9
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Peningkatan Pembelajaran Bilangan Bulat pada Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Pada umumnya anak masuk Sekolah Dasar pada usia 7 tahun, sehingga siswa kelas IV SD berusia antara 9-10 tahun. Menurut Sumantri (2012: 2.3-2.35), Karakteristik anak usia SD dapat terlihat dari berbagai pertumbuhan dan perkembangan, yaitu:
1) Pertumbuhan fisik atau jasmani
Pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar pada setiap individu berbeda dengan individu lain. Pada anak usia 10 tahun baik laki-laki maupun perempuan, badannya bertambah berat kurang lebih 3,5 kg dan tingginya bertambah. Namun setelah remaja anak perempuan pada usia 12-13 tahun berkembang lebih cepat daripada anak laki-laki. Menurut Tanner (Sumantri, 1973: 2.3), anak berusia 7 tahun tidak akan banyak berubah sampai berusia 9 tahun, hal ini dalam keadaan normal.
2) Pertumbuhan intelektual dan emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan, gizi, kebugaran jasmani, pergaulan, dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya. Selain itu perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut, dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh.
3) Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini, sangat menentukan proses belajar. Bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.
4) Perkembangan sosial, moral, dan sikap
Perkembangan sosial anak, berkaitan dengan pengembangan keterampilan bergaul anak. Sedangkan perkembangan moral dan sikap anak ditandai dengan imitasi yaitu peniruan sikap serta tingkah laku orang lain yang disengaja maupun tidak oleh anak. Kemudian terjadi proses internalisasi karena pengaruh sosial yang mendalam. Sehingga muncul kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan sosial, minat, sikap atau mengarahkan perhatian terhadap lingkungan sosial, minat, sikap dalam kehidupan sosial.
Menurut Piaget (Sumantri, 2012: 1.16), perkembangan anak usia 7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, yaitu kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret.
Karakteristik kognitif periode operasional konkret menurut Budiman (2006: 45), adalah dengan ciri-ciri:
1) Pemikiran yang reversibel, artinya dapat dipahami dalam dua arah. Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat digunakan dalam memcahkan masalah yang dihadapinya.
2) Mulai mengkonversi pemikiran tertentu. Anak usia 7-12 tahun sudah mengerti adanya konsep kekekalan suatu objek, baik kekekalan bilangan, substansi, panjang, luas, berat, maupun volume.
3) Adaptasi gambaran secara menyeluruh, mampu menjelaskan perjalanan baik gambar maupun cerita.
4) Melihat suatu objek dari berbagai sudut pandang, ia memiliki pemikiran yang bukan dari sudut pandang dirinya saja.
5) Mampu melakukan seriasi, yakni kemampuan mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecil.
6) Berpikir kausalitas, yakni pemahaman anak terhadap penyebab suatu peristiwa atau kejadian yang senantiasa mempertanyakan mengapa sesuatu terjadi.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD berusia 9-11 tahun berada pada tahap operasional konkret, yaitu kemampuan berpikir logis dalam pemecahan masalah menggunakan benda-benda konkret atau menyerupai aslinya. Pada tahap ini anak sudah mampu memecahkan masalah secara sistematis atau urut yang berawal dari rasa keingintahuan yang kuat untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang serta senantiasa mempertanyakan mengapa sesuatu terjadi. Dalam melakukan hal tersebut anak terbiasa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan membentuk kelompok dalam melaksanakan dan membagi tugasnya.
Dalam hal ini, guru dituntut dapat mengemas pembelajaran dengan baik. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan aktif agar memperoleh pengalaman langsung, baik secara individual maupun dalam kelompok. Oleh karena itu, dibutuhkan model pembelajaran serta media yang sesuai dengan perkembangan mereka. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model tepat digunakan pada pembelajaran siswa kelas IV SD untuk meningkatkan pembelajaran bilangan bulat karena dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan media model, siswa akan memperoleh pengalaman belajar secara bermakna dengan mengkombinasikan pembelajaran individu maupun kelompok
serta lebih mudah memahami materi pelajaran menggunakan media model.
b. Belajar dan Pembelajaran 1) Belajar
a) Pengertian Belajar
Dalam pengajaran, proses belajar memegang peranan yang penting. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan akan menjadi bermakna apabila terjadi kegiatan belajar. Oleh karena itu peranan guru penting dalam memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat bagi siswa.
Menurut Hamalik (2012: 36), belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Berdasarkan pengertian tersebut belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan mengingat, akan tetapi mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan yang lebih baik dari sebelumnya.
Menurut Sagala (2014: 11), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Kegiatan mempelajari dalam arti memahami fakta-fakta bukan sekedar menghafal fakta-fakta. Proses belajar untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka setiap individu menggunakan kemampuan pada ranah : (1) kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran, atau pikiran (2) afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi penerimaan, dan (3) psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani berupa persepsi, kesiapan, gerakan dan kreativitas.
Inti dari belajar menurut Bruner (Sagala, 2014: 35) adalah suatu cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara efektif. Dalam proses belajar dapat dibedakan pada tiga fase yaitu: (1) informasi, setiap belajar kita memperoleh informasi untuk menambah pengetahuan, (2) transformasi, informasi yang telah diperoleh dianalisis, diubah kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual menjadi hal-hal yang lebih luas, (3) evaluasi, menilai pengetahuan yang didapat kemudian dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala yang terjadi dalam kehidupan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses kegiatan memperoleh informasi dengan mengolah bahan ajar berdasarkan pengalaman kemudian dianalisis menjadi pengetahuan yang lebih bermakna. Kegiatan belajar dilakukan dengan cara memahami isi atau pesan belajar bukan sekedar menghafal. Hasil belajar yang bermakna ditunjukkan oleh perubahan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang lebih baik dari sebelumnya.
b) Ciri-ciri Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan secara rutin dan teratur akan ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik baik dari aspek keterampilan maupun kepribadian. Perubahan yang menyeluruh dan bersifat tetap akan berpengaruh terhadap hasil dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Ciri-ciri belajar menurut Hamalik (2012: 49), meliputi beberapa karakteristik, yaitu: (1) belajar berbeda dengan kematangan, artinya perubahan tingkah laku dapat disebabkan karena kematangan atau melalui proses interaksi antara kematangan dan belajar, (2) belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental, karena melakukan perbuatan berulangkali akan mengakibatkan badan menjadi lelah, (3) ciri belajar yang
hasilnya relatif menetap, sehingga hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang nyata, dapat diamati dan dikuasai secara mantap.
Ciri khas belajar menurut Sagala (2014: 53), adalah adanya perubahan, yaitu menghasilkan perubahan perilaku dalam diri peserta didik. Belajar menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa, dan melakukan pada diri peserta didik. Perubahan tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan yang hasilnya tidak dapat diamati secara langsung.
Beberapa ciri belajar menurut Darsono (Hamdani, 2011: 22), adalah sebagai berikut: (1) belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan, (2) belajar merupakan pengalaman sendiri, (3) belajar merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungan, (4) belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki ciri-ciri yaitu (1) belajar berbeda dengan kematangan, (2) belajar merupakan perubahan fisik dan mental yang menyebabkan rasa lelah, (3) belajar memiliki tujuan berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang hasilnya relatif tetap dan dapat diamati sebagai hasil latian berdasarkan pengalaman, (4) belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungan.
2) Pembelajaran
a) Pengertian Pembelajaran
Kegiatan yang mendasar dalam aktivitas pendidikan adalah adanya proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran dilaksanakan oleh guru, siswa, dan lingkungan belajar untuk memperoleh hasil belajar.
Menurut Sagala (2014: 61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar sebagai penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2014: 62) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pendapat lain Hamalik (2012: 57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pendidikan. Unsur manusiawi terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material, meliputi buku, papan tulis, kapur. Fasilitas dan perlengakapan, terdiri dari ruangan kelas, komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah kegiatan yang berupa interaksi belajar antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam rangka mempelajari materi pelajaran melalui metode, model, dan media yang tepat sehingga memperoleh hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b) Ciri-ciri Pembelajaran
Proses pembelajaran bersifat kompleks dan melibatkan beberapa elemen pendidikan, meliputi guru, siswa, sumber belajar, model, metode, media, kurikulum, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru harus memahami hakikat materi pelajaran dan model pembelajaran yang dapat
merangsang kemampuan siswa sesuai dengan kurikulum yang ditentukan.
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, yaitu (1) rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedural yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus, (2) saling ketergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan, (3) tujuan, sistem pembelajaran harus mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai yaitu agar siswa belajar (Hamalik, 2012: 66).
Menurut Sagala (2014: 63), pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu: (1) proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir, (2) pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa yang dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran yaitu terdapat rencana yang sistematis, adanya saling ketergantungan antara aspek (motivasi, bahan belajar, alat bantu, dan fasilitas lain) yang terdapat dalam pembelajaran, adanya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran, melibatkan proses mental siswa secara maksimal, dan diarahkan untuk memperbaiki kemampuan berpikir siswa dalam memperoleh pengetahuan, menekankan keaktifan siswa serta menumbuhkan motivasi sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran menyenangkan.
c. Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat pada Siswa Kelas IV SD
1) Matematika
a) Pengertian Matematika
Menurut Depdiknas (2001: 7), menyatakan bahwa: Kata Matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti “ belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, Matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 184).
Menurut Susanto (2013: 185), Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2014: 1) adalah simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Menurut Wahyudi (2015: 68), mengemukakan bahwa: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah suatu ilmu pasti yang memiliki objek abstrak dan mengkaji kebenaran melalui penalaran deduktif,
kebenarannya bersifat jelas serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi terhadap permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan uraian tersebut, dalam penelitian ini objek khusus yang diteliti yaitu tentang bilangan bulat.
b) Tujuan Matematika
Menurut Wahyudi (2015: 68), tujuan pembelajaran Matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep Matematika dengan menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan Matematika yaitu melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten untuk menyelesaikan dan
memecahkan persoalan Matematika dengan sikap ulet dan percaya diri.
c) Ruang Lingkup Matematika
Wahyudi (2015: 70) mengemukakan bahwa:
Standar kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi Matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini dikelompokkan dalam kemahiran Matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika, peluang, trigonometri, dan kalkulus.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148), menyatakan bahwa mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data. Salah satu bidang kajian bilangan di kelas IV SD adalah bilangan bulat.
Berdasar dari ruang lingkup di atas, penelitian ini berkaitan tentang pokok bahasan bilangan bulat yang merupakan ruang lingkup dari bilangan.
2) Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat Kelas IV SD Tujuan akhir dari pembelajaran Matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat mencapai tahap keterampilan tersebut, maka dalam mengajarkan Matematika di sekolah dasar harus melalui langkah-langkah yang benar sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Heruman (2014: 3), memaparkan langkah-langkah pembelajaran Matematika di SD sebagai berikut: (1) penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru Matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif
siswa yang konkret dengan konsep baru Matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa, (2) pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep Matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, (3) pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri dari dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konnsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah penanaman konsep, pemahaman konsep serta pembinaan keterampilan.
Standar Kompetensi (SK) serta Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran Matematika di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai peserta didik dalam pembelajaran dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Berikut ini adalah Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator mata pelajaran Matematika di kelas IV SD semester II (Silabus KTSP, 2006: 10):
Tabel 2.1 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester II Standar
Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 5. Menjumlahkan
dan mengurang-kan bilangan bulat
5.2 Menjumlahkan bilangan bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.4Melakukan operasi hitung campuran 5.2.1Menjumlahkan bilangan positif dengan positif 5.2.2Menjumlahkan bilangan positif dengan negatif 5.2.3Menjumlahkan bilangan negatif dengan positif 5.2.4Menjumlahkan bilangan negatif dengan negatif 5.3.1Mengurangkan bilangan positif dengan positif 5.3.2Mengurangkan bilangan positif dengan negatif 5.3.3Mengurangkan bilangan negatif dengan positif 5.3.4Mengurangkan bilangan negatif dengan negatif 5.4.1Menghitung operasi campuran bilangan bulat
Ruang lingkup materi pada penelitian ini yaitu aspek bilangan bulat dengan standar kompetensi menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Kompetensi dasar beserta
indikator meliputi: menjumlahkan bilangan bulat baik positif maupun negatif dan mengurangkan bilangan bulat baik positif maupun negatif, dan operasi hitung campuran bilangan bulat.
Berikut ini materi pembelajaran bilangan bulat kelas IV SD semester II:
(1) Pengertian Bilangan
Menurut Wahyudi (2015: 142), bilangan adalah suatu ide yang bersifat abstrak. Bilangan itu bukan simbol atau lambang dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan merupakan sesuatu yang bersifat abstrak yang memberikan keterangan mengenai banyaknya anggota suatu himpunan. Macam-macam bilangan diantaranya bilangan asli, bilangan cacah, dan bilangan bulat, dan lain sebagainya.
(2) Pengertian Bilangan Bulat
Bilangan bulat menurut Wahyudi (2015: 204), merupakan gabungan antara bilangan asli dengan bilangan-bilangan negatifnya serta bilangan-bilangan nol. Bilangan bulat juga dapat diartikan sebagai gabungan antara bilangan negatif dan bilangan cacah. Bilangan bulat anggotanya terdiri dari bilangan positif, bilangan negatif, dan bilangan nol.
Himpunan bilangan asli = {1, 2, 3, 3, 4, ....} Himpunan bilangan cacah = {0, 1, 2, 3, 4, ...}
Himpunan bilangan bulat = {..., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,...} Bilangan bulat jika ditunjukkan pada garis bilangan sebagai berikut.
Jadi bilangan bulat itu terdiri dari bilangan bulat postif {1, 2, 3, ....}, bilangan nol {0}, dan bilangan bulat negatif {1, -2, -3, ...}.
1 2 3 ... ... -3 -2 -1 0
(a) Pengertian negatif satu (-1) harus dibedakan dengan pengertian tanda “-“ pada operasi 3-1. Pengertian -1 dibaca “negatif 1” adalah menunjukkan kedudukan bilangan -1 pada garis bilangan di sebelah kiri titik pangkal nol (0). Sedangkan pada 3-1, tanda “-“ berarti operasi, dibaca “tiga dikurangi satu”.
(b) Perhatikan garis bilangan pada bilangan bulat di atas. Terlihat bahwa 2 lawan bilangannya -2, sedangkan -1 lawan bilangannya 1, kemudian 4 lawan bilangannya -4, dan seterusnya. Dua bilangan dikatakan saling berlawanan apabila da bilangan itu dijumlahkan menghasilkan 0.
(3) Materi Bilangan Bulat Kelas IV SD (a) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Menurut Saepudin, A, dkk (2009: 109), operasi penjumlahan bilangan bulat dijelaskan sebagai berikut:
- Penjumlahan bilangan positif dengan positif Contoh: 3 + 2 = ....
Langkah-langkah untuk menjumlahkan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 3 satuan, sampai di angka 3.
Lalu melangkah 2 satuan ke kanan dari angka 3.
Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir panah, ternyata angka 5.
Jadi, 3 + 2 = 5
- Penjumlahan bilangan positif dengan negatif Contoh: 4 + (-3) = ....
Langkah-langkah untuk menjumlah: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 4 satuan sampai di angka 4.
Lalu melangkah 3 satuan ke kiri dari angka 4. Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 1. Jadi, 4 + (- 3) = 1
- Penjumlahan bilangan negatif dengan positif Contoh: -5 + 4 = ....
Langkah-langkah untuk menjumlahkan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 5 satuan sampai di angka -5.
Lalu melangkah 4 satuan ke kanan dari angka -5.
Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir panah, ternyata angka - 1.
Jadi, (- 5) + 4 = - 1
- Penjumlahan bilangan negatif dengan negatif Contoh: -2 + (-4) = ...
Langkah-langkah untuk menjumlahkan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 2 satuan sampai di angka -2.
Lalu melangkah 4 satuan ke kiri dari -2.
Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir panah, ternyata angka -6.
Jadi, - 2 + (- 4) = - 6
(b) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat
Menurut Saepudin, A, dkk (2009: 113), operasi penjumlahan bilangan bulat dijelaskan sebagai berikut:
- Penjumlahan bilangan positif dengan positif Contoh: 6 – 2 = ...
Langkah-langkah untuk pengurangan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 6 satuan sampai di angka 6.
Lalu melangkah 2 satuan ke kiri dari angka 6. Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 4. Jadi, 6 – 2 = 4
- Penjumlahan bilangan positif dengan negatif Mengurangi suatu bilangan sama dengan menambah dengan lawannya.
Jadi: a – (–b) = a + b Contoh: 2 – (-3) = ...
Langkah-langkah untuk pengurangan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 2 satuan sampai di angka 2.
Lalu melangkah 3 satuan ke kanan dari angka 2. Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 5. Jadi, 2 – (- 3) = 5
- Penjumlahan bilangan negatif dengan positif Contoh: (-2) – 3 = ...
Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 2 satuan sampai di angka 2.
Lalu melangkah 3 satuan ke kiri dari angka -2. Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka - 5. Jadi, (- 2) – 3 = - 5
- Penjumlahan bilangan negatif dengan negatif Mengurangi suatu bilangan sama dengan menambah dengan lawannya.
Jadi : –a – (–b) = –a + b Contoh: -5 – (-2) = ....
Langkah-langkah pengurangan: Gambarlah garis bilangan.
Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 5 satuan sampai di angka -5.
Lalu melangkah 2 satuan ke kanan.
Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir panah, ternyata angka -3.
Jadi, -5 – (-2) = -3
(c) Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
Menurut Mustaqim dan Astuty (2008: 154), operasi hitung campuran pada bilangan bulat dijelaskan sebagai berikut:
Operasi hitung campuran adalah antara penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat. Contoh:
1. -4 + 12 – 3 = ...
d. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat pada Siswa Kelas IV SD
Menurut Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2014: 1470), peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb).
Pembelajaran Matematika adalah kegiatan yang berupa proses interaksi belajar antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam rangka mempelajari materi pelajaran Matematika tentang bilangan bulat melalui metode, model, dan media yang tepat sehingga memperoleh hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Jadi, peningkatan pembelajaran Matematika tentang bilangan bulat pada siswa kelas IV SD adalah suatu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran Matematika tentang konsep bilangan bulat yang meliputi penjumlahan, pengurangan, dan operasi hitung campuran pada siswa kelas IV SD yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, berpikir konkret, dan senang membentuk kelompok kecil dalam pembelajaran. 2. Media Model
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach & Ely (Arsyad, 2015: 3), bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Pendapat dari Sundayana (2015: 6), media diposisikan sebagai suatu alat atau sejenisnya yang dapat dipergunakan sebagai pembawa pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pesan yang dimaksud adalah materi pelajaran dan keberadaan media tersebut dimaksudkan agar pesan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Apabila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan menurut Sudjana & Rivai (2013: 1), kedudukan media adalah sebagai alat bantu mengajar dalam komponen metodologi, sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran adalah alat bantu yang berasal dari lingkungan sekitar siswa untuk membantu proses belajar mengajar, sehingga siswa lebih mudah menangkap pesan belajar yang disampaikan oleh guru. b. Fungsi Media Pembelajaran
Keberadaan media pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Sadiman (Sundayana, 2015: 7), menyatakan bahwa media mempunyai fungsi: (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra, (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara siswa dengan sumber belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya, (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama, (6) penyampaian pesan pembelajaran lebih terstandar, (7) pembelajaran dapat lebih menarik, (8) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, (9) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, (10) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (11) proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun, (12) sikap positif siswa
terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
Peranan media menurut Sudjana & Rivai (2013: 6), adalah ditempatkan sebagai:
1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran.
2) Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
3) Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari siswa baik individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajar.
Menurut Arsyad (2015: 29), manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: (1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi lansung antara siswa dengan lingkungan, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri, (3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, (4) media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa di lingkungan serta memungkinkan interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu: (1) sebagai sumber belajar, (2) memperjelas pesan yang disampaikan pada siswa, (3) meningkatkan motivasi belajar siswa, (4) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, (5) memberikan kesamaan pengalaman pada siswa.
c. Jenis- jenis Media Pembelajaran
Pengelompokkan terhadap beberapa media pembelajaran dilakukan mengingat banyaknya media yang digunakan dalam pembelajaran. Pengelompokan ini secara praktis dimaksudkan agar memudahkan kita sebagai pengguna dalam memahami prinsip penggunaan, perawatan, dan pemilihan media dalam proses pembelajaran.
Menurut Sanjaya (Sundayana, 2015: 13), media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari beberapa sudut, yaitu:
1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: (a) media auditif, media yang dapat didengar saja, seperti radio dan rekaman suara, (b) media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, seperti film, slide, foto, dan lain sebagainya, (c) media audiovisual, yaitu jenis media yang mengandung unsur suara dan gambar, seperti rekaman video, slide suara, film, dan lain sebagainya.
2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam: (a) media yang memiliki daya liput luas dan serentak seperti radio dan televisi, (b) media yang mempunyai daya liput terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, video, dan lain sebagainya. 3) Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi (a) media yang
diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, dan lain sebagainya, (b) media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.
Taksonomi menurut Briggs (Sadiman, dkk, 2011: 23) mengidentifikasikan 13 macam media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film, televisi, dan gambar.
Menurut Seels & Glasglow (Arsyad, 2015: 35), media dibagi ke dalam dua katergori luas, yaitu media tradisional antara lain visual diam
yang diproyeksikan, visual yang tidak diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, cetak, permainan, realia (model) dan media teknologi mutakhir antara lain media berbasis telekomunikasi (telekonferen, kuliah jarak jauh), media berbasis mikroprosesor.
Menurut Sudjana & Rivai (2013: 3), ada beberapa jenis media pembelajaran, yaitu pertama media grafis, seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Kedua media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat, model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, file strips, dan penggunaan OHP. Keempat penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media pembelajaran yaitu (a) media dua dimensi, seperti gambar, foto, lukisan, poster, komik, kartun, dan lain sebagainya, (b) media tiga dimensi, seperti model, mock up, diorama, dan lain sebagainya, (c) media proyeksi seperti slide, film strips, film, OHP, (d) media pembelajaran komputer, dan (e) media lingkungan. Dalam penelitian ini, jenis media yang digunakan adalah media tiga dimensi yaitu model.
d. Media Model
1) Pengertian Media Model
Model adalah bentuk tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya (Asyhar, 2011: 56).
Sudjana dan Rivai (2013: 156), mengemukakan model merupakan tiruan tiga dimensional dari beberapa objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, atau terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan dipelajari siswa dalam wujud aslinya.
Pendapat lain Daryanto (2013: 30), model disebut media tiruan. Belajar melalui model dilakukan untuk pokok bahasan tertentu yang tidak mungkin dapat dilakukan melalui pengamatan langsung atau melalui benda sebenarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian model adalah media tiga dimensi yang mewakili benda aslinya (benda tiruan) untuk mempermudah pemahaman siswa.
2) Macam-macam Media Model
Sudjana dan Rivai (2013: 156), mengelompokkan model ke dalam enam kategori yaitu sebagai berikut:
a) Model padat (solid model), suatu model yang memperlihatkan bagian permukaan luar daripada objek dan sering membuang bagian-bagian yang membingungkan gagasan-gagasan utamanya dari bentuk, warna, dan susunannya. Contohnya antara lain bentuk boneka, berbagai bendera, macam-macam makanan, bentuk geometri, anatomi manusia dan binatang, lapisan tanah, dan lain sebagainya.
b) Model penampang (cutaway model), model yang memperlihatkan bagaimana sebuah objek itu tampak, apabila bagian permukaannya diangkat untuk mengetahui susunan bagian dalamnya. Model ini dinamanakn model X-Ray atau Crossection. Model ini sangat berguna untuk mata pelajaran IPS, khususnya biologi. Model ini biasanya dibubuhi dengan warna-warna yang kontras.
c) Model susun (build-up model), terdiri dari beberapa bagian objek yang lengkap, atau sedikitnya suatu bagian penting dari objek itu. Contoh model ini yang paling dikenal adalah torso. d) Model kerja (working model), tiruan dari suatu objek yang
memperlihatkan bagian luar dari objek asli, dan mempunyai beberapa bagian dari benda yang sesungguhnya. Contohnya alat
Matematika, mesin angkutan, peralatan musik, dan lain sebagainya.
e) Mocks up, penyederhanaan susunan bagian pokok dari suatu proses atau sistem yang lebih rumit. Contohnya drivotrainer, tenaga dorong jet, sistem telepon, dan lain sebagainya.
f) Diorama, pemandangan tiga dimensi mini untuk mengambarkan pemandangan yang sebenarnya. Contohnya adegan cerita, perindustrian, peristiwa bersejarah, dan lain sebagainya.
Pendapat lain dari Daryanto (2013: 31), model dibedakan atas: model perbandingan (misalnya globe), model yang disederhanakan, model irisan, model susunan, model terbuka, model utuh, boneka, dan topeng. Ada beberapa tujuan belajar menggunakan model yaitu: (1) mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari objek yang terlalu besar, (2) untuk mempelajari objek yang telah menjadi sejarah di masa lampau, (3) untuk mempelajari objek-objek yang tak terjangkau secara fisik, (4) untuk mempelajari objek yang mudah dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan yang memadai (misalnya mata manusia, telinga), (5) untuk mempelajari konstruksi-konstruksi yang abstrak, untuk memperlihatkan proses dari objek yang luas.
Berdasarkan uraian tentang macam-macam model di atas, dapat disimpulkan bahwa media model dibagi menjadi: (1) model padat (solid model), (2) model penampang (cutaway model), (3) model susun (build-up model), (4) model kerja (working model), (5) muck-up, dan (6) diorama.
Merujuk pada macam-macam model di atas, dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model kerja (working model) untuk mengajarkan konsep bilangan bulat. Mengingat pentingnya model kerja yaitu untuk mendorong keingintahuan siswa, bagaimana cara kerja model tersebut dalam membantu memahami
materi pembelajaran. Contoh model kerja yang digunakan adalah mainan anak yaitu mobil-mobilan.
3) Kelebihan dan Kelemahan Media Model
Kelebihan menggunakan media model menurut Daryanto (2013: 31), yaitu: (1) belajar difokuskan pada bagian yang penting-penting saja, (2) dapat menunjukkan struktur dalam suatu objek, (3) siswa memperoleh pengalaman yang konkret.
Menurut Moedjiono (Daryanto, 2013: 29), media model memiliki beberapa kelebihan yaitu (1) memberikan pengalaman secara langsung, (2) penyajian secara konkret dan menghindari verbalisme, (3) dapat menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, (4) dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, (5) dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan media model adalah tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, bagi yang berkebutuhan khusus sulit menggunakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media model memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan media model yaitu: (1) mewakili benda aslinya secara konkret, (2) membuat siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran, (3) memperlihatkan objek secara utuh beserta cara kerjanya.Sedangkan kelemahan media model yaitu: (1) tidak bisa dijangkau dalam sasaran jumlah, (2) anak yang berkebutuhan khusus sulit membandingkan.
4) Pembelajaran Bilangan Bulat dengan Menggunakan Media Model
Secara umum menurut Sadiman, dkk (2011: 198), terdapat tiga langkah utama dalam penggunaan media model, yaitu:
a) Persiapan sebelum menggunakan media
Pada langkah persiapan guru pertama-tama mempelajari buku penunjuk atau bahan ajar yang sesuai, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam penggunaan media. Setelah itu,
guru perlu mengatur penempatan media dan peralatan yang lain dengan baik sehingga tiap siswa atau kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk melihat media tersebut.
b) Kegiatan selama penggunaan media
Pada langkah kedua ini, yang harus guru lakukan adalah menjaga suasana atau ketenangan kelas, menghindari gangguan yang dimungkinkan dapat menghambat atau menganggu konsentrasi siswa dalam belajar.
c) Kegiatan tindak lanjut
Sedangkan langkah terakhir, guru hendaknya menjajagi apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum.
Media model yang digunakan dalam penelitian ini adalah mobil-mobilan. Menurut (Wahyudi, 2014: 142), Langkah-langkah penggunaan media model antara lain:
a) Setiap akan melakukan peragaan, posisi awal model harus dimulai dari bilangan 0 (nol) dan model menghadap ke depan (ke kanan).
b) Bilangan
(1) untuk bilangan positif, model digerakkan maju (ke kanan) (2) untuk bilangan negatif, model digerakkan mundur (ke kiri) (3) bilangan nol, model diam (tidak bergerak)
c) Operasi
(1) penjumlahan (+), model digerakkan maju (ke kanan) terus sesuai bilangan penjumlahnya.
(2) pengurangan (-), model berbalik arah. (1) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Tanda “+” merupakan operasi tambah atau penjumlahan. Terdapat beberapa kemungkinan bentuk pasangan operasi biner pada bilangan bulat, yaitu:
- Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif - Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif
- Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif - Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif
Operasi penjumlahan pada bilangan bulat dapat diperagakan dengan gerakan suatu model, yaitu dengan gerakan maju atau mundur dari suatu model, misalnya menggunakan gerakan mobil dengan ketentuan sebagai berikut:
Contoh: a + b = c ; a, b, c merupakan bilangan bulat a. Model mula-mula menghadap ke kanan di titik 0.
b. Jika a bilangan positif, model menghadap ke kanan dan maju sejauh a.
c. Jika a bilangan negatif, model mundur (ke kiri) sejauh –a. d. Operasi penjumlahan, berarti gerakan model dilanjutkan. e. Jika b bilangan positif, model dilanjutkan bergerak maju (ke
kanan) sejauh b.
f. Jika b bilangan negatif, model dilanjutkan bergerak mundur (ke kiri) sejauh –b.
g. c adalah tempat gerakan terakhir dari model, merupakan hasil penjumlahan.
(2) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat
Tanda “-“ pada kalimat Matematika 4-6 merupakan operasi pengurangan/selisih. Pengurangan pada bilangan bulat juga dapat diperagakan dengan gerakan model, yaitu dengan gerakan suatu model, yaitu dengan gerakan maju atau mundur dari suatu model, misalnya menggunakan gerakan sebuah mobil dengan ketentuan sebagai berikut: Misalnya: a – b = c ; a, b, c merupakan bilangan bulat
a. Model mula-mula menghadap ke kanan di titik 0. b. Jika a bilangan positif, maka model menghadap ke
kanan dan maju (ke kanan) sejauh a.
c. Jika a bilangan negatif, maka model mundur (ke kiri) sejauh –a.
d. Operasi pengurangan diartikan pada model dengan cara berbalik arah.
e. Jika b bilangan positif, maka model dilanjutkan bergerak maju (setelah berbalik) sejauh b.
f. Jika bilangan negatif, maka model dilanjutkan bergerak mundur (setelah berbalik) sejauh –b.
g. c adalah tempat gerakan terakhir dari model, merupakan hasil pengurangan.
(3) Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
Operasi hitung campuran terdiri dari penjumlahan dan pengurangan. Operasi hitung campuran pada bilangan bulat dapat diperagakan dengan gerakan suatu model, yaitu dengan gerakan maju atau mundur dari suatu model, misalnya menggunakan gerakan mobil. Untuk ketentuan peragaan model sama seperti operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat di atas.
Tabel 2.2 Contoh Penggunaan Media Model pada Pembelajaran Bilangan Bulat
No Contoh Soal Penyelesaian dengan Media Model 1. 3 + 3
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 3 langkah, selanjutnya mobil bergerak maju 3 langkah (3). Posisi akhir mobil adalah di angka 6. Jadi 3 + 3 = 6.
2. 3 + (-5)
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 3 langkah, selanjutnya mobil mundur sejauh 5 langkah (-5). Posisi akhir mobil adalah di angka -2. Jadi 3 + (-5) = -2.
3. -5 + 1
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri) sejauh 5 langkah (-5), selanjutnya mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 1 langkah (+1) Posisi akhir mobil adalah di angka -4. Jadi -5 + 1 = -4.
4. -2 + (-2)
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri) sejauh 2 langkah (-2), selanjutnya mobil bergerak mundur (ke kiri) sejauh 2 langkah (-2) Posisi akhir mobil adalah di angka -4. Jadi -2 + (-2)= -4.
5. 3 – 4
4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 3 langkah (3), karena operasi pengurangan maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil bergerak maju (setelah berbalik) sejauh 4 langkah.
Posisi akhir mobil adalah di angka -1. Jadi 3 – 4 = -1.
6. 2 - (-4)
4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 2 langkah (2), karena operasi pengurangan maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil bergerak mundur (setelah berbalik) sejauh 4 langkah (-4)
Posisi akhir mobil adalah di angka 6. Jadi 2 – (-4) = 6.
7. (-3) – 2
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri) sejauh 3 langkah (-3), karena operasi pengurangan maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil bergerak maju (setelah berbalik) sejauh 2 langkah (2)
Posisi akhir mobil adalah di angka -5. Jadi (-3) – 2 = -5
8. -3 - (-5)
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri) sejauh 3 langkah (-3), karena operasi pengurangan maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil bergerak mundur (setelah berbalik) sejauh 5 langkah (-5)
Posisi akhir mobil adalah di angka 2. Jadi (-3) – (-5) = 2.
9. 4 + (-2) -3
4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka 0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan) sejauh 4 langkah, kemudian mobil bergerak mundur sejauh 2 langkah (-2), selanjutnya karena operasi pengurangan maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil bergerak maju (setelah berbalik) sejauh 3 langkah.
Posisi akhir mobil adalah di angka -1. Jadi 4 + (-2) -3= -1.
3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2015: 64), model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.
Sedangkan model pembelajaran menurut Arends (Suprijono, 2015: 65), adalah mengacu pada pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran, tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pendapat lain Joyce (Suprijono, 2015: 65), bahwa model pembelajaran memiliki fungsi membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Selain itu berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran melalui prosedur pengorganisasian pengalaman belajar yang disusun sistematis untuk mencapai tujuan belajar.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2010: 22), pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Hamdani (2011: 30) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif adalah “Rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada paham konstruktivis”.
Pendapat lain, Slavin (2005: 4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran.
Selanjutnya Suprijono (2015: 80) menyebutkan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaraan kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan penghargaan mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun penghargaan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dan berinteraksi secara kelompok dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa melalui metode diskusi dan penemuan untuk meningkatkan kemampuan berfikir, memecahkan masalah, mengaplikasikan
kemampuan dan pengetahuan, serta meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini akan digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Indiviualization (TAI).
c. Tipe - Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Shoimin (2014: 11), model pembelajaran kooperatif memiliki bermacam-macam tipe, di antaranya (1) Problem Based Learning (PBL), (2) Picture dan Picture, (3) Number Head Together (NHT), (4) Mind Mapping, (5) Group Investigation, (6) Take dan Give, (7) Team Assisted Individualization (TAI), (8) Team Game Tournament (TGT), (9) Visual, Auditory, Kinestethic (VAK), (10) Jigsaw, (11) Role Playing, (12) Think Pair Share, (13), Student Teams Achievement Division (STAD), (14) Snowball Throwing, (15) Course Review Horay, dan lain sebagainya.
Berdasarkan tipe-tipe model pembelajaran kooperatif di atas, salah satu model yang tepat digunakan dalam pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah Team Assisted Individualization (TAI). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model dalam peningkatan pembelajaran bilangan bulat pada siswa kelas IV SD. d. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization
(TAI)
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Menurut Slavin (2005: 187), dasar pemikiran Team Assisted Individualization adalah untuk mengadaptasi terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Perlunya semacam individualisasi telah dipandang penting khususnya dalam pelajaran Matematika, pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan.
Dasar pemikiran dibalik individualisasi pengajaran pelajaran Matematika adalah bahwa siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut, dan akan gagal memperoleh manfaat dari model tersebut. Siswa lainnya mungkin sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya dengan sangat cepat sehingga waktu mengajar yang dihabiskan bagi mereka hanya membuang waktu (Slavin, 2005: 187).
Slavin (2005: 189), juga menambahkan bahwa Matematika TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari tim-tim heterogen. TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizaton (TAI) merupakan model pembelajaran yaitu siswa ditempatkan dalam kelompok kecil (5-6 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizaton (TAI) mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual yang sesuai dengan
karakteristik siswa kelas IV SD yang berada pada tahap operasional konkret dan senang berkelompok.
2) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Menurut Shoimin (2014: 200), model pembelajaran tipe TAI memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu (1) placement test, (2) teams, (3) teaching group, (4), team study (5) student creative, (6) fact test, (7) team score and team recognition, (8) whole-class unit. Berikut ini penjelasannya.
a) Placement Test. Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh yang diperoleh siswa sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu.
b) Teams. Langkah ini cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.
c) Teaching group. Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
d) Student creative. Guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
e) Team study. Pada tahapan ini, siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (teman sebaya).
f) Fact test. Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dan lain sebagainya.
g) Team Score dan Team Recognition. Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”, “kelompok LUAR BIASA”, dan sebagainya.
h) Whole-class units. Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.
Sedangkan sintaks pembelajaran TAI menurut Slavin (2015: 195), adalah sebagai berikut.
a) Teams. Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam tim-tim yang beranggotakan 4 sampai 5 orang.
b) Tes penempatan. Para siswa diberikan tes pra-program dalam bidang operasi Matematika pada permulaan pelaksanaan program. Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dengan program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini. c) Materi kurikulum. Siswa mempelajari materi secara individual
yang mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian angka, pecahan, desimal, rasio, persen, statistik, dan aljabar. Masalah kata dan strategi penyelesaian masalah ditekankan pada seluruh materi.
d) Belajar kelompok. Langkah berikutnya yang mengikuti tes penempatan adalah guru mengajar pelajaran pertama. Selanjutnya siswa diberikan tempat untuk memulai dalam unit Matematika individual. Para siswa mengerjakan unit-unit mereka dalam kelompok.
e) Skor tim dan rekognisi tim. Pada tiap akhir minggu, guru menghitung jumlah skor tim. Skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang bisa dicakupi oleh tiap anggota tim dan jumlah tes unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriteria dibangun dari kinerja tim. Kriteria tinggi ditetapkan bagi sebuah tim untuk menjadi Tim Super.
f) Kelompok pengajaran. Setiap guru memberikan pengajaran selama sekitar sepuluh sampai lima belas menit kepada dua atau tiga kelompok kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim berbeda yang tingkat pencapaian kurikulumnya sama. Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsep utama kepada para siswa.
g) Tes fakta. Seminggu dua kali, para siswa diminta mengerjakan tes-tes fakta selama tiga menit. Siswa diberikan lembar fakta untuk dipelajari di rumah untuk persiapan menghadapi tes ini.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization adalah sebagai berikut: (1) guru memberikan tes awal kepada siswa (placement test), (2) guru membentuk kelompok (teams), (3) guru menjelaskan materi (teaching group), (4) Siswa berdiskusi mengerjakan LKS (team study), (5) guru dan siswa membahas hasil diskusi dengan presentasi (student creative), (6) guru memberikan penghargaan pada kelompok (team scored and team recognition), (7) siswa mengerjakan evaluasi secara individual (fact test), (8) guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan tentang materi yang diajarkan (whole class unit).
3) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Team Assisted Individualization (TAI)
a) Kelebihan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) menurut Shoimin (2014: 202), memiliki
beberapa kelebihan, antara lain (1) siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalahnya, (2) siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuannya, (3) adanya tanggung jawab dalam kelompok, (4) siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok, (5) mengurangi kecemasan, (6) menghilangkan perasaan terisolasi dan panik, (7) menggantikan bentuk persaingan dengan saling kerjasama, (8) melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar, (9) mereka dapat berdiskusi, berdebat, atau menyampaikan gagasan, konsep, dan keahlian sampai benar-benar memahaminya, (10) mereka memiliki rasa peduli, tanggung jawab terhadap teman lain dalam proses belajar, (11) mereka dapat menghargai perbedaan etnik, tingkat kemampuan, dan cacat fisik.
Pendapat lain dari Slavin (2005: 190), TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoretis dan praktis dari sistem pengajaran individual:
(1) Dapat meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
(2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok kecil.
(3) Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
(4) Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya siswa jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru.
(5) Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain. (6) Programnya mudah dipelajari oleh guru maupun siswa, tidak
mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan atau tim guru.
(7) Membangun kondisi terbentuknya sikap positif terhadap siswa yang cacat secara akademik dan di antara siswa dari latar belakang ras atau etnik berbeda.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization memiliki beberapa kelebihan yaitu : (a) melatih sikap tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah, (b) membantu siswa yang kurang pandai, (c) melatih kerjasama kelompok, (d) menghargai perbedaan tingkat kemampuan antar kelompok, (e) memotivasi belajar siswa, (f) dilakukan pengecekan penguasaan kemampuan secara intensif.
b) Kelemahan
Menurut Shoimin (2014: 203), terdapat beberapa kekurangan dalam model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization, yaitu (1) tidak ada persaingan antar kelompok, (2) siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai, (3) terhambatnya cara berpikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang, (4) memerlukan periode lama, (5) sesuatu yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnya dicapai siswa, (6) hanyalah beberapa murid yang pintar dan yang aktif saja, (7) siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok.
Pendapat lain dari Slavin (2005: 191), kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization antara lain, penilaian berdasarkan kinerja individual atau subjektif, sulit memastikan para siswa sudah mengetahui konsepnya atau belum, kinerja tim dibatasi karena adanya sifat individualisasi.
Jadi, dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization memiliki beberapa
kelemahan yaitu: (a) tidak terjadi persaingan kelompok (individualisasi), (b) kemampuan siswa yang rendah akan ketinggalan dengan kemampuan siswa yang tinggi, (c) hanya beberapa saja siswa yang aktif, (d) membutuhkan waktu yang lama.
e. Penggunaan Model Tipe Team Assisted Individualization (TAI)
dengan Media Model
Penggunaan model tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model dalam pembelajaran bilangan bulat kelas IV SD Negeri 2 Tamanwinangun bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep bilangan bulat secara mendalam. Adapun langkah-langkah model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model adalah sebagai berikut: (1) guru memberikan tes awal kepada siswa (placement test), (2) guru membentuk kelompok (teams) masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa, (3) guru menjelaskan materi (teaching group) tentang bilangan bulat menggunakan media model, (4) Siswa mengerjakan LKS (team study) menggunakan media model dengan metode tutor sebaya, (5) guru dan siswa membahas hasil diskusi dengan presentasi menggunakan media model (creative student), (6) guru memberikan penghargaan pada kelompok yang aktif dan menjawab dengan tepat (team scored and team recognition), (7) siswa mengerjakan evaluasi secara individual dengan media model (fact test), (8) guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan tentang materi yang diajarkan (whole class unit).
4. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tofiyah (2012: 1) tentang “Penerapan Model Team Assisted Indvidualization (TAI) dengan Media Visual dalam Peningkatan Pembelajaran Pecahan Kelas IV SD Negeri 1 Jintung Tahun Ajaran 2012/2013”. Kesimpulan penelitian tersebut adalah penerapan model Team Assisted Individualization (TAI) dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran pecahan kelas IV SD Negeri 1 Jintung