6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS MASALAH
A. Kajian Pustaka 1. Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya, Gagne dalam Huda (2013: 3). Selama proses pembelajaran seseorang bisa memilih melakukan perubahan atau tidak terhadap apa yang akan dia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan, maka kita bisa mengobservasi dan memverifikasi pembelajaran untuk mengukur kapan dan seperti apa pembelajaran itu terjadi saat merespon lingkungan sekitar atau metode apa yang seharusnya digunakan.
Seorang guru memasuki ruang kelas tidak dengan tangan hampa. Ia harus mendekati para siswanya dengan seperangkat asumsi; asumsi tentang dirinya sendiri, asumsi tentang para siswanya, serta asumsi tentang bagaimana pembelajaran itu diarahkan. Asumsi-asumsi semacam inilah yang akan membantu memetakan strategi yang digunakan untuk mendekati, merancang, dan mengatur proses pembelajaran bagi para siswa. Guru yang menggunakan teori pembelajaran eksperimental akan mengonstruksi pelajaran-pelajaran yang dapat memberi kesempatan siswa untuk belajar melalui eksperimen, melalui tindakan, atau melalui usaha menciptakan sesuatu. Kesiapan pembelajaran dilihat dari sudut pandang murid di kelas untuk mengetahui bahwa pelajaran yang diberikan terorganisir dengan baik, mempunyai struktur yang runtut, dan terfokus pada penyampaian materi oleh guru. Siswa dituntun untuk belajar secara aktif dalam proses pembelajaran yang mampu meningkatkan proses alamiah proses pembelajaran itu sendiri.
Dalam implementasinya, kurikulum 2013 menitikberatkan proses pembelajaran pada partisipasi siswa yang aktif. Siswa menjadi pusat dari pembelajaran agar siswa lebih ingin mengetahui hal yang belum mereka
ketahui. Untuk menjadi siswa yang aktif dalam pembelajaran, tentunya ada faktor yang memengaruhi pada proses tersebut. Seperti dikatakan Dick & Carey dalam Khanifatul (2014: 16) komponen proses pembelajaran yang berkaitan erat dengan efektivitas pembelajaran, salah satunya adalah partisipasi siswa. Berdasarkan kurikulum yang berlaku, prinsip proses pembelajaran adalah student centered. Maka peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Prinsip ini menekankan bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila siswa secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran.
Partisipasi siswa dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu (1) keaktifan, (2) perhatian, dan (3) kemandirian.
1. Keaktifan
Keaktifan pada partisipasi siswa dalam pembelajaran bisa kita lihat dengan pengamatan langsung atau tidak langsung pada proses pembelajaran saat berlangsung. Keaktifan siswa dapat dilihat dari rasa ingin tahu siswa untuk menanyakan penyampaian guru yang belum memuaskan rasa ingin tahunya. Biasanya siswa akan berperilaku mengorek secara ilmiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar pada proses pembelajaran. ( Mustari, 2014: 85)
2. Perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek dengan banyak sedikitnya kesadaran untuk melakukan aktifitas yang dilakukan. Perhatian dibedakan menjadi beberapa macam dengan penggolongannya berdasarkan intensitasnya, cara timbulnya, dan luas objek yang dikenai. Dalam pembelajaran, guru harus berusaha menarik perhatian siswa secara intensif dengan cara menyampaikan materi yang mudah dipahami dan diterima siswa dengan cara yang menyenangkan. (Suryabrata, 2009: 13)
3. Kemandirian
Kemandirian adalah sifat yang harus dibentuk untuk membentuk kepribadian seseorang agar lebih aktif, independen, kreatif, kompeten, dan spontan. Dalam pembelajaran, siswa akan mampu berpikir dan berfungsi secara independen, tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko, dan bisa memecahkan masalah. (Mustari, 2014: 77)
Untuk mengamati partisipasi siswa dalam proses pembelajaran keterampilan menulis teks negosiasi, berikut diberikan indikatornya pada tabel di bawah:
No Aspek Skor Kriteria
1. Keaktifan 3
2
1
Jika siswa mau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, berani menanyakan tentang materi yang belum dipahami, berani menyatakan pendapat dan aktif ketika berdiskusi.
Jika siswa mau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, berani menanyakan tentang materi yang belum dipahami, tapi belum berani menyatakan pendapatnya.
Jika siswa tidak mau menjawab pertanyaan guru dan tidak berani bertanya tentang materi yang belum dipahami.
2. Perhatian 3
2
Jika siswa benar-benar memerhatikan ketika guru melakukan apersepsi dan menjelaskan materi pelajaran, tidak melamun, tidak melihat ke luar ruangan, dan mencatat semua materi dan penjelasan yang diberikan guru.
1
mengantuk, melihat ke luar ruangan, namun masih beberapa kali berbincang-bincang dengan teman semejanya sehingga tidak begitu memerhatikan ketika guru melakukan apersepsi dan menjelaskan materi pelajaran.
Jika siswa sering melamun, mengantuk, melihat ke luar ruangan, sibuk dengan aktivitas masing-masing, tidak memerhatikan ketika guru melakukan apersepsi dan menjelaskan materi pelajaran.
3. Kemandirian 3
2
1
Jika siswa mampu menemukan solusi terbaik untuk memecahkan masalah sosial dan menuliskannya dalam bentuk teks negosiasi secara mandiri tanpa bantuan teman, guru, maupun meniru teks negosiasi yang sudah ada sebelumnya.
Jika siswa mampu menemukan solusi terbaik untuk memecahkan masalah sosial dan mampu menuliskannya dalam bentuk teks negosiasi tetapi masih meminta bantuan dari guru dan temannya.
Jika siswa hanya mampu meniru solusi terbaik untuk memecahkan masalah sosial dan menuliskannya dalam bentuk teks negosiasi milik temannya atau teks negosiasi tersebut sudah ada sebelumnya.
Kemudian setelah mengamati siswa berdasarkan skor dan kriteria diatas, selanjutnya dikonversi skor kegiatan siswa tersebut menggunakan:
Skor Kategori
7 – 9 Baik
4 – 6 Cukup
1 – 3 Kurang
2. Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan harus dikuasai siswa. Keterampilan ini terintegrasi dengan keterampilan berbahasa lainnya, yaitu keterampilan membaca, keterampilan menyimak, dan keterampilan berbicara. Setiap siswa mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan dan sikapnya dalam sebuah tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa atau bentuk komunikasi secara tidak langsung yang bermediakan tulisan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca.
Pengertian keterampilan menulis dari beberapa ahli seperti Alek dan Achmad, menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis adalah media komunikasi tidak langsung bermediakan tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca, Tarigan dalam Andayani (2009: 28). Sementara menurut Burhanudin dalam Andayani (2009: 28), menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melaui bahasa.
Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki tiga kemampuan dasar, meliputi: (1) keterampilan berbahasa, menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata, dan penggunaan kalimat efektif; (2) keterampilan penyajian, keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sajian yang sistematis; (3) keterampilan perwajahan,
keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, penjilidan, penyusunan tabel, dan penyusunan lainnya.
Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan tetapi sering kali tidak dapat diungkapkan. Untuk mempermudah menulis harus memperhatikan tahapan penulisan. Menurut Andayani (2009: 29) tahapan-tahapan penulisan:
1. Tahapan Persiapan/Prapenulisan, meliputi menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapi, berdiskusi, membaca, mengamati.
2. Tahap Inkubasi, tahap ini adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicari.
3. Tahap Inspirasi, seakan-akan gagasan tiba dan berloncatan pada pikiran kita.
4. Verifikasi, apa yang ditulis akan diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.
Kita bisa menyimpulkan bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang menggambarkan suatu bahasa dalam bentuk informasi non verbal untuk mencapai tujuan komunikasi tidak langsung yang dapat pembaca tahu maksud dan pesan penulis.
3. Teks Negosiasi
Sering kita mendengar dalam kehidupan sehari-hari kata negosiasi, atau bahkan juga melakukan aktivitas negosiasi. Namun tidak jarang orang salah persepsi dalam mengartikan kata negosiasi. Bagi sebagian orang, negosiasi dapat juga mengandung makna negatif, misalnya memaknainya
dengan pertikaian, perbedaan kepentingan, konflik, saling menekan, atau upaya untuk mengalahkan pihak lain dengan harapan apa yang menjadi tujuannya dapat terwujud, tanpa memperhatikan bagaimana rekanan merespon keputusan yang telah dihasilkan. Namun tidak demikian bagi orang yang menganggap negosiasi sebagai jalan tengah untuk mencapai kesepakatan.
Pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014, khususnya jenjang SMA/SMK yang telah menggunakan Kurikulum 2013, sepatutnya diarahkan untuk menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Pembelajaran berbasis teks adalah pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar, asas, pangkal, dan tumpuan (Sufanti dalam Suryani dkk, 2014: 2)
Teks negosiasi menurut Taufani (2014: 2) adalah teks dalam bentuk dialog antara dua orang yang berisi tentang proses tawar-menawar, perundingan, perantaraan atau barter, berfungsi untuk menetapkan keputusan diantara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan berbeda. Kedua belah pihak dalam negosiasi ini memiliki hak atas hasil akhir. Hasil akhir dalam negosiasi ini memerlukan persetujuan kedua belah pihak sehingga terjadi proses saling memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai kesepakatan bersama.
Negosiasi adalah sebuah komunikasi yang menghasilkan pertukaran antara dua pihak atau lebih untuk memberi manfaat bagi setiap pihak melalui kesepakatan pertukaran (Lomas, 2008: 1). Menurut Lumumba (2013: 10), negosiasi adalah kolaborasi dari seni dan ilmu pengetahuan. Dikatakan seni, karena harus dimilikinya keterampilan untuk mengetahui kapan menggunakan suatu strategi kepada pihak lain untuk memperbesar peluang mencapai keberhasilan. Dikatakan ilmu pengetahuan, yakni ilmu pengetahuan non eksakta, karena didalamnya terdapat prinsip, strategi, dan aturan. Tujuannya menghasilkan pemahaman kedua belah pihak yang sama-sama memperoleh apa yang diinginkan masing-masing, serta di antara mereka tidak ada yang dirugikan. Prasetyono (2008: 38) mengatakan negosiasi adalah
proses atau upaya menggunakan informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku ke dalam suatu “jaringan yang penuh dengan tekanan”. Di dalam negosiasi, Prasetyono lebih lanjut mengatakan bahwa negosiasi harus mengandung:
a. Informasi. Dalam proses negosiasi tidak cukup tentang kebutuhan mereka, tetapi juga kebutuhan kita sendiri.
b. Waktu. Tenggang waktu yang diperlukan ketika bernegosiasi.
c. Kekuatan. Kesatuan dari luapan pikiran, yaitu suatu kapasitas atau kemampuan untuk membuat apa yang kita inginkan dapat terlaksana.
Siswa diharapkan dapat menggali lebih dalam seluk-beluk negosiasi dan seni melakukannya. Selain itu, dalam pembelajaran menulis teks negosiasi siswa dituntut untuk menguasai topik tulisan, struktur teks, kosakata, kalimat, dan mekanisme penulisan. Menurut Mahsun (2014: 22), teks negosiasi itu sendiri memiliki struktur teks yang berisi orientasi, pengajuan, penawaran, persetujuan, dan penutup. Ciri-ciri dari teks negosiasi adalah dialog antara dua orang yang melakukan proses penawaran dan persetujuan (antara dua pihak yang bernegosiasi) yang harus ada di dalamnya. Kalimat penawaran harus persuasif yang bertujuan untuk meyakinkan atau membujuk lawan negosiasi untuk mencapai sebuah kesepakatan.
Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Dalam negosiasi, pihak-pihak tersebut berusaha menyelesaikan perbedaan itu dengan berdialog. Penyelesaian sengketa Sipadan-Lingitan antara Indonesia dan Malaysia adalah contoh negosiasi yang nyata dalam Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Edisi Revisi 2014.
Maka, simpulan menulis teks negosiasi adalah keterampilan berbahasa untuk menyampaikan perundingan antara dua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang diinginkan dalam bentuk komunikasi tidak langsung yang dapat dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca.
Selain pengertian, teks negosiasi tentu memiliki struktur-struktur dan ciri khas yang ada di teks negosiasi. Struktur yang terdapat pada teks negosiasi meliputi pembuka, isi, dan penutup. Karena teks negosiasi merupakan sebuah komunikasi untuk memperoleh kesepakatan, maka ciri teks negosiasi dalam Ariasena dkk (2014: 4) menyebutkan, teks negosiasi harus mengandung kesepakatan yang menonjol. Mengarah pada tujuan praktis. Memperlihatkan butir-butir perbedaan yang ada pada teks negosiasi. Bisa juga ditambah dengan saran yang memperlihatkan kedua belah pihak tidak merasa dirugikan, atau saran tersebut sebagai penengah di antara konflik kesepakatan. Dan sarana untuk mencari penyelesaian.
Diambil dari Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Edisi Revisi 2014, contoh teks negosiasi diberikan sebagai berikut:
Sebuah kesepakatan antara penjual dan pembeli yang terjadi di Pasar Seni Sukawati
Penjual : Good morning, Mam. Selamat pagi. Pembeli : Selamat pagi.
Penjual : Mari, mau beli apa?
Pembeli : Ada patung Garuda Wisnu Kencana yang dibuat dari kayu?
Penjual : Ya, ada. Di sebelah sana, yang besar atau yang kecil? (Penjual menunjukkan tempat patung yang ditanyakan pembeli)
Pembeli : Yang sedang saja. Yang dibuat dari kuningan ada?
Penjual : Ya, ini, tidak terlalu besar. Tapi, terbuat dari kayu. Yang dari kuningan habis.
Pembeli : Ya, dari kayu tidak apa-apa. (Patung itu sudah di tangan pembeli dan ia mengamatinya dengan cermat)
Penjual : Bagus itu, Mam. Cocok untuk dipakai sendiri atau untuk suvenir.
Pembeli : Saya pakai sendiri. Harganya berapa? Penjual : Tiga ratus ribu.
Penjual : Belum boleh. Dua ratus delapan puluh lima ribu. Ini sudah murah, Mam. Di tempat lain lebih mahal.
Pembeli : Tidak mau. Kalau boleh, dua ratus lima puluh ribu. Penjual : Belum boleh. Naik sedikit, Mam.
Pembeli : Dua ratus tujuh puluh lima ribu.
Penjual : Ya, sebenarnya ini belum boleh. Tapi, untuk Nyonya boleh. Mau beli apa lagi?
Pembeli : Tidak. Itu saja. Ini uangnya. (Penjual memasukkan patung itu ke dalam tas plastik yang bertuliskan nama kiosnya. Pembeli memberikan uang pas)
Penjual : Ya, terima kasih. Pembeli : Terima kasih. Bye, bye.
Penjual : Have a nice day. (Pembeli pergi meninggalkan kios itu) Dari contoh di atas, bisa diamati bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun percakapan terjadi di Pasar. Hali ini mencerminkan ciri kebahasaan teks negosiasi. Terdapat ciri lain yang ada pada teks seperti kesepakatan antara kedua belah pihak. Dan mempunyai struktur yang jelas seperti pembuka, isi, dan penutup.
Analisis struktur dan ciri pada contoh teks negosiasi yang ada di atas adalah sebagai berikut:
1. Struktur teks negosiasi a. Pembuka
Pembuka teks negosiasi dari contoh di atas adalah pada dialog:
Penjual : Good morning, Mam. Selamat pagi. Pembeli : Selamat pagi.
Penjual : Mari, mau beli apa? b. Isi
Isi yang terdapat pada contoh teks negosiasi di atas ditunjukkan pada dialog:
Pembeli : Ada patung Garuda Wisnu Kencana yang dibuat dari kayu?
Penjual : Ya, ada. Di sebelah sana, yang besar atau yang kecil? (Penjual menunjukkan tempat patung yang ditanyakan pembeli)
Pembeli : Yang sedang saja. Yang dibuat dari kuningan ada?
Penjual : Ya, ini, tidak terlalu besar. Tapi, terbuat dari kayu. Yang dari kuningan habis.
Pembeli : Ya, dari kayu tidak apa-apa. (Patung itu sudah di tangan pembeli dan ia mengamatinya dengan cermat)
Penjual : Bagus itu, Mam. Cocok untuk dipakai sendiri atau untuk suvenir.
Pembeli : Saya pakai sendiri. Harganya berapa? Penjual : Tiga ratus ribu.
Pembeli : Wah, mahal. Dua ratus ribu ya?
Penjual : Belum boleh. Dua ratus delapan puluh lima ribu. Ini sudah murah, Mam. Di tempat lain lebih mahal.
Pembeli : Tidak mau. Kalau boleh, dua ratus lima puluh ribu. Penjual : Belum boleh. Naik sedikit, Mam.
Pembeli : Dua ratus tujuh puluh lima ribu.
Penjual : Ya, sebenarnya ini belum boleh. Tapi, untuk Nyonya boleh. Mau beli apa lagi?
Pembeli : Tidak. Itu saja. Ini uangnya. (Penjual memasukkan patung itu ke dalam tas plastik yang bertuliskan nama kiosnya. Pembeli memberikan uang pas)
c. Penutup
Pada contoh dialog di atas, penutup terdapat pada dialog: Penjual : Ya, terima kasih.
Pembeli : Terima kasih. Bye, bye.
Penjual : Have a nice day. (Pembeli pergi meninggalkan kios itu)
a. Berbentuk dialog
Contoh teks negosiasi di atas sudah menunjukkan bahwa teks negosiasi sudah berbentuk dialog atau percakapan. Ditandai dengan kalimat langsung dengan tanda petik (“).
b. Tawar menawar
Tawar menawar yang terjadi pada contoh teks negosiasi di atas ditunjukkan pada dialog:
Pembeli : Saya pakai sendiri. Harganya berapa? Penjual : Tiga ratus ribu.
Pembeli : Wah, mahal. Dua ratus ribu ya?
Penjual : Belum boleh. Dua ratus delapan puluh lima ribu. Ini sudah murah, Mam. Di tempat lain lebih mahal.
Pembeli : Tidak mau. Kalau boleh, dua ratus lima puluh ribu. Penjual : Belum boleh. Naik sedikit, Mam.
c. Kesepakatan
Dialog yang menunjukkan kesepakatan diantara kedua belah pihak ditunjukkan pada:
Pembeli : Dua ratus tujuh puluh lima ribu.
Penjual : Ya, sebenarnya ini belum boleh. Tapi, untuk Nyonya boleh. Mau beli apa lagi?
Pembeli : Tidak. Itu saja. Ini uangnya. (Penjual memasukkan patung itu ke dalam tas plastik yang bertuliskan nama kiosnya. Pembeli memberikan uang pas)
Penjual : Ya, terima kasih. d. Kalimat persuasif
Kalimat persuasif yang terdapat pada contoh teks negosiasi di atas, terdapat pada:
1) “Bagus itu, Mam. Cocok untuk dipakai sendiri atau untuk suvenir.”
2) “Belum boleh. Dua ratus delapan puluh lima ribu. Ini sudah murah, Mam. Di tempat lain lebih mahal.”
3) Ya, sebenarnya ini belum boleh. Tapi, untuk Nyonya boleh. Mau beli apa lagi?
4. Penilaian Menulis Teks Negosiasi
Kegiatan pembelajaran akan diakhiri dengan proses penilaian. Penilaian digunakan untuk mengidentifikasi aspek-aspek kesulitan siswa dalam pembelajaran sehingga guru tersebut dapat memberikan pelajaran tambahan secara efektif (Kusaeri, 2014: 22). Data yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau indikator yang akan dinilai. Kegiatan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar unsur kebahasaan yang runtut, padu, dan berisi.
Menulis teks negosiasi merupakan salah satu kegiatan berpikir kritis, berpikir analitis-sintesis, yang sekaligus merupakan gabungan padu antara memikirkan apa yang ditulis dan bagaimana cara mengungkapkannya secara tepat lewat bahasa.
Mengadaptasi dari buku Nurgiyantoro (2010: 439) rubrik penilaian menulis menggunakan komponen struktur kalimat, dan macamnya digambarkan pada tabel berikut:
No Komponen yang dinilai Bobot Skor
1 Isi gagasan yang dikemukakan 30 1 – 4
2 Organisasi isi 25 1 – 4
3 Tata bahasa 20 1 – 4
4 Gaya: pilihan struktur dan kosa kata 15 1 – 4
5 Ejaan dan tata tulis 10 1 – 4
Diadaptasi dari buku milik Nurgiyantoro (2010: 441) model penilaian yang lebih rinci dan teliti dalam memberikan skor, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan pada program ESL (English as a Second Language) ditunjukkan sebagai berikut (dimodifikasi dari Hartfield dkk, 1985: 91)
G A G A S A N
4 SANGAT BAIK = Isi gagasan yang dikemukakan oleh siswa sangat sesuai dengan pemecahan masalah yang diberikan dan terdapat kesepakatan yang nyata dalam teks negosiasi.
3 BAIK = Isi gagasan yang dikemukakan oleh siswa sangat sesuai dengan pemecahan masalah yang diberikan dan terdapat kesepakatan yang nyata dalam teks negosiasi.
2 CUKUP = Isi gagasan yang dikemukakan oleh siswa sesuai dengan pemecahan masalah yang diberikan tetapi tidak terdapat kesepakatan yang nyata dalam teks negosiasi.
1 KURANG = Isi gagasan yang dikemukakan oleh siswa tidak sesuai dengan pemecahan masalah yang diberikan dan tidak terdapat terdapat kesepakatan yang nyata dalam teks negosiasi.
I S I
4 SANGAT BAIK = Keutuhan struktur kalimat sudah menunjukkan kohesi dan koherensi sehingga sudah terdapat kalimat persuasif yang sangat sesuai pada teks negosiasi. 3 BAIK = Keutuhan struktur kalimat sudah menunjukkan kohesi
dan koherensi sehingga sudah terdapat kalimat persuasif yang sesuai pada teks negosiasi.
2 CUKUP = Keutuhan struktur kalimat sudah menunjukkan kohesi dan koherensi tetapi belum terdapat kalimat persuasif yang sesuai pada teks negosiasi
1 KURANG = Keutuhan struktur kalimat belum menunjukkan kohesi dan koherensi sehingga belum terdapat kalimat persuasif yang sesuai pada teks negosiasi.
B A H A S A
4 SANGAT BAIK = Bahasa yang digunakan sangat efektif untuk proses tawar menawar pada teks negosiasi.
3 BAIK = Bahasa yang digunakan efektif untuk proses tawar menawar pada teks negosiasi.
2 CUKUP = Bahasa yang digunakan cukup efektif untuk proses tawar menawar pada teks negosiasi.
1 KURANG = Bahasa yang digunakan belum efektif untuk proses tawar menawar pada teks negosiasi.
G A Y A
4 SANGAT BAIK = Tidak ada kesalahan penggunaan diksi. 3 BAIK = Kesalahan penggunaan diksi tidak lebih dari 3. 2 CUKUP = Terdapat 4 – 6 kesalahan diksi.
1 KURANG = Terdapat lebih dari enam kesalahan diksi. E
J A A N
4 SANGAT BAIK = Tidak ada kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca.
3 BAIK = Kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca tidak lebih dari tiga.
2 CUKUP = Terdapat kesalahan terdiri dari 4 – 6.
1 KURANG = Terdapat kesalahan terdiri lebih dari enam. JUMLAH:
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian menulis teks negosiasi berupa unsur kebahasaan dan unsur non kebahasaan. Unsur kebahasaan yang dinilai dari adaptasi buku Nurgiyantoro ada lima macamnya, yaitu: isi gagasan, organisasi isi, tata bahasa, struktur dan kosa kata, dan ejaan produksi tulisan siswa. Rentang skor yang diberikan juga disesuaikan berdasarkan bobot kesukaran poin-poin yang dinilai dengan maksimal skor siswa adalah 100.
5. Model Pembelajaran Problem Solving 1. Hakikat Strategi Pembelajaran Inkuiri
Penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia pada umumnya mengarah pada model pembelajaran yang dilakukan secara massal dan klasikal, dengan berorientasi pada kuantitas agar mampu melayani sebanyak-banyaknya peserta didik sehingga tidak dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik secara individual di luar kelompok. Mengingat kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, pendidikan hendaknya mampu mengembangkan potensi kecerdasan serta bakat yang dimiliki
peserta didik secara optimal sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Perlu adanya perubahan dalam strategi pembelajaran untuk melayami dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu berbuat dan melakukan sesuatu yang memacu potensi peserta didik agar berkembang.
Strategi pembelajaran inkuiri banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini, belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melelaui keterampilan berpikir.
Teori belajar lain yang mendasari SPI adalah teori belajar konstruktivistik. Teori ini dikembangkan Piaget yang menyebutkan bahwa pengetahuan akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa (Sanjaya, 2013: 196). Setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema itu harus secara terus menerus dikembangkan, diubah, dan diperbarui melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Dewasa ini SPI dikembangkan karena rasa ingin tahu manusia yang terus berkembang. Strategi yang dikembangkan pada SPI adalah (1) pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, siswa sebagai subjek belajar. (2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehinggaa dapat menumbuhkan self belief. (3)
Tujuan dari penggunaan SPI adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.
Salah satu model yang termasuk kedalam stretegi pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving dikatakan sebagai salah satu strategi pembelajaran inkuiri karena hakikat model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang mengonstruksikan pengetahuan atau ilmu yang telah didapatkan untuk dituangkan melalui produk-produknya. Model pembelajaran problem solving adalah merupakan model yang menuntut siswa berpikir kritis, analitis, dan kreatif untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara mandiri seperti hakikat strategi pembelajaran inkuiri.
2. Model Pembelajaran Problem Solving
Rekayasa proses pembelajaran dapat didesain oleh guru untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada dalam peserta didik dengan memerhatikan upaya reformasi pembelajaran yang dapat dipahami konsep atau teori yang disampaikan kepada peserta didik. Majid (2014: 13) mengatakan, model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran, serta para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tersusun secara sistematis.
Model pembelajaran yang dimaksud tentunya model yang memberikan suasana baru yang membuat peserta didik semangat mengikuti pelajaran. Model pembelajaran juga bisa selalu mengasah kemampuan siswa seperti kecerdasan, kreatifitas, keaktivan, konsentrasi, dan perhatiannya. Seperti yang sudah dijelaskan, strategi pembelajaran tentunya yang mengasah belajar siswa agar kegiatan pembelajaran tidak hanya memberikan materi yang penuh hafalan, tetapi mengoptimalkan
kemampuan berpikir kritis siswa untuk menganalisis dan menyelesaikan masalah yang diberikan kepada siswa. Dengan siswa menyelesaikan sendiri masalahnya, pembelajaran akan memfokuskan siswa sebagai objek belajar dan pembelajaran sepertihakikat kurikulum 2013. Salah satu model yang bisa sesuai kebutuhan tersebut adalah model pembelajaran problem solving.
Model pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang berorientasi “leaner centered” dan berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh siswa yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan (Majid, 2014: 212). Begitu juga yang disampaikan Suyatno dalam Suminto (2015: 67) Problem Solving merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.
Problem solving and product design experiences can empower students by presenting unique learning opportunities (Flowers, 2014: 1). Dalam jurnalnya, Flowers menjelaskan bahwa problem solving dan produk pengalaman desain dapat memberdayakan siswa dengan menghadirkan kesempatan belajar yang unik. Braukmann dan Pedras juga menegaskan bahwa if students can be placed in a problem solving role as they study ethics, sociology or history, they can learn to recognize very real problems under the guidance of an expe-rienced professional. Bahwasanya, jika siswa dapat menerapkan problem solving untuk mereka belajar kebudayaan, sosial, atau sejarah, mereka akan belajar dan menyelesaikan bagaimana masalah yang ada di masyarakat dengan mahir (2000: 3). Pehkonen juga mengatakan Problem solving has generally been accepted as a means for advancing thinking skills (2007: 2) yaitu, secara umum, problem solving telah diterima sebagai sarana untuk memajukan kemampuan berpikir kritis.
Sedangkan menurut Shoimin (2014: 136), problem solving merupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisis, situasi, dan mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan keputusan untuk mencapai sasaran.
Langkah-langkah yang diterapkan menurut Shoimin (2014: 137) adalah sebagai berikut:
1. Masalah sudah ada dan materi diberikan.
2. Siswa diberi masalah sebagai pemecahan/diskusi, kerja kelompok.
3. Masalah tidak dicari (sebagaimana pada Problem Based Learning dari kehidupan mereka sehari-hari)
4. Siswa ditugaskan mengevaluasi (evaluating) dan bukan grapping seperti pada Problem Based Learning.
5. Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai hasil akhir.
6. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai kepada kesimpulan.
Dari banyak pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan memberdayakan siswa menjadi lebih berpikir kritis dan analitis yang unik yaitu menemukan dan menyiapkan data untuk kemudian disimpulkan dengan masalah tersebut sudah disiapkan guru sebelumnya.
B. Kerangka Berpikir
Hasil pembelajaran kemampuan menulis teks negosiasi dinilai masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Padahal, kemampuan menulis teks negosiasi memiliki kedudukan yang sama penting dengan ketiga keterampilan berbahasa lainnya. Hasil pembelajaran menulis teks negosiasi sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap hasil karya siswa. Di sisi lain,
pemilihan model pembelajaran oleh guru dapat mempengaruhi hasil pembelajaran menulis teks negosiasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis teks negosiasi, guru sering mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut harus diidentifikasi penyebab dan diberikan solusi agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan memilih model pembelajaran dan media yang tepat serta mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran menulis teks negosiasi. Peneliti memilih model pembelajaran problem solving dengan menggunakan media video.
Problem solving merupakan model belajar pemecahan suatu masalah. Dalam model pembelajaran problem solving, peserta didik berusaha mandiri untuk menemukan penyelasaian dari sebuah masalah yang diberikan untuk menghasilkan keterampilan menulis teks negosiasi yang baik. Kondisi akhir yang ingin dicapai dengan diterapkan model pembelajaran problem solving adalah meningkatnya keterampilan siswa dalam menulis teks negosiasi khususnya di kelas X Tata Busana B SMK Negeeri 9 Surakarta.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks negosiasi kurang
- Pembelajaran belum berjalan dengan baik - Siswa belum siap menerima pelajaran - Siswa belum aktif bertanya materi yang
belum jelas
- Siswa tidak memerhatikan penyampaian guru
- Siswa masih meminta bantuan
menyelesaikan masalah yang diberikan.
Keterampilan menulis teks negosiasi siswa rendah
- Isi gagasan yang dikemukakan kurang lengkap
- Organisasi isinya kurang berkembang - Struktur kalimat yang dipakai kurang efektif - Kata-kata yang dipilih (diksi) kurang
menarik
- Ejaan dan tanda baca yang digunakan masih terdapat banyak kesalahan
Kondisi akhir setelah tindakan Penerapan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran keterampilan
menulis teks negosiasi per Siklus (Siklus I dan Siklus II)
Keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks negosiasi meningkat
- Siswa aktif bertanya materi yang belum dipahami.
- Perhatian siswa terhadap penjelasan guru meningkat
- Siswa mandiri menyelesaikan masalah yang diberikan.
Kemampuan menulis teks negosiasi siswa meningkat
- Isi gagasan yang dikemukakan lengkap - Organisasi isinya berkembang
- Struktur kalimat yang dipakai efektif - Kata-kata yang dipilih (diksi) menarik - Ejaan dan tanda baca yang digunakan sudah
benar
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dinyatakan bahwa:
1. Pengunaan model problem solving dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran keterampilan menulis teks negosiasi siswa kelas X Tata Busana B SMK Negeri 9 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016.
2. Penggunaan model problem solving dapat meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi siswa kelas X Tata Busana B SMK Negeri 9 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016.