• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

SKRIPSI

Oleh

Fadillah Ulfah Pulungan

111101083

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

SKRIPSI

Oleh

Fadillah Ulfah Pulungan

111101083

FAKULTAS KEPERAWATAN

(3)
(4)
(5)

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp. Mat selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran, dan kritik kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Nur Asiah, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku Dosen Penguji I dan Lufthiani Anwar, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan, saran dan kritik kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan masukan, arahan, motivasi, bimbingan selama proses perkuliahan 4 tahun.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(6)

membesarkan dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan serta memberikan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

7. Terima kasih ditujukan kepada saudara-saudara peneliti, Widya Sari Astuti Pulungan dan Muhammad Yatsrib Pulungan selaku kakak dan adik penulis yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang.

8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku, Ana, Astuti, Ayu, Habibul, Inggih, Nabila, teman-teman Tweesperone dan Sobat Bumi yang selalu bersama dalam perjuangan, yang selalu ada saat suka dan duka serta teman-teman seperjuangan angkatan 2011 F.Kep USU

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan dalam terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini.

Peneliti mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan di masa mendatang.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan, Juli 2015 Peneliti,

(7)

Halaman judul ... i

2. Pertanyaan penelitian ... 5

3. Tujuan penelitian ... 6

4. Manfaat penelitian ... 6

BAB2. Tinjauan pustaka ... 8

1. Konsep kanker serviks ... 8

1.1.Pengertian kanker serviks ... 8

1.2.Faktor penyebab kanker serviks ... 8

1.3. Faktor pelindung kanker serviks ... 11

1.4. Gejala kanker serviks ... 12

1.5. Stadium kanker serviks ... 13

1.6. Deteksi dini kanker serviks ... 14

2. Wanita Usia Subur (WUS) ... 16

3. Konsep pendidikan kesehatan ... 16

3.1.Definisi pendidikan kesehatan ... 16

3.2. Batasan pendidikan kesehatan ... 17

3.3. Ruang Lingkup pendidikan kesehatan ... 18

3.4.Visi dan misi pendidikan kesehatan ... 21

4. Konsep motivasi ... 22

BAB 3. Kerangka penelitian... 28

1. Kerangka penelitian ... 28

2. Definisi operasional ... 28

3. Hipotesis penelitian ... 31

BAB 4. Metodologi penelitian ... 33

(8)

4. Tempat dan waktu penelitian ... 35

5. Pertimbangan etik... 35

6. Instrumen penelitian ... 36

6.1.Kuesioner data demografi ... 36

6.2.Kuesioner motivasi melakukan pemeriksaan pap smear ... 36

7. Uji validitas ... 37

1.2. Motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan ... 43

1.3. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear... 46

2. Pembahasan ... 47

2.1. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test) ... 47

2.2. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test) ... 49

2.3. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear ... 52

3. Keterbatasan dalam penelitian ... 56

BAB 6. Kesimpulan dan saran ... 58

1. Kesimpulan ... 58

2. Saran ... 59

Daftar Pustaka ... 60

Lampiran-lampiran Lampiran 1. Jadwal penelitian ... 64

Lampiran 2. Penjelasan tentang penelitian... 65

Lampiran 3. Informed consent ... 67

Lampiran 4. Instrumen penelitian ... 68

Lampiran 5. Surat izin pengambilan data ... 72

Lampiran 6. Surat izin uji reliabilitas ... 73

(9)

Lampiran 10. Komisi Etik peneliti ... 79

Lampiran 11. Abstract ... 80

Lampiran 12. Uji reliabilitas Cronbach Alpha ... 81

Lampiran 13. Uji normalitas data Shapiro-Wilk... 83

Lampiran 14. Distribusi frekuensi data demografi ... 86

Lampiran 15. Distribusi frekuensi motivasi berdasarkan kategori motivasi... 90

Lampiran 16. Distribusi frekuensi motivasi sebelum dan sesudah pendkes ... 92

Lampiran 17. Tabulasi silang data demografi dengan motivasi WUS ... 94

Lampiran 18. Uji statistik paired t-test ... 99

Lampiran 19. Master table ... 101

Lampiran 20. Satuan Acara Penyuluhan ... 105

Lampiran 21. Lembar bukti bimbingan ... 110

(10)

halaman

Tabel 2.Stadium kanker serviks menurut FIGO tahun 2000 ... 13

Tabel 3.Definisi Operasional ... 29

Tabel 4.1.Desain penelitian ... 33

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data ... 40

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=30) ... 44

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan ... 44

Tabel 5.3. Tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 44

Tabel 5.4. Tabulasi silang antara pendidikan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 45

Tabel 5.5. Tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 46

(11)
(12)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli Nama : Fadillah Ulfah Pulungan

NIM : 111101083

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2015

Abstrak

Kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia. Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pap smear. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experiment one-group pre and post-test. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel 30 WUS. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara motivasi WUS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini yaitu Ho ditolak. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, maka disarankan agar tenaga kesehatan khususnya perawat melakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah penyakit kanker serviks.

(13)

Women in Performing Pap Smear Examination in the Working Area of Labuhan Deli Puskesmas Name of Student : Fadillah Ulfah Pulungan

Std. ID Number : 111101083 Department : Nursing Science Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cervical cancer still becomes a health problem for women in Indonesia. The majority of women who are affected by cervical cancer usually do not perform early detection which be done by performing pap smear. The objective of the research was to find out the influence of health education on cervical cancer on the motivation of Productive-Aged Women in performing pap smear examination before and after health education in cervical cancer is conducted. The research used quasi-experiment one group pre and post test. The samples were 30 productive-aged women, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using parametric statistic test (paired t-test). The result of statistic test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant disparity between productive-aged women’s’ motivation before and after health education was provided. The hypothesis of the research showed that there was the influence of health education in cervical cancer on productive-aged women’s motivation to perform pap smear examination before and after health education in cervical cancer was provided so that the hypothesis (Ho) was rejected. It is recommended that health care providers, especially nurses, provide health education in order to increase the knowledge and motivation of productive-aged women in performing pap smear examination to prevent them from cervical cancer.

(14)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli Nama : Fadillah Ulfah Pulungan

NIM : 111101083

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2015

Abstrak

Kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia. Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pap smear. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experiment one-group pre and post-test. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel 30 WUS. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara motivasi WUS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini yaitu Ho ditolak. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, maka disarankan agar tenaga kesehatan khususnya perawat melakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah penyakit kanker serviks.

(15)

Women in Performing Pap Smear Examination in the Working Area of Labuhan Deli Puskesmas Name of Student : Fadillah Ulfah Pulungan

Std. ID Number : 111101083 Department : Nursing Science Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cervical cancer still becomes a health problem for women in Indonesia. The majority of women who are affected by cervical cancer usually do not perform early detection which be done by performing pap smear. The objective of the research was to find out the influence of health education on cervical cancer on the motivation of Productive-Aged Women in performing pap smear examination before and after health education in cervical cancer is conducted. The research used quasi-experiment one group pre and post test. The samples were 30 productive-aged women, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using parametric statistic test (paired t-test). The result of statistic test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant disparity between productive-aged women’s’ motivation before and after health education was provided. The hypothesis of the research showed that there was the influence of health education in cervical cancer on productive-aged women’s motivation to perform pap smear examination before and after health education in cervical cancer was provided so that the hypothesis (Ho) was rejected. It is recommended that health care providers, especially nurses, provide health education in order to increase the knowledge and motivation of productive-aged women in performing pap smear examination to prevent them from cervical cancer.

(16)

PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. Hampir 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks. Sedangkan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju rahim (Nasedul, 2008 dalam Prayitno, 2014).

Kanker serviks menempati posisi kedua terbanyak setelah kanker payudara yang di alami wanita di dunia. World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan bahwa lebih dari 270.000 kematian wanita akibat kanker serviks setiap tahunnya (WHO, 2013). Globocan (2002) menerangkan bahwa angka kejadian kanker serviks di Amerika sekitar 86.532 (18%), Afrika 78.897 (16%), Eropa 59.931 (12%) dan Asia 265.884 (54%). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hampir 80% kasus kanker serviks terjadi di negara berkembang (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

(17)

adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 bahwa jumlah perempuan Indonesia usia 30-50 tahun yaitu sekitar 35 juta orang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa hingga tahun 2012 jumlah perempuan usia 30-50 tahun yang sudah melakukan deteksi dini kanker serviks yaitu lebih dari 550 ribu orang dengan hasil IVA positif lebih dari 25 ribu orang atau 4,5%, suspek kanker kanker serviks 1,2 per 1000 dan suspek tumor payudara sebanyak 2,2 per 1000 orang (Yayasan Kanker Indonesia, 2014).

Berdasarkan datadari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bahwa penderita kanker serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001 sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2007 sebanyak 345 kasus, tahun 2009 sebanyak 48 kasus dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus (Septiyaningsih, 2010).

Secara umum pada tahun 2012, ada sekitar 1 milyar wanita berusia 30-49 tahun yang sama sekali belum pernah melakukan pemeriksaan kanker serviks (WHO, 2013). Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktor terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang wanita, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010 dalam Wahyuningsih dan Mulyani, 2014).

(18)

and Gynecologist (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear dalam upaya deteksi dini kanker serviks sejak 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

Pap smearadalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit (Bustan, 2007) Usaha untuk mengidentifikasi kelainan pada serviks yang dilakukan melalui pemeriksaan pap smear memungkinkan untuk dilakukannya tindakan pencegahan atau pengobatan sebelum sel berkembang menjadi kanker. Namun, sampai saat ini deteksi dini untuk pencegahan kanker serviks masih belum mendapat prioritas bagi kaum wanita. Oleh sebab itu, motivasi sangat mempengaruhi wanita dalam melakukan deteksi dini (Nasir, 2009).

Beberapa faktor yang menghambat pemeriksaan pap smear diantaranya adalah perilaku wanita usia subur yang enggan diperiksa karena tidak pernah tahu mengenai pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ reproduksi kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya pada golongan ekonomi menengah ke bawah, sumber informasi, dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih minim untuk melakukan pemeriksaan pap smear (Candraningsih, 2011).

(19)

Pendidikan kesehatan sebagai suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengubah perilaku individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Selain itu pendidikan kesehatan jugapenting dilakukan untuk menggali motivasi seseorang agar dapat menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan dan perilaku (Whitehead, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafa’ah (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan motivasi WUS dalam melakukan deteksi dini kanker serviks di Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyasari (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan motivasi wanita Pasangan Usia Subur (PUS) dalam melakukan pemeriksaan pap smear di Desa Mander Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban. Chania, et al. pada tahun 2013 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan efektif untuk memodifikasi keyakinan dan perilaku mereka terhadap penyakit kanker serviks dan pemeriksaan pap smear (Chania, et al., 2013). Oleh sebab itu tenaga kesehatan hendaknya dapat meningkatkan sumber informasi dan fasilitas kepada masyarakat khususnya WUS agar mengetahui dan memahami tentang pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks sehingga dapat memotivasi mereka untuk melakukan pemeriksaan pap smear.

(20)

Deli yaitu wawancara langsung kepada Bidan Koordinator dan beberapa warga di wilayah kerja puskesmas tersebut. Berdasarkan hasil wawancara peneliti denganBidan Koordinator menyatakan bahwa angka kejadian kanker serviks di wilayah kerja puskesmas ini belum terdeteksi, namun walaupun demikian sangat penting dilakukan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks di wilayah kerja puskesmas ini. Puskesmas sendiri sudah melakukan penyuluhan di beberapa lokasi di wilayah kerjanya mengenai kanker serviks, tetapi mengingat bahwa wilayah kerja puskesmas ini sangat luas, masih perlu dilakukan lagi upaya pendidikan kesehatan untuk mencegah angka kejadian kanker serviks. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga yaitu wanita usia subur dan sudah menikah di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti bahwa WUS tersebut belum pernah mendapatkan informasi mengenai kanker serviks dan pemeriksaan pap smear.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks

terhadap Motivasi Wanita Usia Subur (WUS) dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”.

2. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu:

(21)

2.2. Bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test)?

2.3. Adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smeardi wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli?

3. Tujuan penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

3.1. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test) 3.2. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan

pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test) 3.3. Untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker

serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smeardi wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli

4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu: 4.1. Pendidikan Keperawatan

(22)

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan kepada perawat khususnya perawat maternitas dan komunitas tentang pentingnya pendidikan kesehatan tentang kanker serviks untuk meningkatkan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear

4.3. Penelitian Keperawatan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep kanker serviks

1.1. Pengertian kanker serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. Hampir 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks. Sedangkan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lender pada saluran servikal yang menuju rahim (Nasedul, 2008 dalam Prayitno, 2014).

Kanker serviks akan muncul jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali. Apabila sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor. Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas. Jika kondisi tumor ganas maka disebut kanker serviks (Prayitno, 2014).

1.2. Faktor penyebab kanker serviks

(24)

sama seperti yang ditemukan oleh Koss, dkk dengan menggunakan mikroskop elektron pada penderita dengan kondiloma akuminata yang mengandung partikel HPV. Setelah penemuan ini banyak sekali ahli yang berusaha mendeteksi partikel virus dengan menggunakan teknik biomolekuler. Hingga kini terdapat 138 strain HPV yang telah teridentifikasi dan HPV yang bersifat memicu terjadinya keganasan dapat terdeteksi pada 90-95% lesi prakanker mulut rahim (Iman dan Henri, 2007).

Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2012), ada beberapa faktor risiko dan

predisposisi yang menyebabkan perempuan terpapar HumanPappiloma Virus

diantaranya yaitu:

1.2.1. Hubungan seksual

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan

hubungan seksual, semakin besar pula risiko mengalami kanker serviks (Kumalasari

dan Andhyantoro, 2012). Wanita dengan partner seksual yang banyak juga akan meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual (Rasjidi, 2008).

1.2.2. Jumlah kehamilan dan partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada perempuan yang sering partus.

Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mengalami karsinoma

serviks.

1.2.3. Perilaku seksual

Berdasarkan penelitian, risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali

bila berhubungan dengan enam atau lebih mitra seks atau bila berhubungan seks

(25)

1.2.4. Riwayat infeksi di daerah kelamin dan radang panggul

Infeksi menular seksual (IMS) dapat menjadi peluang meningkatnya risiko

terkena kanker serviks.

1.2.5. Sosial ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah

mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas, dan kebersihan

perseorangan.

1.2.6. Hygiene dan sirkumsisi

Diduga adanya hubungan terjadinya kanker serviks pada perempuan yang

pasangannya belum dilakukan sirkumsisi. Hal ini karena pada prianonsirkumsisi,

hygiene penis tidak terawat sehingga banyak terdapat kumpulan smegma.

1.2.7. Pemakaian alat kontrasepsi

Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap kanker serviks yaitu bermula

dari adanya erosi di serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang

terus-menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

1.2.8. Merokok

(26)

Rokok sebagai salah satu penyebab kanker serviks dan merokok berhubungan dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari perokok (Rasjidi, 2008).

1.2.9. Pemakaian DES (Dietilstilbestrol)

Wanita yang menggunakan DES untuk mencegah keguguran berisiko mengalami kanker serviks (Prayitno, 2014). Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in utero telah dibuktikan (Rasjidi, 2008).

1.2.10. Defisiensi zat gizi

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dan pada

wanita yang rendah konsumsi beta karoten dan vitamin (A,C,dan E) dapat

meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

1.3. Faktor pelindung kanker serviks

Ada beberapa faktor pelindung yang dapat menurunkan risiko seorang wanita mengalami kanker serviks yaitu (Rasjidi, 2008):

1.3.1. Kontrasepsi barier

(27)

1.3.2. Subtipe histologi

Dysplasia serviks sering didiagnosis pada wanita usia 20-an; kanker insitu pada usia 30-an; dan kanker invasif pada usia >40 tahun. Karsinoma sel skuamosa dijumpai pada 90% dari semua kasus kanker seviks, 10% lainnya dibagi antara adenokarsinoma dan adenoskuamosa karsinoma. Kanker serviks biasanya muncul pada pertemuan antara kanalis servikalis dan ektoserviks dimana epitel kolumnar diganti epitel skuamosa pada usia dewasa dan kehamilan. Skuamokolumnar junction ini merupakan zona transformasi. Terdapat bukti histokimia, sitokimia, epidemiologi yang menunjukkan bahwa intraepitelial neoplasia serviks (CIN) akan berlanjut.

1.4. Gejala kanker serviks

(28)

1.5. Stadium kanker serviks

Stadium kanker serviks dapat ditetapkan secara klinis. Stadium klinis yang banyak digunakan adalah stadium kanker serviks menurut Federation International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) yang dikembangkan pada tahun 1950an (Dunleavey, 2009). Stadium klinis FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-paru, pielografi intravena atau CT-Scan. Sedangkan untuk kasus kanker serviks yang lebih lanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi, proktoskopi dan barium enema (Anwar, 2011).

Tabel 2. Stadium kanker serviks menurut FIGO tahun 2000 Stadium 0

Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan).

Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi yang dapat diilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang superfisial dikelompokkan pada stadium I B. Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3,0 mm dan lebar horizontal lesi tidak lebih dari 7 mm.

Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm.

Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih luas dari stadium I A2.

Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar. Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.

Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina.

(29)

Stadium III sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.

Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul.

Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.

Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi

Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rektum dan/ atau keluar dari rongga panggul minor.

Metastatis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrana basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/ darah atau melekat dengan lesi kanker serviks

1.6. Deteksi dini kanker serviks

Deteksi dini kanker serviks merupakan aplikasi sistematis sebuah pemeriksaan untuk mengidentifikasi kondisi serviks yang abnormal pada suatu populasi. Wanita sebagai target untuk dilakukan deteksi dini mungkin merasa sehat secara fisik dan tidak merasakan tanda dan gejala apapun sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk melakukan pemeriksaan (WHO, 2013).

(30)

mempunyai cara pengobatan dan bila digunakan pada kasus yang ditemukan melalui skrining, efektivitasnya harus lebih tinggi, penyakit tersebut harus memiliki fase praklinik yang panjang dan prevalensi yang tinggi di antara populasi yang dilakukan skrining, jika prevalensi rendah maka yang terdeteksi juga akan rendah serta tes yang dipakai harus memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta biaya pemeriksaan tidak mahal (Rasjidi, 2008).

Ada beberapa jenis deteksi dini kanker serviks yang dapat dipilih oleh wanita usia subur untuk mengidentifikasi kondisi serviks yang abnormal. Adapun jenis-jenis deteksi dini kanker serviks yaitu (Rasjidi, 2008):

1.6.1. Tes pap smear

Deteksi dini penyakit kanker serviks dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan sitologi menggunakan tes pap smear. American College of Obstetrician and Gynecologist (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear dalam upaya deteksi dini kanker serviks sejak 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

Tes pap smearadalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan serviks (prakanker) yang ditandai dengan adanya perubahan pada lapisan epitel serviks (displasia) (Rasjidi, 2008).

1.6.2. Tes IVA

(31)

displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. Tes ini lebih cocok digunakan di negara yang sedang berkembang (Rasjidi, 2008).

2. Wanita Usia Subur (WUS)

Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif, yaitu antara usia 15-49 tahun, dengan status belum menikah, menikah atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai organ reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45 tahun. Usia subur wanita berlangsung lebih cepat apabila dibandingkan dengan pria. Adapun puncak kesuburan adalah usia 20-29 tahun yang memiliki kesempatan 95% untuk terjadinya kehamilan. Saat wanita berusia sekita 30 tahun presentase untuk menyebabkan kehamilan menurun hingga 90%. Sedangkan saat berusia 40 tahun kesempatan untuk terjadinya kehamilan menurun menjadi 40%. Sedangkan setelah mendekati usia 50 tahun, wanita hanya mempunyai kesempatan hamil dengan persentase 10% (Depkes, 2014).

3. Konsep pendidikan kesehatan 3.1. Definisi pendidikan kesehatan

(32)

Berdasarkan pengertian pendidikan kesehatan diatas tersirat unsur-unsur pendidikan kesehatan yaitu input (sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok atau masyarakat dan pendidik yaitu pelaku pendidikan kesehatan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (hasil proses pendidikan kesehatan yaitu sasaran dapat mengubah perilaku) (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan kesehatan juga berusaha menggali motivasi seseorang untuk menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan, dan perilaku (Whitehead, 2004).

3.2. Batasan pendidikan kesehatan

Salah satu unsur pendidikan kesehatan yaitu hasil (output). Output yang diharapkan dari sebuah proses pendidikan kesehatan yaitu perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif. Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif ke perilaku yang kondusif mengandung beberapa dimensi yaitu (Notoatmodjo, 2003):

3.2.1. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku-perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan atau dengan kata lain perubahan perilaku yang negatif ke perilaku yang positif. Contoh perilaku yang perlu diubah adalah merokok, minum minuman keras, ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dan lain-lain.

3.2.2. Pembinaan perilaku

(33)

yang harus dipertahankan adalah olahraga teratur, makan dengan makanan yang seimbang, menguras bak mandi, membuang sampah di tempat sampah dan lain-lain.

3.2.3. Pengembangan perilaku

Pengembangan perilaku sehat ini terutama dilakukan untuk membiasakan hidup sehat bagi anak-anak. Perilaku hidup sehat sebaiknya dimulai sejak dini, karena kebiasaan perawatan terhadap anak termasuk perilaku kesehatan yang diberikan orangtua akan langsung berpengaruh pada perilaku sehat pada anak.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa secara konsep pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain baik individu, kelompok maupun masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dalam memelihara kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).

3.3. Ruang lingkup pendidikan kesehatan

Menurut Setiawati (2008) ruang lingkup pendidikan kesehatan berdasarkan aspek kesehatan yaitu:

3.3.1. Aspek Promotif

Sasarannya adalah masyarakat yang ada dalam rentang sehat, sehingga perlu dipertahankan status kesehatannya

3.3.2. Aspek preventif

(34)

penderita yang mengalami penyakit kronik. Dan sasaran dari pencegahan tersier adalah penderita yang baru sembuh dari sakitnya.

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).

Berdasarkan dimensi sasaran pendidikan, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu pendidikan kesehatan individual, pendidikan kesehatan kelompok, dan pendidikan kesehatan masyarakat.

Sedangkan berdasarkan dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat yaitu pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid, pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran keluarga pasien, dan pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengaan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan.

Berdasarkan dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark, yaitu:

a. Promosi Kesehatan (Health promotion)

Dalam hal ini, pendidikan kesehatan yang di perlukan nisalnya dapat berupa dalam hal peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene perorangan dan sebagainya.

b. Perlindungan Khusus (Specific protection)

(35)

pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anak masih sangat rendah.

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and prampt treatment)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa bahkan tidak mau di obati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan di perlukan pada tahap ini.

d. Pembatasan cacat (Disability limitation)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak menuntaskan pengobatannya terhadap suatu penyakit sehingga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan akan beresiko menganlami kecacatan atau ketidakmampuan. Sehingga pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.

e. Rehabilitasi (Rehabilitation)

(36)

3.4. Visi dan misi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan harus memiliki visi yang jelas. Yang dimaksud “visi” dalam konteks ini adalah apa yang diinginkan oleh pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain. Visi umum pendidikan kesehatan tidak terlepas dari Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992 dan WHO yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. Pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan maupun program kesehatan lainnya bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, baik kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Untuk mencapai visi tersebut, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan dan inilah yang disebut dengan “misi”. Misi pendidikan kesehatan adalah upaya yang

harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut. Adapun misi pendidikan kesehatan yaitu (Notoatmodjo, 2003):

3.4.1. Advokat (advocate)

(37)

3.4.2. Menjembatani (meditiate)

Menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait. Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini diperlukan peran pendidikan atau promosi kesehatan.

3.4.3. Memampukan (enable)

Memberikan kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti masyarakat diberikan kemampuan-kemampuan atau keterampilan agar mereka mandiri di bidang kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan mereka. Misalnya pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan cara bertani, beternak, bertanam obat-obatan tradisional, koperasi dan sebagainya dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga (income generating). Selanjutnya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kelurga juga meningkat.

4. Konsep motivasi 4.1. Pengertian motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007). Motivasi merupakan situasi atau kondisi internal

(38)

energi diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Swanburg (2000) mendefinisikan motivasi sebagai konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Sedangkan menurut Moekijat (2000) dalam bukunya “Dasar-dasar Motivasi” bahwa motivasi yaitu dorongan/ menggerakkan, sebagai suatu perangsang

dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. 4.2. Jenis-jenis motivasi

Menurut Djamarah (2002) motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

4.2.1. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang dirangsang oleh sifat dasar yang melekat dalam aktivitas seseorang (Lahey, 2012). Motivasi instrinsik didasarkan pada faktor-faktor internal, seperti kebutuhan organismik (otonomi, kompetensi, dan keterhubungan), rasa ingin tahu, tantangan, dan usaha. Ketika seseorang termotivasi secara instrinsik kita terlibat dalam perilaku karena kita menikmatinya (King, 2010). Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu:

a. Kebutuhan (need)

(39)

b. Harapan (expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan, misalnya ibu membawa balita ke posyandu untuk imunisasi dengan harapan agar balita tumbuh dengan sehat dan tidak mudah tertular oleh penyakit-penyakit infeksi.

c. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh, misalnya ibu membawa balita ke posyandu tanpa adanya pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat ingin bertemu dengan teman-teman maupun ingin bertemu dengan tenaga kesehatan (dokter, bidan dan perawat).

4.2.2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau pengaruh dari luar sehingga seseorang berbuat sesuatu (Lahey, 2012). Ketika seseorang termotivasi secara ekstrinsik maka seseorang akan terlibat dalam perilaku tertentu karena ganjaran eksternal (King, 2010). Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik yaitu:

a. Dorongan keluarga

(40)

balitanya. Dorongan positif yang diperoleh ibu, akan menimbulkan kebiasaan yang baik pula, karena dalam setiap bulannya kegiatan posyandu dilaksanakan ibu akan dengan senang hati membawa balitanya tersebut.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks pemanfaatan posyandu, maka orang-orang di sekitar lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada ibu tentang pelaksanaan kegiatan posyandu.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya ibu membawa balita ke posyandu karena ibu akan mendapatkan imbalan seperti mendapatkan makanan tambahan berupa bubur, susu ataupun mendapatkan vitamin A. Imbalan yang positif ini akan semakin memotivasi ibu untuk datang ke posyandu, dengan harapan bahwa anaknya akan menjadi lebih sehat.

4.3. Tujuan motivasi

(41)

Setiap tindakan motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, serta kepribadian orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

4.4. Unsur-unsur motivasi

Unsur-unsur motivasi terdiri dari sikap positif, orientasi pada pencapaian tujuan, dan daya dorong. Sedangkan unsur-unsur utama motivasi yaitu daya dorong, daya fokus atau perhatian, dan daya topang atau penguatan. Daya dorong untuk melakukan suatu tindakan tertentu, daya fokus untuk memberikan perhatian khusus terhadap suatu tindakan tertentu, dan daya topang untuk memperkuat atau memberi alasan pembenar bagi tindakan tertentu (Denny, 1992 dalam Suharsono M., dan Caroline M., 2008).

(42)

sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam dari diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/ terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan yang akan dicapai oleh orang tersebut.

4.5. Fungsi motivasi

(43)

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka penelitian

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan mendeskripsikan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan papsmear sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.

Pre TestIntervensi Post Test

Skema 3. Kerangka Konsep

Kerangka konsep diatas menggambarkan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan papsmear sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Pada akhir penelitian akan disimpulkan apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

2. Definisi operasional

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker

Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”. Adapun penelitian ini terdiri dari

(44)

2 variabel yaitu pendidikan kesehatan tentang kanker serviks sebagai variabel independen dan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smearsebagai variabel dependen. Definisi operasional untuk setiap variabel telah didefinisikan sebagai berikut:

Tabel 3.Definisi Operasional Variabel Definisi

(45)
(46)

Motivasi

(47)
(48)

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Experiment. Jenis desain Quasi Experimentyang peneliti gunakan adalah one-group pre and post-test. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli.

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan jumlah sampel yang akan diteliti. Setelah jumlah sampel terpenuhi dan sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, peneliti mulai melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pre-test mengenai motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Selanjutnya peneliti memberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, peneliti memberikan post-test mengenai motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

Adapun rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.1. Desain penelitian

Kelompok

Intervensi O1A X1 O2A

Keterangan:

a. O1A adalah pre-test, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan sebelum pendidikan kesehatan tentang kanker serviks

(49)

c. O2Aadalah post-test, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan setelah pendidikan kesehatan tentang kanker serviks

2. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli yaitu Desa Helvetia. Berdasarkan data dasar KIA/ KB Puskesmas Labuhan Deli tahun 2014 bahwa jumlah WUS di Desa Helvetia yaitu 3785 orang.

3. Sampel penelitian

Sampel penelitian terdiri dari bagian populasi yang terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian. Metode sampling nonprobability yang

digunakan adalah purposive sampling yaitu dengan memilih subjek penelitian yang

didasarkan atas ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Pada penelitian eksperimen jumlah sampel minimum yaitu 15 orang dari masing-masing kelompok (Sekaran, 2006). Besarnya sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 orang. Untuk mencegah terjadinya drop out, sampel penelitian ditambah 10% dari seluruh total sampel, sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 33 orang.

Adapun kriteria inklusi sampel penelitian yaitu:

(50)

c. Belum pernah mendapatkan informasi tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear baik dari tenaga kesehatan, media cetak, dan elektronik

d. Bersedia berpartisipasi menjadi responden dengan menyediakan waktu untuk mengikuti pendidikan kesehatan dengan waktu yang telah ditentukan oleh penelitian

4. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Labuhan Deli, dengan pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah sampel yang memadai, efisiensi waktu dan biaya. Perencanaan waktu penelitian akan dilakukan daribulan Maret 2015 sampai April 2015.

5. Petimbangan etik

(51)

6. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam peneitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner motivasi melakukan pemeriksaan pap smear.

6.1. Kuesioner data demografi

Kuesioner ini terdiri dari usia, suku, agama, status pendidikan, jumlah anak, usia menikah atau memulai aktifitas seksual, dan penghasilan per bulan.

6.2. Kuesioner Motivasi melakukan Pemeriksaan Pap Smear

Kuesioner ini terdiri dari pernyataan untuk mengidentifikasi motivasi wanita

usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan. Kuesioner ini terdiri dari 6 item yaitu motivasi intrinsik

meliputi kebutuhan (pernyataan 1-3), harapan (pernyataan 4-6) dan minat

(pernyataan 7-12) serta motivasi ekstrinsik meliputi dukungan keluarga (pernyataan

13-16), lingkungan (pernyataan 17-19) dan imbalan (pernyataan 20). Kuesioner ini

menggunakan skala Guttman yaitu skala yang bersifat tegas dan komitmen dengan memberikan hasil jawaban dari pernyataan “Ya” dan “Tidak”. Apabila jawaban “Ya” maka skornya 1 dan apabila jawaban “Tidak” maka skornya 0.

(52)

7. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengukur tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, dengan uji validitas maka dapat diketahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang di ukur. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara tepat (Nursalam, 2003).

Instrumen pada penelitian ini hanya melakukan uji validitas isi (content validity). Pada penelitian ini uji validitas isi pada instrumen dilakukan oleh tiga dosen yang ahli dalam penyakit kanker serviks, konsep motivasi, dan ilmu perilaku dan pendidikan kesehatan.Adapun dosen yang melakukan uji validaitas terhadap instrumen penelitian ini yaitu dosen Fakultas Keperawatan departemen Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Dasar serta dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat departemen Ilmu Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.

(53)

8. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil ukur atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang peran yang penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2003).

Kuesioner motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Oleh karena itu penting dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.

Uji reliabilitas akan dilakukan pada 10 responden wanita usia subur yang

memenuhi kriteria sampel penelitian yaitu 20% dari total sampel penelitian (Polit

dan Hungler, 2001). Adapun uji reliabilitas yang digunakan adalah uji Cronbach

Alpha, kemudian jawaban dari responden diolah menggunakan komputerisasi

(Arikunto, 2010).Berdasarkan uji cronbach alpha yang dilakukan didapatkan nilai

0,789. Maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian layak untuk digunakan

karena nilai p > 0,7.

9. Pengumpulan data

(54)

wilayah kerja puskesmas tersebut. Selanjutnya peneliti menentukan jumlah sampel yang akan diteliti yaitu 30 responden dan 3 responden tambahan untuk mencegah terjadinya drop out. Selanjutnya peneliti menemui responden penelitian untuk disesuaikan dengan kriteria sampel yang telah ditetapkan peneliti sebelumnya.

Apabila responden penelitian telah memenuhi seluruh kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti, maka penelitimemulai penelitian dengan menjelaskan kepada responden penelitian tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden penelitian untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden penelitian. Responden penelitian yang bersedia mengikuti penelitian diberikan lembar kuesioner berupa pre-test untuk mengetahui motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Peneliti memandu responden untuk mengisi lembar kuesioner hingga terisi dengan lengkap. Subjek penelitian juga diberi kesempatan untuk bertanya kepada peneliti bila ada pernyataan yang tidak dipahami atau kurang jelas pada lembar kuesioner.

(55)

dengan pre-test. Apabila seluruh lembar kuesioner pada pre-test maupun post-testtelah diisi, selanjutnya peneliti akan mengolah data dengan menggunakan sistem komputerisasi.

10. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap yaitu tahap editing, coding dan entry. Tahap editting dilakukan untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan (entry)ke dalam komputer untuk diolah dengan teknik komputerisasi. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan selanjutnya dilakukan analisis data.

Analisa data diawali dengan melakukan uji normalitas data. Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Shapiro-Wilk, bila nilai p (signifikansi) >0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka uji statistik dapat menggunakan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test dan jika data tidak berdistribusi normal maka uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik yaitu uji Wilcoxon. Berikut ini hasil uji normalitas data.

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistik Df Sig. Statistik Df Sig.

Pre-Test 0,147 30 0,098 0,936 30 0,072

(56)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai p pada uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk yaitu p > 0,072 pada pre-test dan p > 0,151 pada post-test. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal karena nilai p (signifikansi) > 0,05. Oleh karena itu uji statistik yang digunakan adalah uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test.

10.1. Statistik univariat

Analisa data dengan statistik univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Data yang dihasilkan dari dari analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentasedata demografi dan variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini data demografi meliputi usia, suku, status pendidikan, status pernikahan, jumlah anak, usia menikah atau memulai aktifitas seksual, pendapatan, dan riwayat merokok akan dianalisis dengan menggunakan statistik univariat dengan menampilkan distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel.

10.2. Statistik bivariat

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan data yang dilakukan sejak 30 Maret 2015 sampai 20 April 2015 di Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden, motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

1.1. Karakteristik responden

(58)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=30)

Karakteristik

Responden Frekuensi Persentase (%)

Umur

1.2. Motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

(59)

diberikan pendidikan kesehatan, motivasi WUS meningkat menjadi tinggi dengan frekuensi 26 responden (86,7%). Berikut ini distribusi frekuensi dan persentase motivasi WUS berdasarkan kategori motivasi.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

PRE-TEST POST-TEST

N % N %

Motivasi Tinggi 0 0 26 86,7

Motivasi Sedang 9 30 4 13,3

Motivasi Rendah 21 70 0 0

Tabel 5.3 menunjukkan hasil tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi rendah sebanyak 12 responden (40%) dan motivasi sedang sebanyak 8 responden (26,6%) pada pre-test. Sedangkan pada post-test, responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi tinggi sebanyak 17 responden (56,6%) dan motivasi sedang sebanyak 3 responden (10%).

Tabel 5.3. Tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

(60)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas WUS yang berpendidikan SMA memiliki motivasi rendah yaitu sebanyak 14 responden (46,6%) dan motivasi sedang sebanyak 8 responden (26,6%) pada pre-test. Sedangkan pada post-test responden berpendidikan SMA memiliki motivasi tinggi sebanyak 18 responden (60%) dan motivasi sedang sebanyak 4 responden (13,3%).

Tabel 5.4. Tabulasi silang antara pendidikan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

(61)

Tabel 5.5. Tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

Penghasilan

1.3.Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear

Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test yang dilakukan untuk mengukur pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Berikut ini hasil uji statistik paired t-test sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

Tabel 5.6. Hasil uji statistik paired t-test pada motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendididkan kesehatan

Mean SD CI 95% p-value

Motivasi WUS sebelum diberikan

pendidikan kesehatan (pre-test) 5,63 2,076 9,422 - 11,244 0,000 Motivasi WUS sebelum diberikan

pendidikan kesehatan (post-test) 15,97 2,266

(62)

bahwa adanya peningkatan mean motivasi WUS sebesar 10,34 dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Berdasarkan uji paired t-test tersebut juga diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, berikut ini akan dijelasakan pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terdapat pada Bab 1 tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

2.1. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test)

Berdasarkan hasil penelitian diatas, tabel 5.2 menunjukkan bahwa motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear masih tergolong rendah yaitu 21 responden (70%), dan sisanya 9 responden (30%) tergolong dalam motivasi sedang. Rendahnya pengetahuan WUS tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks merupakan salah satu faktor yang menghambat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

(63)

sehingga tidak termotivasi untuk melakukan pemeriksaan. Nurhasanah (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Fransiska (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa mayoritas WUS di wilayah kerja puskesmas Kedai Durian tidak melakukan pemeriksaan pap smear adalah karena mereka tidak mengetahui pentingnya pemeriksaan pap smear sebagai upaya untuk mencegah kanker serviks. Fransisca (2012) juga mengatakan bahwa sumber informasi yang kurang juga merupakan faktor penyebab WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear. Oleh karena itu dibutuhkan peran serta tenaga kesehatan untuk melakukan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear agar WUS memiliki pengetahuan yang baik serta motivasi yang tinggi untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Bertentangan dengan hasil penelitian yang diperoleh Ni Ketut Martini (2013) yang mengatakan bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan tindakan WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

(64)

diperkenalkan. Syafa’ah (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Bertentangan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Martini (2013) yang mengatakan bahwa pendidikan tidak berhubungan dengan tindakan WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

Faktor pengetahuan dan status pendidikan juga menjadi faktor penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear di negara-negara berkembang di Amerika Latin dan Caribbean. Begitu juga dengan masalah sosial ekonomi juga menjadi salah satu penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear di negara tersebut (Bessler dkk, 2007). Sosial ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Pada penelitian ini, mayoritas responden masih berpenghasilan dibawah Upah Minimum Regional Kota Medan yaitu kurang dari Rp1.625.000,00. Nurhasanah (2008) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan yang signifikan antara sosial ekonomi dan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransisca (2012) yang juga menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear.

2.2. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test)

(65)

adanya peningkatan motivasi WUS setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.

Pada penelitian ini mayoritas responden berusia antara 21-34 tahun. Usia juga mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia, daya tangkap dan pola pikir akan makin berkembang karena banyaknya informasi yang ditemui sehingga akan meningkatkan pengetahuan seseorang (Budiman & Riyanto, 2013). Mayoritas responden pada penelitian ini berpendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan cenderung untuk mendapatkan informasi dari orang lain maupun dari media massa (Budiman & Riyanto, 2013).

Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat meningkatkan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Ini berarti bahwa responden telah mengetahui tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear dengan baik sehingga motivasi mereka untuk melakukan pemeriksaan pap smear meningkat. Notoadmodjo (2010) menjelaskan bahwa informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberi pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Faktor ini berperan penting dalam membentuk persepsi dan menginterpretasikan sesuatu sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan (Ghisi, et al., 2013). Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

(66)

pap smear masih belum banyak di sosialisasikan kepada masyarakat sehingga angka kejadian kanker serviks masih tetap tinggi (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007). Pendidikan kesehatan sebagai suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengubah perilaku individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Selain itu pendidikan kesehatan juga penting dilakukan untuk menggali motivasi seseorang agar dapat menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan dan perilaku (Whitehead, 2004).

Motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama. Pertama, mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. Kedua, menentukan arah perbuatan yakni ke arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya. Ketiga, menyeleksi perbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Notoadmodjo, 2007).

Gambar

Tabel 3.Definisi Operasional
Tabel 4.1. Desain penelitian
Tabel 4.2. Uji Normalitas Data
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=30)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ketika ada masalah, saya enggan membicarakannya langsung dengan orang yang memiliki masalah

Selanjutnya Lovelock dan Wirtz (2010:16) mengemukakan defenisi jasa sebagai suatu aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain di mana kegiatan

Surat Keputusan Mahkamah Agung No.144 tentang keterbukaan Informasi di Pengadilan merupakan terobosan dan warisan berarti dari Ketua MA periode yang lalu, Bagir Manan.

Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah

Pada bab tinjauan'pustaka ini, uraian terdiri dari empat bagian meliputi tinjauan teoritis.. meliputi: pengendalian intern ditinjau dari pengertiannya, pembagiannya

Pada persilangan antar berkas kabel tanah tenaga listrik yang tidak terletak didalam saluran pasangan batu, beton atau bahan lain yang sejenis, dengan tebal dinding minimum 6

Berdasarkan Permasalahan ini penelitian menganalisis lebih lanjut faktor status gizi dan vitamin A terhadap kejadian pneumonia pada Balita di Puskesmas

Konsentrasi Minimum Asam Bensoat dan Asam Sorbat vang Diperlukan untuk Menghambat Pertumbuhan Kharnir dalam Makanan dan rninuman pada pH 5,0-5,5.. Khamir vang Terdapat