• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CABAI MERAH DENGAN ANDALIMAN TERHADAP MUTU SAMBAL ANDALIMAN DAN PENENTUAN UMUR SIMPAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CABAI MERAH DENGAN ANDALIMAN TERHADAP MUTU SAMBAL ANDALIMAN DAN PENENTUAN UMUR SIMPAN SKRIPSI"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

KHAIRUNNISA

130305069/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

SKRIPSI

Oleh:

KHAIRUNNISA

130305069/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Jumlah Cabai Merah dengan Andaliman terhadap Mutu Sambal Andaliman dan Penentuan Umur Simpan

Nama : Khairunnisa

NIM : 130305069

Program Studi : Ilmu danTeknologi Pangan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Ridwansyah, STP., M.Si Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP

Ketua Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si Ketua Program Studi

Tanggal Lulus : 26 Juli 2018

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Cabai Merah dengan Andaliman terhadap Mutu Sambal Andaliman dan Penentuan Umur Simpan” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan pembimbing.

Semua data dan informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Juli 2018

(Khairunnisa)

(5)

ABSTRAK

KHAIRUNNISA : Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap mutu sambal andaliman dan penentuan umur simpan dibimbing oleh Ridwansyah dan Herla Rusmarilin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap mutu sambal andaliman dan penentuan umur simpan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial yaitu perbandingan cabai merah dan andaliman dengan komposisi (S) : 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, dan 50%:50%. Penentuan mutu terbaik dilakukan dengan menggunakan metode deGarmo dan dilakukan pengujian total asam, total mikroba dan pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius.

Parameter yang digunakan dalam pendugaan umur simpan sambal andaliman adalah kadar air, organoleptik aroma dan bilangan TBA.

Perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar serat, kadar protein, indeks warna, antioksidan, organoleptik warna, penerimaan konsumen dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar abu dan organoleptik rasa.

Mutu sambal andaliman terbaik yaitu perbandingan jumlah cabai merah 90% dan andaliman 10% memberi pengaruh berbeda nyata dengan sambal andaliman kontrol terhadap total mikroba. Pada pendugaan umur simpan metode arrhenius diperoleh umur simpan sambal andaliman berdasarkan parameter kritis yaitu kadar air pada suhu 20oC selama 88 hari, suhu 30 oC selama 50 hari, suhu 40oC selama 30 hari dan suhu 50oC selama 18 hari.

Kata kunci: andaliman, cabai merah, sambal, umur simpan

(6)

ABSTRACT

KHAIRUNNISA: The effect of comparison of quantity of red chili and andaliman on the quality of sambal andaliman and determination of shelf life supervised by Ridwansyah and Herla Rusmalirin

The research was to determine the effect of quantity of red chili and andaliman on the quality of sambal andaliman and determination of shelf life. This study used completely randomized design with one factor, namely the comparison quantity of red chili and andaliman with composition of (S): 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, and 50%:50%. Determination of the best quality was using deGarmo methods and parameters analyzed were total microbes, total acid and determination of shelf life was using Arrhenius method. The parameters used in determination of shelf life were moisture content, oganoleptic of flavor and TBA value.

The comparison quantity of red chili and andaliman gave highly significant effect on moisture content, fiber content, protein content, color index, antioxidan, organoleptic of color, costumer acceptance and gave significant effect on ash content and orgnoleptic of taste. The best quality of sambal andaliman comparison quality was using red chili of 90% and andaliman of 10% had significants difference with the control of sambal andaliman on total microbes.

Determination shelf life using Arrhenius method gave shelf life of sambal andaliman (based on critical parameters i.e moisture content) at temperature of 20oC was 88 days, at temperature of 30oC was 50 days, at temperature of 40oC was 30 days and at temperature of 50oC was 18 days.

Keywords: andaliman, red chili, sambal, shelf life

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Jumlah Cabai Merah dengan Andaliman terhadap Mutu Sambal Andaliman dan Penentuan Umur Simpan”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada:

Kedua orang tua penulis Ayahanda Nedi Hamlet dan Ibunda Umi Kalsum.

Ibunda Khairani, SH serta kakak-kakak tersayang Amalia dan Munawwaroh, abangda Ammar Yasyir dan adik tersayang Khofifah dan Alya Azzahra terimakasih atas cinta, semangat, kasih sayang dan kekuatan doa yang diberikan.

Bapak Ridwansyah, STP, MSi selaku ketua komisi pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, koreksi, dan saran yang sangat membangun selama penelitian dan penyusunan skripsi dan Ibunda Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, koreksi, dan saran yang sangat membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi. Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, terima kasih atas masukan dan saran yang membangun selama penyusunan skripsi dan seluruh staf pengajar dan pegawai Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih atas motivasi dan ilmu yang telah diberikan. Bapak Koad beserta Istri dan UKM sambal andaliman yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

(8)

Sahabat seperjuangan selama perkuliahan hingga akhir Asmawati, Santy Ayuning Thyas, Endah Mulyati Ratna Ningsih, Dewi Sartika, Puput Handayani, Suci Farina, Riska, Rafikah, Egidya, Murti, dan Olivia terima kasih atas dukungan dan semangatnya selama 5 tahun ini. Untuk Afdilla Afriandy, M. Reza dan Khairiah sahabat se-perjuangan di Medan yang telah banyak membantu dikehidupan dan teman-teman seperjuangan yang banyak membantu dalam penelitian Meiliza, Latifah Hanum, Jaswan, April, Tri Shinta, Putri Ika, Suci Khairil, Ulfa, Eskana, Josua, Carly, Peter, Rifatullah, Fachri, Husnul, Kenzi, Yogha, Andrew, Terimakasih untuk kerjasamanya selama penelitian dan semua pihak yang telah membantu serta teman-teman stambuk 2013 di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Abang dan kakak 2010, 2011, 2012, adik-adik 2014-2015 dan 2016 di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terima kasih atas kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Juli 2018

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

KHAIRUNNISA dilahirkan di Tanjungbalai pada tanggal 21 Juni 1995, dari Bapak Nedi Hamlet, SE dan Ibu Umi Kalsum, Spd. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 132414 Tanjungbalai, SMP N 1 Tanjungbalai, penulis lulus dari SMAN 1 Tanjungbalai pada tahun 2013 dan pada tahun 2013 penulis berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Seleksi Mandiri Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Tinjowan Sei Bejangkar Medan, Sumatera Utara dari tanggal 23 Januari – 18 Februari 2017. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul

“Perbandingan Jumlah Cabai Merah dengan Andaliman terhadap Mutu Sambal Andaliman dan Penentuan Umur Simpan”. Penelitian ini dilakukan bulan November 2017 sampai dengan Maret 2018 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian USU.

(10)

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Sambal ... 4

Cabai Merah... 5

Andaliman... 7

Klasifikasi Andaliman ... 7

Cabai Rawit ... 9

Bawang Merah ... 9

Bawang Putih ... 10

Kecombrang ... 11

Kemiri ... 12

Gula Putih ... 13

Garam ... 13

Ikan Teri... 14

Minyak Goreng ... 14

Tahap Pembuatan Sambal Andaliman ... 14

Sortasi ... 14

Blansing ... 15

Penghalusan dan pencampuran ... 16

(11)

Penggorengan ... 17

Pengemasan ... 17

Umur simpan ... 17

BAHAN DAN METODA PENELITIAN ... 20

Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

Bahan Penelitian, Reagensia dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian... 20

Model Rancangan... 21

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Pembuatan Sambal Andaliman ... 22

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data ... 24

Kadar air ... 25

Kadar abu ... 25

Kadar lemak ... 26

Kadar protein ... 27

Kadar serat ... 27

Indeks warna ... 27

Uji aktivitas antioksidan dengan metode penangkap radikal bebas DPPH ... 28

Uji organoleptik warna, aroma dan rasa ... 30

Uji organoleptik tekstur... 30

Uji penerimaan konsumen... 31

Pengujian Perlakuan Terbaik ... 31

Total asam ... 32

Total mikroba ... 32

Pendugaan umur simpan metode arrhenius ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Karakteristik cabai merah dan andaliman ... 39

Pengaruh Perbandingan Cabai Merah dengan Andaliman terhadap Parameter yang Diamati ... 40

Kadar Air ... 41

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar air sambal andaliman ... 41

Kadar Abu ... 42

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar abu sambal andaliman ... 42

Kadar Lemak ... 44

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar lemak sambal andaliman ... 44

Kadar Protein ... 44

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar protein sambal andaliman ... 44

Kadar Serat ... 46

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar serat sambal andaliman... 46

(12)

Indeks Warna ... 47

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap indeks warna sambal andaliman ... 47

Aktivitas Antioksidan ... 49

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap antioksidan sambal andaliman ... 49

Nilai Organoleptik Uji Hedonik Warna ... 51

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik warna sambal andaliman... 51

Nilai Organoleptik Uji Hedonik Aroma ... 53

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik aroma sambal andaliman ... 53

Nilai Organoleptik Uji Hedonik Rasa ... 53

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik rasa sambal andaliman ... 53

Nilai Organoleptik Uji Hedonik Tekstur ... 55

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji skor tekstur sambal andaliman ... 55

Nilai Organoleptik Uji Hedonik Penerimaan Konsumen ... 55

Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik penerimaan konsumen sambal andaliman... 55

Total Asam Perlakuan Terbaik ... 56

Pengaruh perbandingan cabai dan andaliman terhadap total asam sambal andaliman ... 56

Total Mikroba Perlakuan Terbaik ... 56

Pengaruh perbandingan cabai dan andaliman terhadap total mikroba sambal andaliman ... 56

Pendugaan Umur Simpan Sambal Andaliman Metode Arrhenius ... 58

Pengujian Organoleptik Aroma... 58

Pengujian Kadar Air ... 63

Pengujian Bilangan TBA ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

Kesimpulan ... 72

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN

(13)

No.

1. Kandungan gizi cabai merah dalam 100 g bahan ... 6

2. Kandungan gizi andaliman dalam 100 g bahan ... 9

3. Kandungan gizi bawang merah dalam 100 g bahan ... 10

4. Kandungan gizi bawang putih dalam 100 g bahan ... 11

5. Kandungan gizi kecombrang dalam 100 g bahan ... 12

6. Kandungan gizi biji kemiri dalam 100 g bahan ... 13

7. Skala nilai hedonik warna, aroma dan rasa ... 29

8. Skala skor tekstur ... 30

9. Skala hedonik penerimaan konsumen ... 30

10. Skala nilai hedonik aroma ... 36

11. Data analisis bahan baku sambal andaliman ... 40

12. Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap mutu sambal andaliman ... 41

13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar air sambal andaliman... 41

14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar abu sambal andaliman ... 43

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar protein sambal andaliman ... 45

16. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar serat sambal andaliman ... 46

17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan cabai merah dengan andaliman terhadap indeks warna sambal andaliman ... 48

18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan cabai merah dengan andaliman terhadap aktivitas antioksidan sambal andaliman ... 50

(14)

20. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik rasa sambal andaliman ... 53 21. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jumlah cabai

merah dengan andaliman terhadap nilai organoleptik uji hedonik penerimaan konsumen sambal andaliman ... 55 22. Pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman

terhadap mutu sambal andaliman hasil perlakuan terbaik ... 57 23. Nilai perubahan penerimaan aroma sambal andaliman pada suhu

penyimpanan (293K, 303K, 313K dan 323K)... 58 24. Hasil analisis umur simpan sambal andaliman berdasarkan

Organoleptik aroma ... 59 25. Tabulasi nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk

parameter aroma secara organoleptik ... 60 26. Nilai T dan k pada persamaan arhenius ... 62 27. Nilai perubahan kadar air sambal andaliman pada suhu

penyimpanan (293 K, 303K, 313K dan 323K)... 63 28. Hasil analisis umur simpan sambal andaliman berdasarkan

kadar air... 64 29. Tabulasi nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk

parameter kadar air... 64 30. Nilai T dan k pada persamaan arhenius ... 66 31. Nilai perubahan bilangan TBA sambal andaliman pada suhu

penyimpanan (293K, 303K, 313K dan 323K) ... 67 32. Hasil analisis umur simpan sambal andaliman berdasarkan

kadar bilangan TBA ... 68 33. Tabulasi nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk

parameter bilangan TBA ... 69 34. Nilai T dan k pada persamaan arhenius ... 70

(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal No.

1. Cabai Merah ... 5

2. Andaliman ... 7

3. Kecombrang ... 12

4. Skema pembuatan sambal andaliman ... 23

5. Skema pendugaan umur simpan Metode Arrhenius ... 38

6. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar air sambal andaliman ... 42

7. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar abu sambal andaliman ... 43

8. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar protein sambal andaliman ... 45

9. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar serat sambal andaliman ... 47

10. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap indeks warna sambal andaliman ... 48

11. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap antioksidan sambal andaliman ... 50

12. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap uji organoleptik hedonik warna sambal andaliman ... 52

13. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap uji organoleptik hedonik rasa sambal andaliman ... 54

14. Hubungan pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap uji organoleptik hedonik penerimaan konsumen sambal andaliman ... 56

15. Grafik penurunan organoleptik aroma pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ... 60

16. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter aroma secara Organoleptik...61

(16)

17. Grafik penurunan kadar air pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ... 64 18. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar

air...65 19. Grafik penurunan bilangan TBA pada berbagai suhu dan lama

penyimpanan ... 68 20. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter bilangan TBA...69

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar air (%BB) sambal andaliman ... 81 2. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar abu (%BK) sambal andaliman ... 82 3. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh perbandingan jumlah

cabai merah dengan andaliman terhadap kadar lemak (%BK) sambal andaliman... 83 4. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar protein (%BK) sambal andaliman ... 84 5. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap kadar serat (%BK) sambal andaliman ... 85 6. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap indeks warna (oHue) sambal andaliman ... 86 7. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap antioksidan sambal andaliman ... 87 8. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap organoleptik warna (hedonik) sambal andaliman ... 88 9. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh perbandingan jumlah

cabai merah dengan andaliman terhadap organoleptik aroma (hedonik) sambal andaliman ... 89 10. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan tabel uji LSR pengaruh

perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap organoleptik rasa (hedonik) sambal andaliman ... 90 11. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh perbandingan jumlah

cabai merah dengan andaliman terhadap organoleptik tekstur (skor) sambal andaliman ... 91

(18)

12. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh perbandingan jumlah cabai merah dengan andaliman terhadap organoleptik penerimaan

konsumen (hedonik) sambal andaliman ... 92

13. Perhitungan untuk penentuan perlakuan terbaik dengan Indeks de Garmo . 93 14. Data uji t dua sampel varian berbeda perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik ... 95

15. Data pengamatan pendugaan umur simpan metode arrhenius parameter organoleptik aroma ... 96

16. Data pengamatan pendugaan umur simpan metode arrhenius parameter kadar air ... 97

17. Data pengamatan pendugaan umur simpan metode arrhenius parameter bilangan TBA ... 98

18. Gambar sambal andaliman ... 99

19. Grafik hasil pengujian aktivitas antioksidan sambal andaliman ... 101

20. Hasil pengujian aktivitas antioksidan sambal andaliman ... 105

21. Data Pengujian Bahan Baku ... 106

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada saat ini, tingginya kebutuhan akan konsumsi makanan mengharuskan kita meyajikan makanan yang dapat diolah dengan mudah, cepat dan bergizi.

Mengingat sifat alamiah dari komoditi hortikulutura yang mudah busuk dan rusak, perlu diusahakan pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut. Salah satu produk yang dapat bertahan selama beberapa hari ialah sambal.

Sambal merupakan bahan pelengkap atau pendamping makanan yang mampu melengkapi cita rasa makanan utama, karena pada umumnya penambahanan sambal sebagai makanan pendamping mampu mengundang selera makan dan mengurangi rasa hambar pada makanan karena mempunyai rasa pedas dan khas. Menurut SNI 01-2976-2006, saos sambal merupakan sambal yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai merah (Capsicum annum L) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap. Di Indonesia, sambal biasanya dibuat dari bahan- bahan seperti cabai, bawang merah, bawang putih, garam dan gula. Sambal memiliki cita rasa yang bervariasi menurut tingkat kepedasannya. Tingkat permintaan sambal yang tinggi membuat banyak rumah makan dan UKM berlomba-lomba menciptakan inovasi-inovasi baru mengenai cita rasa sambal yang pas berdasarkan campuran bahan dan berdasarkan tingkat kepedasannya.

Kebutuhan sambal yang menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia membuat acuan tiap daerah memiliki resep sambal yang berbeda beda yang sering

(20)

ditambahkan dengan tanaman khas setempat yang dikenal di daerah tersebut.

Sambal sering ditambahkan dengan bahan pangan yang terkenal pada suatu daerah tertentu salah satunya sambal andaliman. Hal inilah yang membuat sambal memiliki cita rasa yang khas pada setiap daerahnya.

Cabai merah (Capsicum annum L) merupakan tanaman musiman yang banyak terdapat di Indonesia karena tumbuh di dataran tinggi dan dataran rendah.

Cabai merah mengandung senyawa capcaisin yaitu senyawa yang menyebabkan rasa pedas dan terbakar. Selain mengandung senyawa capcaisin, cabai juga kaya akan vitamin, seperti vitamin C dan vitamin A. Menurut Santana (2004), cabai merah memiliki karakteristik tanaman yang mudah rusak (perishable) sehingga memiliki kendala dalam penyimpanannya oleh karena itu dibutuhkan pengolahan dengan cara penambahan rempah-rempah yang dapat memperpanjang masa simpan cabai salah satunya ialah penambahan andaliman yang mempunyai antioksidan tinggi.

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) merupakan tanaman yang berasal dari Sumatera Utara dikenal sebagai rempah atau bumbu masakan khas Batak, biasanya dihidangkan pada perayaan upacara adat batak, memiliki flavour yang unik dan rasa yang pedas serta getir. Selain mempunyai rasa yang sangat diminati oleh masyarakat khususnya masyarakat Batak, andaliman juga mempunyai banyak khasiat yaitu komponen bio aktif alkaloid, tannin, fenol hidrokuinon, flavonoid, triterpenoid, saponin dan steroid. Komponen bio aktif ini yang memberikan pengaruh sifat fungsional seperti antioksidan dan antimikroba serta memberikan sensori aroma dan rasa yang khas (Parhusip, 2006). Menurut Teriska (2001), keunikan biji andaliman yaitu terletak pada sifat sensorinya yang khas yaitu mampu menghasilkan sensasi trigeminal (kelu) pada lidah sehingga sangat diminati. Karena keunikan tersebut andaliman biasanya dibuat sebagai produk sambal dengan cita rasa yang khas serta dapat menjaga kesetabilan sambal

(21)

selama penyimpanan karena mengandung komponen yang bersifat antioksidan dan antimikroba.

Penentuan umur simpan penting diketahui untuk menentukan suatu produk layak untuk dikonsumsi atau tidak. Proses yang tidak sesuai akan berpengaruh terhadap penyimpanan dan umur simpan suatu produk. Masa simpan biasanya dipengaruhi oleh kandungan air didalam produk pangan. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba sehingga dapat merusak bahan pangan dan masa simpan akan semakin rendah. Dengan penambahan bahan-bahan yang mengandung antimikroba dan atioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi seperti andaliman dan cabai merah maka akan dapat memperpanjang masa simpan dari produk pangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan andaliman dan cabai merah yang tepat untuk menghasilkan sambal andaliman dengan mutu organoleptik terbaik serta penentuan umur simpan sambal andaliman perlakuan terbaik.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi pada pengolahan sambal andaliman dan sebagai data untuk publikasi jurnal dan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbandingan cabai merah dengan andaliman terhadap mutu sambal andaliman dan penentuan umur simpan sambal andaliman.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Sambal

Sambal merupakan salah satu jenis bumbu yang banyak dikonsumsi.

Sambal cabai yang juga dikenal dengan istilah saus sambal. Menurut SNI 01-2976- 2006, saus sambal adalah saus yang diperoleh dari pengolahan makanan dengan bahan utama cabai merah (Capsicum annum L) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap (Badan POM RI, 2009).

Sambal dapat dihidangkan bersamaan dengan makanan lain sebagai penyedap rasa. Tiap daerah memiliki resep sambal yang berbeda beda yang sering ditambahkan dengan tanaman khas setempat yang dikenal di daerah tersebut.

Sambal sering ditambahkan dengan bahan pangan yang terkenal pada suatu daerah tertentu. Hal inilah yang membuat sambal memiliki cita rasa yang khas pada setiap daerahnya (Tim Dapur Demedia, 2008).

Penambahan sambal sebagai makanan pendamping mampu mengundang selera makan dan mengurangi rasa hambar pada makanan. Sambal merupakan produk yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat karena mampu mendampingi hampir semua jenis makanan olahan. Tingkat konsumsi sambal yang tinggi membuat konsumen ingin mengkonsumsinya dalam bentuk yang praktis. Hal ini membuat sambal sering dijadikan sebagai peluang bisnis dalam bentuk sambal instan (Sutomo, 2014).

Sejalan dengan kemajuan zaman, sambal sekarang tidak hanya dibuat di rumah tangga dengan alat sederhana berupa cobek, tetapi juga telah tersedia dalam

(23)

bentuk sambal yang sudah jadi (Koswara, 2009). Sambal banyak ragamnya, tetapi semuanya memiliki rasa pedas cabai, dengan demikian akan selalu ada penambahan sejumlah cabai, selain itu ada penambahan garam, yang berfungsi untuk memberi rasa, seperti umumnya pada makanan (Purawisastra, 2010).

Sambal digolongkan kedalam salah satu jenis kondimen. Kondimen merupakan campuran rempah yang terdiri dari satu atau lebih jenis rempah dalam bentuk lumatan rempah atau ekstrak rempah yang berfungsi untuk menguatkan flavor yang ditambahkan secara langsung pada makanan bukan pada saat pengolahannya (Farrell, 1999).

Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, selain sebagai penghasil gizi, juga sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan.

Selain itu, buah cabai memiliki kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).

Cabai merah (Gambar 1) biasanya diolah menjadi campuran berbagai jenis makanan atau makanan pendamping yang mampu menambah selera makan. Buah cabai biasanya diolah menjadi sambal yang dikenal sebagai masakan pelengkap saat kita menyantap sebuah makanan, sambal merupakan khas masakan Indonesia (Nawangsih, dkk., 2001).

Gambar 1. Cabai Merah (Dokumenpribadi, 2017)

(24)

Menurut Setiadi (1990), menyatakan bahwa buah cabai banyak digunakan sebagai bahan masakan karena rasanya pedas dan banyak disenangi oleh banyak orang. Dalam keadaan segar, cabai merah sering digunakan sebagai campuran atau hiasan masakan karena warnanya yang menarik. Cabai mengandung senyawa aktif capsaicin yang tersimpan di dalam daging buah, biji, atau di dalam tempat melekatnya biji. Capsaicin dapat berperan sebagai bakterisida dan fungisida.

Capsaicin merupakan zat pedas yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, bersifat larut lemak, mudah teroksidasi selama penyimpanan, dan termasuk dalam golongan capsaicinoid (Dyastuti, dkk., 2013).

Zat capsaisin sangat banyak mengandung khasiat, diantaranya ialah mengandung zat ekspektoran yang dapat meredakan batuk, mengencerkan lendir, dan meringankan penyakit asma. Rasa yang dihasilkan cabai juga mampu melancarkan peredaran darah, mencegah flu dan demam, mengurangi rasa pegal dan rematik. Selain itu zat capsaisin, cabai juga mengandung alkaloid, fosfor (P), vitamin C, kasium, besi (Fe), flavonoid dan minyak esensial (Suyanti, 2007).

Kandungan gizi cabai dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi cabai merah dalam 100 g bahan

Kandungan Gizi Jumlah

Energi (kal) 40

Protein (g) 1,9

Lemak (g) 0,4

Karbohidrat (g) 8,8

Kalsium (mg) 14

Fosfor (mg) 43

Serat (g) 1,5

Besi (mg) 0,3

Vitamin A (IU) 952

Vitamin B1 (mg) 0,05

Vitamin B2 (mg) 0,03

Vitamin C (mg) 144

Niasin (mg) 1,2

Sumber : USDA, 2014.

(25)

Andaliman

Tanaman andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) ialah tanaman yang banyak ditemukan di daerah Tapanuli, Sumatera Utara. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai bumbu tambahan masakan yang biasanya dihidangkan dalam upacara khas Batak. Buah andaliman memiliki ukuran yang hampir sama seperti merica yang memiliki warna merah kehitam-hitaman. Buah andaliaman (Gambar 2) dikenal dengan aromanya yang khas serta membeikan flavor yang unik yaitu aroma yang lembut seperti jeruk dan rasa yang pedas dan menggigit sehingga menghasilkan rasa getir yang khas (Hidayah, 2015).

Gambar 2. Andaliman (Wikipedia.org)

Klasifikasi Andaliman

Andaliman dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae Genus : Zanthoxylum

Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.

(Wijaya, 1999)

(26)

Andaliman memiliki senyawa antioksidan dan antimikroba yang mampu melindungi minyak dalam makanan dari kerusakan oksidatif. Buah andaliman kaya akan vitamin C dan vitamin E yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh (Wijaya, 2002). Beberapa penelitian mengenai khasiat andaliman telah dilaporkan.

Ekstrak andaliman telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan immunostimulan. Andaliman dapat berfungsi dalam memperpanjang umur simpan makanan melalui aktivitas antibakteri yang mampu menghambat viabilitas (kemampuan hidup) sel mikroba patogen pembusuk seperti Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholera (Posman, 2002) yang menjadikan andaliman bukan hanya sebagai bahan bumbu masakan tetapi juga berkhasiat sebagai bahan obat-obatan (Wijaya, dkk., 2001).

Andaliman memiliki aroma seperti jeruk yang lembut namun “menggigit”.

Meskipun tidak sepedas cabai atau lada tapi pengaruhnya dilidah menimbulkan sensasi yang kelu. Rasa kelu dilidah ini disebabkan oleh adanya senyawa amida tersubstitusi yang dikenal sebagai sanshool atau 2-methylpropyl- dodecatetraenamide yang memberikan rasa getir yang dapat merangsang produksi air liur (Wijaya, 2000). Aromanya yang khas inilah menjadi keunikan yang selalu diminati masyarakat khususnya masyarakat Batak (Mangkuwodjojo, dkk., 1995).

Untuk memanfaatkan andaliman sebagai bumbu masakan biasanya buah dan bijinya dihaluskan terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan bumbu masakan lainnya. Andaliman biasa digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan masakan khas Batak seperti arsik, naniura, na tinombur, dan produk masakan lainnya. Buah andaliman juga dapat dimanfaatkan sebagai penghilang rasa yang tidak disukai akibat penggunaan protein dan lemak secara berlebih.

Andaliman juga dimanfaatkan sebagai penghilang bau tidak sedap dan

(27)

mempertajam aroma makanan (Simatupang, 2013). Kandungan gizi andaliman dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi andaliman dalam 100 g bahan

Kandungan gizi Jumlah

Energi (kal) 99

Protein (g) 4,6

Lemak (g) 1

Karbohidrat (g) 18

Kalsium (mg) 383 Fosfor (mg) 107

Zat besi (mg) 2,9

Vitamin B1 (mg) 3

Vitamin C (mg) 21

Sumber : USDA, 2014

Cabai Rawit

Cabai rawit (Capsicum frutescens) memiliki ukuran yang lebih kecil dari cabai merah. Cabai rawit memiliki ukuran setengah kali ukuran cabai merah.

Cabai rawit mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi. Hal inilah yang membuat cabai rawit sering ditambahkan pada campuran industri makanan dan

peternakan. Cabai rawit juga mampu menyembuhkan sakit tenggorokan (Nawangsih, dkk., 2001).

Cabai rawit dikenal dengan rasanya yang lebih pedas jika dibandingkan dengan cabai merah keriting. Cabai ini memiliki warna yang bervariasi seperti merah, kuning, dan orange. Panjang buahnya berukuran 2,0-3,5 cm dengan diameter 0,4-0,7 cm (Nawangsih, dkk., 2001).

Bawang Merah

Bawang merah sering kali ditambahkan pada semua makanan olahan yang berfungsi sebagai penyedap masakan dan penambahan aroma (Manalu, 2009).

Bawang merah memberikan flavor dan rasa yang khas. Hal ini dikarenakan

(28)

kandungan senyawa sulfur. Sulfur merupakan senyawa non asam amino yang digolongkan dalam senyawa volatil yang memberikan aroma yang khas. Bawang merah juga berfungsi sebagai antimikroba dan menurunkan kolesterol dalam tubuh (NPCS Board of Consultans & Engineers, 2015). Kandungan gizi pada bawang merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi bawang merah dalam 100 g bahan

Kandungan Jumlah

Kalori (kal) 71

Protein (g) 2,5

Karbohidrat (g) 17

Serat (g) 3,2

Lemak (g) 0,1

Kalium (mg) 334

Besi (g) 1,2

Vitamin A (IU) 4

Kalsium (mg) 37

Vitamin B6 (mg) 0,3

Magnesium (mg) 21

Vitamin C (mg) 8

Sumber : USDA, 2006.

Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum) merupakan tumbuhan semusim yang mempunyai batang semu, akar serabut dan berdaun pipih memanjang. Umbi bawang putih dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bumbu, penyedap rasa dan aroma. Wibowo (2006) menambahkan, bahwa bawang putih memiliki cita rasa sangat khas yang ditimbulkan oleh komponen sulfur yang ada dalam minyak volatil bawang putih. Jenis senyawa yang menentukan bau khas bawang putih yaitu allicin (Apriliani, 2014). Penambahan bawang putih (Allium sativum) pada olahan bahan pangan memberikan aroma yang khas. Bawang putih juga berfungsi sebagai antimikroba. Senyawa allicin memberikan aroma yang khas pada bawang putih,

(29)

dan memiliki daya antibakteri yang kuat (Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Kandungan gizi pada bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi bawang putih dalam 100 g bahan

Kandungan Jumlah

Kadar air (g) 59

Protein (g) 8

Lemak (g) 0,5

Karbohidrat (g) 33,07

Serat (g) 2,1

Kalsium (mg) 181

Besi (mg) 1,16

Tiamin (mg) 0,2

Riboflavin (mg) 0,11

Asam askorbat (mg) 31,2

Sumber : USDA, 2006

Kecombrang

Nama lain kecombrang, kincuang (Minangkabau), Siantan (Malaya).

Batang, daun, bunga tanaman kecombrang memiliki ciri-ciri berwarna kemerahan.

Tanaman ini ketika masih muda memiliki rimpang yang tebal berwana krem, kemerah-jambuan. Seluruh bagian tanaman ini seperti akar, daun, bunga, batang dan buahnya mengandung antioksidan seperti fenol, polifenol, flavonoid. Jika tanaman ini sudah tua, maka batangnya mirip jahe (Pristiadi, 2012).

Bagian tangkai atau batang muda tanaman kecombrang dapat dicampur kedalam masakan dan memberikan rasa asam dan kesan yang segar. Batang kecombrang (Gambar 3) juga sering ditambahkan dalam pembuatan sambal sambalan dengan cara diiris halus (Pranata dan Narit, 2008).

Kecombrang juga mengandung tannin, saponin, fenolik, flavonoid, steroid, dan glikosida, asam palmitat, dodekanol, miristil palmitat, desil asetat, asam asetat dan turunannya. Hal ini membuat kecombrang berpotensi sebagai antioksidan dan antimikroba (Susilowati, dkk., 2011). Kandungan asam asetat pada kecombrang

(30)

mempengaruhi flavor produk yang ditambahkan dengan rasa dan aroma asam yang khas. Asam asetat memberikan rasa dan aroma yang khas (Estiasih, dkk., 2015).

Adapun gambar kecombrang dan kandungan gizi kecombrang dalam 100 g dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 5.

Gambar 3. Kecombrang (Pertanianku, 2017)

Tabel 5. Kandungan gizi tanaman kecombrang dalam 100 g bahan

Kandungan Jumlah

Energi (kkal) 7 Karbohidrat (g) 1,5 Serat pangan (g) 1,2 Lemak (g) 0,1 Protein (g) 0,4

Air (g) 97

Vitamin A (µg) 1 Kalsium (mg) 11 Iron (mg) 0,3 Magnesium (mg) 7 Fosfor (mg) 18 Potassium (mg) 350 Zinc (mg) 0,3

Sumber : Nutrion Facts, 2015

Kemiri

Kemiri merupakan bahan tambahan makanan yang digunakan sebagai bumbu masakan yang mempunyai ukuran kecil dan berwarna putih kekuningan.

Selain digunakan sebagai bumbu masakan, kemiri juga mengandung minyak yang

(31)

tinggi sekitar 60% (Istriyani, 2011). Biji kemiri juga mengandung senyawa kimia seperti asam palmitat, asam stearat, asam miristat, dan asam lemak (Redaksi Agromedia, 2008). Kandungan gizi kemiri dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan gizi per 100 gram daging biji kemiri

Komponen gizi Jumlah terkandung

Energi (kalori) 636

Protein (g) 19

Karbohidrat (g) 8

Lemak (g) 63

Kalsium (mg) 80

Fosfor (mg) 200

Besi (mg) 2

Vitamin B (mg) 0,06

Air (g) 7

Sumber: Ketaren, 1986

Gula Putih (Pasir)

Gula pasir merupakan hasil kristalisasi ekstrak tebu. Gula pasir mengandung sukrosa yang memberikan rasa manis pada penambahan olahan pangan. Gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet, dengan penambahan 60% dari bahan. Penambahan gula dapat membentuk lingkungan yang tidak dapat

ditumbuhi oleh mikroba. Penambahan gula dapat dijadikan pengawet dengan kombinasi perlakuan pengeringan, pembekuan, penyimpanan suhu rendah

(Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Garam

Garam dapur (NaCl) berfungsi meningkatkan cita rasa dari produk itu sendiri. Kebutuhan garam sebagai pemantap cita rasa adalah sebanyak 2 – 5% dari total bahan bakunya (Suprapti, 2000). Garam dapur terbentuk dari dua senyawa

(32)

yaitu klorida dan natrium. Penggunaan garam dalam pengolahan pangan memberikan pengaruh rasa asin pada produk. Garam juga dapat menghentikan reaksi autolisis dan membunuh mikroba. Garam akan menyerap kandungan air dalam makanan sehingga mikroba sulit untuk tumbuh didalamnya (Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Ikan Teri

Ikan teri yang termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak species. Species umum yang teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus, S.

devisii, S. buccaneeri, S. indicus, dan S. commersonii (De Bruin, dkk., 1994). Ikan teri yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena rasanya yang gurih ternyata merupakan sumber kalsium yang sangat baik untuk mencegah osteoporosis. Kalsium pada ikan teri berasal dari bagian tulang ikan teri (Wirakusumah, 2007).

Minyak Goreng

Lemak atau minyak sering digunakan dalam pengolahan pangan.

Penambahannya dapat dilakukan secara langsung atau dalam bentuk shortening.

Minyak goreng juga sering digunakan sebagai penghantar panas saat penggorengan. Penambahan minyak goreng juga bertujuan untuk menambah cita rasa dan kesedapan suatu makanan (Winarno, dkk., 1980).

Tahap Pembuatan Sambal Andaliman Sortasi

Sortasi merupakan salah satu tahapan yang dilakukan dengan tujuan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan ukuran, bobot, warna, kebersihan,

(33)

kemasakan, kebebasan dari bahan-bahan asing, juga kebebasan dari luka dan cacat.

Bahan yang memiliki kecacatan dapat berupa cacat fisik, mekanik, mikrobiologis, dan cacat yang disebabkan oleh serangga (Satuhu, 1996).

Pemilihan bahan baku rempah rempah yang akan dikeringkan harus merupakan cabai yang matang penuh, berwarna merah tidak cacat. Jika menggunakan cabai merah yang belum matang maka akan menghasilkan produk berwarna keputih-putihan dan bila cabai mulai membusuk menghasilkan produk yang berwarna kehitam-hitaman. Sortasi cabai dilakukan dengan pemisahan cabai dengan tangkai dan kotoran kotoran yang menempel (Suyanti, 2007). Andaliman yang digunakan dalam pembuatan sambal adalah andaliman dengan keadaan segar dengan buah andaliman yang berwarna hijau kemerahan karena memiliki tingkat kegetiran yang masih tinggi (Sormin, 2007).

Blansing

Upaya pemberian pemanasan pada bahan pangan merupakan salah satu pengawetan untuk memperpanjang masa simpan. Pemanasan dapat mematikan mikroba pembusuk dan mikroba patogen. Pemanasan dapat dilakukan dengan pemberian jumlah panas yang cukup dan pemberian panas tidak menyebabkan penurunan gizi. Salah satu pemberian pemanasan pada bahan pangan dapat dilakukan dengan cara blansing. Blansing merupakan pemanasan pendahuluan pada bahan pangan yang dapat dilakukan untuk menginaktifkan enzim dan mematikan mikroba awal pada bahan pangan. Blansing dapat dilakukan pada suhu 82-93 oC selama 3-5 menit (Winarno, 1980).

(34)

Penghalusan dan Pencampuran

Proses penghalusan bumbu saat ini lebih sering dilakukan dengan blender dibandingkan dengan menggunakan cobek. Hal ini dikarenakan proses penghalusan bumbu dengan blender lebih cepat, praktis, dan menghasilkan tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan menggunakan cobek. Proses penghalusan bumbu dengan blender juga bisa dalam jumlah besar (Sajiansedap, 2016).

Pencampuran berbagai rempah dalam pembuatan bumbu berperan dalam pembentukan keseimbangan flavor pada produk pangan. Pencampuran dan penghalusan sebelum dilakukan pemasakan membuat bumbu terhomogenisasi.

Kandungan senyawa pembentuk flavor tiap bahan pecah ketika penghalusan dan bercampur dengan merata dan membentuk flavor yang menarik dan kuat yang mempengaruhi mutu bumbu instan. Rempah rempah memiliki variasi komponen kimiawi yang kompleks sehingga mempengaruhi rasa, warna, aroma dan tekstur (Aeni, 2010).

Penggorengan

Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng (Sartika, 2009).

Sedangkan menurut Muchtadi (2008) penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 2008).

Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain

(35)

untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu (Suyitno, 1991).

Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu metode pewadahan dan salah satu cara pengawetan yang dapat diterapkan pada bahan-bahan hasil pertanian, sebab pengemasan dapat memperpanjang masa simpan bahan. Pengemasan digunakan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada bahan yang dikemas. Penggunaan bahan pengemas harus sesuai dengan karakteristik bahan yang akan dikemas.

Berdasarkan bahan pembuatannya, maka jenis kemasan pangan yang ada saat ini adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit.

Kemasan sebagai pengemas makanan harus memiliki keunggulan yaitu mengikuti bentuk pangan yang dikemas (fleksibel), berbobot ringan, tidak mudah pecah, mudah diberi label, dapat diproduksi secara masal, dan harga relatif terjangkau (BPOM RI, 2009). Kemasan plastik klip (PET) merupakan bahan kemasan yang bersifat kedap udara. Hal ini mampu mencegah senyawa antioksidan dan vitamin C yang sering ditemukan pada rempah rempah menjadi rusak (Youngson, 2005).

Umur simpan

The Institute of Food Technologist (1974) dalam Robertson (1993) mendefinisikan umur simpan produk sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi, dimana produk berada dalam kondisi yang dari segi penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Menurut Floros (1993)

(36)

menyatakan umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.

Menurut Syarief, dkk (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisasi berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.

3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.

Umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan umur simpannya dengan menggunakan dua konsep yaitu dengan metode konvesional (Extended Storage Studies) dan metode percepatan (Accelerated Shelf Life Testing).

Metode konvensional adalah penentuan umur simpan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun membutuhkan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak. Biasanya metode konvensional digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan (Arpah, 2001). Metode ASLT menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Keuntungan dari metode ini adalah waktu pengujian yang relatif lebih singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tepat (Arpah, 2001). Metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing)

(37)

dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arhenius dan model kadar air kritis.

1. Model Arrhenius

Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C. Prinsip model Arrhenius adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim, dimana produk pangan akan lebih cepat rusak, kemudian umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yang diperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika yang diperoleh dari hasil percobaan. Contoh produk yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk, produk snack, meat product, produk pasta, jus buah, mie instant, tepung-tepungan, kacang-kacangan, dan produk lain yang mengandung lemak tinggi atau mengandung gula pereduksi dan protein yang memungkinkan terjadinya oksidasi lemak atau reaksi pencoklatan (Kusnandar, 2006).

2. Model Air Kritis

Model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Dalam metode kadar air kritis ini kerusakan produk semata-mata disebabkan oleh penyerapan air dari lingkungan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik.

Kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik disebut kadar air kritis (Labuza, 1982).

(38)

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai bulan Maret 2018 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian, Reagensia dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah cabai merah, cabai rawit, bunga kecombrang, bawang merah, bawang putih, andaliman, kemiri dalam keadaan segar diperoleh dari UKM Sambal Andaliman, Komplek Anugrah Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan pati 1%, larutan phenolptahlein 1%, larutan iodin 0,01 N, NaCl 0,85%, as.oksalat 2%, NaOH 0,1 N, asam asetat glasial, kloroform, indikator amylum 0,5%, Na2S2O3 dan akuades. Adapun Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel, pipet tetes, blender buah, biuret, beaker glass, colony counter, tisu rol, erlenmeyer, mortal dan alu, gelas ukur, pH meter, bulp, cawan petri, pipet volume, plastik wrap, hand refraktometer, timbangan analitik, kukusan stainles ssteel, dan kemasan PET.

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu : Tahap I : Pembuatan sambal andaliman

Penelitian tahap I ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan yaitu :

(39)

Persentase Cabai Merah : Andaliman (%) S1 = 100% : 0%

S2 = 90% : 10%

S3 = 80% : 20%

S4 = 70% : 30%

S5 = 60% : 40%

S6 = 50% : 50%

Tahap II : Pendugaan umur simpan sambal andaliman dengan metode akselerasi atau ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) model arrhenius

Penelitian Tahap II adalah untuk menentukan umur simpan sambal andaliman dengan mutu terbaik dari penelitian Tahap I dengan menggunakan metode ASLT.

Pendugaan Umur Simpan Sambal Andaliman dengan Metode Akselerasi Model Arrhenius (Arpah, 2001; Haryadi dkk., 2006; Kusnandar dan Sutrisno, 2006) Pendugaaan umur simpan dilakukan terhadap sambal andaliman yang diperoleh dari uji organoleptik. Percobaan untuk menentukan umur simpan dilakukan dengan metode Arrhenius. Tahap-tahap pendugaan umur simpan yaitu penetapan mutu produk sambal andaliman, proses penyimpanan produk, penentuan batas kadaluwarsa, penentuan ordo reaksi, dan perhitungan umur simpan.

Model Rancangan (Montgomery 1988)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dari ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i μ = Nilai tengah umum

(40)

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penilitian

Pembuatan Sambal Andaliman

Bahan-bahan seperti cabai merah, cabai rawit bawang merah, bawang putih, dan kecombrang disortasi dan dibersihkan dari kotoran dan dikupas kulitnya kemudian ditimbang bumbu-bumbu dengan jumlah cabai rawit 29 g, bawang merah 8 g, bawang putih 1,9 g, kemiri 10 g, batang kecombrang 8 g, gula putih 8 g dengan garam 1,5 g, minyak makan 25 ml, ikan teri yang telah digoreng 8 g dan perbandingan cabai merah : andaliman (100% :0%, 80% : 20%, 70% : 30%, 60%

: 40% dan 50% : 50%). Bahan-bahan seperti cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih dikukus selama 3 menit sedangkan kemiri dan kecombrang disangrai selama 5 menit kemudian dihaluskan dengan blender.

Setelah itu bahan-bahan yang telah halus ditambahkan gula putih, garam dan ikan teri goreng kemudian dimasak selama 5 menit. Setelah masak ditambahkan asam cuka untuk menurunkan pH nya sampai pH 4-4,5. Setelah itu didinginkan kemudian dimasukkan kedalam kemasan dan dilakukan pengujian.Skema pembuatan sambal andaliman dapat dilihat pada Gambar 4.

(41)

Dipersiapkan bahan-bahan sambal pencucian dan pembersihan Perbandingan Cabai Merah : Andaliman

S1 = 100% : 0% Ditimbang bahan cabai rawit 29 g

S2 = 90% : 10% bawang merah 8 g, bawang putih 1,9 g, S3 = 80% : 20% kecombrang 8 g dan kemiri 10 g

S4 = 70% : 30% dalam 135 g sambal andaliman S5 = 60% : 40%

S6 = 50% : 50%

Dikukus cabai merah, cabai rawit, Disangrai kemiri dan batang bawang merah, bawang putih kecombrang selama 5 menit

Dihaluskan dengan blender Ditumis dengan minyak 25 ml selama 5 menit dan ditambahkan ikan teri medan yang telah digoreng sebanyak 8 g

Didinginkan

Ditambahkan Natrium Metabisulfit sebanyak 0,02 g dan asam cuka sampai pH 4 – 4,5dari 135 g sambal andaliman

Dikemas menggunakan botol plastik

Sambal andaliman

Gambar 4. Skema pembuatan sambal andaliman

h- Kadar air - Kadar abu - Kadar lemak - Kadar serat - Kadar Protein - Uji Antioksidan - Uji organoleptik

hedonik warna, aroma, rasa.

- Uji organoleptik skor Tekstur

- Uji organoleptik hedonik penerimaan konsumen

Perlakuan terbaik - Total asam - Total mikroba

- Pendugaan umur simpan metode Arrhenius

Ditimbang gula 8 g dan garam 1,5 g

(42)

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter adalah sebagai berikut:

1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar Lemak 4. Kadar Protein 5. Kadar Serat 6. Uji Antioksidan 7. Uji Indeks Warna

8. Uji Organoleptik hedonik aroma, warna, dan rasa 9. Uji Organoleptik skor tekstur

10. Uji Organoleptik penerimaan konsumen 11. Perlakuan Terbaik

- Total Asam - Total Mikroba

- Pendugaan Umur Simpan Metode Arrhenius

Kadar air

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 - 110 oC dan telah diketahaui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105 - 110 oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang.

Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan (AOAC, 1995).

(43)

Kadar air (%) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir

Berat sampel awal x 100%

Kadar abu

Sampel ditimbang sebanyak 5 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang.

Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya 580 – 620 oC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven pada suhu sekitar 100 oC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0.001 g. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut (SNI-01-3451-1994) :

Kadar abu (%) = Berat abu (g)

Berat sampel (g) x 100%

Kadar lemak

Pengujian kadar lemak mengacu pada prosedur AOAC, (1995). Analisis lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak yang telah diketahui beratnya dibawahnya.

Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih.

(44)

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70

°C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang dengan berat labu yang telah diketahui sebelumnya.

Kadar lemak (%) = Berat lemak

Berat sampel x 100%

Kadar protein

Kadar protein dianalisis dengan menggunakan metode kjeldahl menurut AOAC (2001) sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan dengan 20 ml H2SO4 pekat dan 5 g tablet kjeldahl sebagai katalis. Sampel didekstruksi pada suhu 300 oC selama 4 – 6 jam atau sampai cairan berwarna jernih dan semua asap hilang. Labu kjeldahl beserta isinya didinginkan lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 30 ml. Kemudian dibilas dengan akuades sebanyak 40 ml.

lalu ditambahkan larutan asam borat 4% sebanyak 60 ml. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya hasil titrasi di layar alat titrasi dan layar alat destilasi. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar protein (%) = (B-A) x N x 14,01 x 100% x FK W x 1000

Keterangan :

A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas HCl

(45)

FK = Faktor konversi (6,25)

Kadar serat

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Dihidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 105 °C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades mendidih lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan akuades mendidih dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 1 jam, pengeringan dilakukan sampai bobot tetap (Apriyantono, dkk., 1989).

Bobot kertas saring dan serat – bobot kertas saring Serat kasar (%) =

x 100%

Bobot sampel awal

Warna

Pengujian warna dengan metode hunter mengacu pada prosedur Hutchings, (1999). Warna diukur menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L*, a*, dan b* dari sampel dengan kisaran 0 (hitam) sampai ± 100 (putih). Notasi “a*“ menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai “+a*” (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai “–a*“ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi “b*”

menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai “+b*”

(positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai “–b*“ (negatif) dari 0

(46)

sampai – 80 untuk warna biru sedangkan L* menyatakan ketajaman warna.

Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L*. Selanjutnya dari nilai a*

dan b* dapat dihitung oHue dengan rumus sebagai berikut.

oHue = tan 𝑏

𝑎. Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o – 198o maka produk berwarna green (G)

198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)

270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P)

Uji aktivitas antioksidan dengan metode penangkap radikal bebas DPPH Pembuatan larutan DPPH (0,4 mM)

Bahan ditimbang lebih kurang 15,8 mg DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), kemudian dilarutkan dengan metanol pro analisis hingga 100 ml pada labu ukur, ditempatkan dalam botol gelap.

Pembuatan larutan blanko

Dipipet 1 ml larutan DPPH (0,4 mM) ke dalam labu tentukur 5 ml dan ditambahkan metanol hingga tanda, lalu homogenkan.

(47)

Pembuatan larutan uji

Sampel 5,0 mg ditimbang kemudian dilarutkan dalam 5 ml metanol pro analisis (1000 ppm), larutan ini merupakan larutan induk. Dipipet 25 µl, 50 µl, 125 µl, 250 µl, dan 500 µl larutan induk (triplo) ke dalam labu ukur 5 ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50 dan 100 µg/ml. Ke dalam masing- masing labu tentukur ditambahkan 1 ml larutan DPPH, ditambahkan dengan metanol pro analisis sampai tanda tera, kemudian dihomogenkan.

Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif Uji aktivitas antioksidan

Larutan uji dan kontrol positif dengan beberapa konsentrasi diinkubasi pada suhu 37 ºC selama tepat 30 menit, serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 517 nm menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Persentase inhibisi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Absorbansi blanko – absorbansi sampel Hambatan (%) =

x 100%

Absorbansi blanko

Perhitungan nilai IC50 dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan uji (sumbu x) dan % hambatan terhadap DPPH (sumbu y) ke dalam persamaan garis regresi. Semakin rendah nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan sebagai peredam radikal bebas. Aktivitas suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas tinggi jika mempunyai nilai IC50 di bawah 20 ppm, aktivitas sedang jika mempunyai nilai IC50 sebesar 21 – 100 ppm, aktivitas rendah jika mempunyai nilai IC50 101 – 200 ppm dan tidak aktif jika mempunyai nilai IC50 di atas 200 ppm (Sumarny, dkk., 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) terhadap mortalitas kutu daun persik (Myzus persicae Sulz) pada tanaman cabai merah.

Perlakuan penyimpanan dalam konsentrasi KMnO 4 0,1% akan memberikan pengaruh terbaik terhadap umur simpan buah Cabai Merah ( Capsicum annuum L).. Sehingga diperoleh 4

Penelitian dengan judul “Pengaruh Perbandingan Tetelan Merah Tuna dan Tepung Maizena terhadap Mutu Nuget” telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan buah naga merah dengan sirsak dan pengaruh penambahan agar-agar terhadap mutu selai lembaran.

Pengaruh proporsi pasta labu kuning dan cabai rawit serta konsentrasi ekstrak rosella merah terhadap sifat fisik kimia organoleptik saus labu kuning pedas.. Jurnal

Pada saat panen, buah cabai rawit yang rusak sebaiknya di singkirkan, kemudian cabai merah yang baik dimasukkan kedalam karung jala dan apabila akan disimpan

Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Pengaruh Paparan Pestisida terhadap Efek Neurobehavioral pada Petani Cabai Merah di Kecamatan

Hasil analisis sidik ragam yang dideskripsikan pada lampiran 3b, menunjukkan bahwa pengaruh pemberian KMnO 4 terhadap kesegaran cabai merah keriting tidak berbeda