Peran Driyarkara dalam bidang pendidikan di Sanata Dharma 1955-1967
Teks penuh
(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. SKRIPSI PERAN DRIYARKARA DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI SANATA DHARMA 1955-1967 Oleh: Maria Desiline Anu Doni Tokan. ii.
(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. SKRIPSI PERAN DRIYARKARA DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI SANATA DHARMA 1955-1967 Oleh: Maria Desiline Anu Doni Tokan NIM 114314001 Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal 20 Desember 2016. iii.
(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTTO:. “ Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, Bersuka karena usahanya sendiri, Dan maju karena pengalamannya sendiri”. Pramoedya Ananta Toer. iv.
(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEMBAHAN Skripsi berjudul "Peran Driyarkara Dalam Bidang Pendidikan Di Sanata Dharma 1955-1967" ini saya persembahkan bagi Kedua Orang Tua, yang dengan kasih sayang, perhatiannya yang besar dan tabah menantikan penulisan skripsii ini hingga selesai.. v.
(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang disebutkan dalam kutipan catatan kaki dan daftar pustaka.. Yogyakarta, 21 November 2016 Penulis,. Maria Desiline Anu Doni Tokan. vi.
(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Maria Desiline Anu Doni Tokan. Nomor Mahasiswa. : 114314001. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERAN DRIYARKARA DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI SANATA DHARMA 1955-1967 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada 8 Desember 2016 Yang menyatakan. (Maria Desiline Anu Doni Tokan). vii.
(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Skripsi yang berjudul, Peran Driyarkara Dalam Bidang Pendidikan Di Sanata Dharma 1955-1967. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama, mengetahui faktor pendorong Driyarkara terlibat dalam dunia pendidikan. Kedua, Bagaimana pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan. Ketiga, setelah mengetahui faktor pendorong dan pemikirannya mengenai pendidikan, pada tahap ini ingin melihat kebijakan atau penerapan yang dilakukan selama menjadi rektor Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka, dengan cara melakukan pembacaan terhadap dokumen ataupun buku yang berisikan mengenai sosok Driyarkara. Analisas dilakukan dengan cara mengaikatkan interpretasi terhadap data yang sudah dikumpulkan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pendorong Driyarara terlibat dalam dunia pendidikan dilatar belakangi kondisi pendidikan masyarkat Indonesia pasca kemerdekaan. Setelah kemerdekaan, Indonesia sangat membutuhkaan banyak guru yang bisa membimbing generasi muda, faktor pendorong lainnya adalah situasi jaman yang melingkupi Driyarkara, ia berada pada masa peralihan yaitu kebebasan yang dialami oleh bangsa Indonesia yang mengakibatkan terjadinya diintegrasi di dalam bangsa sendiri,sehingga melalui pendidikan diharapkan dapat tercapai integrasi. Selain itu, sebagai tindakan konkret, maka ia banyak mengemukakan pemikiran-pemikiraanya mengenai pendidikan yang baik untuk diterpakan di Indonesia. Orang tua menjadi fokus utama dari harapan Driyarkara agar dapat membimbing anaknya menjadi lebih baik, namun menurut Driyarkara, guru juga menjadi faktor pendukung, karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah. Diharpkan guru juga, memiliki cinta terhadap anak didik, seperti orang tua yang mencintai anaknya sehingga akan menghasilkan anak didik yang baik juga. Tindakan konkret yang dilakukan Driyarka dalam dunia pendidikan bisa dilihat ketika ia menjabat sebagai rektor Sanata Dharma yang pada saat itu masih berupa PTPG. Pada jaman-jaman itu, tidak semua orang bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh seorang Driyarkara. PTPG Sanata Dharma didirikan sebagai lembaga khusus untuk mendidik para calon guru yang menurut Driyarkara dengan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seorang guru dapat membantu generasi muda Indonesia menjadi cerdas. Berkat keiginannya yang sangat besar untuk memajukan nusa dan bangsa, pada akhirnya Driyarkara berhasil membawa PTPG berkembang menjadi IKIP Sanata Dharma. Kata Kunci : Driyarkara, Pendidikan, Rektor. viii.
(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Thesis titled is The Role of Driyarkara in Sanata Dharma’s Education Filed 1955-167. This research aimed to find answer three issues. The first issue was to understand the encouragement factors of Driyarkara to be involved in education. The second issue was how Driyarkara thought about education. The third issue, after understanding his encouragement factors and his thoughts on education, was to investigate the policies and the implementations, while serving as the President of Sanata Dharma University. This research applied library study method by reading documents and several books containing the figure being discussed in this research, Driyarkara. The analysis was conducted by connecting the interpretations toward the collected data. The results of this research showed that the encouragement factors of Driyarkara to be involved in education were based on the education condition of the Indonesian citizens after the Independence Day. After the Independence Day, Indonesia urgently needed many teachers that could educate young generations. Another factor was the situation of the era surrounding Driyarkara, he was in the transition period that is the freedom experienced by Indonesia which was resulted in the disintegration of the nation itself, so that through education, the integration could be achieved. In addition, as his concrete actions, Driyarkara often shared his idea related to education to be implemented in Indonesia. Parents had become the primary focus of Driyarkara’s expectation to guide their children to be better. However, according to him, teachers had also become the supporting factor because children spent more time at schools. Teachers were expected to possess great love to their students as parents love theirs children, so they were able to produce the better young generations. The concrete action performed by Driyarkara in education could be seen while he was serving as the President of Sanata Dharma University, in which it was still as PPTG at that time. In that era, not everyone was able to do what he did. PPTG of Sanata Dharma University was established as the teacher-training department to educate the candidates of teachers, in which according to Driyarkara, by possessing the proficient skills, teachers were supposed to help young generations to be knowledgeable. Besides, Driyarkara succeeded to bring PPTG as IKIP Sanata Dharma. Keywords: Driyarkara, education, president (rector). ix.
(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Bapa di surga dan Bunda Perawan Maria yang atas kuasaNya mengijinkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini setelah melewati proses panjang dengan penuh air mata dan tertawa. Penulisan ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis. Ucapan terima kasih dialamatkan kepada: 1. Kedua orang tua dan kakak saya yang dengan penuh kasih sayangnya dengan berbagai cara mendukung agar penulisan skripsi ini cepat selesai. 2. Dosen Pembimbing, Dr. H. Purwanta,M.A. dalam kesempatan ini saya mengucap terima kasih yang besar atas kesabarannya membimbing dan mengajar saya selama proses pengerjaan skripsi. 3. Segenap dosen jurusan sejarah Ibu Ning, Pak Yeri, Pak Sandiwan, Pak Rio, Pak Hery Santosa, Mas Hery, Romo Bas, Romo Budi Subanar, yang telah membimbing saya dari awal perkuliahan hinggaa memberi banyak masukan dalam proses penyususn skripsi ini hingga selesai.. 4. Mas Tri dan Mas Doni staff sekretariat prodi Sejarah, Fakultas Sastra USD terima kasih untuk semua bantuan dan kemudahan yang diberikan dalam mengurus administratif sewaktu saya kuliah. 5. Romo Hardjanto beserta staf provinsial Serikat Jesuis Indonesia di Semarang yang memperkenankan saya untuk meliha arsip-arsip yang mendukung penulisan skripsi ini. 6. Spenyel Hamadi yang selalu menemani dan menjadi penghibur ketika saya sedang stres melewati proses panjang dalam penyusunan skripsi. 7. Sepupu saya Handri dan Hendro yang menjadi orang tua pengganti ketika berada di Yogyakarta 8. Teman-teman angkatan 2011, Yasmin, Rico, Bitto, Fauzan, dan juga juan yang menjadi teman diskusi dari awal perkuliahan di sejarah hingga dalam proses penyusunan skripsi.. x.
(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 9. Teman-teman sejarah Novi, Elsa, Kevin, Rosma, Edut, Tiur, Hendy, Vendi, Berang, Mas Irawan, Hery, Lisa, Omy, Ayu, Luis, Penyik, Mas Adit, Berang, serta seluruh keluarga besar sejarah Sanata Dharma yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah menerima saya di tengah lingkungan pergaulan selama di bangku perkuliahan. 10. Teman-teman kos 15c, Silla, Yetrin, Lily, Ifa. Semoga apa yang telah diberikan kepada saya dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya harus diakui bahwa hasil karya ini tidak sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kepentingan bersama.. xi.
(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii HALAMAN MOTTO ............................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................. vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. vii ABSTRAK ............................................................................................ viii ABSTRACT .......................................................................................... ix KATA PENGANTAR ........................................................................... x DAFTAR ISI ......................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah .......................... 4 C. Tujuan Penulisan ................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................. 6 E. Kajian Pustaka ....................................................................... 6 F. Landasan Teori....................................................................... 9 G. Metode Penelitian .................................................................. 13 H. Sistematika Penulisan ............................................................ 14 BAB II FAKTOR PENDORONG DRIYARKARA TERLIBAT DALAM DUNIA PENDIDIKAN ............................................... 15 A. Profil Prof DR. N. Driyarkara .............................................. 15 B. Konteks Zaman Yang Mempengaruhi Driyarkara ................ 21 1. Situasi Pendidikan Indonesia Tahun 1945-1955 ................ 21 2 Situasi Zaman Ketika Driyarkara Hidup ............................ 27. xii.
(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III PEMIKIRAN DRIYARKARA MENGENAI PENDIDIKAN . . 29 A. Driyarkara Tentang Pendidikan Di Keluarga ..................... 31 B. Driyarkara Tentang Pendidikan Di Sekolah ...................... 37 C. Tujuan Pendidikan Driyarkara........................................... 42 D. Upaya Driyarkara Menyebarkan Ide Pemikirannya ........... 47 BAB IV DRIYARKARA DALAM PERKEMBANGAN PTPG SANATA DHARMA ................................................................. 49 A. Sejarah Terbentuknya PTPG Sanata Dharma .................... 49. B. Driyarkara Membangun Relasi ......................................... 57 BAB V KESIMPULAN ......................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 73 LAMPIRAN .......................................................................................... 75. xiii.
(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang mendukung majunya suatu negara, baik dalam hal sikap dan perilaku manusia maupun kemampuannya. dalam. bidang. pembangunan. da n. teknologi.. Akan. tetapi,pendidikan di Indonesia dewasa ini kurang berkembang, baik dilihat dari kualitas tenaga pengajar maupun anak didiknya yang memiliki mental instan.H.A.R. Tilaar menggambarkan pendidikan Indonesia seperti cermin pecah yang walaupun sudah direkatkan kembali, wajah didalamnya terlihat akan tetap carut marut.1 Pendidikan terus menerus dibangun dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan menambah keterampilan tenaga pengajar dan generasi muda Bangsa Indonesia dalam menghadapi dunia yang semakin maju dengan teknologi modern. Perbaikan sumber daya untuk menjadi sebuah bangsa yang mandiri, memiliki ahklak, keahlian, terus diupayakan melalui proses pendidikan. Namun tidak dapat dipungkiri, untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, bangsa Indonesia memiliki beberapa kendala atau permasalahan. Permasalahan dalam dunia pendidikan Indonesia didasarkan oleh beberapa hal yaitu imbalan atau gaji yang diterima oleh guru sangat kecil sehingga, tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Hal ini membuat para guru mencari pekerjaan tambahan di luar sekolah. Keadaan ini menjadi alasan para. 1. Tilaar,H.A.R.,2012,Kaleidoskop Pendidikan Nasional, Jakarta:Kompas, hlm. Pengantar.. 1.
(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. tenaga pengajar untuk membolos dan tidak melakukan kegiatan mengajar di sekolah, sehingga akan berimbas pada kelas yang kosong yang kemudian dimanfaatkan anak didik untuk untuk membolos. Situasi ini bisa menyebabkan anak didik mengikuti tawuran di luar sekolah atau main game, tetapi sanksi yang diberikan oleh lembaga pendidikan tidak membuat penerima sanksinya jera, di lain pihak beberapa siswa yang memiliki uang bisa terhindar dari sanksi dengan jaminan uang, tidak disadari hal ini akan membawa pengaruh yang negatif bagi tumbuh kembang generasi muda ketika menghadapi tantangan zaman yang serba uang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, sehingga tidaklah heran apabila banyak para pejabat yang notabenenya adalah seorang berpendidikan tinggi banyak melakukan pelanggaran, seperti korupsi. Tenaga pengajar tidak lagi mememikirkan tugas dan kewajiban mereka untuk mendampingi dan membuat anak didik menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki akhlak yang tinggi untuk tidak terjebak dengan keadaan dunia yang semakin canggih.2 Sistem kurikulum yang ditetapkan oleh Pemerintah sendiri sering berubah-ubah dengan maksud untuk memajukan pendidikan Indonesia. Namun, pengubahan kurikulum yang mengikuti perkembangan zaman ini, tidak diikuti dengan mutu atau kemampuan guru, sehingga banyak pengajar yang tidak bisa memakai kurikulum yang dibuat oleh pemerintah, contohnya kasus kurikulum 2013 yang kemudian kembali diganti mengikuti kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006.. 2. Ibid., hlm. 582..
(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Anak dididik untuk mendapatkan nilai yang bagus di atas kertas, tidak memperdulikan dari mana nilai tersebut berasal, dan segala kemungkinan pada saat itu bisa saja terjadi, misalnya anak tersebut mendapatkan jawaban tersebut melalui internet atau lebih dikenal dengan copy paste atau menyontek tanpa memahami materi tersebut. Kebiasaan ini akan mengakibatkan anak didik tidak mendapat pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sedangkan negara membutuhkan generasi penerus yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik agar bisa memajukan negara. Suatu bangsa yang cerdas harus dapat berdiri sendiri, yaitu melalui penyelenggaraan pendidikan dengan mutu yang baik sehingga menghasilkan anak-anak penerus bangsa yang baik. Generasi muda Indonesia dalam proses pendidikannya lebih banyak mengambil hasil karya orang lain dan tidak mengandalkan karya diri sendiri. Selain itu, generasi muda Indonesia lebih melihat hasil dari sebuah produk dan tidak memikirkan cara produk tersebut dihasilkan karena lembaga pendidikan kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar yang tidak memiliki kemampuan untuk mengajarkan dan menciptakan suatu produk.3 Pemerintah selaku orang yang dipercaya untuk menjamin pendidikan bagi warga negara harus menyadari bahwa pemberdayaan guru, baik dari segi penggajian maupun mutu guru harus dipersiapkan. Selain itu pemberian, beasiswa bagi anak didik dapat mendorong semangat belajar yang tinggi. Fasilitas yang memadai diperlukan oleh sekolah-sekolah, oleh karena itu Departemen pendidikan harus diisi oleh seorang profesional bukan politisi, dan diharapkan H. Djohar,2006,Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, Yogyakarta: Grafika Indah, hlm. 8. 3.
(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. dengan adanya perombakan di tubuh Pemerintah, semakin mencerdaskan warga negara. Indonesia.4. Wajah. pendidikan. Indonesia. menunjukan. adanya. ketidakberesan. Di tengah situasi pendidikan Indonesia yang masih jauh dari harapan, tidaklah berlebihan apabila kemudian muncul ingatan historis terhadapsosok seorang filsuf yang pernah menjabat sebagai rektor Sanata Dharma yaitu Driyarkara. Melalui tulisan-tulisannya maupun kerja kerasnya ketika menjadi orang yang pertama kali memimpin PTPG Sanata Dharma, Driyarkaraberusaha memperbaikiberbagai permasalahan pendidikan Indonesia pada saat itu. Melihat latar belakang tersebut muncul keinginan untuk melihat peran Driyarkara selama menjadi rector Sanata Dharma dengan periode waktu dimulai dari tahun 19551967. B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah Peran Driyarkara dalam pengembangan pendidikan di Sanata Dharma sangatlah banyak dan kompleks. Agar lebih fokus, penelitian ini dibatasi, baik dari aspek temporal maupun spasial. Dari sudut temporal, penelitianini diarahkan untuk mengkaji lingkupwaktu 1955-1967. Periode ini dipilih karena pada tahun 1955 merupakan tahun berdirinya PTPG dan 1967 dipilih karena merupakan tahun berakhirnya Driyarkara menjabat sebagai rektor Sanata Dharma, ia menjabat sebagai seorang rektor hingga akhir hayatnya. Lokasi yang tepat untuk menyelesaikan penelitian ini adalah perpustakaan, karena penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Proses penelitian ini akan lebih difokuskan di Perpustakaan Sanata Dharma yang kemudian didukung 4. H.A.R. Tilaar,op.cit., hlm.383..
(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. dengan perpustakaan yang ada di Yogyakarta, misalnya perpustakaan Kota dan Provinsi. Jika masih mengalami kekurangan bahan, bisa juga mencari sumber lain, misalnya melalui wawancara terhadap dosen-dosen atau para penulis yang mengagumi Driyarkara yang ada di Sanata Dharma. Dari aspek spasial, penelitian ini dibatasi pada peran Driyarkara dalam mengembangkan pendidikan melalui jabatan yang dipegangya yaitu rektor Sanata Dharma. Agar menjadi lebih jelas, permasalahan yang akan dikaji diformulasikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa faktor yang mendorong Driyarkara untuk terlibat dalam dunia pendidikan? 2. Bagaimana pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan? 3. Kebijakan apa saja yang dilakukan Driyarkara selama menjadi rektor Sanata Dharma? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong Driyarkara terlibat dalam dunia pendidikan. 2. Menjelaskan sumbangsih pemikiran Driyarkara terhadap pendidikan. 3. Menjelaskan sumbangsih Driyarkara melalui kebijakan-kebijakan untuk. mengembangkan Sanata Dharma. D. Manfaat Penelitian Memahami latar belakang keterlibatanDriyarkara dalam dunia pendidikan, yang menurut pemikirannya melalui pendidikan yang baik, akan menghasilkan generasi muda yang baik pula, dan nantinya akan berguna bagi negara. Oleh.
(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. karena itu, orang tua yang merupakan lembaga pertama dan utama harus mampu mendidik anaknya sedemikian mungkin menjadi lebih baik. Orang tua saja dirasa belum cukup, maka lembaga pendidikan formal seperti sekolah harus menjadi tempat yang mendukung apa yang sudah dilakukan oleh orang tua oleh karena itu, guru menjadi orang yang sangat penting karena merupakan pengganti orang tua di sekolah. Guru yang baik akan bisa mendidik anak didiknya dengan penuh cinta dan kasih sayang, sehingga menghasilkan anak murid yang baik juga. Selain itu kita dapat mengetahui kebijakan atau hal-hal yang dilakukan Driyarkara pada saat menjadi orang nomor satu di Sanata Dharma pada tahun awal terbentuknya 1955 sampai ia meninggal pada tahun 1967. E. Kajian Pustaka Driyarkara dipandang sebagai sosok yang penting bagi perkembangan Sanata Dharma, sehingga cukup banyak kajian yang membahasnya.P.J.Suwarno dalam bukunya yang berjudulSanata Dharma Menemukan jalannya (edisi revisi) mengurai mengenai perkembangan pendidikan di Indonesia, terbentuknya PTPG Sanata Dharma dan perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu dari PTPG hingga menjadi sebuah Universitas sampai tahun1993. Selain itu, dalam buku ini juga memuat mengenai rektor-rektor Sanata Dharma dari Driyarkara yang merupakan rektor pertama Sanata Dharma pada tahun 1955 hingga Sastrapratedja yang menjabat sebagai rektor pada tahun 1993. P.J. Suwarno tidak banyak mengulas peran Driyarkara selama memimpin PTPG hingga berubah menjadi IKIP Sanata Dharma. Ferry T. Indratno menulis Sejarah Perkembangan Sanata Dharma Dari PTPG Sampai Univeristassebagai skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah,.
(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. FKIP, Universitas Sanata Dharma. Karya ini menjelaskan sejarah Sanata Dharma hingga. m e nj a di. Universitas.. Dalam. tulisan. tersebut. memuat. tentang. perkembangan, baik itu mengenai gedung perkulihan, jumlah kelulusan mahasiswa, hingga kerja sama yang dilakukan dengan pihak luar. Seperti karya P.J. Suwarno, skripsi itu juga belum secara mendalam membahas mengenai peran Driyarkara selama menjadi Rektor Sanata Dharma. Tulisan yang membahas secara khusus tentang Driyarkara adalahbuku yang berjudul Kumpulan Surat Romo Drijarkara karangan Budi Subanar. Buku ini berisikan surat yang ditulis oleh Driyarkara selama proses studinya di Italia pada tahun 1950- 1952, cara kehidupan umat katolik di luar negeri, situasi mahasiswa ST. Louis University yang sibuk belajar ditandai dengan penuhnya pepustakaan hingga pukul 22.00 waktu setempat. Tulisan yang dibuatnya selama berada di luar negeri selalu ia bandingkan dengan situasi di Indonesia, misalnya suasana natal,semangat membaca mahasiswa. Selain itu, buku ini bisa menjadi insiparasi bagi kalangan umum dan khususnya mahasiswa USD dalam bidang pendidikan, cara ia melihat hal-hal yang menghambat pendidikan maju dari jaman dahulu sampai sekarang masi terjadi adalah gaya hidup modern yang negatif diterapkan oleh mahasiswa misalnya mabuk-mabukan. Kekuatan tersendiri, yaitu tulisan Driyarkara masih sangat relevan dengan situasi sekarang. Tetapi buku ini tidak membahas mengenai Peran Driyarkara selama menjadi Rektor Sanata Dharma. Kajian lain yang secara khusus membahas Driyarkara adalah bukuOase Drijarkara: Tafsir Generasi Masa Kini yang ditulis oleh Budi Subanar. Buku ini.
(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. membahas tentang pemaknaan terhadap catatan harian Driyarkara yang ditulis saat dia menjadi mahasiswa. Buku ini sedikit membahas mengenai keterlibatan Driyarkara dalam PTPG Sanata Dharma. Buku ini membahas latar belakang Driyarkara terpilih menjadi rektor pertama Sanata Dharma yang waktu itu masih berupa PTPG ( Perguruan Tinggi Pendidikan Guru ), terpilihnya Driyarkara dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia melalui pendidikan, yaitu dengan menitiberatkan pada pelaku pendidikan, agar mampu menuntun anak didiknya sehingga lebih berkembang dengan baik. Selain itu buku ini juga melihat kedekatan Driyarkara dengan Presiden Indonesia yang ke-I Ir Soekarno. Driyarkara melihat Soekarno menjujung tinggi nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila. Buku ini juga membahas tentang keterlibatan Driyarkara dalam penyelenggaraan kekuasaan sebagai anggota MPRS pada 1962-1967 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1965-1966, kiranya menambah pengetahuan Driyarkara mengenai politi. Namun, buku ini tidak secara terperinci membahas mengenai Peran Driyarkara selama menjadi rektor Sanata Dharma. Buku lain yang cukup menarik adalah Driyarkara si Jenthu: Napak Tilas Pendidik (1913-1967) yang ditulis oleh Frieda Treurini. Buku ini memuat tentang kehidupan Driyarkara di kampungnya Kedunggubah, pendidikan yang dijalaninya dan sedikit tentang silsilah keluarga, serta karya-karya yang dihasilkan. Buku ini merupakan napak tilas mengenai kehidupan Driyarkara dan halhal yang dilakukannya. Namun, buku ini tidak secara mendalam membahas mengenai peran Driyarkara selama menjadi Rektor Sanata Dharma..
(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. Dari pembacaan terhadap berbagai kajian yang telah dilakukan terlihat bahwa Driyarkara dipandang sebagai figur yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Sanata Dharma. Akan tetapi, tidak satu pun yang memberi perhatian memadai tentang pemikiran dan kebijakan Driyarkara sebagai pimpinan Sanata Dharma. Oleh karena itu, kajian tentang Peran Driyarkara selama menjadi Rektor Sanata Dharma 1955- 1967 di tempatkan sebagai usaha untuk melengkapi berbagai kajian yang telah dilakukan sebelumnya. F. Landasan Teori Untuk memperjelas arah dan batasan dalam tulisan mengenai Peran Driyarkara Selama Menjadi Rektor Sanata Dharma 1955-1967, diperlukan sebuah teori untuk menganalisis topik dari penelitian ini. Adapun teori yang cocok dengan topik penelitian ini adalah teori peran. Teori ini dirasa sangat tepat, karena pada penelitian ini memfokuskan kepada Peran Driyarkara Selama Menjadi Rektor Sanata Dharma. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan menurut Soerjono Soekanto. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Titik peran dalam konteks ini adalah bagaimana orang tersebut dapat membimbing seseorang agar masuk dalam kehidupan masyarakat dengan membawa manfaat yang banyak. Selain itu juga dapat dikatakan peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Lembaga-lembaga.
(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. masyarakat merupakan bagian masyarkat yang banyak menyediakan peluangpeluang untuk melaksanakan peranan. Peranan mencakup tiga hal antara lain : 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.5 Pendapat lain mengenai teori peran juga dikemukakan oleh Wirutomo yang mengadopsi pendapat David Berry yang mengatakan peranan berkaitan dengan pekerjaan, jadi seseorang harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peranan yang dipegangnya.6 Biddle dan Thomas yang mendefinisikan bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi. Konsep peran selalu dikaitkan dengan posisi. Posisi dapat membedakan perilaku pembawa peran. 7. 5. 269.. Soerjono soekanto,1990,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta :Rajwali Pers, hlm.. 6. http://kaghoo.blogspot.co.id//pengertian-peranan.html, diakses pada tanggal 20 November 2016 pukul 15.00 WIB Edy Suhardono,1997,Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasinya, Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm.3. 7.
(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. Scott dan kawan-kawan, mengatakan jika ditinjau dari perilaku organisasi, peran merupakan salah satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Peranan memiliki lima aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: 1. Peran itu bersifat impersonal: posisi peran itu sendiri akan menentukan harapannya, bukan individunya. 2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) – yaitu, perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu. 3. Peran itu sulit dikendalikan – (role clarity dan role ambiguity) 4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa perubahan perilaku utama. 5. Peran dan pekerjaan (jobs) seseorang yang melakukan satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran.8 Peran menurut Parwoto adalah sebuah. keterlibatan dalam tindakan,. gagasan, dalam organisasi kerja dalam pencapaian tujuan. Menurutnya peran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keterlibatan dalam keputusan : mengambil dan menjalankan keputusan. 2. Bentuk kontribusi : seperti gagasan, tenaga, materi dan lain-lain. 3. Organisasi kerja : bersama setara (berbagi peran). 4. Penetapan tujuan : ditetapkan kelompok bersama pihak lain.. 8. https://jodemont.wordpress.com//teori-peran-pengertian-definisi/,diaksespada tanggal 20 november 2016 pukul 15.00 WIB.
(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Dengan memakai teori peran menurut Parwoto diharapkan dapat melihat peran Driyarkara bukan saja tindakan semata namun gagasan-gagasannya juga. Gagasan masuk dalam kategori peran. Teori peran menurut ahli Henry Mintzberg, yang membagi peran dalam beberapa kategori berikut ini: 1. Peran Antar Personal, setiap orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu organisasi atau lingkungan kerja, ketika ia melakukan sesuatu untuk bawahannya ia adalah tokoh utama dari peran. Contohnya ketika seorang rektor perguruan tinggi memberikan ijazah pada acara wisuda iaberperan sebagai tokoh utama. 2. Peran Informasial, seorang pemimpin mendapatkaninformasi dari luar organisasi, biasanya mereka dapatkan dari membaca dan berkomunikasi guna mendapatkan informasi mengenai apa yang sedang menjadi keinginan masyarakat kemudian membagi informasi tersebut kepada khalayak ramai sehingga menjadi diketahui masyarakat pada umumnya. Mintzber menyebut sebagai peran pemantau 3. Peran pengambil keputusan, pada tahap ini seorang pemimpin berusaha untuk berbuat sesuatu untuk perubahan yang lebih baik bagi masyarakat, membuat atau menyetujui keputusan-keputusan terhadap lembaga yang dipimpin, bertanggung jawab mewakili lembaga ketika akan melakukan kerjasama. Melalui teori ini, dapat melihat bagaimana Driyarkara memainkan tokoh sebagai orang dengan posisi tertinggi dalam Sanata Dharma, dengan melihat.
(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. keputusan dan kerja sama yang disepakatinya di tahun-tahun awal berdirinya sanata dharma yang masih berupa sebuah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru.9 Secara garis besar peran merupakan perilaku seseorang yang menduduki suatu posisi yang dapat membawa perubahan bagi orang lain atau masyrakat. Diharapkan dengan menggunakan teori ini dapat melihat lebih jauh lagi Peran Driyarkara selama menjadi Rektor. G. Metode Penelitian Menurut Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah bahwa penelitian sejarah mempunyai lima tahap. Tahapan-tahapan tersebut yaitu (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sejarah), (4) interprestasi (analisis dan sintesis), dan (5) penulisan. Sesuai dengan tahapan yang dimakud oleh Kuntowijoyo, maka hal pertama yang. dilakukan adalah penentuan topik (Peran Driyarkara Selama. Menjadi Rektor Sanata Dharma 1955-1967), setelah melewati tahap ini maka selanjutnya dilakukan pengumpulan sumber. Sumber didapat melalui beberapa cara, antara lain melalui studi pustaka atau pembacaan terhadap arsip, jurnal, majalah dan internet. Tahapan yang ketiga adalah melakukan verifikasi data (kritik sumber). Sumber-sumber yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber-sumber tertulis yang memuat kehidupan mengenai Driyarkara, terutama yang berhubungan mengenai Peran Driyarkara Selama menjadi Rektor Sanata Dharma pada kurun waktu 1955-1967.Seleksi data dilakukan untuk mempermudah penelitian dalam 9. http://www.materibelajar.id/definisi-peran-dan-pengelompokan-peran.html, diakses pada tanggal 25 November 2016, pukul: 16.00 WIB.
(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. mencari data-data yang sesuai dengan topik penelitian, agar data-data yang tidak sesuai dengan topik penelitian dapat dikesampingkan. Tahap selanjutnya adalah interpretasi, dalam tahap ini terdiri atas dua bagian yaitu Analisis dan Sintesis. Analisis adalah proses penjabaran satu persatu sumber-sumber yang ada sehingga menghasilkan fakta, semua fakta dijadikan satu kelompok yang disebut Sintesis. Setelah menyelesaikan tahap-tahap tersebut, tahap penelitian sejarah akan berakhir dengan penulisan sejarah. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting, hal ini disebabkan untuk membedakan ilmu sosial lainnya seperti sosiologi yang tidak terlalu mementingkan angka tahun.10 H. Sistematika Penulisan Bab I berisikan tentang Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Landasan Teori, dan terakhir Sistematika Penulisan. Bab II berisikan tentang Faktor pendorong Driyarkara untuk terlibat dalam dunia pendidikan. Dengan membahas mengenai latar belakang pendidikannya, Situasi pendidikan di Yogyakarta sebelum dan pasca kemerdekaan. Bab III berisikan tentang pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan Bab IV beirisikan tentang kebijakanatau hal-hal yang dilakukan Driyarkara ketika menjabat sebagai rektor Sanata Dharma. Bab V berisikan mengenai kesimpulan dari paparan yang telah disampaikan diatas.. 10. Kuntowijiyo,2013, Pengantar Ilmu Sejarah,Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm.69..
(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II FAKTOR PENDORONG DRIYARKARA TERLIBAT DALAM DUNIA PENDIDIKAN A. Profil Prof. Dr. N. Driyarkara Driyarkara atau yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Djentuh (kekar dan gemuk) atau Soehirman. Soehirman lahir pada tanggal 13 juni 1913 di daerah Kedunggubah, Purworejo,Kedu, Jawa Tengah, ia merupakan anak bungsu dari keluarga Bapak Atmasenjaya dan Ibu Sinem, selain dirinya ada seorang kakak laki-lakinya dan dua orang kakak perempuan.. Djentuh kecil sering. membantu ibunya menyiram tanaman sirih di ladang. Sirih merupakan tanaman pokok yang ada di Kedunggubah. 11 Menurut silsilah, keluarga Djentuh memiliki status sosial yang tinggi. Kakek Djentuh Kyai Lurah Tirtawijaya yang menjabat sebagai lurah.Jabatan tersebut diteruskan oleh Wirasenjaya yang merupakan kakak dari Atmasenjaya. Jabatan terhormat Pakde Lurah memungkinkan Djentuh untuk mengenyam pendidikan di Holland Inlandsche School (HIS). Ketika memasuki HIS, Djentuh memakai atau mengganti namanya menjadi Soehirman. Jarak yang ditempuh untuk pulang- pergi dari tempat tinggal ke sekolahnya memakan jarak 16 km, pada saat itu tidak memiliki kendaraan. Hal ini kemudian mendorong Soehirman untuk pindah ke Malang, waktu naik kelas ke tujuh, tingkat akhir pendidikan di HIS dan tinggal di rumah saudara 11. F. Danuwinata,2013,Kumpulan Surat ROMO DRIJARKARA, Yogyakarta: Universita Sanata Dharma, hlm. 220. 15.
(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. perempuannya. Di kota tersebut Soehirman tidak mengalami kendala dalam hal jarak yang harus ditempuhnya, sehingga ia menamatkan pendidikannya dengan baik. Selain menjadi tempat Soehirman menamatkan pendidikan HIS, Malang juga. menjadi. saksi. panggilannya. menjadi. ima m. katolik.. Terdorong. kekagumannya terhadapPaterJ.B.Prennthaler,S.J dengan karya kemanusiaan yang telah menjadi buah bibir di masyarakat Malang, mendorong Soehirman untuk melanjutkan pendidikannya ke Seminari kecil Yogyakarta sebagai calon imam Katolik. 12 Pendidikan yang dijalankan Soehirman di Seminari kecil di Yogyakarta, setara dengan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Perlu adaptasi ketika memasuki Seminari ini khususnya dalam bidang materi pelajaran untuk mendidik calon Imam Katolik seperti Bahasa Latin yang diajarkan secara intensif. Tidak mengherankan jika kelak tulisan-tulian Soehirman ada yang memakai bahasa latin dalam penulisannya. Selama mengenyam pendidikan sebagai calon Imam Katolik Soehirman mengikuti kegiatan-kegiatan Serikat Jesus dalam membangun atau menumbuhkan rasa kekatolikan di masyarakat Yogyakarta. Semangat misi Katolik Serikat Jesus terus menaungi Soehirman, keadaan kota Yogyakarta yang tenang dan fasilitas pendidikan yang didapatinya selama duduk di Seminari semakin mendorong dirinya untuk terus berjuang meraih mimpi-mimpinya.. 12. Frieda Teurini,2013,Driyarkara Si Jenthu, Jakarta: Kompas, hlm.32.
(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. Berkat ketekunan dalam mempelajari bahasa Latin, Soehirman berhasil mendapatkan prestasi karena berhasil menerjemahkan kata “AQUILA” yang merupakan kepanjangan dari bahasa latin Augeamus Quam Impensissime Laudem Altissmimi . Soehirman berhasil mengartikan kata-kata tersebut menjadi marilah tumbuh bersama demi menambah kemuliaan Yang Mahatinggi. Selain itu ia juga berhasil menerjemahkan arti dari bahasa Latin”Salus Vestra Ego Sum.’’ dalam. bahasa. Jawa. “Ija. Ingsun. Karahajonira”.. Bermakna:. Ke. Akulah. Keselamatanmu. Arti kata ini ditulis di bawah patung Hati Kudus Yesus di Gereja Katolik Pugeran, Yogyakarta. Kemampuan Soehirman diperlihatkan lagi, ketika ia membuat sebuah drama bahasa Belanda yang sama-sama dipentaskan oleh para pelajar di Seminari Kecil.13 Pada tahun 1935, Soehirman lulus dari Seminari Kecil dan memutuskan pada tahun yang sama juga untuk menempuh pendidikan tinggi calon Imam Katolik dengan bergabung pada Ordo Serikat Jesus/S.J di Giri Sonta,Ungaran. Ketika memasuki pendidikan di Novisiat St.Stanilaus, Giri Sonta,Ungaran Soehirman mulai menggunakan nama Driyarkara atau Frater Driyarkara. Proses pendidikan yang ia jalani selama di Giri Sonta adalah belajar askese pendampingan dan penempaan olah rohani, di tempat ini para calon Imam dilatih secara intensif untuk memperdalam pengetahuan tentang Serika Jesus selama dua tahun. Pada tahun 1937 Driyarkara mulai belajar tentang kebudayaan dan kesusasteraan Timur dan Barat. Setelah belajar kebudayaan, memperdalam. 13. Ibid., hlm. 38..
(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. berbagai bahasa dan melatih berbicara di depan umum yaitu melalui bidang pengajaran, Driyarkara harus pindah untuk belajar Filsafat di Kolose St. Ignasius Kotabaru, Yogyakarta selama tiga tahun. Selama belajar filsafat, rutinitas mengajar kembali dilakukan di Yogyakarta. Driyarkara juga masih mendalami pendidikan askese, meditasi dengan cara merenungkan tindakan dan ucapan yang telah dilewati, dengan tujuan ingin menjadi imam Jesus yang luar biasa. Tahun 1941 Driyarkara mendapat tugas untuk menjadi pengajar dan melayani umat di Kolose St.Stanislaus Giri sonta,Ungaran selama satu tahun yaitu sampai tahun 1942. Tugas pokok Driyarkara adalah mengajar di desa-desa, menemui umat, memahami kebutuhan dan masalah-masalah serta mencari solusi buat masalah yang dihadapi umat yang ditemuinya. Selama menjalankan tugasnya dari desa ke desa ia berjalan kaki, sepeda yang merupakan alat transportasi yang sudah ada, dirasa cukup berat oleh Driyarkara, karena keadaam geografis di Ungaran yang tanjakan. Pada tahun-tahun ini juga, Driyarkara mengalami masa perubahan yang terjadi di Indonesia akibat perang dunia ke II. Belanda yang pada saat itu menguasai Indonesia, dibuat menyerah oleh Jepang. Selama di Giri Sonta ia menyaksikan bagaimana Hindia Belanda di ambil alih oleh Jepang. Para misionaris yang berkebangsaan Belanda di tahan oleh Jepang, sekolah-sekolah misi di ambil alih oleh Jepang, situasi sangat kacau pada saat itu, anak-anak yang harusnya datang, untuk belajar kini tidak berani lagi datang sehingga kelas-kelas dirasa sepih..
(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. Keadaan semakin kacau, sehingga Driyarkara dan penghuni novisiat lainnya harus mengungsi ke daerah Dukun di lereng Merapi. Serikat Jesuit memiliki komitmen untuk tetap melanjutkan pelajaran walaupun secara diamdiam. Pater Minister yang datang ke tempatnya, memberitahu bahwa akan ada pelajaran teologi di Muntilan. Driyarkara menjadi salah satu yang dipilih untuk belajar teologi dan sejak 17 Juli 1942, resmi tinggal di Muntilan. Pelajaran teologi akan dimulai pada 10 Agustus 1942. Namun, karena situasi yang tidak memungkinkan maka pelajaran teologi baru dimulai pada 18 September 1942. Menurutnya teologi merupakan mata kuliah yang hidup, pelajaran tentang moral sangat diminatinya dan ia merasa mendapatkan banyak hal dari pelajaran tersebut. Selama belajar teologi, Driyarkara mengambil kursus bahasa Jepang karena ia berkeyakinan bahwa suatu saat akan berguna. Dugaan Driyarkara ini ternyata. benar, ia diminta untuk. menerjemahkan permohonan Mgr. Willekens kepada tentara Jepang ke dalam bahasa Melayu, guna meminta izin untuk membuka kembali sekolah-sekolah misi yang telah ditutup oleh Jepang. 14 Namun, keadaan semakin kacau ketika Kolose Xaverius Muntilan yang ditempati oleh Driyarkara, ingin dirampas oleh Jepang, sehingga pada akhir tahun 1943, Driyarkara dan para novisiat lainnya dipindahkan ke Mendut. Situasi semakin tidak terkendali, ketika para pengajar lebih banyak keluar masuk tahanan, ia berusaha untuk belajar teologi secara mandiri, hal ini dirasa tidak mudah karena di tengah-tengah situasi ketakutan, berdampak pada hilangnya konsentrasi belajar.. 14. Ibid., hlm. 69..
(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. Pergulatan untuk bisa menyelesaikan studi teologinya terus terjadi dalam diri Driyarkara. Untuk mengurangi kegelisahan tentang masa depannya, ia menyibukan diri untuk mengurusi pendidikan para yuniornya. Pada bulan Agustus tahun 1943 ia dipanggil ke Yogyakarta untuk mengajar filsafat, karena para pengajar yang kebanyakan merupakan bangsa Asing ditangkap oleh Jepang. Tugas untuk mengajar dirasa menambah beban Driyarkara, jam mengajarnya menjadi bertambah, selain itu tugas ini dirasa berat karena ia belum benar-benar menguasai ilmu filsafat. Keadaan lain yang membuat Driyarkara semakin sedih adalah pada tahun 1944, Ayahanda tercinta dipanggil yang Maha Kuasa sebelum menyaksikan pentahbisannya menjadi Imam Jesus. Driyarkara juga berkutat kembali dengan teologi, guna mempersiapkan pentahbisannya.15 Dorongan Driyarkara untuk terlibat dalam dunia pendidikan sudah terlihat jelas, ketika ia mengenyam pendidikan sebagai calon imam. Program pengajaran yang dirancang oleh para Jesuit dengan terjun langsung ke tengah masyarakat diikuti Driyarkara. Selain itu, ia memiliki sifat yang tekun, dan karena itu ia berhasil menerjemahkan beberapa tulisan bahasa Latin ke dalam bahasa Indonesia. Driyarkara juga mengikuti kelas kebudayaan dan kesusteraan sekaligus memperdalam ilmu bahasa, dengan begitu ia dipercaya untuk melakukan pengajaran di Yogyakarta. Beberapa tahun setelah itu, ia di tugaskan untuk mengajar di desa-desa daerah Ungaran. Hal-hal demikian dapat dikatakan sebagai. 15. F.Danuwinata, op. Cit., hlm.221..
(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. salah satu faktor yang mendorong Driyarkara untuk terlibat dalam dunia pendidikan. B. Konteks Zaman Yang Mendorong Driyarkara Terjun Dalam Dunia Pendidikan 1. Situasi Pendidikan Di Indonesia 1945-1955 Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada tahun 1945, tidak terjadi pada bidang pendidikan, kenyataannya pendidikan masih jauh dari harapan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia diumumkan pada tahun 1945, sebagai bangsa yang baru mau berdiri memerlukan adanya pembangunan dari segala segi baik ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena, itu pemerintah berusaha membangunnya melalui bidang pendidikan. Sejak awal Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya pendidikan bagi generasi penerus bangsa, untuk mencapai itu semua tenaga pengajar yang handal sangat penting dalam mewujudkannya. Pasca proklamasi kemerdekaan, rakyat Indonesia menetapkan Undang-Undang Dasar yaitu UUD 1945, sekaligus menjadikan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia.16 Usaha yang dilakukan pertama-tama oleh pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk badan yang menangani Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, pada tahun 1945 dan Ki Hajar Dewantara ditunjuk menjadi Menteri pendidikan yang pertama bagi Indonesia. Namun, situasi belum sepenuhnya. 16. Wardiman, Djojonegoro,1996,Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm.73..
(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. tenang dan hal ini berdampak pada pergantian secara berturut-turut para Menteri sehingga tidak banyak hal yang dilakukan. Menteri-menteri pendidikan tersebut adalah sebagai berikut 1. Agustus 1945-14 Nopember 1945 :Ki Hajar Dewantara 2. 2.14 Nopember 1945-12 Maret 1946: Mr. Dr. TGSG. Mulia 3. Maret 1946-2 Okober 1946: Moh. Syafe’i 4. Oktober 1946 – 27 Juli 1947: Mr. Suwandi 5. Juli 1947-4 agustus 1949: Mr. Ali Sastroamidjojo 6. 4 Agustus 1949-6 Sepetember 1950: S. Mangunsakoro 17 Pada tahun 1946 Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengusulkan kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) yang pada tahun 1946 dijabat oleh Mr. Suwandi agar melakukan suatu perubahan. Anjuran tersebut ditanggapi oleh Menteri PP dan K dengan membentuk suatu panitia penyelidikan pengajaran dibawah pimpinan Ki Hajar Dewantara yang dibantu oleh seorang penulis Soegarda Poerbakawatja. Salah satu hasil yang didapat dari Panitia tersebut merupakan tujuan pendidikan di mana pada saat itu harus mendidik menjadi warga negara yang sejati, yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk kepentingan negara dan masyarakat atau menanamkan jiwa patriotisme. Upaya penting lainnya yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan adalah mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi nasional sehingga lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia. 17. Soegarda Poerbakawatja,1970,Pendidikan Merdeka,Jakarta: Gunung Agung, hlm.35. Dalam. Alam. Indonesia.
(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. Kurikulum yang semula diorientasikan pada kepentingan kolonial kini diubah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia dengan memperhatikan halhal sebagai berikut. 1. Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari 2. Memberikan perhatian terhadap kesenian 3. Meningkatkan pendidikan watak 4. Meningkatkan pendidikan jasmani 5. Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat18 Keadaan Indonesia yang masih sangat membutuhkan tenaga pengajar, sehingga Kementerian PP dan K memutuskan untuk mengembangkan tiga jenis sekolah guru untuk mendidik calon-calon guru, yaitu 1. Sekolah Guru A (SGA) ,lama pendidikan tiga tahun tahun. 2. Sekolah Guru B (SGB), lama pendidikan empat tahun, pada tingkatan ini peserta didik dididik untuk menjadi tenaga pengajar yang akan ditempatkan di Sekolah Rakyat (SR). 3. Sekolah Guru C (SGC), kebutuhan akan tenaga pengajar di rasa sangat mendesak, sehingga dibuka SGC dengan masa pendidikan hanya dua tahun. Program yang direncanakan pemerintah Indonesia, sedikit mengalami kendala karena keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia, yaitu adanya Agresi militer Belanda I pada 21 Juli 1947, yang menyebabkan guru dan anak. 18. Wardiman Djojonegoro, op.cit., hlm 75.
(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. didik ikut terlibat perang dan fasilitas berupa gedung sekolah tidak bisa digunakan, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Hal ini sangat mempengaruhi kegiatan pendidikan di Indonesia, Indonesia pasca kemerdekaan masih dilanda oleh kurangnya tenaga pendidik, minat untuk mengenyam pendidikan yang besar tidak sesuai dengan pembangunan gedung sekolah. Situasi yang belum aman dan terjadinya perubahan cepat pada kabinet juga mempengaruhi kualiatas guru. Disaat yang bersamaan setelah Driyarkara ditahbiskan sebagai Imam Jesus oleh Uskup Albertus Soegijopranata, S.J pada 6 Januari 1947, ia mulai melakukan misa- misa di berbagai gereja di Yogyakarta dan sekitarnya. Sejak saat itu, ia dipanggil Pater Driyarkara. Pada tahun 1947 juga, Driyarkara ditugasi oleh Mgr. Soegijopranata dan para pembesar Jesus lainnya, untuk belajar teologi di Maastricht, Negeri Belanda. Penugasan kepada dirinya untuk pergi ke Belanda, mengingatkan tentang sejarah penderitaan rakyat Indonesia pada saat penjajahan, dan situasi di tanah air yang belum sepenuhnya aman. Driyarkara menekuni teologi dari tahun 1947-1949, selama di Maastricht Belanda, ia berusaha untuk terus memantau perkembangan penguasaan Belanda di Indonesia yang sedang menghadapi agresi militer Belanda ke II. Untuk mengisi waktu belajar yang dijalaninya, Driyarkara menulis tentang situasi selama ia berada di Belanda, dan ia tidak terpengaruh oleh kondisi Indonesia yang kacau karena keinginan Belanda tersebut. Ketenangan dari sosok Driyarkara ini membuahkan hasil, sehingga pada tanggal 30 Juni 1949 ia mengikuti ujian komprehensif teologi dan filsafat. Jika ia.
(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. lulus, maka ia dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, lagi yaitu kembali mempelajari askese, pelajaran yang pernah dijalani di Ungaran, tetapi kali ini ia mempelajari di tempat berbeda, yaitu di Drongen, Belgia selama satu tahun, yaitu dari tahun 1949-1950. Sedangkan, di tanah air sendiri pada tahun 1950 merupakan tahun yang sedikit membawa angin segar bagi perkembangan Indonesia sebagai suatu negara yang ditandai dengan telah terjadi perubahan ketatanegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat atau yang disingakat RIS. Dapat dikatakan bahwa Pendidikan dalam kurun waktu 1945-1950 merupakan pendidikan perjuangan. Periode ini berakhir ditandai dengan peleburan RIS ke dalam Republik Indonesia pada tahun 1950. Dengan peleburan RIS tersebut menandakan tidak ada lagi terjadi dualisme pendidikan. Pendidikan menjadi satu.19 Sejak RIS berakhir dan kembali menjadi NKRI, penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air berdasarkan Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di Sekolah. Dasar pendidikan di Indonesia pada periode ini tetap belandaskan pancasila. Dasar pendidikan ini tidak pernah berubah sejak tahun 1945 ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, meskipun pernah terjadi dalam perubahan Undang-Undang. sehingga tidak ada perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain.. 19. Soegarda Poerbakawatja, op.cit., hlm. 49.
(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. Susunan sekolah baru berlaku di seluruh Indonesia seperti Sekolah Rakyat 6 tahun, Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun, Sekolah Lanjutan Atas 3 tahun. Selain susunan sekolah yang sama Bahasa Indonesia diterapkan di semua sekolah mengganti Bahasa Belanda. Dengan meningkatnya jenjang-jenjang pendidikan, berdampak pada semakin tingginya permintaan akan tenaga guru, sehingga pada tahun 1950 pemerintah membuka kursus-kursus B I dan B II, selain itu terdapat Sekolah Guru Taman Kanak-kanak, Sekolah Guru Pendidikan Djasmani, Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Sekolah Guru Kepandaian Putri, dan Sekolah Guru Pendidikan Teknik, Guru agama diselenggarakan oleh Departemen Agama. Setelah dinyatakan lulus dari pendidikan askese, Diyarkara kembali melanjutkan pendidikan Doktoral Filsafat di Universitas Gregoriana di Roma selama dua tahun, yaitu dari tahun 1950-1952. Kehidupan Driyarkara di Roma adalah memperdalam pengetahuan tentang Gereja Katolik dan memperdalam Imannya. Selama di Roma, Driyarkara membuat tulisan-tulisan yang nantinya akan dikirim ke Indonesia, tulisan-tulisannya selain tentang Gereja dan kehiupan umat Katolik di Roma, Driyarkara juga menuangkan rasa rindu tentang kebiasaan yang biasa ia temui di Indonesia, tetapi tidak ia temukan di Roma, seperti tukang pijat. Dalam meraih gelar doktoralnya kali ini tampakanya Driyarkara tidak mengalami kesulitan, ia sudah terbiasa membaca teks-teks filsafat.20 Pada tahun 1952, Driyarkara kembali ke Indonesia, khususnya Yogyakarta untuk menjadi dosen Filsafat Ketuhanan di Kolose Ignatius. Walaupun tugasnya. 20. Frieda Treurini, op. cit., hlm. 121..
(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. semakin berat dengan menjadi pengajar, ia tetap melayani umat di sekitar Yogyakarta dan sekitarnya. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1954 mulai berdiri Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), yang disertai juga beridirinya Universitas Airlangga di Surabaya, Andalas di Padang, Hassanudin di Makasar, Padjajaran di Bandung, Udayana di Bali, Lambung Mangkurat di Banjarmasin. Hal ini dilakukan karena pada waktu itu masih memerlukan tenaga pengajar yang banyak, sehingga harus mendirikan berbagai lembaga yang akan mencetak tenaga guru dan mencerdaskan manusia Indonesia. Melalui Menteri Pendidikan Moh. Yamin, pemerintah memberi peluang bagi pihak swasta untuk terlibat dalam pendidikan Indonesia. Ketika mendengar ide tersebut Driyarkara yang sudah tergabung dalam keluarga Jesuit menyetujuinya. Hal ini disebabkan karena pengelamaanya ketika ia belajar di Eropa, ia melihat bagaimana seorang guru diperhatikan pendidikannya.21 C. Situasi Zaman Ketika Driyarkara Hidup Situasi jaman di mana Driyarkara hidup, Indonesia sangat membutuhkan atau haus akan pendidikan bagi generasi muda melalui sebuah lembaga yaitu sekolah, oleh karena itu peran seorang guru atau tenaga pengajar sangat besar, diharapkan tenaga pengajar tersebut memiliki keahlian atau keterampilan sehingga akan menghasilkan anak didik yang baik.. 21. Helius Sjamsuddin,dkk, op.cit., hlm.57.
(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. Driyarkara hidup pada masa di Indonesia terjadi pendudukan wilayah yang dilakukan oleh bangsa Belanda dan Jepang, setelah itu ia juga mengalami masa kebebasan atau kemerdekaan bangsa Indonesia. Driyarkara berpandangan bahwa pada saat itu terjadi disintegrasi dan sedang berusaha mencari integrasi untuk sebuah negara yang sedang berkembang. Disintegrasi-integrasi yang dimaksud oleh Driyarkara terjadi pada dua aspek seperti, perubahan dari budaya lama atau feodal ke budaya modern serta budaya bekas koloni yang terpecah-pecah menuju Indonesia yang berdaulat dan bersatu. Kedua tantangan tersebut terjadi dalam Internal negara Indonesia sebagai sebuah negara baru. Maka pandangan Driyarkara mengenai pendidikan didasari oleh situasi disintegrasi dan integrasi yang terjadi di tanah air. Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda melewati disintegrasi budaya feodal menuju integrasi.Pada dunia luar terjadi perkembangan kapitilis yang pesat bahkan menuju ke duni neoliberalisme namun, Indonesia sendiri masih tekurung dalam defeodalisasi.22. 22. https://repository.usd.ac.id, diakses pada tanggal 27 november 2016.
(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III PEMIKIRAN DRIYARKARA MENGENAI PENDIDIKAN Perkembangan teknologi yang diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan yang terjadi di tengah masyarkat, ternyata berdampak negatif bagi perkembangan generasi muda, tidak dapat dipungkiri kemajuan yang dialami seperti sekarang merupakan dampak dari pendidikan. Bila berbicara mengenai pendidikan bagi generasi muda Indonesia masih jauh dari harapan,banyak anak didik yang melakukan hal-hal yang tidak mencerminkan seorang terdidik. Persoalan yang berkaitan dengan karakter orang muda yang kurang baik karena meniru pergaulan dari dunia luar yang sebenarnya bertentangan dengan norma yang berlaku di Indonesia, seperti budaya seks bebas dan rasa peduli antar sesama yang sudah mulai hilang, situasi yang dihadapi ini bukan saja karena faktor luar, beberapa hal datang dari lingkungan masyarakat, misalnya budaya tidak jujur atau korupsi yang dilalukan oleh para petinggi di negeri, ditiru oleh para generasi muda namun dalam konteks seperti menyontek, copy paste sehingga menumbuhkan mental instant dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Indonesia mengajarkan hasil yang harus didapat, sehingga melupakan proses yang dilalui, sebagai contoh siswa-siswi yang akan mengikuti UN membeli lembar jawaban sehingga tidak perlu susah-susah untuk belajar, dan berdampak menjadi manusia yang hanya bisa berpikir bagaimana cara untuk. 29.
(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. mendapatkan pengahasilan tanpa memerlukan keahlian atau kemampuan yang dimilikinya.23 Melihat situasi yang terjadi pemikiran seorang filsuf yang sering dipanggil dengan nama Driyarkara dapat dijadikan sebagai referensi renungan pendidikan Indonesia ke arah perkembangan yang lebih baik.Sebelum berbicara mengenai pemikiran pendidikan Driyarkara, ada baiknya juga melihat pengertian pendidikan menurut Montessori yang berpandangan bahwa melalui pendidikan dapat memberi petujuk kepada manusia untuk membina diri sendiri, M.J. Langeveld pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian bimbingan dan rohani bagi yang membutuhkan, Dr. J. Riberu mengibaratkan pendidikan sebagai alat untuk membantu manusia dalam segala bidang. Sehubungan dengan itu maka gagagsan Driyarkara tentang pendidikan adalah pendidikan harus membantu agar seseorang secara tahu dan mau bertindak sebagai manusia dan bukan hanya secara instinktif saja atau hominisasi dan pendidikan juga merupaka usaha agar seluruh sikap dan tindakan serta aneka kegiatan seseorang benar-benar bersifat manusiawi. Proses ini disebut humanisasi. Pengertian pendididikan dalam situasi ini adalah pengaruh yang diberikan oleh orang yang bertanggunga jawab terhadap anak seperti kedua orang tua dan tenaga pendidik agar peserta didik menjadi lebih manusiawi.24 Seperti yang diketahui tulisan-tulisan pendidikan Driyarkara dimulai sejak 1956 yaitu Kepentingan Pendidikan Guru sampai dengan 1965 Kedudukan dan tujuan ilmu mendidik. 23. I. Praptomo Baryadi dkk, 2013, Membaca Ulang Pemikiran Driyarkara, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, hlm.2 24 Dick Hartoko,1985,Memanusiakan Manusia Muda, Jakarta : Kanisius, hlm. 36.
(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. teoritis. Pertama tama akan dibahas pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan pada : A. Driyarkara tentang pendidikan di Keluarga Menurut Driyarkara pendidikan pertama dan utama adalah berasal dari sebuah bentuk yang disebut keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak hal ini dipersatukan lewat sebuah perkawinan yang melahirkan sebuah ikatan antara anggota keluarga atau yang disebut kesatuan tritunggal. Melalui keluarga anak akan banyak mendapatkan banyak bimbingan untuk masa depannya, hal ini dirasa wajar karena anak menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga. Driyarkara berpendapat bahwa, keluarga merupakan tempat anak-anak menumbuh kembangkan karakter positif melalui pembiasaan nilai-nilai, baik sosial maupun agama. Karakter yang telah terbentuk diharapkan akan menjadi bekal bagi kehidupan selanjut anak tersebut, sehingga peran orang tua yang baik sangat dibutuhkan dalam proses ini. Pertama-tama akan membahas tentang Bapak sebagai kepala keluarga, ketika seorang anak dilahirkan bapak mempunyai tanggung jawab untuk memberi anak tersebut nama, hal ini dirasa merupakan perbuatan sepeleh namun dengan pemberian nama tersebut sudah membedakan anak tersebut dengan binatang sehingga kelak ia akan melakukan sesuatu sesuai dengan yang dilakukan oleh manusia. Jika berbicara mengenai peran seorang ibu dalam pendidikan anak, Driyarkara berpendapat bahwa sejak dari dalam rahim ibu, anak tersebut sudah terikat oleh naluri ibu oleh sebab itu hal-hal yang dilakukan seorang ibu merupakan perbuatan mendidik. Tugas dari seorang anak adalah berusaha untuk.
(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. menerapkan segala yang baik dari kedua orang tuanya, sehingga ketika ia tidak melaksanankan seperti apa yang diajarkan orang taunya anak tersebut merasa dirinya salah. Pendidikan dalam keluarga,bisa terlaksana jika ada kesatuan tritunggal yang dieratkan melalui unsur cinta kasih yang akan menghasilkan usur batin dan lahir. Ketika unsur ini tidak ada, maka kesatuan tersebut akan tercerai-berai. Melalui cinta kasih kesatuan tritunggal ini akan saling menjaga. Orang tua menjaga anak dan dengan sendirinya anak akan tetap ingat dengan kesatuan dengan orang tuanya. Hal ini sangat jelas jika sedang dalam keadaan terpuruk orang pertama yang akan diingat adalah Ibu, begitupun terjadi pada sosok Bapak, gambarannya akan selalu mengikuti manusia hidup.25 Semua perbuatan bisa dikatakan mendidik apabila memiliki arti atau bisa membawa anak ke taraf hidup yang lebih baik dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Seorang ibu mengjarkan anak untuk kencing di WC hal ini untuk menunjukan bahwa manusia berbeda dengan binatang yang buang air di sembarang tempat. Perbuatan-perbuatan itu disebut perbuatan fundamental yang artinya perbuatan yang seolah-olah menyetuh akar hidup manusia sehingga mengubah dan menentukan hidup selanjutnya. Perbuatan Fundal mental memiliki dua arti. Pertama, pendidikan bertujuan untuk mengubah, menentukan, dan membentuk hidup manusia. Kedua, sebagai perbuatan fundal mental pendidikan berpangkal dari sikap cinta murni, yaitu cinta. 25. A. Sudiarja, SJ,2006,Karya Lengkap Driyarkara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hlm.400.
(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. yang mengarah pada kepentingan yang dicintai bukan kepentingan yang mencintai. Perbuatan fundamental di dasari oleh sikap-sikap fundamental misalnya moral, sosial, keagamaan, yang dapat mengubah, menentukan, membangun hidup manusia, untuk dirinya sendiri maupun sesama. Sikap fundamental itu berdasrkan kodrat manusia sendiri sehingga antara satu manusia dengan manusia lainnya dapat saling mengangkat. Berdasarkan pandangan itu menurut Driyarkara mendidik adalah perbuatan fundamental yang dapat mengubah dan menentukan hidup manusia.26 Driyarkara juga membuat gambaran dasar dari pendidikan, menurutnya pendidik dan anak didik harus melihat sesuatu yang tersirat dalam tersurat, fenomenologi tidak memandang yang tampak, tetapi melihat bagaiman aktifitas tersebut dapat mengantar anak didik untuk menjadi manusi purnawan. Misalnya melalui pergaulan antar pendidik dan anak didik dalam hal ini orang tua dan anaknya walaupun tidak ada pikiran tentang mendidik namun aktifitas yang dilakukan bersama tersebut suatu saat akan berguna bagi anak didik. Jika demikian maka perbuatan mendidik adalah suatu aktifitas yang dilakukan dengan tujuan untuk memanusiakan manusia muda. Seorang ibu yang melarang anaknya untuk meminta sesuatu dari tamu yang datang ke rumah, dari kejadian ini orang tua memiliki gambaran bahwa jangan merendahkan diri dengan meminta supaya anak berbuat sesuai dengan martabat manusia. Contoh lainnya jika seorang anak menerima sesuatu dari orang. 26. Ibid.,hlm. 358.
(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. lain, maka ibu sebagai pendidik cepat-cepat mengajarkan anaknya untuk menggunakan tangan kanan, dengan campur tangan ibu, anak tersebut bertindak sesuai dengan kodrat manusia. Kesatuan tritunggal mendidik anak dalam hal hukuman. Anak makan bersama, duduk bersama, di dongengkan ketika akan tidur, dan lain sebagainya, situasi seperti itu tidak akan didapatkan ketika anak melakukan kenakalan. Anak secara langsung akan merasakan kesalahannya dan memberi pelajaran bagi dia agar tidak melakukan perbuatan yang sama lagi agar mendapat perhatian dari orang tuanya. Kesatuan terlaksana dalam bentuk-bentuk tertentu seperti berkumpul, berdiam dalam satu rumah, dan lain sebagainya, jika kesatuan yang tampak tersebut tidak terlaksana maka dapat dipastikan sudah terjadi perpecahan dalam kesatuan tersebut. Kesatuan tidak berarti anggota-anggotanya selalu bersama- sama, namun jika salah satu anggota keluarganya menjauhkan diri dari kesatuan tersebut maka akan merusak keharmonisan dalam kesatuan tersebut. Seorang bapak pastinya lebih banyak untuk menghabiskan waktunya di luar rumah karena memiliki pekerjaan hal tersebut tidak merusak kesatuan, lain halnya jika bapak tersebut tidak berada di rumah karena benci terhadap rumahnya sendiri, maka ia dinggap merusak kesatuan. Dengan dasar tersebut kita dapat melihat bahwa jka cinta kasih rusak maka rusak juga kesatuan tersebut, dapat disumpulkan bahwa kesatuan tritunggal keluarga itulah yang mengontrol perbuatan-perbuatan mendidik. Sebenarnya.
(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. kesatuan sendiri sudah merupakan perbuatan mendidik, tetapi tidak ada kesatuan tanpa bentuk-bentuk konkret yang menjadi pelaksananya. Bentuk-bentuk konkret yang di terapkan dalam kesatuan keluarga itulah yang disebut mendidik. Dengan demikian hidup bersama itulah yang memberi struktur pendidikan. Untuk lebih jelas ada baiknya mengulang kembali perbuatanperbuatan konkret yang berupa mendidik: anak makan bersama, dimandikan, disuruh belanja, mengembalakan kerbau, semua itu tidak terlepas dari pelaksanaan pendidikan dalam hidup bersama. Dalam hal ini hidup bersama yang memanusiakan manusia muda, hidup bersama di mana anak memanusia sebagai anak, dan lambat laun bisa memanusia sebagai manusia purnawan. Jika membandingkan kehidupan bersama yang lain seperti sekumpulan orang dewasa yang diasramakan atau orang yang hidup bersama dalam penjara tidak bisa dikatakan sebagai pendidikan, berdasarkan perbedaan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah hidup bersama yang membawa anak ke tingkat manusia purnawan. Cinta kasih yang diberikan dalam keluarga terhadap tumbuh kembang anak menyebabkan suatu saat anak akan berkembang menjadi manusia dan dengan sendirinya dapat berdiri sendiri.27 Orang tua perlu melakukan pembiasaan yang baik untuk membentuk karakter anak yang baik, dengan begitu secara spontan anak akan melakukan tindakan baik juga. Driyarkara melihat pendidikan keluarga sebagai pelaksanaan nilai-nilai, di mana seiring dengan berjalannya waktu bentuk-bentuk konkret yang sudah dilakukan bersama dengan orang tua, anak sudah bisa membedakan bentuk-. 27. Ibid., hlm. 402.
(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. bentuk konkret yang harus sudah bisa dilakukan sendiri tanpa pengawasa mata orang tua dan hal-hal yang masih tetap dilakukan selama hidupnya. Misalkan anak sudah tidak minta di mandikan lagi atau di dongengkan ketika akan tidur. Namun ia masih tetap melakukan hal-hal yang baik misalkan berbicara jujur, berlaku adil, tidak malas-malasan, dan lain sebagainya. Apa yang terjadi dalam situasi ingin menunjukan bahwa perbutan mendidik dilakukan sesuai dengan usia anak, hal ini ingin menunjukkan mendidik dilakukan sesuai dengan perkembangan anak. Walaupun semakin bertambahnya usia anak, ikut campur tangan oang tua tidak berkurang, sebab menurut Driyarkara kesatuan anak yang sudah tua dengan orang tuanya yang mulai berumur lebih erat dari pada saat anak masih bayi.28 Keberhasilan keluarga dalam menanamkan sifat karakter apada anak tergantung pada pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak. Pola asih orang tua yang akan menentukan pendidikan karakter anak pada keluarga. Dalam hal ini jelas menurut Driyarkara peran orang tua sangat besar dalam proses hominisasi dan humanisasi seorang anak. Berangkat dari pengalaman nyata dorongan cinta kasih orang tua sangat menentukan pembentukan karakter anak, sehingga tidaklah mengherankan jika ada anak-anak berbuat kesalahan atau berkelakuan tidak baik, anak dikembalikan ke orang tua, Orang tua yang benar-benar mencintai anaknya akan mengusahkan anak tersebut untuk tidak berbuat hal yang tidak baik lagi. Oleh karena itu dapat. 28. Ibid., hlm. 410.
(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. disimpulkan bahawa perbuatan mendidik pertama kali dilakukan oleh orang yang melahirkan atau yang disebut keluarga.29 Keluarga merupakan sebuah unit yang penting dalam masyarkat, sehingga jika keluarga merupakan dasar yang paling penting lemah maka masyarakatpun ikut lemah. Oleh karena itu kejahatan yang terjadi seperti kekerasan seksual, korupsi yang dilakukan oleh petinggi negeri, menandakan bahwa rusak atau lemahnya institusi keluarga. Tantangan terbesar yang dihadapi keluarga dalam membentuk karakter anak adalah perubahan jaman. Perubahan jaman menurut driyarkara merupakan salah satu proses yang berpengaruh dalam bidang pendidikan. Jika pada jaman dulu anak-anak muda sangat menjujung tinggi tatakrama yang diajarkan orang tua, berbeda dengan waktu sekarang dimana generasi muda dengan sangat gampang mengupload sesuatu di media sosial, tidak ada lagi sopan santun yang ditunjukan dalam pergaulan.30. B. Driyakara tentang pendidikan di Sekolah Pendidikan terhadap anak juga membutuhkan sebuah lembaga yang khusus untuk pendidikan seperti sekolah dan tidak semua orang tua mampu mendidik anaknya secara terus menerus, oleh karena peran lembaga formal sangat dibutuhkan juga dan gurulah yang sangat berperan membantu. Guru menjadi penggati orangtua untuk membentuk anak yang cerdas dan baik. Dalam pengertian Driyarkara, proses pendidikan di sekolah akan berjalan dengan baik, 29 30. hlm.29. Ibid., hlm. 414 Majalah Basis,1980, Driyarkara tentang pendidikan, Yogyakarta : Kanisius,.
(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38. bila guru mencintai anak-anak seperti orang tua murid. Guru yang mencintai anak didiknya akan lebih sabar dalam membibing anak dan pastinya dapat membantu perkembangan anak didik lebih cepat dan tepat. Dalam lembaga sekolah hubungan guru dan anak bersifat timbal balik. Guru harus berusaha untuk lembih memahami dan mengerti anak baik dari segi kelebihan, kekurangannya, dan karakter anak didik yang berbeda-beda tersebut. Demikian juga dengan anak harus bisa mengikuti semua yang diajarkan guru, dengan begitu anak akan lebih tepat dimanusiakan dan guru merasa telah menjadi guru sungguhan. Tidak mungkin ada guru jika tidak ada anak didik dan begitupun sebaliknya. 31 Lembaga sekolah, merupakan tempat yang dipercaya untuk membimbing anak didik sehingga ia merasa dimanusiakan. Orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan maksud agar anak tersebut memiliki kecakapan kerja tidak bisa disebut perbuatan mendidik, karena menurut Driyarkara hal tersebut tidak termasuk dalam pemanusian manusia muda. Seperti kutipan dari kata-kata Driyarkara berikut ini : “Bisa saja orang hanya memburu kecakapan kerjadan bukan perkembangan manusia. Maka,dengan memasukan anak ke sekolah, orang tua belum tentu melaksanakan perbuatan mendidik, paling tidak belum tentu perbuatannya itu utuh sebagai perbuatan mendidik karena dirongrong oleh konsep yang salah.” 32. Dengan mendapatkan pendidikan diharapkan ada hubungan timbal balik antara anak dan pendidik. Pendidik turun tangan bertindak sedemikian rupa terhadap anak, dan anak harus bisa menjelmakan perbuatan tersebut dalam 31 32. I. Praptomo Baryadi, op.cit., hlm. 6 A. Sudiarja, op. cit., hlm. 363..
(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39. kehidupan sehari-harinya, si anak bersifat aktif sehingga ia mencapai taraf insani. Anak berusah untuk melakukan seperti apa yang diajarkan oleh pendidik, gambaran ini bisa juga dipakai ketika anak sudah dewasa jadi tidak ada batasan, selama masih dalam proses pemanusiaan di mana anak didik dan pendidik menjadi satu bukan lagi aku tetapi kita yang akan mengangkat anak didik ke tingkat pendidik. Itulah gambaran pendidikan yang dimaksud oleh Driyarkara, yaitu anak didik harus bertindak aktif dalam mengikuti para pendidik. Driyarkara juga berpandangan dengan menempuh pendidikan dapat mengangkat seseorang secara keseluruhan ke taraf manusia, berbeda dengan pendapat Thomas Hobbes filsuf dari Inggris yang mengatakan bahwa hanya dengan pengalahan nafsu atau dorongan kodrati manusia sudah bisa menjadi manusia sempurna. Pendidikan bertujuan mengangkat anak didik ke taraf insani, dengan demikian pendidikan merupakan memanusiakan manusia muda dan isi dari tindakan ini disebut Homonisasi dan Humanisasi. Berbicara mengenai Hominisasi ala Driyarkara adalah seorang manusia harus mengangkat dan menempatkan dirinya sebagai seorang manusia yang mengetahui apa yang dilakukannya, hal tersebut akan membedakannya dengan binatang, contohnya cara berjalan seorang manusia akan berbeda dengan seekor binatang. Sedangkan Humanisasi adalah seorang manusia yang berada pada tingkat yang lebih tinggi, dengan cara ia memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, misalkan dengan cara memanfaatkan lahan kosong untuk dijadikan ladang dan sebagainya. Akan tetapi batas antara kedunya tidak ada, hominisasi tanpa humanisasi belum menjadi.
(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40. manusia seutuhnya. Pendidikan harus mampu mendorong manusia untuk mengerahkan kemampuan berpikir dan tidak mengandalkan hasil produksi dari orang bahkan negara lain.33 Dalam tulisannya mengenai pendidikan, Driyarkara melihat pendidikan sebagai proses pembudayaan. Generasi muda dibantu masuk budaya yang baik sehingga berkembang menjadi manusia yang berbudaya, yang dapat menghargai sesama dalam kehidupan sehari-hari serta melakukan hal-hal yang baik. Driyarkara berpendapat jika budaya di sekitar orang muda tidak baik, maka kehidupannya juga akan tidak baik itulah sebabnya pentingnya mengembangkan nilai yang baik di lingkungan orang muda, baik itu lingkungan pergaulan, sekolah, maupun dalam lingkup kecil seperti keluarga. Begitupun nialai-nilai yang baik akan muda berkembang jika orang muda hidup dalam lingkungan yang memiliki nilai yang baik juga, ditengah masyrakata yang jujur, anak-anak akan terbiasa melakukan perbuatan jujur. Hal-hal demikian juga harus mendapat dukungan dari orang-oarang pertelevisian, media sosial,para tokoh masyarakat, penyedia internet, dan lain-lain. Mereka diharapkan dapat memberi informasi dan teladan yang baik di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan budaya meniru yang sangat tinggi dari orang muda. Selain mengenai pendidikan nilai, Driyarkara juga menulis tentang pentingnya pendidikan budipekerti. Dalam pendidikan ini para pemimpin pendidikan hanya memberi petunjuk agar anak didik memilih dan membangun budipekertinya. 33. sendiri. dengan. melepaskan. A. Sudiarja SJ dkk, op.cit., hlm. 366. hal-hal. yang. jelek. da n.
Dokumen terkait
yang berjudul Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya yang Terjadi Pada Calon Guru Fisika di Universitas Sanata Dharma.. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengadaan di Apotek K-24 dilakukan dengan sistem terbangunsedangkan proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma bergantung
Jenis-jenis Kesalahan Penggunaan Konjungsi dalam Tugas Akhir Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun 2013..
yang berjudul Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya yang Terjadi Pada Calon Guru Fisika di Universitas Sanata Dharma.. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat
Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi Pada Program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata
Sehubungan dengan penelitian saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang berjudul “ PERBANDINGAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN – PROGRAM STUDI MANAJEMEN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dengan ini menyatakan
PENGARUH PENGELOLAAN UANG SAKU DAN MEDIA SOSIAL TERHADAP GAYA HIDUP MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Dengan demikian saya