• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL HERBA BINARA (Artemisia vulgaris L.) PADA TIKUS JANTAN OLEH: ROMAULI ANNA TERESIA MARBUN NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL HERBA BINARA (Artemisia vulgaris L.) PADA TIKUS JANTAN OLEH: ROMAULI ANNA TERESIA MARBUN NIM"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL HERBA BINARA (Artemisia vulgaris L.) PADA TIKUS JANTAN

OLEH:

ROMAULI ANNA TERESIA MARBUN NIM 157014036

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL HERBA BINARA (Artemisia vulgaris L.) PADA TIKUS JANTAN

OLEH:

ROMAULI ANNA TERESIA MARBUN NIM: 157014036

Medan, Desember 2017 Menyetujui oleh:

Komisi Pembimbing: Komisi Pembanding:

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

NIP 195209271981031007 NIP 195301011983031004

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Z Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 198303202009122004 NIP 197506102005012003

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt.

NIP 195209271981031007

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt.

NIP 198303202009122004

Mengetahui: Disahkan oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195301011983031004 NIP 195707231986012001

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Romauli Anna Teresia Marbun Nomor Induk Mahasiswa : 157014036

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Herba Binara (Artemisia vulgaris L.) Pada Tikus Jantan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan TIM Penguji pada hari Rabu tanggal dua puluh dua bulan November tahun dua ribu tujuh belas.

Mengesahkan:

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Anggota Tim Penguji Tesis : Dr. Poppy Anjelisa Z Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt.

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt.

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Romauli Anna Teresia Marbun Nomor Induk Mahasiswa : 157014036

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Herba Binara (Artemisia Vulgaris L.) Pada Tikus Jantan Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Desember 2017

Yang membuat pernyataan,

Romauli Anna Teresia Marbun

NIM 157014036

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul “Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Herba Binara (Artemisia vulgaris l.) Pada Tikus Jantan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa dan menyelesaikan Program Studi Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Ketua Program Studi Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan arahan dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 4. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Magister

Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan arahan dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. dan Ibu Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt., sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran, dan dorongan dengan penuh kesabaran tulus dan ikhlas bagi penulis dalam menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., sebagai Komisi Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini semakin baik.

7. Ayahanda Santun Wantoni Marbun, Ibunda Dewi Sinaga, Kakanda Dian Pandapotan Sitio, Frisca Anna Lidwina Marbun, Gratius Partogi Marbun, Santa Lusiana Marbun, dan Gregorian Alfonsus Pardomuan Marbun sebagai keluarga

(6)

penulis yang banyak memberikan bantuan baik dalam bentuk moril dan materil bagi penulis dlama menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

8. Teman seperjuangan di angkatan 2009, teman seperjuangan S2 angkatan 2015 dan 2016, yang selalu mendukung penulis.

Serta buat semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semua pihak. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi bidang farmasi.

Medan, Desember 2017 Penulis,

(Romauli Anna Teresia Marbun) NIM 157014036

(7)

UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL HERBA BINARA (Artemisia vulgaris L.) PADA TIKUS JANTAN

ABSTRAK

Penyakit yang diperantarai sistem imun merupakan masalah yang signifikan di negara berkembang seperti penyakit infeksi, kanker, dan kelainan autoimun. Artemisia vulgaris L. merupakan genus Artemisia yang diteliti memiliki senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai imunostimulan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan efek imunomodulator terhadap aktivitas fagositosis, jumlah total dan diferensial leukosit serta nilai titer antibodi.

Kelompok perlakuan untuk uji bersihan karbon dibagi 6 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 tikus jantan meliputi kelompok CMC-Na 0,5%, Imboost® dosis 32,5 mg/kgBB, ekstrak etanol Artemisia vulgaris L. dosis 50, 100, 200 dan 400 mg/kgBB secara oral selama 7 hari dan hari ke 8 diberikan suspensi karbon secara i.v. Pengambilan darah dilakukan waktu tertentu lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berat hati dan limpa tikus diambil dan ditimbang. Kelompok perlakuan untuk titer antibodi dibagi 6 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 tikus jantan dengan kelompok perlakuan yang sama seperti di atas kecuali control positif yang digunakan levamisole dosis 25 mg/kgBB. Pengujian respon imun nonspesifik dengan metode carbon clerance dengan mengukur laju eliminasi karbon dan jumlah total dan diferensial leukosit. Pengujian respon imun spesifik menggunakan metode titer antibodi dilakukan berdasarkan aglutinasi yang terbentuk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol Artemisia vulgaris L. dosis 50, 100, 200 dan 400 mg/kgBB meningkatkan aktivitas fagositosis secara signifikan dibandingkan dengan CMC-Na 0,5% (p < 0,05).

Ekstrak etanol Artemisia vulgaris L. meningkatkan jumlah total leukosit dan neutrofil segmen. Pemberian ekstrak etanol Artemisia vulgaris L dosis 50, 100, 200, dan 400 mg/kgBB meningkatkan pembentukan antibodi sel imun tikus secara signifikan dibandingkan CMC-Na 0,5% (p < 0,05).

Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol Artemisia vulgaris L memiliki efek imunostimulator terhadap terhadap aktivitas fagositosis, jumlah total dan diferensial leukosit serta nilai titer antibodi.

Kata kunci: Imunomodulator, Artemisia Vulgaris L., bersihan karbon, jumlah leukosit dan diferensial leukosit, dan titer antibodi

(8)

TEST OF IMMUNOMODULATORY EFFECTS FROM ETHANOL EXTRACT HERBS BINARA (Artemisia Vulgaris L.) IN MALE RATS

ABSTRACT

Immune system-mediated disease is a significant problem in developing countries such as infectious diseases, cancer, and autoimmune disorders.

Artemisia vulgaris L. is a genus Artemisia studied had flavonoid compound that has potential as an immunostimulant. The purpose of this study is to prove the immunomodulatory effects on phagocytic activity, the number of total and differential leukocyte and antibody titer values.

The treatment group to test carbon clearance divided into 6 groups with each consisting of 5 male rats include groups 0.5% CMC-Na, Imboost® dose of 32.5 mg/kgBB, the ethanol extract of Artemisia vulgaris L. doses of 50, 100, 200 and 400 mg/kgBB orally for 7 days and days to 8 carbon suspension iv given blood Decision made certain time and then measured the absorbance using a UV-Vis spectrophotometer. Liver and spleen weight of mice were taken and weighed. The treatment group for antibody titer divided into 6 groups with each consisting of 5 male mice with the same treatment group as above except that used levamisole positive control dose of 25 mg/kgBB. Nonspecific immune response testing method carbon clerance to measure thecarbon elimination rate and the number of total and differential leukocyte. Testing of specific immune response using an antibody titer done by agglutination formed.

The results showed that administration of the ethanol extract of Artemisia vulgaris L. doses of 50, 100, 200, and 400 mg/kgBB significantly increase phagocytic activity compared with 0.5% CMC-Na (p < 0.05). The ethanol extract of Artemisia vulgaris L. increasing the total number of leukocytes and neutrophils segments. Giving the ethanol extract of Artemisia vulgaris L. doses of 50, 100, 200, and 400 mg/kgBB increases the immune cells of mice antibody formation significantly compared to CMC-Na 0.5% (p <0.05).

This study proves that the ethanol extract of Artemisia vulgaris L. have immunostimulatory effects on phagocytic activity, the number of total and differential leukocyte and antibody titer values.

Keywords: Immunomodulatory, Artemisia vulgaris L., carbon clearance, leukocyte count and differential leukocyte and antibody titre

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Sistem Imun ... 10

2.2. Komponen Sistem Imun ... 11

2.2.1 Sistem imun humoral ... 11

2.2.2 Sistem imun seluler ... 13

2.2.3 Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral ... 16

2.3 Respon Imun ... 16

2.3.1 Respon imun nonspesifik ... 17

2.3.2 Respon imun spesifik ... 18

2.4 Darah ... 20

2.4.1 Leukosit ... 20

(10)

2.5 Imunomodulator ... 27

2.5.1 Imunostimulator ... 27

2.5.2 Imunosupresor ... 27

2.6 Metode Pengujian Efek Imunomodulator ... 28

2.6.1 Uji bersihan karbon ... 28

2.6.2 Uji hipersensitivitas tipe lambat ... 28

2.6.3 Titer antibodi ... 29

2.7 Imboost ... 29

2.8 Levamisole ... 30

2.9 Uraian Tumbuhan Herba Binara ... 31

2.9.1 Habitat ... 31

2.9.2 Morfologi tumbuhan binara ... 32

2.9.3 Sistematika tumbuhan ... 32

2.9.4 Nama tumbuhan ... 33

2.9.5 Khasiat tumbuhan binara ... 33

2.10 Ekstrak ... 34

2.11 Metode-metode Ekstraksi ... 35

2.12 Kandungan Kimia ... 36

2.12.1 Alkaloida ... 36

2.12.2 Glikosida ... 37

2.12.3 Steroida/triterpenoida ... 37

2.12.4 Flavonoida ... 37

2.12.5 Saponin ... 39

2.13Kerangka Teori Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Alat dan Bahan ... 40

3.1.1 Alat ... 40

3.1.2 Bahan ... 41

3.2. Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 41

3.2.1 Pengambilan sampel ... 41

3.2.2 Identifikasi tumbuhan ... 41 3.2.3 Pembuatan simplisia herba binara (Artemisia vulgaris) 42

(11)

3.3 Skrining Fitokimia ... 42

3.3.1 Pemeriksaan alkoloid ... 42

3.3.2 Pemeriksaan flavonoid ... 43

3.3.3 Pemeriksaan glikosida ... 43

3.3.4 Pemeriksaan antrakuinon ... 43

3.3.5 Pemeriksaan saponin ... 44

3.3.6 Pemeriksaan tanin ... 44

3.3.7 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid ... 44

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 44

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 45

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 45

3.4.3 Penetapan kadar air ... 45

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 46

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 46

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 47

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam .... 47

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Herba Binara (EEB) ... 47

3.6 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Herba Binara (EEHB) 48 3.7 Penyiapan Hewan Percobaan ... 48

3.8 Pengujian Efek Imunomodulator ... 48

3.8.1 Penyiapan Kontrol, Suspensi Imboost®, dan Antigen untuk Uji Bersihan Karbon ... 49

3.8.2 Penyiapan Kontrol, Suspensi Levamisole,phosphate buffered saline (PBS), dan Sel Darah Merah Sapi (SDMS) untuk Uji Titer Antibodi ... 52

3.9 Analisa Data ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Herba Binara ... 55

4.1.1 Pemeriksaan makroskopik dan karakterisasi simplisia ... 55

(12)

4.1.2 Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak .. 55

4.2 Hasil Uji Efek Imunomodulator... 58

4.2.1 Laju eliminasi karbon ... 58

4.2.2 Indeks fagositosis ... 62

4.2.3 Indeks stimulasi ... 64

4.2.4 Pengujian total leukosit ... 67

4.2.5 Jumlah diferensial leukosit ... 68

4.3 Pengujian titer antibodi ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 86

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1a Kerangka Penelitian Uji Bersihan Karbon ... 8

1.1b Kerangka Penelitian Uji Titer Antibodi ... 9

2.1 Gambaran Umum Sistem Imun ... 10

2.2 Diagram Asal Sel B dan Sel T ... 18

2.3 Gambar Struktur Levamisole HCl ... 30

2.4 Kerangka Teori Penelitian ... 38

4.1 Hasil laju eliminasi karbon dalam darah ... 57

4.2 Hasil indeks fagositosis pada tikus jantan ... 61

4.3 Hasil indeks stimulasi pada tikus jantan ... 64

4.4 Hasil Pengukuran jumlah sel darah putih tikus jantan 66 4.5 Jumlah difrensial leukosit ... 68

4.6 Nilai titer antibodi sel imun pada tikus jantan ... 72

\

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia ... 54

4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEHB ... 56

4.3 Hasil rata-rata nilai konstanta eliminasi karbon ... 60

4.4 Data Nilai Titer Antibodi ... 71

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan .... 86

2 Surat Identifikasi/ determinasi Tumbuhan... 87

3 Gambar Herba Binara (Artemisia vulgaris, L.) dan Hasil pemeriksaan Makroskopik... 88

4 Gambar Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 89

5 Gambar Alat dan Bahan... 90

6 Gambar Hewan ... 93

7 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan EEHB ... 94

8 Skema penelitian ... 99

9 Skema Uji Bersihan Karbon (Carbon clearance) ... 100

10 Skema Uji Titer Antibodi ... 101

11 Contoh perhitungan dosis ... 102

12 Hasil pengukuran absorbansi partikel karbon pada pemberian CMC Na 0,5 %, dosis 50, 100, 200, dan 400 mg/kgBB, dan Imboost® ... 103

13 Tabel Jumlah Obat Yang Diberikan Kepada Tikus Jantan ... 104

14 Tabel laju eliminasi karbon ... 105

15 Contoh perhitungan konstanta laju eliminasi karbon (K), Indeks fagositosis, dan indeks stimulasi. ... 106

16 . Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Eliminasi Karbon (K), Indeks Fagositosis dan Indeks Stimulasi.. ... 107

17 Tabel Rata-rata Indeks Fagositosis, Indeks Stimulasi, dan Jumlah Diferensiasi leukosit tikus jantan.. ... 108

18 Hasil Hemaglutinasi (titer antibodi).. ... 109

19 Tabel Titer Antibodi ... 111

20 Tabel Hasil Analisis Statistik Nilai Absorbansi Tiap Menit .... 112

21 Tabel Hasil Konstanta Eliminasi EEHB ... 119

22 Tabel Hasil Analisis Statistik Indeks Fagositosis ... 122

(16)

23 Tabel Analisa Statistik Titer Antibodi ... 125 24 Tabel Analisa Statistik Jumlah Leukosit ... 134 25 Tabel Analisa Statistik Jumlah Diferensial Leukosit (Eusinofil) 136 26 Tabel Analisa Statistik Jumlah Diferensial Leukosit

(Neutrofil batang) ... 137 27 Tabel Analisa Statistik Jumlah Diferensial Leukosit

(Neutrofil segmen) ... 139

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang diperantarai sistem imun merupakan masalah yang signifikan di negara berkembang. Lingkungan yang kaya akan berbagai jenis mikroorganisme patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit menjadi faktor penyebab infeksi pada manusia. Kemampuan imunitas kelompok lanjut usia menurun sesuai peningkatan usia termasuk kecepatan respons imun melawan infeksi penyakit. Hal itu berarti bahwa kelompok lansia beresiko tinggi terserang penyakit seperti infeksi, kanker, jantung koroner, kelainan autoimmun atau penyakit kronik lainnya. Penuaan juga dikaitkan dengan sejumlah besar perubahan fungsi imunitas tubuh, terutama penurunan Cell Mediated Immunity (CMI) atau imunitas yang diperantarai sel (Fatmah, 2006).

Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen yang dapat menyebabkan penyakit (Kresno, 2001).

Penyakit yang utama diperantarai oleh sistem imun merupakan masalah yang sulit untuk dalam pengobatan seperti: penyakit human immunodeficiency virus (HIV) dan Virus ebola. Pengobatan penyakit ini membutuhkan pendekatan yang agresif dan inovatif untuk pengembangan pengobatan baru sehingga memerlukan peranan imunomodulator untuk meningkatkan sistem imun (Krensky et al., 2012).

(18)

Dua jenis respon imun yang terjadi ketika terjadi invasi antigen yaitu respon imun nonspesifik atau imunitas bawaan (innate immunity) dan respon imun spesifik atau respon didapat (acquired immunity). Respon spesifik timbul terhadap jika terjadi invasi antigen tertentu, dimana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno, 2001). Namun apabila sistem tersebut menyimpang, sistem imun yang sama akan menyebabkan kerusakan jaringan secara imunopatologik (Abbas, et al., 2007).

Suatu bahan yang dapat memperbaiki ketidakseimbangan sistem imun disebut imunomodulator (Baratawidjaja, 2012). Sistem ini berperan melindungi tubuh dari benda-benda asing yang masuk sehingga fungsi tubuh tidak terganggu.

Sistem kekebalan tubuh untuk mencegah suatu penyakit, terjadi karena adanya infeksi dapat diperoleh secara alami. Namun sistem kekebalan yang alamiah saja belum mencukupi, sehingga sistem kekebalan tubuh buatan diperlukan juga oleh tubuh kita. Kekebalan buatan dapat diberikan dengan cara imunisasi. Respon kekebalan tubuh akan meningkat dengan pemberian senyawa beraktivitas imunostimulan (Aldi, dkk., 2014).

Suatu zat yang berperan sebagai penambah atau peningkat imun dapat diperoleh dengan penggunaan herbal yang berkhasiat sebagai imunostimulan.

Salah satu herbal yang digunakan adalah herba binara (Artemisia vulgaris L) yang diteliti berpotensi sebagai imunomodulator dengan aktivitas antioksidan yang tinggi (Melguizo et al., 2014).

Penelitian sebelumnya, genus Artemisia memiliki 18 senyawa polifenol yang sudah banyak digunakan untuk mengobati penyakit malaria, hepatitis, kanker, inflamasi, dan infeksi (Isabel, et al., 2011). Beberapa Artemisia spp. telah

(19)

dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria, sitotoksik, anti-hepatotoksik,

antibakteri, antijamur, dan antioksidan (Nawab et al., 2011). Penelitian Xie dkk., (2008) bagian daun dari tumbuhan Artemisia tripartite memiliki aktivitas

imunomodulator.

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa jenis Artemisia argyi juga digunakan sebagai antitumor dan memiliki aktivitas imunomodulator. Artemisia argyi digunakan sebagai analgetika, mengurangi kelelahan, dan antiinflamasi di China. (Bao, et al., 2013). Penelitian Temraz dan Walid (2008) menyatakan bahwa Artemisia vulgaris L. memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan

penelitian James, et al. (2012), pemanfaatan spesies Artemisia juga sudah banyak digunakan di dunia. Penggunaan secara tradisional di Eropa digunakan sebagai antidiare, meningkatkan regulasi tubuh, dan sedativa.

Pemanfaatan artemisia yang cukup luas terutama pada pengobatan penyakit infeksi sehingga menunjukkan efek yang positif sebagai

imunomodulator. Penelitian sebelumnya (Sukmayadi, dkk., 2014) mengenai daun tempuyung (Sonchus arvensis Linn.) yang mengandung flavonoid memiliki efek imunomodulator (Kusmardi, dkk., 2007).

Uji aktivitas sistem imun dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu dengan melihat aktivitas fagositosis menggunakan metode bersihan karbon (carbon clearance), respon hipersensitivitas tipe lambat, dan uji hemaglutinasi titer antibodi (Shukla, dkk., 2009). Uji aktivitas fagositosis menggunakan metode carbon clearance untuk menentukan gambaran sistem imun nonspesifik dengan mengukur aktivitas sel-sel fagosit yang memfagosit organisme patogen yang masuk ke dalam tubuh dan menghitung jumlah total leukosit dan diferensial

(20)

leukosit. Metode uji hemaglutinasi titer antibodi merupakan gambaran sistem imun spesifik dengan melihat hemaglutinasi dengan visual.

Berdasarkan pertimbangan di atas, penulis merasa penting dan perlu untuk melakukan pengujian efek imunomodulator dari ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) pada tikus jantan. Maka, diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian dan pengujian imunomodulator di bidang farmakologi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. apakah ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan aktivitas fagositosis sel makrofag pada tikus jantan yang diinjeksikan suspensi karbon?

b. apakah ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan jumlah total sel leukosit dan diferensial sel leukosit pada tikus jantan?

c. apakah ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan titer antibodi sel imun pada tikus jantan yang diinduksi sel darah merah sapi?

d. apakah peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada tikus jantan?

e. apakah peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan respon imun spesifik pada tikus jantan?

(21)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis:

a. ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan aktivitas fagositosis sel makrofag pada tikus jantan yang diinjeksikan suspensi karbon.

b. ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan jumlah total sel leukosit dan diferensial sel leukosit pada tikus jantan. c. ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan titer

antibodi sel imun pada tikus jantan yang diinduksi sel darah merah sapi.

d. peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada tikus jantan.

e. peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan respon imun spesifik pada tikus jantan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. mengetahui ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan aktivitas fagositosis sel makrofag pada tikus jantan yang diinjeksikan suspensi karbon.

b. mengetahui ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) dapat meningkatkan jumlah total sel leukosit dan diferensial sel leukosit pada tikus jantan.

c. mengetahui ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan titer antibodi sel imun pada tikus jantan yang diinduksi sel darah merah sapi.

(22)

d. mengetahui peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan respon imun non spesifik pada tikus jantan.

e. mengetahui peningkatan dosis ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.) meningkatkan respon imun spesifik pada tikus jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan ekstrak etanol herba binara (Artemisia vulgaris L.).

b. menambah inventaris tanaman obat tradisional yang berkhasiat sebagai imunostimulator.

(23)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirancang kerangka pikir penelitian. Pemeriksaan kandungan kimia dari herba binara (Artemisia vulgaris, L.) dilakukan skrining kimia dan karakterisasi simplisia dan ekstrak. Pada tahap pertama metode yang digunakan ialah metode bersihan karbon (Carbon

clearance) dengan parameter laju eliminasi karbon (berat organ) dan total jumlah leukosit dan diferensial leukosit. Pada pengujian ini variabel bebas adalah ekstrak etanol herba binara dengan empat konsentrasi (50, 100, 200 dan 400 mg/kgBB) dan setelah perlakuan diinjeksikan tinta karbon sebagai antigen. Kontrol positif yang digunakan Imboost dosis 32,5 mg/kgBB. Secara diagramatis kerangka pikir penelitian dan bagan alur penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1a.

Pada tahap kedua dilakukan uji titer antibodi. Pada pengujian ini variabel bebas adalah ekstrak etanol herba binara dengan empat konsentrasi (50, 100, 200 dan 400 mg/kgBB). Sebelum perlakuan, tikus diinduksi dengan sel darah merah sapi sebagai antigen. Kontrol positif yang digunakan levamisole dosis 25 mg/kgBB. Kontrol pembawa yang digunakan adalah kelompok normal yang diberi secara oral CMC 0,5%. Secara diagramatis kerangka pikir penelitian dan bagan alur penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1b.

(24)

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

A. Uji bersihan karbon (Carbon clearance) untuk menguji respon imun non spesifik

Suspensi Imboost 32,5 mg/kgBB

CMC Na 0,5% Jumlah leukosit total

dan diferensial leukosit

Jumlah leukosit Konstanta eliminasi

karbon, Indeks

fagositosis, dan Indeks Stimulasi

Laju Eliminasi Karbon dan Berat organ

Tikus jantan Respon

imun non spesifik Suspensi

Karbon 0,1 ml/grBB

Sebagai Pembanding

Jumlah leukosit total dan diferensial leukosit

Jumlah leukosit Konstanta eliminasi

karbon, Indeks

fagositosis, dan Indeks Stimulasi

Laju Eliminasi Karbon dan Berat organ

Tikus jantan Respon

imun non spesifik Suspensi

Karbon 0,1 ml/grBB

Sebagai antigen Suspensi EEHB

50, 100, 200, dan 400 mg/kgBB

(25)

B. Uji titer antibodi untuk menguji respon imun spesifik

CMC Na 0,5%

Suspensi Levamisole 25

mg/kgBB

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1b Kerangka Penelitian Uji Titer Antibodi Pembanding Diinduksi

dengan SDMS 1%

Titer antibodi sel imun tikus

Hemaglutinasi Tikus

jantan

Respon imun spesifik Pembentukan

antibodi Suspensi EEHB

50, 100, 200, dan 400 mg/kgBB

Diinduksi dengan SDMS 1%

Titer antibodi sel imun tikus

Hemaglutinasi Tikus

jantan

Respon imun spesifik Pembentukan

antibodi

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Imun

Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul- molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap penyakit yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2012).

Pembagian sistem imun dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja, 2010) Sistem Imun

Nonspesifik Spesifik

Selular

Fisik Larut Humoral Selular

• Kulit

• Selaput lendir

• Silia

• Batuk Bersin

• Biokimia - Asam

lambung - Lisozim - Laktoferin - Asam

neurominik

• Humoral - Komplemen - Interferon - C-Reaktif

Protein (CRP)

• Fagosit - Mononuklear

(Monosit dan makrofag) - Polimorfnuklear

• Sel Nol - Natural Killer

Cells (NK cells) - Killer cells (K

cells)

• Sel mediator - Basofil dan

Mastofil - Trombosit

Sel B

Antibodi Sel Plasma

Sel T

• Sel Th (Th1 dan Th2)

• Sel Ts

• Sel Tc

• Sel Tdh

(27)

Secara umum dinyatakan bahwa respon imun seseorang terhadap patogen terdiri atas respon imun alami atau nonspesifik dan respon imun adaptif atau respon imun spesifik (Gambar 2.1). Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen penginvasi yang dapat menyebabkan penyakit. Bila sistem imun bekerja dengan baik, selain merespon secara halus pada patogen- patogen penginvasi, juga mempertahankan kemampuannya untuk mengenali antigen spesifik yang ditoleransi. Bila respon imun bawaan tidak memadai untuk mengatasi infeksi, sistem imun adaptif dimobilisasi lewat tanda-tanda dari respon bawaan (Subowo, 2009).

Fungsi perlindungan sistem imun ini dilengkapi dengan kemampuan memberikan respon non spesifik berupa aktivitas fagositosis, maupun kemampuan memberikan respon imun spesifik yang dilakukan oleh sel-sel dan jaringan

limfoid yang terdapat dalam sistem limforetikular (Abbas, et al., 2007).

2.2 Komponen Sistem Imun

Komponen sistem imun terdiri dari sistem imun humoral dan sistem imun seluler.

2.2.1 Sistem imun humoral

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral, yaitu dalam pertahanan non spesifik berupa komplemen, sitokin dan C-Reactive protein (CRP) dan pertahanan spesifik berupa pembentukan antibodi. Komplemen

merupakan molekul dari sistem imun yang ditemukan di sirkulasi dalam keadaan

(28)

tidak aktif, tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti antigen (Subowo, 2009). (Kresno, 2001).

a. komplemen

Komplemen merupakan molekul dari sistem imun yang ditemukan di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti antigen. Beberapa kelas antibodi berupa IgG, IgM, dan IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen. Komponen komplemen (C3b dan C4b) memiliki sifat opsonin sehingga mengaktifkan fagosit dan membantu menghancurkan zat-zat asing dengan cara opsonisasi (Baratawidjaja, 2012).

b. sitokin

Sitokin merupakan protein yang dibentuk oleh sel yang berfungsi sebagai isyarat antara sel-sel untuk mengatur respon dari sistem imun. Terutama dibentuk oleh makrofag tetapi dapat juga dihasilkan oleh limfosit (limfokin). Sitokin terdiri dari Interferon, Interleukin, dan Tumor Necrosis Factor (TNF) (Subowo, 1993;

Tjay dan Rahardja, 2007).

i. interferon (IFN)

Interferon merupakan glikoprotein yang diproduksi leukosit atau berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dapat digunakan untuk menghambat replikasi dari virus dengan memicu pembentukan enzim-enzim penghambat virus oleh hospes. Berdasarkan jenis sel yang memproduksinya, IFN dapat dibagi menjadi 2 jenis: Interferon tipe I terdiri dari IFN alfa (IFNα) yang dihasilkan oleh leukosit dan IFN beta (IFNβ) dihasilkan oleh fibroblast. Interferon tipe II yaitu

(29)

IFN gamma (IFNγ) yang dihasilkan oleh limfosit. IFN juga dapat meningkatkan kemampuan makrofag dalam memproses dan menghancurkan antigen yaitu dengan cara meningkatkan sintesis dan sekresi enzim proteolitik (Radji, 2010).

ii. interleukin (IL)

Interleukin merupakan sitokin yang dibentuk oleh leukosit (terutama limfosit dan monosit) dan terdapat beberapa tipe yang penting antara lain IL-1, IL- 2, IL-4, IL-6, IL-10, IL-12, IL-13, IL-14, IL-17, IL-21 dan IL-22 (Ming Wu, et al., 2014).

iii. tumor necrosis factor (TNF)

TNF merupakan polipeptida yang dibentuk oleh monosit, makrofag, dan limfosit sebagai reaksi terhadap stimulasi peradangan. TNF terdiri dari pro-radang dan anti radang (Tjay dan Rahardja, 2007).

c. antibodi

Antibodi merupakan protein imunoglobilin (Ig) yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.

Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Menurut perbedaan struktur dan aktivitasnya, antibodi dibedakan menjadi 5 yaitu IgM, IgG, IgE, IgA, dan IgD (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.2 Sistem imun seluler

Sel-sel yang terlibat dalam komponen seluler sistem imun terdiri dari sel limfoid dan sel fagosit (Subowo, 2009).

a. sel Limfoid

(30)

Limfosit menduduki 20% dari leukosit yang ada dalam darah. Kelompok limfoid terutama bertugas untuk mengenali antigen. Sel limfoid terdiri dari limfosit T dan sel natural killer (sel NK). Kecuali sel NK, limfosit dilengkapi dengan molekul reseptor yang bertugas untuk mengenali antigen (Subowo, 2009).

- sel T (Limfosit T)

Sel T adalah sel yang bertanggung jawab dalam respon imun selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut:

i. sel Thelper (Sel Th)

Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T supresor yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat dibedakan menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi, sedangkan sel Th2 berperan dalam memproduksi antibodi dengan menstimulasi sel B menjadi sel plasma (Sherwood, 2001).

ii. sel Tsuppresor (Sel Ts)

Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui mekanisme “check and balance” dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi (Sherwood, 2001).

iii. sel Tcytotoxic (Sel Tc)

(31)

Sel Tc adalah sel yang mampu menghancurkan sel cangkokan dan sel yang terinfeksi virus dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi sebelum replikasi virus terjadi (Sherwood, 2001).

- sel natural killer (sel NK)

Sel NK dapat membunuh berbagai sel tumor dan sel yang terinfeksi virus.

Aktivasi sel NK tidak memerlukan oaoaran antigen yang sebelumnya. Sel NK dapat mensekresikan IL-1 dan jika distimulasi IL-2, sel NK dapat meningkatkan aktivitasnya untuk membunuh lebih banyak sel sasaran.

b. sel Fagosit

Sel Fagosit terbagi atas fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear.

Sel fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear berperan sebagai sel efektor dalam respon imun nonspesifik (Subowo, 2009).

i. fagosit mononuklear

Fagosit mononuklear mempunyai fungsi sebagai fagosit profesional yang sangat penting dalam menghancurkan antigen dan juga berperan sebagai antigen presenting cells (APC) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit.

Makrofag merupakan sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis, fagosit aktif, mampu mencerna dan menghancurkan partikel asing (Price, 1994).

ii. fagosit polimorfonuklear

Fagosit jenis ini lebih dikenal dengan nama sel netrofil atau disingkat sel Polymorphonuclear (PMN) karena termasuk termasuk granulosit dengan bentuk inti yang berlobi. Sel neutrofil termasuk dalam kelompok sel darah putih

(32)

(leukosit) yang beredar bersama dengan komponen seluler darah lainnya. Sel neutrofil termasuk granulosit dengan bentuk inti yang berlobi, sehingga dinamakan sel polimorfonuklear.

Jenis anggota granulosit lain yaitu basofil dan eosinofil. Basofil dan eosinofil bersama-sama dengan makrofag, fagosit polimorfonuklear merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan

mikroorganisme yang masuk (Subowo, 2009).

2.2.3 Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral Salah satu interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral adalah antibody dependent cell mediated cytotoxicyty (ADCC). Pada interaksi ini sitolisis terjadi dengan bantuan antibodi yang berfungsi melapisi antigen sasaran (Opsonisasi), sehingga sel natural killer (NK) dan sel-sel fagosit yang mempunyai reseptor pada fragmen Fc antibodi tersebut dapat melekat pada antigen sasaran dan menghancurkan antigen tersebut melalui mekanisme fagositosis.

Penghancuran sel sasaran tersebut terjadi melalui pelepasan berbagai enzim, sitolisin, reactive oxygen intermediates dan sitokin, langsung pada antigen (Kresno, 2001).

2.3 Respon Imun

Respon imun adalah tanggapan sistem imun terhadap benda atau zat yang dianggap asing. Maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2001).

(33)

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan respon terhadap zat asing yang dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut. Respon imun nonspesifik merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai benda asing dan dapat memberikan respon langsung. Sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (adaptive immunity) yang memiliki cirri utama dari spesifisitasnya, spesialisasinya, dan kemampuan mengingat kembali (memori) sehingga dapat memberikan respon yang lebih efektif pada invasi selanjutnya (Getz, 2005).

2.3.1 Respon imun nonspesifik

Tanggapan pertama oleh tubuh terhadap benda asing pada umumnya berbentuk sebagai respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah dengan menghancurkan antigen bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Mekanisme seluler yang dilangsungkan oleh fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear akan berusaha merusak atau membunuh antigen dengan cara fagositosis (Kresno, 2001).

Fagositosis merupakan peristiwa penelanan suatu antigen melalui reseptor pada permukaan membran sel makrofag dengan cara membentuk gelembung yang berasal dari membran sel tersebut. Proses fagositosis terjadi jika sel-sel fagosit tersebut berada dalam jarak dekat dengan antigen, atau lebih tepat lagi bahwa antigen tersebut harus mampu bergerak dan melekat pada permukaan fagosit. Hal

(34)

ini dimungkinkan akibat dilepaskannya mediator kemotaktik yang dilepaskan oleh makrofag dan netrofil yang sebelumnya telah berada di lokasi antigen.

Antigen awalnya telah mengalami opsonisasi oleh imunoglobulin atau komplemen (C3b) agar lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Kemudian partikel tersebut masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan dengan pembentukan fagosom partikel tersebut terperangkap dalam kantung fagosom. Kemudian terjadi penyatuan fagosom dan lisosom sehingga terbentuk fagolisosom yang mengandung enzim yang digunakan untuk menghancurkan partikel tersebut (Kresno, 2001).

Selain menggunakan enzim, penghancuran atau pencernaan partikel dapat juga melalui letupan oksidatif melibatkan pengaktifan superoksida oleh membran NADPH oksidase melalui serangkaian reaksi molekuler yang mengkomsumsi oksigen. Myeloperoxidase (MPO) di fagosom mengkatalisis transformasi superoksida menjadi berbagai molekul beracun bagi mikroorganisme, seperti asam hipoklorit, klorin, kloramin, radikal hidroksil, dan oksigen tunggal (Yuandani, 2013).

2.3.2 Respon imun spesifik

Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive immunity). Respon imun spesifik mampu mengenali kembali antigen yang pernah terpapar sebelumnya, sehingga paparan selanjutnya dengan antigen yang sama akan meningkatkan efektifitas mekanisme pertahanan tubuh. Dalam respon imun spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel ini mampu mengenali setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Secara umum,

(35)

limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B (Subowo, 2010).

Limfosit T dan B (sel T dan B) berasal dari sel induk yang sama yaitu sumsum tulang belakang. Pada masa janin dan anak-anak, limfosit imatur bermigrasi ke timus dan mengalami pengolahan lebih lanjut menjadi limfosit T.

Limfosit yang matang di tempat lain selain di timus akan menjadi limfosit B. Sel B berasal dari limfosit yang matang dan berdiferensiasi di sumsum tulang, sedangkan sel T berasal dari limfosit yang berasal dari sumsum tulang tetapi matang di timus. Sel T dan B yang matang mengalir melalui darah dan berdiam di jaringan limfoid perifer dan membentuk koloni. Kedua sel ini akan berproliferasi setelah mendapat stimulasi dengan adanya invasi asing.

Limposit T (sel T) berdiferensiasi di kelenjar timus. Selain merupakan tempat sel T berdiferensiasi, pada bagian korteks timus terjadi proliferasi dan kematian sel yang berkaitan dengan proses seleksi klon. Klon yang autoreaktif akan mengalamai apoptosis sedangkan yang bertahan hidup adalah sel yang akan bermanfaat sesuai fungsinya.

Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi selama diferensiasi dalam timus adalah: pembentukan berbagai reseptor antigen, seleksi sel T aktif fungsional yang dapat mengenal antigen, eliminasi selektif sel-sel T autoreaktif, dan diferensiasi populasi sel T yang mengekspresikan CD4 dan CD8.

Sel darah merah Trombosit Monosit Granulosit

Timus Sumsum tulang

Sel prekursor Limfosit sumsum Hemopoetik

(36)

2.4 Darah

Darah adalah jaringan pengikat dengan sel-selnya terendam dalam cairan matriks yang terdiri dari senyawa organik dan anorganik (Girindra, 1988). Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria (Sherwood, 2011).

Darah terdiri atas sel dan cairan yang mengalir satu arah secara teratur di dalam sitem sirkulasi tertutup. Darah terutama terdorong ke depan oleh kontraksi ritmik jantung dan terdiri atas 2 bagian: unsur berbentuk, atau sel-sel darah, dan plasma, yaitu cairan tempat unsur berbentuk berada. Unsur berbentuk meliputi eritrosit (sel darah merah), platelet (trombosit), dan leukosit (sel darah putih) (Junqueira, et al., 2007).

Gambar 2.2 Diagram Asal Sel B dan Sel T (Sherwood, 2001) Respon imun

seluler Invasi

asing

Jaringan Limfoid Perifer Sel T Sel B

Sel B Sel T

Respon imun humoral

+ +

(37)

Darah merupakan cairan tubuh yang sangat mudah diperoleh tanpa menyakiti hewan yang bersangkutan dibandingkan dengan cairan tubuh lainnya.

Suatu contoh darah akan memberikan gambaran tentang keadaan darah pada waktu diperoleh, sedangkan jika diambil berkali-kali dalam waktu tertentu akan memperlihatkan gambaran yang dinamis dari perubahan faal atau perubahan patologis yang dialami selama penelitian berlangsung (Girindra, 1988).

Secara umum, jumlah maksimum darah yang aman diambil adalah 1% dari berat tubuh hewan. Darah yang akan digunakan untuk hematologi, dikumpulkan pada tabung yang mengandung antikoagulan, seperti ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau heparin (Campbell, 2004).

2.4.1 Leukosit

Leukosit merupakan unit mobil/ aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh ini dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di dalam jaringan limfe (eritrosit dan sel-sel plasma), tetapi setelah dibentuk sel-sel ini akan diangkut di dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh untuk dipergunakan. Manfaat sel-sel leukosit ini adalah kebanyakan sel-sel ini secara khusus dibawa atau diangkut menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan yang berat, jadi sel-sel ini menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen infeksi yang mungkin ada (Guyton dan Hall, 1997).

Pada keadaan normal terdapat 4.000 - 11.000 sel leukosit per mikro liter darah manusia. Dari jumlah itu, jenis terbanyak adalah granulosit (leukosit polimorfonuklear, PMN). Sebagian besar sel tersebut mengandung

(38)

granulanetrofilik), sebagian kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Dua jenis sel lain yang lazim ditemukan dalam darah tepi adalah limfosit, yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, serta monosit, yang mengandung banyak granula sitoplasma tidak bergranula dan mempunyai inti berbentuk menyerupai ginjal (Zola, et al., 2006).

Kerja sama sel-sel tersebut menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap berbagai tumor dan infeksi virus, bakteri serta parasit. Walaupun ada beberapa tipe dari leukosit dan berbeda bentuknya secara morfologis namun semua bagian berfungsi bersama yaitu membantu mempertahankan tubuh melawan masuknya mikroba asing (Kapit, et al., 1987).

Sel-sel darah yang terlibat dalam respon imun diturunkan dari pluripoten hematopoitik stem cell. Stem cell tersebut kemudian berdeferensiasi menjadi dua jalur yang berlainan, yaitu: mieloid dan limfoid. Mieloid terdiri dari granulosit polimorfonuklear (basofil/ mass cell, netrofil, eosinofil), monosit/makrofag dan megakariosit/platelet, sedangkan limfoid terdiri dari limfosit T, limfosit B, dan sel NK (Zola, et al., 2006).

Limfosit, netrofil, eosinofil, basofil dan monosit merupakan unit yang aktif pada sistem imunitas, sehingga diberi nama sel imunokompeten. Sel-sel imunokompeten tersebut dapat digunakan sebagai indikator kualitas ketahanan atau kekebalan tubuh. Indikator kekebalan tubuh yang innate akan diwakili oleh basofil, eosinofil, netrofil dan monosit, sedangkan indikator kekebalan tubuh yang adaptive diwakili oleh limfosit (Belkaid, et al., 2008).

(39)

Kebanyakan dari sel-sel ini di dalam aliran darah bersifat non fungsional dan bilamana secara khusus diangkut menuju ke jaringan yang mengalami peradangan.

a. Granulosit monomorfonuklear

Monosit dalam darah pada keadaan normal hanya berada dalam jumlah terbatas. Secara umum, monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar dalam darah (Campbell, 2004). Jumlah monosit hanya sekitar 5% dari jumlah total leukosit. Monosit berukuran besar dan memiliki nucleus tunggal serta memiliki granular sitoplasma yang sedikit. Monosit biasanya berukuran lebih besar dari limfosit dan neutrofil (Geismann, et al., 2010). Monosit berasal dari sel induk yang sama dengan granulosit. Sel ini mengalami maturasi di dalam sumsum tulang, berada dalam sirkulasi dalam waktu singkat kemudian masuk ke dalam jaringan dan menjadi makrofag (Kresno, 2001).

Sel-sel ini berfungsi menyajikan antigen kepada sel limfoid yang tersensitifikasi. Makrofag bertindak selain menjadi fagosit profesional juga merupakan Antigen presenting Cell (APC) yang pertama diketahui.

Monosit/makrofag dan sel dendritik keduanya dijumpai dalam sirkulasi maupun jaringan yang bersama dengan sel PMN melawan zat-zat asing (Geismann, et al., 2010).

Sel-sel makrofag akan menelan antigen yang berbentuk partikel maupun yang larut, kemudian memprosesnya dengan cara degradasi, denaturasi dan modifikasi, dan selanjutnya menyajikan antigen tersebut kepada sel T. Proses

(40)

fagositosis monosit bekerja sam dengan neutrofil di jaringan untuk mengeliminasi agen infeksi (Guyton dan Hall, 2007).

b. Granulosit polimorfonuklear

Semua sel granulosit memiliki granula sitoplasmik yang mengandung substansi biologik aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi.

Polimorfonuklear (PMN) granulosit berdasarkan pengecatan granula dalam sitoplasmanya, dibedakan dalam tiga macam sel, yaitu netrofil, basofil dan eosinofil. Jumlah PMN dalam sirkulasi darah berjumlah 60-70%, sedangkan sisanya mengalami ekstravasasi. PMN mempunyai umur singkat, kira-kira hanya dua sampai tiga hari. Sel-sel ini berperan penting dalam reaksi inflamasi (Guyton dan Hall, 2007).

Sel-sel ini (terutama netrofil) akan memfagositosis dan merusak organisme yang diselubungi antibodi dan komplemen. Eosinofil, basofil, dan sel mast dapat melepaskan enzim ke ekstraseluler melalui fusi dari granula intraseluler spesifik di membran plasma melalui proses eksositosis (Ganong, 1999).

i. eosinofil

Jumlah eosinofil kira-kira 2-5% dari jumlah leukosit pada keadaan normal.

Eosinofil dibedakan dari sel yang lain karena mempunyai granula berwarna merah jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak. Eosinofil juga melakukan fagositas dan membunuh mikroorganisme. Eusinofil sangat efektif menyingkirkan

(41)

antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini dapat melekat erat pada antigen yang dilapisis IgE (Kresno, 2001).

Eusinofil sangat berperan pada kerusakan jaringan dan inflamasi.

Pertumbuhan dan diferensiasi eusinofil dirangsang oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5 dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi eusinofil di lokasi terjadinya alergi eusinofil menjadi aktif ketika mendapat rangsangan dan terjadi degranulasi. Hasilnya berupa pelepasan berbagai enzim yang dapat menghancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit (Kresno, 2001).

ii. neutrofil

Jumlah neutrofil hampir 90% dari granulosit dalam sirkulasi. Neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki granul-granul pada sitoplasmanya.

Granul sitoplama neutrofil dapat bereaksi dengan zat warna asam maupun basa.

Secara mikroskopis, neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki banyak inti (Kresno, 2001).

Neutrofil bereaksi cepat terhadap rangsangan, dapat bergerak dengan cepat menuju daerah inflamasi karena adanya faktor kemotaktik yang dilepaskan komplemen atau limposit teraktivasi. Proses pergerakan sel sebagai respons terhadap rangsangan spesifik disebut kemotaksis. Seperti halnya makrofag, fungsi neutrofil adalah memberikan respon non spesifik dengan melakukan proses fagositosis dan meningkirkan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh. Fungsi ini akan didukung dan ditingkatkan oleh adanya komplemen atau antibodi dan neutrofil memiliki reseptor Fc-IgG untuk mengikat komplemen dan antibodi.

(42)

Kondisi jumlah neutrofil dalam darah lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normal disebut neutrofilia, sedangkan jika jumlahnya lebih sedikit daripada keadaan normal, dikatakan bahwa mengalami neutropenia (Guyton dan Hall, 2007).

iii. basofil dan mastosit

Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kapiler dalam tubuh. Basofil dan sel mast memiliki granul yang serupa, tetapi inti sel basofil mengalami segmentasi, sedangkan inti sel mast berbentuk bulat atau oval.

Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, sekitar 0,2% dari jumlah leukosit (Zola, 2006). Sel basofil mengandung granul kasar yang bewarna biru bila diwarnai dengan zat warna basa dan bewarna terang bila diwarnai dengan zat warna metakromatik. Mastosit sangat banyak dijumpai dalam jaringan kulit, dan epitel mukosa,mempunyai inti berlobus tunggal dan granula basofil yang berjumlah banyak dan berukuran lebih kecil. Sel-sel ini memiliki reseptor yang sama untuk fragmen Fc IgG dan IgE, tetapi mastosit mempunyai reseptor untuk C3b. Jika ada allergen yang bereaksi dengan IgE yang melekat pada sel melalui reseptor Fc, maka sel tersebut melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan reaksi anafilaktik.

Sel-sel ini disebut mastosit yang mengandung histamin dalam granulnya dan bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi atau hipersensitivitas.

Basofil dalam sirkulasi dan basofil dalam jaringan mempunyai fungsi dan sifat biokimia yang serupa (Kresno, 2001).

(43)

iv. limfosit

Limfosit tersebar dalam nodul limfe, dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum tulang (Guyton dan Hall, 2007). Jumlah limfosit sekitar 30% dari jumlah total sel darah putih. Pada umumnya peningkatan jumlah limfosit didahului dengan kejadian peningkatan jumlah neutrofil. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada keadaan stress dan infeksi kronis. Penurunan jumlah limfosit berhubungan dengan infeksi virus dan pemberian obat imunosupresan (Macian, 2005).

Limfosit mempunyai inti yang bulat atau inti yang agak berlekuk dengan tanpa kondensasi kromatin yang berubah-ubah atau tetap. Sitoplasma limfosit membentuk lingkaran yang sempit dan berwarna sangat biru. Limfosit beredar secara ekstensif sehingga mengakibatkan pertukaran secara terus menerus antara limfosit yang ada di dalam jaringan, cairan limfa dan sirkulasi darah (Kresno, 2001).

Aktivitas imunologik umumnya terjadi di luar sirkulasi darah. Namun, demikian, respons imunologik kadang-kadang menyebabkan perubahan yang khas pada limfosit yang beredar dalam sirkulasi darah. Limfosit berfungsi dalam pembentukan antibodi.

2.5 Imunomodulator

Imunomodulator merupakan substansi ataupun obat yang dapat memodulasi fungsi dan aktivitas sistem imun baik dengan cara merangsang ataupun

(44)

memperbaiki fungsi sistem imun (Baratawidjaja, 2012). Mekanisme pertahanan spesifik maupun nonspesifik umumnya saling berpengaruh. Imunomodulator dapat dibagi menjadi dua, yaitu imunostimulator dan imunosupresor.

2.5.1 Imunostimulator

Imunostimulator merupakan senyawa yang dapat meningkatkan respon imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin. Imunostimulator banyak digunakan untuk menjaga kondisi tubuh saat terjadinya defisiensi imunitas, pada terapi AIDS, infeksi kronik dan keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Nafrialdi, 2007).

Imunostimulasi merupakan substansi khusus yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan perlawanan terhadap infeksi penyakit terutama oleh sistem fagositik, mengurangi infeksi, mengatasi imunodefisiensi dan merangsang pertumbuhan sel pertahanan tubuh secara alami seperti: levamisole, isoprenosin, imboost® dan Stimuno® (Subowo, 2009).

2.5.2 Imunosupresor

Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun yang berlebihan. Imunosupresor mampu menghambat transkripsi dari sitokin dan memusnahkan sel T. Kegunaannya secara klinis terutama pada transplantasi dalam usaha mencegah reaksi penolakan dan berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan, mengatasi penyakit autoimun, mencegah hemolisis rhesus dan neonatus (Nafrialdi, 2007). Obat-obat imunosupresi

(45)

digunakan pada penderita yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti azatioprin, dan siklofosfamid (Baratawidjaja, 2012).

2.6 Metode Pengujian Efek Imunomodulator

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator. Diantaranya adalah uji bersihan karbon, uji respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi (Roit, 1989).

2.6.1 Uji bersihan karbon

Uji bersihan karbon merupakan standar uji eliminasi partikel asing di dalam darah dan merupakan gambaran umum yang terjadi pada proses fagositosis terhadap partikel asing di dalam darah. Uji bersihan karbon dilakukan dengan cara menyuntikkan tinta karbon dalam aliran darah untuk mengukur mekanisme fagositosis sel-sel fagositik. Pada saat karbon tinta diinjeksikan secara intravena maka karbon akan difagositosis oleh makrofag (Wagner, 1993).

Menurut Bao, et al. (2013) menyebutkan bahwa Artemisia argyi memiliki aktivitas antitumor dan memiliki aktivitas imunomodulator yang dilihat dari aktivitas fagosit yang meningkat ketika ada invasi dari antigen. Uji bersihan karbon menunjukkan Artemisia argyi dapat meningkatkan laju eliminasi karon yang diinjeksikan melalui pembuluh darah vena di ekor tikus.

2.6.2 Uji hipersensitivitas tipe lambat

Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan

(46)

melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan aktivitas makrofag yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan (Roit, 1989).

Penelitian Oktianti, dkk. (2015) menggunakan daun cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells) yang mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang memiliki aktivitas imunostimulan diuji aktivitas imunostimulan dengan menggunakan metode hipersensitivitas tipe lambat untuk mengetahui aktivitas imunostimulan daun cermai pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi sel darah merah domba.

2.6.3 Titer antibodi

Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun humoral yang melibatkan pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivasi sel Th yang menstimulasi sel B untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivasi sel B dalam pembentukan antibodi (Roit, 1989).

2.7 Imboost

Imboost merupakan produk herbal fitofarmaka yang terbukti berkhasiat dan aman untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah sakit serta

mempercepat penyembuhan. Setiap tablet imboost mengandung Echinacea purpurea 250 mg, black elderberry extract 400 mg, dan Zn picolinate 10 mg.

Echinacea purpurea dilaporkan memiliki kemampuan dalam meningkatkan fagositosis karena kandungan polisakarida yang dapat mengaktivasi sel makrofag dan sel NK dan telah teruji secara praklinis maupun klinis sebagai imunostimulan

(47)

(Febriansyah, 2009). Menurut Wagner (1999) senyawa yang berfungsi sebagai imunostimulan diantaranya adalah triterpenoid dan polisakarida.

2.8 Levamisole

Levamisole adalah derivat tetramizol yang diguakan sebagai obat cacing yang dapat meningkatkan imunitas dengan modulasi sel T. Levamisole dapat meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit, granulosit dan makrofag (Baratawidjaja, 2012).

Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa levamisole bisa juga memodulasi interleukin (IL) -6, IL-8, tumor necrosis factor (TNF) -a, sel antibody anti basal (anti-BCA) dan antibody antinuclear (ANA) pada pasien dengan Oral lichen planus (OLP) atau OLP yang erosif (EOLP) (Ming Wu, et al., 2013).

Penelitian Lee, et al., (2012) menyatakan bahwa levamisole sebagai imunostimulasi dengan meningkatkan fungsi sel limfosit T dan kemotaksis makrofag. Levamisole juga meningkatkan kemotaksis neutrofil. Levamisole telah banyak digunakan untuk manusia dan hewan sebagai agen anthelminthic. Agen ini mampu meningkatkan respon dari T-limfosit dan makrofag. Pengaruh levamisole pada sistem kekebalan tubuh ikan Cyprinus carpio, Oncorhynchus mykiss, Oncorhynchus kisutch dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan levamisole di peternakan ikan dapat meningkatkan kekebalan non spesifik dan resistensi terhadap infeksi pada ikan (Ispir dan Yonar, 2007)

Levamisole merupakan suatu obat imunomodulasi yang sedang diteliti untuk menentukan kemanjurannya dalam pengobatan berbagai kanker, penyakit autoimun, infeksi bakteri menahun dan keratitis herpetika. Levamisole

(48)

mempengaruhi pertahanan dengan mengatur respon imun seluler, termasuk fungsi leukosit polimononuklear, makrofag dan sel T. Reaktivitas imun segera meningkat setelah pemberian hanya satu dosis dan dianggap menetap beberapa hari sampai beberapa bulan (Katzung, 1989).

Nama Kimia : L-(-)-2,3,5,6-tetrahydro-6-phenylimidazo(2,1-) thiazole hydrochloride

Rumus Molekul : C12H12N2S Berat molekul : 204,3

Pemerian : Serbuk putih hingga mendekati putih

Kelarutan : larut dalam air dan mudah larut dan alkohol dan metil alkohol.

2.9 Uraian Tumbuhan Herba Binara

Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

2.9.1 Habitat

Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di lapangan terbuka. Tanaman ini tersebar luas di seluruh dunia yang

Gambar 2.3 Gambar Struktur Levamisole HCl (Oettgen, et al., 1976)

(49)

terdiri dari lebih 35 spesies, dengan ketinggian 50 – 150 cm, berwarna hijau dan berbunga.

2.9.2 Morfologi tumbuhan binara

Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan laporan penelitian sebelumnya mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol (Judzentiene dan Buzelyte, 2006). Di pulau Sumatera tumbuhan ini disebut tumbuhan Baru Cina, di Pulau Jawa disebut Suket Gajahan, di Maluku disebut Kolo. Tumbuhan ini dikenal tidak hanya sebagai tanaman yang bisa dimakan, kebanyakan sebagai bumbu dan sebagai sumber obat–obatan tradisional (Judzentiene dan Buzelyte, 2006).

Herba binara (Artemisia vulgaris L.) atau disebut baru cina merupakan tumbuhan suku Compositae yang menahun, berambut halus, tinggi mencapai satu meter, tumbuh di tanah yang lembab dan tumbuh liar di hutan dan ladang.

Tumbuhan ini terdapat 3.000 meter di atas permukaan laut yang berasal dari Cina.

Baru cina merupakan herba berkayu, percabangan banyak, beralur dan berambut.

Daun berbentuk bulat telur dengan tepi ujung daun runcing dan kedua permukaan daun berambut halus. Warna daun hijau pada bagian depan daun, dibagian belakang daun berwarna putih. Bunga majemuk berkumpul tiga atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya kuning muda.

Panjang bonggol bunga 6 - 8 dengan tangkai berambut, tangkai bunga keluar dari ketiak daun dan ujung tangkai (Widyaningrum, 2011).

2.9.3 Sistematika tumbuhan

(50)

Menurut Tjitrosoepomo (2010) sistematika tumbuhan binara adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Familia : Asteraceae Genus : Artemisia

Spesies : Artemisia vulgaris L.

2.9.4 Nama tumbuhan

Nama tumbuhan binara menurut Tjitrosoepomo (2010) diantaranya adalah:

a. Nama Indonesia tumbuhan Binara: Baru Cina b. Nama asing tumbuhan:

Inggris : Mugwort, common wormwood, felon Thailand : Ngai curu

Philipina : Damong Maria Cina : Ai ye

c. Nama daerah tumbuhan:

Sumatera : binara

Sunda : daun sudamala, daun manis, beunghar dan kucicing Jawa : jukut kolot mala dan suket gajahan

Gambar herba binara dapat dilihat dalam lampiran 3 halaman 86.

2.9.5 Khasiat tumbuhan binara

Gambar

Gambar 1.1b  Kerangka Penelitian Uji Titer AntibodiPembanding Diinduksi
Gambar 2.1 Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja, 2010) Sistem Imun
Gambar 2.2 Diagram Asal Sel B dan Sel T (Sherwood, 2001)  Respon  imun
Gambar 2.3 Gambar Struktur Levamisole HCl (Oettgen, et al., 1976)
+7

Referensi

Dokumen terkait

We evaluate the influence of the semantic segmentation according to the 3D reconstruction and show that the automated semantic separation in wiry and dense objects of the

Salam Anak mengucapkan salam bersama guru menjawab Anak Observasi Disiplin i.. Doa Anak dan guru berdoa

Tujuan penelitian ini dirancang untuk: (1) mengetahui proses mengembangkan comstruct sebagai software pembelajaran mandiri pada topik struktur komposit; (2) mengetahui

1) Mengetahui pengaruh tingkat ketuaan dan bentuk sediaan biji pinang serta perlakuan penggunaan pengisi terhadap karakteristik bubuk ekstrak biji pinang. 2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Keragaman Jenis Rayap dan Intensitas Kerusakan Bangunan di Perumahan Taman Darmaga Permai I, Ciampea, Bogor adalah benar karya saya dengan

Lapangan Sepak Bola Gede Bage yang akan di analisis yaitu analisis mengenai material yang digunakan dalam sistem drainase bawah permukaan pada lapangan sepak

Agar sampel yang diambil dari populasinya &#34;representatif&#34; (mewakili), sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup untuk mengestimasi populasinya, karena dalam

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam PBM yang berorientasi pada pembelajaran kooperatif