• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Identifikasi Obyek Perancangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Identifikasi Obyek Perancangan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

25

A. Identifikasi Obyek Perancangan

1. Sangiran

Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua pedukuhan kecil yang terletak di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kedua pedukuhan ini dipisahkan oleh Kali Cemoro yang mengalir dari Kaki Gunung Merapi menuju ke Sungai Bengawan Solo. Dukuh Sangiran sisi utara terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragendan Dukuh Sangiran sisi selatan masuk wilayah Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Dari nama kembar pedukuhan itulah Sangiran berasal yang sekarang telah dijadikan nama dari sebuah kawasan situs manusia purba yang cukup penting di antara jajaran situs-situs manusia purba lain di dunia yang jumlahnya sangat terbatas.

Situs Manusia Purba Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah tersebut terdapat di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu kurang lebih 18 km sebelah utara kota Solo ke arah kota Purwodadi. Tepatnya Museum Sangiran beralamat di Desa Krikilan, Kec. Kalijambe, Kab. Daerah Tingkat II Sragen. Secara astronomis situs manusia purba sangiran terletak antara 110o49‟ hingga 110o53‟ Bujur Timur, dan antara 07o24‟hingga 07o30‟ Lintang Selatan. Situs Sangiran ini dianggap penting karena memiliki keutamaan antara lain, bahwa situs ini areal sebaran temuannya sangat luas yaitu ± 59,21 Km2 berada di wilayah Kabupaten Seragen dan Karanganyar, dan mengalami masa hunian oleh manusia

(2)

purba paling lama dibanding situs-situs lain di dunia, yaitu di huni oleh manusia purba selama lebih dari satu juta tahun dengan jumlah temuan fosil manusia purba yang cukup melimpah, yaitu mencapai 50% populasi homo erectus di dunia.

Penelitian tentang Situs Sangiran dimulai tahun 1893, ketika untuk pertama kalinya situs ini didatangi peneliti Eugene Dubois yang pada saat itu sedang dalam pencarian untuk mencari fosil nenek moyang manusia. Namun karena kurang serius meneliti di sangiran, maka dia tidak berhasil mendapatkan temuan yang dicarinya. Temuan yang ia cari justru didapatkannya di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Pada tahun 1932 L.J.C. van Es melakukan pemetaan secara geologis di Sangiran dan sekitarnya. Peta inilah yang kemudian digunakan oleh G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1934 untuk melakukan survei eksploratif dengan temuan beberapa artefak prasejarah. Ia berkerja pada pemerintahan Belanda sebagai staf di Dinas Pertambangan di Bandung pada tahun 1930-an dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu yang telah melatih masyarakat Sangiran mempelajari tentang fosil dan cara penanganannya secara profesional. Setiap hari Toto Marsono atas perintah G. H. R. Von Koenigswald mengerahkan penduduk sangiran untuk mencari balung buto (Bahasa Jawa = tulang raksasa) demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar itu. Hasil penelitian dikumpulkan di rumah Kepala Desa Krikilan, Bapak Toto Marsono sampai tahun 1975. Karena banyaknya wisatawan yang berdatangan, maka muncul ide untuk membangun sebuah museum melalui Bupati Sragen di desa Krikilan Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Pada awalnya Museum Sangiran dibangun diatas tanah seluas 1000 m2dan diberi nama “Museum Plestosen” yang terletak disamping Balai Desa Krikilan. Sebuah

(3)

museum yang representatif baru dibangun pada tahun 1983 oleh pemerintah pusat di atas tanah seluas 16.675 m2 karena semakin banyaknya temuan fosil yang dihasilkan dan sekaligus bertujuan melayani wisatawan. Sejak ditetapkannya Museum Manusia Purba Sangiran sebagai warisan dunia oleh UNESCO dengan nama Sangiran The Early Man Site pada tanggal 5 Desember 1996, di Museum Sangiran terus dilakukan penambahan dan pembenahan fasilitas pendukung guna mempertegas keberadaannya sebagai salah satu warisan dunia yang memiliki peran penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun untuk menciptakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke museum ini. Tahun 1998 Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah melengkapi kompleks Museum Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum dan tahun 2002 Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan. Karena dianggap masih kurang representatif dan potensi Situs Sangiran perlu dikembangkan demi kesejahteraan masyarakat luas, maka pada tahun 2004 telah disusun masterplan dan pada tahun 2007 disusun DED (Detail

Enginering Design). Berdasarkan Masterplan dan DED tersebut maka pada tahun

2008 hingga 2014 di Situs Sangiran dibangun 5 museum di 4 klaster. Ke empat museum klaster ini adalah Museum Manusia Purba Klaster Bukuran, Museum Manusia Purba Klaster Ngebung, Museum Manusia Purba Klaster Dayu, dan Museum Lapangan Manyarejo. Masing-masing museum tersebut memiliki tema sajian yang berbeda sesuai dengan potensi masing-masing lokasi.

Di Museum Manusia Purba Sangiran ini terdapat sekitar 13.809 koleksi fosil manusia purba dan merupakan terlengkap di Asia. Ada juga fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, alat-alat batu, dan

(4)

beberapa jenis hewan seperti badak, sapi, rusa, banteng, dan kerbau. Tersedia juga ruang audio visual untuk menyaksikan fosil tinggalan kehidupan masa prasejarah di Sangiran. Museum Sangiran saat ini menjadi sebuah museum megah dengan arsitektur modern. Di sini kita dapat melihat dari dekat koleksi fosil manusia purba, binatang yang hidup pada masa itu, hingga peralatan yang digunakannya.

2. Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran

Museum purbakala Dayu beserta situs arkeologinya merupakan bagian dari Situs Manusia Purba Sangiran yang dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran yang berpusat di Desa Krikilan Kec. Kalijambe Kab. Sragen. Museum ini diresmikan pada tanggal 19 Oktober 2014 oleh Wakil Presiden RI Prof. Dr Boediono bersama dengan Museum Manusia Purba Sangiran di Klaster Ngebung dan Bukuran. Museum purbakala Dayu adalah satu-satunya museum klaster sangiran yang berlokasi di Kabupaten Karanganyar dan menempati lahan seluas kurang lebih 10.500 m2 yang terletak di desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Sejak pertengahan tahun 1990-an hingga sekarang, daerah Dayu menjadi pusat perhatian para peneliti, sudah lebih dari 30 kotak test-pit di buka di lokasi ini. Di museum ini kita dapat melihat dan mempelajari jejak kehidupan manusia purba dari struktur dan lapisan tanah yang telah ada berjuta-juta tahun silam. Selain itu, di Museum Dayu dapat diperoleh informasi lengkap tentang kehidupan manusia purba di pulau Jawa yang dapat menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti antropologi, arkeologi, geologi, paleoantropologi, magantropus, erektus, dan lain-lain. Lokasi ini menjadi lokasi temuan fosil-fosil yang merupakan jejak kehidupan manusia purba juga menjadi pusat penelitian ilmu pengetahuan tentang kehidupan Pra sejarah. Situs

(5)

ini banyak menyimpan kekayaan memori kehidupan sejak jutaan tahun silam, baik itu kehidupan flora, fauna, maupun manusia dan budayanya, serta merekam perubahan lingkungan yang pernah terjadi di Sangiran jutaan tahun silam. Penelitian-penelitian di Dayu memberikan hasil yang sangat spektakuler, seperti pada tahun 2004 hingga 2006 ditemukannya lapisan pasir flufio-volkanik di bawah lapisan lempung hitam Foramsi Pucangan yang terdapat bukti-bukti kehidupan manusia berupa alat-alat serpih Sangiran (Sangiran Flake Industry) dengan kuantitas lebih dari 200 artefak. Alat-alat serpih ini merupakan budaya manusia purba paling tua di Indonesia, dan diyaini sebagai budaya Homo Erectus arkaik yang hidup pada kala Plestosen Bawah di Sangiran.

Museum Dayu berdiri di atas lahan yang khusus dipilih dan dirancang sebagai sajian contoh lapisan tanah dari 4 zaman dalam rentang masa 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam, Museum dayu menjelma menjadi pusat informasi tentang pelapisan tanah purba dan budaya manusia jenis Homo Erectus terlengkap.

Museum Dayu hadir dengan tema Apresiasi Ekskavasi dan Penelitian Mutakhir. Museum ini memberikan gambaran mengenai lapisan tanah di Dayu, kehidupan Kala Plestosen Bawah, dan penemuan artefak batu yang tertua di Indonesia dalam ekskavasi di Dayu. Informasi yang populer disertai tata pamer dan display menarik, serta sentuhan teknologi terkini menjadikan museum ini layak menjadi tujuan wisata edukasi dan sumber ilmu pengetahuan tentang masa lalu. Pengunjung akan diajak berjalan menuruni tangga menuju masa jutaan tahun silam. Museum ini merupakan pengembangan untuk pemanfaatan Situs Sangiran. Di sekitar lokasi museum sampai sekarang masih ditemukan fosil. Tujuan utama

(6)

pendirian Museum Dayu adalah mempresentasikan tentang kehidupan manusia antara 1,2 sampai 0,3 juta tahun yang lalu dan informasi hasil penelitian terkini.

Pada Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu terdapat tiga jenis ruang display, yaitu ruang shelter (anjungan), ruang diorama, dan ruang pamer. Pada masing-masing ruang anjungan terdapat sajian fosil binatang yang berbeda-beda. Secara umum sajian fosil binatang disesuaikan dengan penemuannya pada masing-masing lapisan tanah. Ruang shelter terbagi menjadi tiga anjungan yaitu:

a. Anjungan Notopuro

Anjungan ini berdiri di atas lapisan tanah yang terbentuk 250.000 tahun yang lalu

Inilah sangiran 250 ribu tahun yang silam. Hamparan padang rumput berseling belukar dialiri sungai, dengan iklim kerontong di musim kemarau. Pada kala plestoaran atas, sangiran banyak dihuni fauna pemakan rumput. Kelompok bovidae seperti kerbau, banteng, sapi, dan gerombolan babi hutan ( Suidae ) mendominasi kawasan ini hidup pula gerombolan gajah purba ( Elephantidae) yang merayah semak belukar, kacang kacangan,dan bunga-bungaan khas stepa. Tak jarang, punggung bukit sangiran diramikan oleh banteng dan badak yang berebut pangan dan ruang hidup. Di lembah sungai yang surut, buaya mesti berbagi ruang dengan kuda sungai ( hippopotamidae ). Predator seperti Macan Ngandong (Phanthera tigris soloensis) kerap singgah di bukit Sangiran untuk mencari makan. Demikian pula, kelompok manusia Homo erectus merambah lembah Sangiran untuk mempertahankan hidup. Memburu dan diburu!

(7)

Meski air masih melimpah di musim hujan, musim kemarau menjadi musim tak ramah lagi bagipenghuni Sangiran. Di musim ini, debit air sungai mengecil dan mendangkal.persainganpun semakin sempit. Hukum evolusi pun berlaku: survival of the fittnes (siapa siap dia akan bertahan).

Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah fragmen fosil tulang paha gajah purba (femur) Elephantidae.

b. Anjungan Kabuh

Anjungan ini berdiri di atas lapisan tanah yang terbentuk 730.000 tahun yang lalu. Sangiran pada masa 730 – 250 ribu tahun yang lalu merupakankawasan aliran sungai yang cukup hijau, dengan dominasi rerumputan berseling pohon besar. Hewan herbivora seperti banteng, badak,dan gajah purba bergerombol merumput di bawah pohon rindang yang berseling semak belukar. Kelompok manusia Homo erectus pun acapkali menyeruak dan menghalau hewan untuk mempertahankan ruang hidupnya.

Kadangkala dari atas bukit, homo erectus menuruni lembah tepian sungai besar untuk membuat alat batu dan mengumpulkan makanan seperti kacang-kacangan, umbi, dan telur. Mereka kadang memburu hewan-hewan antara lain babi hutan, kijang, dan sapi. Para pemburu lincah dan cekatan ini sanggup memojokkan hewan buruannya, sebelum menujah mereka dengan kayu runcing atau merajamnya dengan batu.

Sungai yang lebar dan berkelok menyediakan air yang berlimpah bagi hewan dan manusia yang hidup pada masa itu. Lingkungan seperti

(8)

ini juga menjadi habitat yang baik bagi buaya dan kuda sungai. Selama 500 ribu tahun banyak peristiwa alam dan perubahan iklim terjadi sehingga lingkungan Sangiran kerap berubah-ubah. Menjelang akhir kala plestosen tengah aktivitas gunung api meningkat. Letusan-letusan dahsyat berasal dari gunung-gungung khusunya Gunung Lawu Purba.

Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah tengkorak banteng purba (cranium) Bibos paleosondaicus.

c. Anjungan Grenzbank

Grenzbank, merupakan lapisan sebelum Kabuh. Nama ini berasal

dari bahasa Jermanyang berarti “Zona batas.” Nama ini dilontarkan oleh G.H.R. von Koeningswald pada tahun 1940. Geolog bangsa Jerman ini bermaksud menandai lapisan transisi yang ditemukannya, antara kabuh dan fase sebelumnya; yakni lapisan tanah yang mewakili “periode antara” akibat perubahan lingkungan

Sangiran, 900-730 tahun yang lalu. Sejauh mata memandang hanya rawa dan hutan bakau yang terlihat. Sesekali buaya menyeruak membelah air tenang. Ketika suhu bumi memanas, muka air laut naik menyebabkan rawa-rawa Sangiran menjadi laut dangkal, menyisakan beting-beting daratan agak tinggi. Padang rumput diseling hijauan pepohonan pinus, di samping aliran sungai tenang membelah daratan ini. Gerombolan kuda sungai ( hippopotamidae) berendam dan menyelam merayakan kelimpahan air. Penyu purba (Chelonidae) pun senang hidup di lingkungan seperti ini.

(9)

Manusia purba Homo erectus biasanya beraktivitas di sepanjang sungai. Mereka mengumpulkan tanaman pangan dan membuat alat batu dari bahan yang tersedia, seraya tetap waspada terhadap macan purba (panthera tigris oxygnatha) yang gemar memangsa hewan-hewan lain. Kadangkala manusia juga belajar dari alam untuk berburu dan menangkap hewan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada akhir kala plestosen Tengah, proses pengangkatan daratan dan materisal erupsi gunung api purba yang mengisi dan menimbun laut dangkal bersama-sama mengubah Sangiran menjadi pantai dan daratan.

Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah fragmen gading gajah purba (incisivus) Elephantidae.

Pada lapisan paling bawah kompleks museum dibangun taman bermain dan tempat untuk beristirahat bagi pengunjung serta ruang diaroma yang berisi gambaran aktivitas perburuan kehidupan manusia purba jaman dahulu lengkap dengan hewan-hewan yang hidup pada masa itu. Pada saat memasuki ruangan ini, pengunjung serasa dibawa kembali ke jaman peradaban manusia purba.

Sementara itu, pada ruang pamer terdapat sajian fosil binatang yang terdiri dari jenis binatang tulang pinggul (pelvis) Bovidae, tulang ekor (sacrum) Bovidae, tulang belakang (vertebrae) Bovidae, tulang kaki depan bawah (radius) Stegodon sp., rahang bawah (mandibula) Stegodon pigmi, rangga (antler) Cervidae, pergelangan kaki (astragalus) Bovidae, tulang kaki belakang kiri bawah (tibia

sinistra) Bovidae, tulang leher (cervicalis) Bovidae, tulang rusuk (costae)

(10)

depan bawah (radius) Bovidae, dan tulang pinggul (pelvis) Elephantidae, serta beberapa alat serpih batu.

3. Visi dan Misi Museum Sangiran

a. Visi

Visi Museum Sangiran adalah “Lestarinya Situs Manusia Purba Sangiran sebagai pusat penelitian manusia purba yang mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat baik pada tingkat dunia, regional, nasional, maupun lokal”.

b. Misi

Museum Sangiran mempunyai beberapa misi-misi yang hendak dicapai dengan adanya museum ini antara lain:

a. Melestarikan dan melindungi bentang alam, tinggalan alam dan budaya purba Sangiran yang unik dan sangat penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan.

b. Menciptakan jalinan kerjasama yang padu di antara para stakeholders, baik dari lingkungan pemerintah, sektor swasta, akademisi, maupun masyarakat dalam rangka pelestarian dan pengembangan situs Sangiran.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi upaya pelestarian situs Sangiran.

(11)

d. Menyelenggarakan penelitian dalam rangka interpretasi berkelanjutan terhadap nilai-nilai penting situs Sangiran untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

e. Menjadikan Sangiran sebagai pusat informasi dan pengkajian data tentang manusia purba di Indonesia.

f. Menyajikan nilai-nilai penting dan pengetahuan tentang situs Sangiran, baik bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan, kepada khalayak.

g. Mengembangkan wisata pendidikan yang ramah lingkungan dan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

4. Tujuan dan Sasaran didirikannya Museum Sangiran

a. Tujuan

Tujuan didirikannya Museum Sangiran adalah sebagai berikut:

a. Penyelamatan dan Pengamanan kawasan situs cagar budaya Sangiran

b. Melengkapi dan menyempurnakan sarana dan prasarana penunjang aktivitas di kawasan situs Sangiran

c. Pengelolaan secara terpadu diantara para stakeholder yang menumbuhkan komitmen, keterpaduan dalam pengelolaan kawasan Situs Sangiran

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif menjaga situs dan memaksimalkan implementasi dari undang-undang cagar budaya

(12)

e. Mengembangkan dan meningkatkan penelitian semua disiplinilmu pengetahuan (Geologi, Arkeologi, Biologi, Paleoanthropologidan Antropologi)

f. Meningkatkan daya tarik wisata skala nasional dan internasional b. Sasaran

Sasaran utama dari didirikannya Museum Sangiran adalah: a. Terwujudnya keselamatan dan keamanan situs Sangiran

b. Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan Situs Sangiran

c. Terwujudnya peningkatan penelitian sebagai acuan dalam mengembangkan pegetahuan masyarakat tentang kehidupan masa purba

d. Terwujudnya manajemen pengelolaan kawasan Sangiran yang handal

e. Terpenuhinya kebutuhan sarana prasarana pendukung berbagai kegiatan penelitian dan kepariwisataan di kawasan Situs Sangiran f. Meningkatnya jumlah peneliti dan wisatawan

(13)

5. Struktur Organisasi dan Jaringan Kerja Pengelolaan Situs Manusia Purba Sangiran

Gambar Bagan 1

Jaringan Kerja Pengelolaan Situs Sangiran

Gambar Bagan 2

Struktur Organisasi Museum Sangiran Dep. Kebudayaan dan Pariwisata Menko Kesra (vocal point) Pokja Wardun Dirjen Sejarah dan Purbakala (sepur) Pemerintah Daerah KNIU UNESCO KNIU UNESCO BPSMP Sangiran Dep. Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi/Kabupaten Museum Nasional Dirjen Sejarah dan

Purbakala (sepur) Dir. Perawatan Museum Kepala Pusat Sangiran Kabag TU BP3 Jateng Bidang Penelitian Bidang Pelestarian Bidang Museum Bidang Pemanfaatan Kelompok Jabatan Fungsional/Peneliti Budaya

(14)

6. Promosi yang Pernah Dilakukan

Selama ini museum Sangiran telah menggunakan beberapa cara maupun media untuk berpromosi sebagai upaya menarik wisatawan. Cara dan media yang pernah digunakan antara lain :

a. Mengadakan atau mengikuti pameran

b. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan ke museum dengan sasaran siswa sekolah

c. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan ke museum dengan sasaran pelaku wisata (biro travel)

d. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan ke museum dengan sasaran pemangku kebudayaan

e. Pameran keliling ke kota-kota f. Membuat leaflet

g. Mencetak booklet h. Menjual souvenir

i. Membuat papan penunjuk arah j. Membuat baliho

k. Web site (sangiranmuseum.com)

Selain media tersebut diatas Museum Sangiran juga mengadakan event-event yang dilaksanakan di lokasi museum, antara lain :

a. Lomba lukis

b. Pentas seni (hiburan rakyat) c. Kemah budaya

(15)

B.

Target Market

Sebagai salah satu objek wisata yang bertempat di Kabupaten Sragen, Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran merupakan salah satu museum sejarah yang berada di bawah naungan BPSMP Sangiran yang berstandart internasional dimana fokus utamanya adalah mengkaji tentang evolusi manusia yang berada di Indonesia. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi kabupaten Karanganyar yang memiliki obyek wisata dibawah naungan Museum yang berstandart internasional yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan dunia, sehingga dapat menambah pendapatan daerah maupun pemasukan bagi Indonesia melalui turis-turis lokal maupun mancanegara yang datang berkunjung. Target Market yang digunakan pada Perancangan Video Profil Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran ini adalah sebagai berikut:

1. Demografis

a. Usia : 10 – 60 tahun

b. Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan

c. Pendidikan : Semua kalangan pendidikan

2. Geografis

Wilayah yang di cakup wisatawan domestik maupun mancanegara.

3. Psikografis

a. Kelas Sosial : Semua Golongan

b. Kondisi : Masyarakat lokal maupun mancanegara yang

(16)

C. Target Audience

1. Demografis

a. Usia : 10 – 60 tahun

b. Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan c. Pendidikan : Semua kalangan pendidikan 2. Geografis

Wilayah yang dicakup wisatawan domestik dan mancanegara. 3. Psikografis

a. Kelas Sosial : Semua Golongan

b. Kondisi : Masyarakat lokal maupun mancanegara yang

suka berwisata dan perduli akan sejarah manusia purba.

D.

Target Visual

Pemilihan dan karakteristik media dimaksudkan agar pesan yang disampaikan dalam perancangan pembuatan film dokumenter ini lebih efektif dan efisien, sehingga dalam perancangannya mendapatkan manfaat yang dicapai dari tujuan pembuatan film dokumenter ini. Medianya terdiri dari :

1. Karya Utama

a. Video Profil Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran 2. Karya Pendukung

a. Cover CD b. Box CD c. Poster d. Teaser

(17)

E. Komparasi

Dalam studi tentang komparasi, penulis memilih berdasarkan koleksi penemuan yang hampir sama yaitu penemuan arkeologi berupa fosil. Disini komparasi atau pembanding, karena pada dasarnya Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran dalam usahanya dibidang pariwisata tidak mempunyai kompetitor secara langsung maupun tidak langsung, karena dalam hal ini Museum Dayu tidak mencari keuntungan dalam berusaha seperti obyek wisata perusahaan swasta. Berikut adalah komparasi atau pembanding Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran dengan memberikan jasa dan produk yang sama kepada pasar dengan membandingkan promosi pariwisata.

1. Gambaran Umum Museum Trinil

Situs Museum Trinil adalah satu-satunya situs kepurbakalaan berada di Ngawi Jawa Timur. Di museum ini banyak sekali tersimpan fosil-fosil purba, mulai dari tengkorak manusia, gajah serta peralatan yang digunakan untuk mempertahankan diri pada zaman itu. Situs ini terletak di pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Letak Museum kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, atau dari jalan Solo - Surabaya masuk ke utara 3 km. Dalam penelitian yang telah dilakukan, Trinil merupakan kawasan di lembah Sungai Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan manusia purba, tepatnya zaman Plistosen Tengah atau sekitar satu juta tahun lalu. Sama seperti Situs Sangiran, situs ini juga di anggap penting karena pada situs ini selain ditemukan bukti yang kongkrit tentang fosil hewan dan tumbuhan di lingkungan itu pada zaman dahulu. Selain itu juga ditemukan fosil

(18)

manusia purba “Pithecanthropus Erectus” yang ditemukan oleh E.Dubios pada tahun 1891-1893. Sejak di temukannya fosil Phitecanthropus Erectus, Trinil mulai menjadi bahan penelitian dan diskusi ilmiah di kalangan ilmuan selain di Situs Sangiran. Nama “Trinil” itu sendiri berasal dari kata “tri” yang artinya tiga dan “Nil” yang berarti sungai. Jadi maksud dari nama Trinil adalah Sungai yang berada di antara tiga desa, yaitu sebelah utara adalah Desa Gemarang, sebelah timur adalah Desa Ngancar, dan sebelah barat adalah Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur.

2. Sejarah Museum Trinil

Peneltian di Situs Trinil diawali dari danya penemuan Fosil manusia purba

Phitecanthropus erectus atau lebih dikenal dengan nama “Homo erectus” pada

tahun 1890 oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda bernama E.Dubios sekaligus menjadi sejarah penelitian paleoantropologi pertama di Indonesia. Setelah diadakan serangkaian penelitian dan penggalian lebih dalam, E.Dubois berhasil menemukan tempurung tengkorak, gigi, serta fosul hewan ataupun tumbuhan. Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882) dan akirnya memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera. Untuk penemuan fosil oleh E.Dubois, didirikanlah sebuah tugu pengenal dengan lukisan anak panah yang menunjukkan arah 175 meter ke arah timur laut. Kemudian pada tahun 1907, penelitian E.Dubais diteruskan oleh sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Ny. Salwenka. Sejak ditemukannya fosil oleh E.Dubais, nama Situs Trinil menjadi

(19)

terkenal dan menjadi bahan perbincangan terutama di kalangan ahli

paleoantropologi di dunia.

Wirodiharjo alias Sapri adalah salah seorang penduduk Desa Kawu yang mempunyai perhatian lebih terhadap temuan-temuan fosil dari E.Dubais dan Salwenka. Beliau adalah saksi mata ekspedisi Salenka di daerah Trinil. Pada tahun 1968 Pak Wiro dengan seijin Kepala Desa Kawu, membangun sebuah rumah tempat mengumpulkan fosil-fosil hasil temuan warga Desa Kawu dan sekitarnya. Dari kegemarannya mengumpulkan tulang fosil peninggalan ini, Pak Wiro kemudian dikenal dengan julukan Wiro “Balung” (Bahasa Jawa = Tulang). Pada tahun 1979 penemuan fosil-fosil mulai di data dan selanjutnya pada tahun 1980-1981 pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosil. Pada tahun 1984 dilakukan pembenahan halaman dan pemagaran oleh Departemen Pendidikan san Kebudayaan kemudian diresmikan oleh Gubernur Jatim Bapak Soelarso pada tanggal 20 Nopember 1991.

3. Koleksi Museum Trinil

Beberapa koleksi benda-benda purbakala yang disimpan di museum diantaranya :

a. Fosil Manusia

1) Phitecanthropus erectus cranium(tengkorak) 2) Phitecanthropus erectus cranium(tengkorak) 3) Phitecanthropus erectus femur (tengkorak)

4) Australopithecus afrinacus cranium Taung (tengkorak) 5) Homo neanderthalensis cranium (tengkorak)

(20)

b. Fosil hewan bertulang belakang

1) Fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula

TrinilArea)

2) Fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper

Molar Trinil Area)

3) Fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area) 4) fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) 5) Fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil

Area) c. Alat-alat Batu 1) Kapak genggam 2) Pahat genggam 3) Alat lancipan 4) Kapak penetak 5) Alat serpih

4. Sarana dan Prasarana Museum Trinil

Sebagai tujuan wisata, Museum Trinil tentunya memberikan fasilitas dan sarana pendukung guna kenyamanan pengunjung atau wisatawan, sarana dan prasarana penunjang yang ada di Museum Trinilantara lain :

a. Ruang Pamer

b. Ruang Laboratorium c. Kantor

d. Pendopo

(21)

f. Patung Gajah Purba g. Pos Satpam

h. Mushola i. Toilet

5. Promosi yang Pernah Dilakukan

Selama ini museum Trinil telah menggunakan beberapa cara maupun media untuk berpromosi sebagai upaya menarik wisatawan agar datang berkunjung. Cara dan media yang pernah digunakan antara lain :

a. Mengadakan atau mengikuti pameran b. Membuat buku

c. Membuat leaflet d. Membuat papan nama

(22)

F. Analisis SWOT

Kelemahan dan kelunggulan Museum Klaster Dayu Sangiran dibandingkan Museum Trinil adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Analisis SWOT

Keterangan Museum Klaster Dayu

Sangiran

Museum Trinil

Strenght  Lokasi dekat dengan tempat penemuan fosil

dan alat serpih

terbanyak yang pernah ditemukan.

 Kelangkaan dan keunikan secara antropologis di bawah naungan Museum Sangiran yang sudah diakui lima besar dunia

 Terdapat ruangan audio visual

 Ruang pamer memadai dan cukup luas

 Terdapat area istirahat berupa gazebo dan

 Lokasi strategis dekat dengan jalan raya

 Lokasi dekat dengan penemuan fosil

(23)

taman bermain untuk anak-anak

.

Weakness  Belum terdapat area toko khusus untuk berjualan souvenir

 Area parkir kurang luas

 Tidak ada souvenir shop

 Sarana dan prasarana masih kurang

 Jumlah koleksi sedikit

 Media promosi kurang

Opportunity  Menambah pendapatan

daerah

 Mendapat dana dari Lembaga Donor Internasional melalui bpsmp Sangiran

 Membuka lapangan usaha bagi penduduk sekitar dengan membuat kerajinan tangan guna di jadikan souvenir wisatawan

 Mendapat dukungan dana dari pemerintah daerah, Dirjen Kebudayaan, Depdiknas, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur

Threat  Sering timbul rasa

untuk memburu dan

 Masyarakat sekitar masih kurang peduli

(24)

melakukan transaksi jual beli fosil secara ilegal kepada tengkulak karena melimpahnya temuan fosil di situs sangiran serta tingginya nilai jual fosil purba.

terhadap arti pentingnya situs

 Kurangnya daya tarik uwisatawan untuk berkunjung

 Minimnya dana untuk perbaikan

G. Positioning

Positioning menurut Kotler “Positioning is the act of designing the company’s offer so that it occupies a distinct and value placed in the target customer mind”. Maknanya, mencari „posisi‟ di dalam pasar, dilakukan setelah

menentukan strategi segmentasi yang dipakai. Dengan kata lain positioning adalah suatu tindakan atau langkah-langkah dari produsen untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai dimana konsumen di dalam suatu segmen tertentu mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu segmen tertentu, mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan, dibandingkan dengan pesaingnya. Strategi posisioning yang dilakukan oleh Museum Klaster Dayu Sangiran adalah costumerimage. Positioning ini adalah penonjolan karakter

image dari museum dimata wisatawan. Dalam konteks ini, Museum Dayu

diposisikan sebagai sebuah tempat pendidikan pengetahuan sejarah serta gambaran konstruksi lapisan tanah purba dari 4 zaman yang berusia 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam sekaligus tempat untuk menyimpan hasil temuan fosil

(25)

tentang kehidupan zaman purbakala dan merupakan lokasi penemuan alat serpih terbanyak yang dianggap paling tua sepanjang sejarah penemuan fosil di Indonesia. Diharapkan bilamana masyarakat umum membutuhkan informasi tentang sejarah khususnya kehidupan masa lalu dan lokasi penemuan alat serpih terbanyak serta konstruksi tanah purba pada masa prasejarah, dalam mindset mereka akan langsung teringat dan mengunjungi Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran. Disamping itu semua melalui keunikannya dan kelangkaan materi yang berada di Museum Klaster Dayu Sangiran, diharapkan menjadi kebanggaan masyarakat ketika mengunjungi karena secara antropologis Museum Dayu adalah sebagian presentasi khusus yang dibangun oleh BPSMP Sangiran yang telah diakui oleh lima besar dunia (world heritage).

H. USP (Unique Selling Prepositiont)

Dalam positioning dipakai konsep selling point atau unique selling

prepositiont (USP) adalah dengan menonjolkan keunikan suatu produk yang tidak

dimiliki oleh produk lain. USP yang efektif harus bisa mengkomunikasikan kemampuan perusahaan anda yang unik sehingga mampu memenuhi kebutuhan yang belum mampu dipenuhi oleh yang lain di pasar. USP menunjukkan kepada target market bahwa perusahaan atau objek yang kita kerjakan mampu dan mempunyai kualifikasi untuk mengurangi masalah serta meningkatkan keuntungan. Sebuah USP bisa jadi adalah salah satu senjata marketing yang terampuh. Dalam hal ini Museum Sangiran Klaster Dayu, merupakan salah satu museum yang digunakan untuk menyimpan temuan fosil benda-benda purbakala serta memiliki keunikan dalam presentasinya kepada audience yang disajikan oleh

(26)

salah satu museum yang telah diakui oleh UNESCO. Dengan demikian diharapkan masyarakat yang telah berkunjung ke Museum Klaster Dayu Sangiran mendapatkan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan memahami bahwa Musseum Dayu adalah sebagian presentasi museum sangiran dengan tampilan dan karakter pamer yang berbeda dan merupakan lokasi penemuan artefak alat serpih terbanyak yang pernah ditemukan. Dalam video ini nanti akan menyajikan berbagai informasi tentang Museum Dayu untuk menjelaskan profil dari museum ini kepada masyarakat.

Gambar

Gambar Bagan 2
Tabel 2  Analisis SWOT  Keterangan  Museum Klaster Dayu

Referensi

Dokumen terkait

Soal Nomor Soal Menjelaskan dan menentukan penyelesaian sistem pertidaksamaan dua variabel (linear-kuadrat dan kuadrat-kuadrat) Sistem Pertidaksamaan kuadrat dua variabel

Sungai memiliki beberapa ciri antara lain: memiliki arus, resident time (waktu tinggal air), organisme yang ada memiliki adaptasi biota khusus, substrat

menjanjikan untuk aplikasi. Pada kondisi yang sebenarnya, pelat terpaku yang difungsikan sebagai perkerasan jalan akan mempunyai luasan yang lebih besar, sehingga

Berarti ada pengaruh antara disiplin belajar terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas VIII SMPN 30 Padang, dengan artian apabila displin belajar menurun sebesar

Pada saat Peraturan Bupati ini berlaku , Peraturan Bupati Cilacap Nomor 13.1 Tahun 2010 tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Kode, Seri, Isi dan Nomor Tanda Pembayaran Retribusi

• Ukuran risiko relevan unt suatu aset berisiko individual adl risiko sistematiknya atau kovarian dg portofolio pasar. – Selama anda tlh menghitung ukuran Beta dan garis

• Penanggulangan tumpahan minyak yang dikoordinasikan oleh Otoritas Keselamatan Maritim Australia (Australian Maritime Safety Authority/AMSA) berhasil dilakukan - tidak ada

Berdasarkan latar belakang di atas, HKBP sebagai organisasi gereja dalam pelaksanaan sistem pengelolaan tenaga kependetaan dapat diukur dengan berpedoman pada manajemen sumber