktor agen gerakan yang selanjutnya dapat menumbuhkan demokratisasi serta membuka ruang publik kepada masyarakat luas. Hal ini senada dengan pemikirang Van Klinken (2007) tentang pentingnya aktor dalam setiap aktifitas gerakan baik sebagai orang atau sekelompok orang maupun perangkat pendukung untuk memainkan peran penting (utama) dalam sebuah

„panggung‟ ataupun insiden tersebut.

(40)

156

aktor manusia, tetapi mencakup aktor-aktor non manusia-yaitu sebuah jaringan beragam (heterogen). Oleh karenanya ada banyak predikat

tentang aktor, seperti; “aktor adat”, “aktor kerusuhan”, “aktor politik”, “aktor intelektual”, sampai “aktor teknologi” dan lain sebagainya.

Dalam konteks aktor human dan di luar ranah non-elektoral, biasanya wadah yang digunakan para aktor adalah berbentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang didirikan atas dasar tujuan tertentu. Kehadiran LSM dalam sebuah masyarakat merupakan kenyataan yang tidak dapat dinafikan. Hal ini dimungkinkan dikarenakan keterbatasan negara dalam memenuhi semua kebutuhan warga masyarakat dan/atau keterbatasan masyarakat dalam memenuhi tuntutannya kepada negara. Keterbatasan inilah yang perannya kemudian diambil-alih oleh kelompok LSM untuk menjadi aktor. Di sisi lain fenomena pembentukan norma dan tatanan sosial yang dilakukan oleh negara selalu menciptakan ketegangan dengan masyarakat sehingga peran-peran dari aktor akan sering terlihat untuk memfasilitasi kepentingan antar negara dengan masyarakat yang kemudian disebut sebagai aktor perantara (intermediary).

(41)

157

Mengacu pada pembahasan konflik Masyarakat Dayak vs PT IMK serta pembahasan tentang aktor di atas, maka dapat dipetakan bahwa aktor-aktor yang terlibat tersebar di berbagai wilayah penambangan PT IMK dan yang menjadi pusatnya adalah aktor-aktor yang ada di dalam dan di luar wilayah tambang PT IMK . Adapun aktor-aktor yang dimaksud terlibat dalam konflik tersebut adalah :

1. Aktor dari Masyarakat Di sekitar Tambang

Paling tidak ada 5 (lima) aktor masyarakat di sekitar tambang PT IMK yang selalu aktif melakukan perlawanan terhadap keberadaan PTM IMK; (1) kelompok sdr.. Ipong I Pambuk yang berasal dari masyarakat desa Jukingsuan; (2) kelompok sdr.. Herly S. Penyang yang berasal dari masyarakat desa Persiapan Luit Raya; dan (3) kelompok penambang Merindu; dan (4) kelompok masyarakat desa Oreng Kambang yang berada di inti wilayah tambang PT IMK. Selain aktor yang berasal dari masyarakat di sekitar tambang, ada satu kelompok masyarakat di Serujan yang aktornya berasal dari Puruk Cahu, yaitu sdr.. Anderas Udang.

Kelompok-kelompok ini mempunyai peran dalam mendukung gerakan perlawanan terkait dengan keberadaan PT IMK, dengan bentuk dan jenis perlawannya berbeda. Kelompok sdr. Anderas Udang adalah kelompok awal yang melakukan mobilisasi masyarakat untuk melakukan demontrasi terkait dengan keberadaan PT IMK. Demontrasi tidak hanya dilakukan pada tingkat lokal tetapi juga tingkat nasional bahkan internasional. Untuk mendukung gerakannya, kelompok sdr. Andreas membangun jaringan dengan para aktor dari berbagai ornop di tingkat nasional, seperti Jatam, Alperudi, YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta. Isu yang dibawa kelompok ini adalah menghentikan seluruh operasi dari PT IMK.

(42)

158

PT IMK karena tanggulnya “jebol”. Pada tahun 1994 pernah terjadi banjir bandang mengakibatkan ikan-ikan mati luar biasa terutama yang dipelihara masyarakat di karamba-karamba. Kejadian seperti ini yang kemudian mendorong sdr. Andreas terlibat dalam gerakan perlawanan kehadiran PT IMK. 42

Kelompok sdr. Andreas juga menjadi pelopor agar kasus PT IMK dibawa ke ranah hukum dengan mendorong ornop-ornop di tingkat nasional Jatam, Alperudi, YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta berkoalisi membentuk Tim Advokasi Tambang Rakyat atau disingkat TATR. Sdr. Andreas juga pernah diajak ke Australia untuk mewakili masyarakat bertemu langsung dengan pimpinan PT IMK guna menegosiasikan kepentingan

masyarakat yang pada akhirnya negosiasi ini “gagal”. Pada

Akhirnya kelompok sdr. Andreas tidak lagi terlibat lagi dalam perjuangan melawan PT IMK seiring dengan berbagai tekanan sejak masa pemerintahan Orde Baru sampai pemerintah SBY.

Berbeda dengan kelompok sdr. Andreas, kelompok sdr. Ipong dan sdr. Henry mempunyai latar belakang karena tanah keluarga besarnya tidak ingin dijual dan/atau disewakan kepada PT IMK. Meskipun mendapat tekanan dan masuk penjara, kelompok sdr. Ipong dan sdr. Andreas tetap bertahan, karena ada keinginan untuk mengambil alih kembali wilayah yang diambil PT IMK untuk dijadikan hutan cagar budaya.

Kelompok penambang Merindu lebih mementingkan isu untuk mengambil alih kembali lobang-lobang tambang yang diambil alih PT IMK baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka melalui aksi reklaiming (Haridison, 2006). Bentuk aksi yang lain adalah membentuk koperasi agar usaha pertambangan memperoleh ijin resmi dari pemerintah. Namun dalam perjalanannya kelompok ini tidak berjalan lagi karena pengurus yang diharapkan dapat mengelola koperasi dengan

baik justru “macet” ditengah jalan.

42 Hasil wawancara dengan sdr. Andreas pada tanggal 11 Juli 2016 di Puruk Cahu,

Gambar

Gambar 5.1.
Gambar 5.2.
Gambar 5.3.
Gambar 5.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang ini maka penulis akan mengajukan penelitian yang dapat mengetahui lokasi parkir mana saja yang kosong ataupun yang sedang terisi mobil

Penerapan teknologi ini dapat dilakukan dilapangan sesuai dengan hasil Uji Marshall memperlihatkan pada aspal termodifikasi dengan konsentrasi karet alam sebesar 5%

An informal expert consultation was organized with experts from India, Maldives, Sri Lanka, Thailand and Timor-Leste to learn about country experiences and challenges,

Scanned by CamScanner... Scanned

Sedangkan iklim organisasi menurut Schneider (2000), merupakan deskripsi dari hal yang terjadi kepada karyawan dalam suatu organisasi.SelanjutnyaWirawan(2008)juga

2) Hal yang sama juga diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan DAK di Daerah pasal 9 ayat (2) Penganggaran program dan kegiatan

Pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak masih terjadi pemisahan antara anak yang bekerja di dalam hubungan kerja dengan yang bekerja di luar hubungan kerja,

selisih perbandingan dari hitungan, Bahwa kenyataan dilapangan dump truk memiliki antrian yang cukup lama mungkin karena pemakaian yang berlebihan, dan factor yang mempengaruhi