8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1990). Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins & Timohty: 2009).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut, Robbins & Timohty (2009) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
a. Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan masalah).
b. Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa
2. Kemampuan Berpikir Kritis
a. Definisi Kemampuan Berpikir Kritis
Critical thinking merupakan kemampuan berpikir peserta didik secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Menurut Harasym et al. (2008) Critical thinking adalah suatu proses berpikir intelektual serta kritis dimana seorang peserta didik mampu menilai kualitas pemikirannya, menggunakan pemikiran yang reflektif, jernih, dan rasional.
Menurut Gambrill & Gibbs (2009) critical thinking meliputi commit to user
kerjelasan, keakuratan, relevansi, dan kelengkapan. Dalam meningkatkan critical thinking dibutuhkan kemampuan untuk mengevaluasi bukti, mempertimbangkan alternatif sudut pandang, dan berpikir secara adil dalam menyampaikan pendapat yang berbeda secara tepat.
Facione (2011) menyatakan bahwa critical thinking merupakan proses berpikir kompleks yang terdiri dari analysis, evaluation, explantion, inference, interpretation and self regulation. Analysis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi berdasarkan keputusan, pengalaman, alasan, informasi dan pendapat. evaluation merupakan kemampuan menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, kepercayaan, keputusan, dengan menggunakan kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantaranya pertanyaan, pernyataan, deskripsi maupun bentuk representasi lainnya
Explanation merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan hasil proses pertimbangan, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan itu berdasarkan bukti, metodologi, konsep, atau suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, serta kemampuan untuk mempresentasikan alasan berupa argumen yang meyakinkan.
Inference merupakan kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi relevan dan mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari data, pertanyaan, prinsip, bukti, penilaian, opini, deskripsi, pernyataan, keyakinan, maupun bentuk representasi lainnya.
Interpretation merupakan kemampuan seseorang untuk memahami dan menyatakan arti atau maksud dari pengalaman yang bervariasi situasi, data, peristiwa, keputusan, konvensi, kepercayaan aturan, prosedur atau kriteria. Selanjutnya, self regulation ini berkaitan dengan kesadaran commit to user
seseorang untuk memonitor kognisi dirinya dengan mengaplikasikan keterampilan untuk mengevaluasi kemampuan diri dan mengambil kesimpulan dalam bentuk pertanyaan, konfirmasi, dan validasi
Komponen disposisi atau komponen kecenderungan berperan sebagai suatu sikap atau kecenderungan pikir seseorang. Kecenderungan untuk critical thinking menjadi pembeda antara seorang yang hanya memiliki keterampilan kognitif untuk critical thinking dengan seseorang yang memiliki kompetensi dalam berpikir kritis.
Disposisi membuat seorang critical thinker memiliki dorongan untuk mengaplikasikan kemampuannya dalam critical thinking pada setiap aspek kehidupannya. Jika seseorang hanya memiliki kemampuan kognitif tanpa mempunyai kemampuan disposisi maka orang tersebut hanya bisa berpikir namun tidak dapat menerapkan critical thinking tersebut. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan disposisi diibaratkan seperti seseorang yang tidak peduli, tidak mengerti apa yang orang lain pikirkan, tidak memiliki interest pada fakta-fakta yang ada, mistrusts, close-minded, tidak fleksibel, tidak sensitif, melompat langsung kepada kesimpulan, dan jarang untuk mempertimbangkan kembali pendapatnya (Facione: 2011).
b. Manfaat Kemampuan Berpikir Kritis
Manfaat dari berpikir kritis yang mencakup tindakan untuk mengevaluasi situasi, masalah, atau argumen, dan memilih pola investigasi yang menghasilkan jawaban terbaik yang bisa didapat menurut Feldman (2010) yaitu: 1) mengenali bias untuk memandu pengembangan diri, 2) berkontribusi dalam kelompok belajar didalam maupun diluar kelas, 3) mengembangkan solusi terbaik untuk masalah, 4) mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang argumen orang lain, 5) memberi argumen yang bagus, untuk menciptakan komitmen terhadap pemikiran diri sendiri, 6) mengidentifikasi topik penting dengan tetap terfokus pada masalah yang ada, 7) menulis dan berbicara dengan bukti yang relevan. Menurut Abrami (2008) critical thinking atau kemampuan untuk terlibat dalam penilaian pengaturan diri yang disengaja, secara luas diakui sebagai keterampilan commit to user
penting untuk era pengetahuan. Sebagian besar pendidik akan setuju bahwa belajar berpikir kritis adalah salah satu tujuan yang paling diinginkan sekolah formal.
c. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis menurut Ennis (Suwarma:
2009):
Tabel 2. 1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No Indikator Sub Indikator
1 Memberikan penjelasan sederhana
a. Memfokuskan pertanyaan b. Menganalisis Argumen c. Menjawab suatu
penjelasan 2 Membangun keterampilan
dasar
Menyesuaikan dengan sumber
3 Menyimpulkan Menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi 4 Memberikan
penjelasan lebih lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkannya 5 Menyusun strategi
dan taktik
Berinteraksi dengan orang lain
Sumber: Ennis (Suwarma: 2009)
3. Kemampuam Pemecahan Masalah
a. Definisi Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu kemampuan yang wajib dimiliki peserta didik, karena dengan hal itu peserta didik menjadi bisa mengembangkan kemampuannya terutama dalam hal keterampilan. Pemecahan masalah merupakan bagian penting dari pembelajaran yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, peserta didik dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Menurut Polya Suherman (2003), mengemukakan bahwa pemecahan masalah memuat empat langkah, yaitu: 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan commit to user
penyelesaian masalah, 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan 4) Melakukan pengecekan kembali terhadap tugas yang telah dikerjakan.
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, peserta didik tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.
Hudojo (2005) menambahkan bahwa tahap ini meliputi beberapa komponen, yaitu: a) Identifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut, b) Identifikasi apa yang hendak dicari, dan c) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan.
Kemampuan merencanakan penyelesaian masalah ini sangat tergantung pada pengalaman peserta didik dalam menyelesaikan masalah.
Semakin bervariasi pengalaman peserta didik, ada kemungkinan peserta didik akan semakin kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah.
Menurut Hudojo (2005) dalam merencanakan pemecahan masalah, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan peserta didik, antara lain: a) Membuat tabel, grafik atau diagram, b) Menyederhanakan permasalahan dengan membagi menjadi bagian- bagian, c) Menggunakan rumus, d) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen, e) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru, dan f) Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis maupun tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Kemudian melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dengan langkah terakhir ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga peserta didik dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Terdapat empat komponen untuk mereview suatu penyelesaian, yakni: a) Cek kembali hasilnya, b) Menginterpretasikan jawaban yang telah diperoleh, c) Mencoba cara lain untuk memperoleh jawaban yang sama, dan d) Mengecek apakah ada kemungkinan penyelesaian lain dalam permasalahan yang kita selesaikan.
b. Manfaat Kemampuan Pemecahan Masalah commit to user
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh peserta didik melalui pemecahan masalah yaitu; 1) peserta didik akan belajar bahwa ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah, 2) peserta didik terlatih untuk melakukan eksplorasi berpikir komprehensif dan bernalar secara logis, 3) mengembangkan kemampuan komunikasi dan membentuk nilai-nilai sosial melalui kerja kelompok, 4) membantu peserta didik untuk memahami konsep belajar.
c. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Polya (Indarwati et al.: 2014):
Tabel 2. 2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Aspek Indikator
1. Mendefinisikan masalah a. Menyebutkan fakta terkait masalah
b. Menentukan konsep atau kategori c. Menentukan informasi atau data
terkait masalah yang diberikan d. Menentukan detail masalah 2. Memeriksa masalah a. Mengidentifikasi akar masalah
b. Memeriksa hubungan timbal balik dari permasalahan yang diberikan
c. Memeriksa tingkat keparahan masalah
d. Memeriksa solusi yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan masalah terkait
3. Merencanakan Solusi a. Mengembangkan rencana pemecahan masalah berdasarkan akar masalah
b. Memetakan sub masalah dan sub solusi
c. Memilih teori, prinsip, dan pendekatan untuk memecahkan masalah terkait
4. Melaksanakan rencana yang telah dibuat
a. Membuat daftar masalah yang akan diselesaikan
b. Mengurutkan langkah kerja terkait solusi yang telah dibuat c. Menentukan pihak yang dapat commit to user
Aspek Indikator
dihubungi untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan solusi
5. Mengevaluasi a. Memeriksa kelayakan solusi yang dibuat
b. Membuat asumsi terkait solusi yang dibuat
c. Memperkirakan hasil yang akan diperoleh melalui solusi yang telah dibuat
d. Memilih media yang tepat untuk
menyampaikan dan
mengkomunikasikan solusi yang telah dibuat
Sumber: Polya (Indarwati et al.: 2014)
4. Problem Based Learning
a. Definisi Problem Based Learning
PBL merupakan salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan peserta didik yang sesuai kebutuhan di era globalisasi saat ini. PBL pertama kali dikembangkan oleh Prof. Howard Barrows pada tahun 1970-an di McMaster University Canada (Amir: 2015) .
Model PBL adalah model pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. PBL merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara stimulan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecahan permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dari beberapa uraian mengenai pengertian dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata pada awal pembelajaran.
b. Sintaks Problem Based Learning
Menurut Rusmono (2012), sintaks model pembelajaran PBL dapat disajikan seperti Tabel 2.3. commit to user
Tabel 2. 3 Sintaks Model Pembelajaran PBL
Fase-Fase Perilaku Guru
Fase 1
Orientasi peseta didik kepada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan penjelasan dari
pemecahan masalah Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model, dan berbagai tugas dengan kelompoknya Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
Sumber: Rusmono (2012)
c. Kelebihan Model Pembelajaran PBL
Shoimin (2013) berpendapat bahwa kelebihan model PBL diantaranya: 1) Peserta didik didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, 2) Peserta didik memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar, 3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi, 4) Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok, 5) Peserta didik terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahun, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi, 6) Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri, 7) Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan commit to user
diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka, dan 8) Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
d. Kelemahan Model Pembelajaran PBL
Model Pembelajaran PBL memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: 1) Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, 2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, dan 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan critical thinking dan problem solving, .Upaya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menggunakan model pembelajaran koopeatif tipe PBL.
Penerapan model pembelajaran PBL ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan model pembelajaran PBL, yaitu Peserta didik didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata. 1) Peserta didik memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar, 2) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi, 3) Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok, 4) Peserta didik terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi, 5) Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri, 6) Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
Dari keunggulan tersebut, dipilih model pembelajaran PBL untuk meningkatkan critical thinking dan problem solving.Penelitian ini akan membagi commit to user
kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dimana kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional sedangkan kelompok eksperimen menggunakan model kooperatif tipe PBL.
Agar kerangka pemikiran dapat mengarahkan jalannya penelitian dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka tindakan pemecahan untuk meningkatkan critical thinking dan problem solving. Kerangka pemikirannya terdapat pada gambar 2.1
Peserta didik
Kelopok Eksperimen I
Kelompok Kontrol
Pretest Pretest
Pembelajaran dengan Problem
Based Learning
Pembelajaran langsung (direct
instruction)
Posttest Posttest
critical thinking dan problem
solving
critical thinking dan problem
solving Dibandingkan dan dianalisis
mana yang lebih berpengaruh positif
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir.
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini yang telah disusun peneliti yaitu ada pengaruh model pembelajaran PBL dalam meningkatkan critical thinking dan problem solving peserta didik kelas XI IPS SMA Negeri 8 Surakarta.
commit to user