PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP
KUALITAS KEHIDUPAN KERJA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi
Persyaratan
Ujian Sarjana
Psikologi
Oleh:
SIMSON KRISTIANTO PUTRA PASARIBU
111301125
FAKULTAS PSIKOLOGI
Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain
Abstrak
Bullying dan perilaku tidak menyenangkan yang didapatkan di tempat kerja merupakan salah satu gambaran kondisi di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini melibatkan 178 petugas kepolisian yang bekerja di Polres Tapanuli Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif bulying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja pada petugas kepolisian. Studi ini membuktikan bahwa bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas kehidupan kerja. Selanjutnya, dimensi physical intimidation ditemukan yang paling signifikan berpengaruh secara negatif terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman tentang bagaimana bullying di tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja.
The Influence of Workplace Bullying toward Quality of Work Life
Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain
Abstract
Bullying and unpleasant experiences in the workplace have impact to the quality of worklife of workers. The purpose of this study is to determine the influence of workplace bullying toward quality of work life. This study involved 178 police officer in Polres Tapanuli Utara. Data were analyzed by using linear regression, and the result showed a negative influence of workplace bullying toward quality of worklife among police officer. Furthermore, the dimension of bullying, namely physical intimidation was the most significant negatively influenced to quality of work life. The implication of this study could help to understand how workplace bullying affects quality of worklife among police officer.
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat
Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja” adalah hasil karya saya sendiri
dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 29 Mei 2015
Simson K. P. Pasaribu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat hidayat serta ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap
Kualitas Kehidupan Kerja” dengan tepat waktu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan
dukungan semua pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU sekaligus
dosen pembimbing akademik penulis. Terimakasih atas dukungan yang telah
diberikan demi kesuksesan penulis dan seluruh mahasiswa psikologi USU.
2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi penulis,
yang dengan sabar membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis
hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Keluarga penulis yang terus memberi dukungan selama pengerjaan skripsi ini.
4. Seluruh sahabat penulis di Fakultas Psikologi USU, terkhusus Vilya Sutanto
yang mau memberi masukan dan informasi yang berguna untuk kelancaran
skripsi ini.
5. Seluruh rekan penulis di pelayanan RNHKBP Bethesda Ressort Bethesda dan
UKM KMK USU UP Psikologi, yang senantiasa mendoakan dan memberi
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU atas ilmu yang telah bapak dan ibu
ajarkan kepada penulis.
7. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Psikologi USU atas pelayanan dan bantuan
yang diberikan kepada penulis dan seluruh mahasiswa psikologi.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam
skripsi ini dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengalaman, waktu, dan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis
mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap skripsi ini
dapat bermanfaat.
Medan, 29 Mei 2015
Penulis,
Simson K. P. Pasaribu
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GRAFIK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Kualitas Kehidupan Kerja ... 10
1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja ... 10
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja ... 14
B. Bullying di Tempat Kerja ... 17
1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja ... 17
2. Konsep Bullying di Tempat Kerja ... 18
3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja ... 19
4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja ... 20
5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja ... 21
C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja ... 22
D. Hipotesis Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28
1. Kualitas Kehidupan Kerja ... 28
2. Bullying di Tempat Kerja ... 29
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 29
1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 30
D.Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 31
1. Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 31
2. Skala Bullying di Tempat Kerja ... 33
1. Validitas Alat Ukur ... 34
2. Uji Daya Beda Item ... 35
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35
F. Prosedur Penelitian ... 36
G. Metode Analisis Data ... 37
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38
1. Hasil Uji Coba Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 39
2. Hasil Uji Coba Skala Bullying di Tempat Kerja ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 42
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 43
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ... 44
4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan 45 B. Hasil Penelitian ... 45
1. Hasil Uji Asumsi ... 45
a. Uji Normalitas ... 45
b. Uji Linearitas ... 48
2. Hasil Utama Penelitian ... 49
a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja ... 49
i. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kualitas
Kehidupan Kerja ... 51
ii. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Bullying di Tempat Kerja ... 52
c. Kategorisasi Data Penelitian ... 53
i. Kategorisasi Kualitas Kehidupan Kerja ... 53
ii. Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 54
3. Hasil Tambahan Penelitian ... 55
C. Pembahasan ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
1. Saran Metodologis ... 63
2. Saran Praktis ... .... 64
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 32
Tabel 2. Blueprint Skala Bullying di Tempat Kerja ... 33
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja Setelah Uji Coba 40
Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja Setelah Uji Coba . 41 Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 43
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ... 44
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ... 45
Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Kualitas Kehidupan Kerja dan Bullying di Tempat Kerja ... 48
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 50
Tabel 11. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Kualitas Kehidupan Kerja ... 51
Tabel 12. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Bullying di Tempat Kerja ... 53
Tabel 13. Norma Kategorisasi Kualitas Kehidupan Kerja ... 53
Tabel 14. Kategorisasi Data Kualitas Kehidupan Kerja ... 54
Tabel 15. Norma Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 55
Tabel 16. Kategorisasi Data Bullying di Tempat Kerja ... 55
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Uji Normalitas Kualitas Kehidupan Kerja ... 46
Grafik 2. Uji Normalitas Bullying di Tempat Kerja ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Surat Keterangan Pengambilan Data di Polres Tapanuli Utara
Lampiran B
1. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja
2. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja
Lampiran C
1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Kualitas Kehidupan Kerja
2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Bullying di Tempat Kerja
Lampiran D
1. Uji Normalitas
2. Uji Linearitas
3. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
4. Pengaruh Dimensi Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Lampiran E
Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain
Abstrak
Bullying dan perilaku tidak menyenangkan yang didapatkan di tempat kerja merupakan salah satu gambaran kondisi di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini melibatkan 178 petugas kepolisian yang bekerja di Polres Tapanuli Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif bulying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja pada petugas kepolisian. Studi ini membuktikan bahwa bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas kehidupan kerja. Selanjutnya, dimensi physical intimidation ditemukan yang paling signifikan berpengaruh secara negatif terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman tentang bagaimana bullying di tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja.
The Influence of Workplace Bullying toward Quality of Work Life
Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain
Abstract
Bullying and unpleasant experiences in the workplace have impact to the quality of worklife of workers. The purpose of this study is to determine the influence of workplace bullying toward quality of work life. This study involved 178 police officer in Polres Tapanuli Utara. Data were analyzed by using linear regression, and the result showed a negative influence of workplace bullying toward quality of worklife among police officer. Furthermore, the dimension of bullying, namely physical intimidation was the most significant negatively influenced to quality of work life. The implication of this study could help to understand how workplace bullying affects quality of worklife among police officer.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan kerja adalah hal yang penting bagi setiap instansi karena di
era kompetisi global ini, setiap instansi dihadapkan pada lingkungan kerja
yang kompleks dan dinamis, yang mana kondisi ini memberi cukup tekanan
pada pekerja untuk lebih fleksibel, bervisi, dan inovatif dalam bekerja (Ballou
& Godwin, 2007). Lingkungan kerja yang baik adalah lingkungan kerja yang
sehat, yaitu lingkungan kerja yang diciptakan oleh setiap instansi atau
organisasi untuk mendukung kesehatan pekerja secara fisik maupun
psikologis, dan membantu pekerja menguasai pekerjaan, serta menghadapi
hal-hal seperti stres dan tekanan (Kelloway & Day, 2005). Tidak terwujudnya
lingkungan kerja yang baik akan berdampak pada kehidupan kerja setiap
pekerja. Kiriago & Bwisa (2013) mengatakan bahwa tekanan yang muncul
dari aspek lingkungan seperti tekanan yang berkaitan dengan pekerjaan,
rendahnya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, stres, serta
fasilitas-fasilitas lain yang tidak memadai menyebabkan rendahnya kualitas kehidupan
kerja pada setiap pekerja.
Kualitas kehidupan kerja (quality of work life) digambarkan sebagai
perwujudan serangkaian kondisi dan praktek yang disediakan oleh instansi
kerja, keterlibatan pekerja, dan pengawasan yang demokratis pada setiap
pekerja (Cascio, 2003). Cascio (2003) mengatakan bahwa aspek-aspek seperti
komunikasi, job security, resolusi konflik, dan lingkungan kerja yang aman
sangat berperan untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada
setiap pekerja. Worrall & Chopper (2012) menambahkan bahwa kualitas
kehidupan kerja juga berkaitan dengan kesejahteraan yang terdiri dari
beberapa isu penting, yaitu: hal-hal apa saja yang mendorong setiap pekerja
untuk merasa sejahtera di tempat kerja, bagaimana pengaruh kepemimpinan
terhadap kesejahteraan tersebut, serta bagaimana hubungan antara pekerja
dengan rekan kerja lainnya. Secara khusus, kualitas kehidupan kerja
berhubungan dengan hal-hal seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk
pengembangan karir, serta keseimbangan hidup di dalam dan di luar pekerjaan
setiap pekerja (Ballou & Godwin, 2007).
Terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik memberi manfaat dan
keuntungan tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi instansi. Penelitian yang
dilakukan oleh Chinomona & Dhurup (2013) mengemukakan bahwa kualitas
kehidupan kerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja (job
satisfaction), komitmen pada organisasi, serta meningkatkan kecenderungan
setiap pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya. Kualitas kehidupan kerja
yang baik juga memiliki efek terhadap kognisi yaitu kecenderungan setiap
pekerja untuk mengubah orientasi belajar dan mengembangkan strategi belajar
untuk mengeksplor setiap kondisi kerja (Yeo & Li, 2013). Studi lain juga
efektivitas bekerja (Taghavi, Ebrahimzadeh, Bhramzadh, & Masoumeh,
2014). Artinya, semakin baik kualitas kehidupan kerja maka setiap pekerja
akan semakin efektif dalam bekerja. Ditambah lagi kualitas kehidupan kerja
secara positif berkontribusi pada kuatnya suatu budaya organisasi (Mohan &
Bowsher, 2014). Jadi, dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja yang
baik akan memberi efek positif bagi setiap pekerja, serta menjadi keuntungan
bagi sebuah instansi atau organisasi bisnis.
Kualitas kehidupan kerja terwujud karena adanya kesesuaian antara
pekerjaan dengan ekspektasi pekerja mengenai pekerjaannya (Yeo & Li,
2011). Artinya seorang pekerja akan memiliki kualitas kehidupan kerja yang
kurang baik ketika ada kesenjangan antara ekspektasi pekerja mengenai
pekerjaannya dengan apa yang sebenarnya ada dan terjadi di tempat kerjanya.
Moradi, Maghaminejad, & Fini (2014) mengatakan bahwa segala hal yang
dialami pekerja di tempat kerja berhubungan dengan kualitas kehidupan kerja.
Hal ini dikarenakan tekanan dan stres yang berhubungan dengan pekerjaan
dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja (Kiriago & Bwisa,
2013). Aspek pekerjaan dikatakan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan
kerja karena secara khusus pekerjaan berkorelasi dengan kesejahteran
psikologis pekerja (Tenggara, Zamralita, & Suyasa, 2008).
Salah satu pekerjaan yang memberi tugas serta peran khusus pada
setiap pekerjanya adalah pekerjaan sebagai polisi. Polisi merupakan salah satu
profesi yang mendapat sorotan karena fungsinya sebagai garda terdepan dalam
setiap polisi pada dasarnya memiliki potensi untuk memberikan kontribusi
yang produktif bagi instansi tempat kerjanya yaitu kepolisian (Prasetyo,
2012). Namun kontribusi yang dinilai produktif tersebut tidak lepas dari aspek
kepuasan kerja, karena keterlibatan kerja dan kebanggan profesi sebagai
seorang polisi tergantung dari kepuasan kerja setiap personil di instansi
kepolisian (Sukarno, 2001). Ditambah lagi, Hedissa, Sukhirman, & Supandi
(2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan kerja polisi
berkorelasi dengan modal psikologis secara khusus aspek ketahanan dan
optimisme polisi dalam bekerja. Pentingnya aspek kepuasan kerja di instansi
kepolisian membuat konsep kualitas kehidupan kerja juga perlu disoroti di
instansi ini, dikarenakan kepuasan kerja merupakan manifestasi dari upaya
meningkatkan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di tempat kerja (Sirgy,
Efraty, Siegel, Lee, 2001; Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008)
Upaya meningkatan kesejahteraan dan kepuasan kerja sebagai wujud
meningkatkan kualitas kehidupan kerja tidak lepas dari aspek kepemimpinan
yang ada dalam sebuah instansi (Yeo & Li, 2011). Hal ini disebabkan peran
pemimpin sangat penting dalam upaya menciptakan keseimbangan antara
pekerjaan dan outcome pekerja (Yeo & Li, 2011). Pemimpin yang
menggunakan kekuasaan, posisi, ataupun otoritasnya dengan tidak tepat dapat
menyebabkan kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan pada pekerja
(Donellan, 2006). Donellan (2006) menyebutkan bahwa penyalahgunaan
kekuasaan itu sebagai salah satu bentuk workplace bullying atau bullying di
bullying tersebut dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja
di tempat kerja.
Bullying di tempat kerja (workplace bullying) merupakan perilaku
yang berulang pada target individual seperti kekerasan verbal, atau arahan
yang bersifat ancaman, mempermalukan, intimidasi, dan sabotase yang
berkaitan dengan pekerjaan (Daniel, 2009). Selanjutnya, secara spesifik
perilaku bullying di tempat kerja dapat berupa: (1) penghinaan, yaitu:
mengejek, mencela, mempermalukan, dan merendahkan martabat, (2)
intimidasi, yaitu kekerasan fisik, intimidasi psikologis, dan menyalahgunakan
jabatan, (3) pengucilan sosial, yaitu: mengasingkan, menimpakan kesalahan
pada orang lain tanpa fakta, dan menjadikan orang lain sebagai korban, (4)
gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu: memberi tugas dengan
tenggat waktu yang tidak masuk akal, dan pengawasan berlebihan (Rudi,
2010). Adapun pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan
mengalami hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan fisik dan psikologis,
seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur, perasaan
terasing di tempat kerja, penyakit fisik (sakit kepala, musculoskeletal
disorder), luka (fisik ataupun psikologis), hingga resiko bunuh diri pada
pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti:
berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya
konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan (Australian Public
mempengaruhi hubungan antara pekerja dengan rekan kerjanya, kerabat,
teman, dan keluarga mereka (Daniel, 2009).
Salah satu aspek kualitas kehidupan kerja yang secara langsung
dipengaruhi oleh bullying adalah kesehatan dan kesejahteraan pekerja (Lehto
& Parnanen, 2007). Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Vergel &
Munoz (2011) yang membuktikan bahwa bullying di tempat kerja memberi
efek negatif secara langsung bagi kesehatan pekerja. Lalu, melalui hasil
penelitian oleh Kaliath & Kaliath (2012) ditemukan bahwa bullying di tempat
kerja merupakan salah satu aspek lingkungan kerja yang mempengaruhi
kesejahteraan pekerja. Secara lebih spesifik bullying di tempat kerja
berhubungan dengan stres kerja (Gholipour, Sanjari, Bod, & Kozekanan,
2011), dan dapat menyebabkan gangguan tidur pada pria maupun wanita
(Lallukka, Rahkonen, & Lahelma, 2011). Pemaparan ini memberi gambaran
bahwa dampak-dampak yang ditimbulkan oleh bullying di tempat kerja
berkaitan dengan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di sebuah
instansi/organisasi bisnis.
Kualitas kehidupan kerja berperan sebagai sebuah indikator yang
berhubungan dengan fungsi dan ketahanan sebuah organisasi bisnis
(Koonmee, Singhapakdi, Virakul, & Lee, 2010). Salah satu upaya
meningkatkan kualitas kehidupan kerja adalah menciptakan kondisi kerja
anti-bullying di tempat kerja, karena bullying itu sendiri berdampak pada kesehatan
pekerja, terkhusus dampak psikologis (Gorenak & Popovic, 2014). Berbagai
tempat kerja dan kualitas kehidupan kerja menjadi acuan bagi peneliti untuk
menguji secara empirik bagaimana pengaruh bullying di tempat kerja terhadap
kualitas kehidupan kerja.
B. Rumusan Masalah
Apakah bullying di tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas
kehidupan kerja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying
di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yaitu
sebagai wacana dalam ilmu psikologi, secara khusus di bidang Psikologi
Industri dan Organisasi.
2. Manfaat Praktis:
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi data empiris
berkaitan dengan tingkat bullying di tempat kerja, dan kualitas kehidupan
kerja sehingga dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, serta
memberi pemahaman mengenai dampak bullying di tempat kerja terhadap
3. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
1. BAB I - Pendahuluan
Pada bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penelitian.
2. BAB II - Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi penjelasan mengenai teori dan dinamika kedua variabel
dalam penelitian yang menjadi acuan dalam menjawab permasalahan
penelitian. Pada bab ini juga dicantumkan apa yang menjadi hipotesis
dalam penelitan.
3. BAB III - Metode Penelitian
Bab ini memaparkan penjelasan mengenai variabel penelitian, tipe dan
desain penelitian, populasi dan sampel target penelitian, karakteristik
subjek, teknik sampling, prosedur dan pelaksanaan penelitian, pengujian
validitas dan reliabilitas alat ukur, metode analisis data yang digunakan,
serta data hasil uji coba alat ukur.
4. BAB IV - Hasil Dan Pembahasan
Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dan karakteristik dari
subjek penelitian, analisis penelitian, serta interpretasi dari hasil penelitian
yang didapatkan dengan menggunakan analisis statistik melalui program
SPSS versi 17.0 for windows. Selain itu, pada bab ini juga akan
5. BAB V - Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah disusun
berdasarkan analisis dan interpretasi data, serta dilengkapi dengan
saran-saran bagi instansi dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Kehidupan Kerja
1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja
Robbins (1989) menjelaskan konsep teoritik dari kualitas
kehidupan kerja, yaitu sebuah proses yang melibatkan respon instansi atau
organisasi terhadap kebutuhan pekerja melalui pengembangan sebuah
mekanisme yang melibatkan mereka dalam berbagi dan pengambilan
keputusan berkaitan dengan kehidupan pekerjaan mereka. Menurut Sirgy
et al (2001) kualitas kehidupan kerja mengarah pada dampak yang
ditimbulkan pekerjaan terhadap kepuasan setiap pekerja, baik kepuasan
kehidupan kerja (job satisfaction), maupun kepuasan yang tidak
berhubungan dengan kehidupan pekerjaan, bahkan kepuasan hidup secara
keseluruhan.
Cascio (2003) menjelaskan konsep kualitas kehidupan kerja
sebagai sebuah persepsi akan perwujudan serangkaian kondisi dan praktek
yang disediakan oleh instansi/organisasi secara objektif seperti promosi,
keterlibatan pekerja, kondisi kerja, dan pengawasan yang demokratis pada
setiap pekerja. Bowditch, & Buono (2005) menambahkan bahwa kualitas
dan kesejahteraan pekerja, serta upaya untuk meningkatkan kualitas
pengalaman kerja pada setiap pekerja.
Sementara itu, Hart, Ribbing, Abrahamsson (2005) mengatakan
bahwa kualitas kehidupan kerja menggambarkan kesempatan pekerja
untuk belajar, berinovasi, dan mengembangkan potensi kreatif sejalan
dengan perkembangan sebuah instansi atau organisasi, yang tidak hanya
melibatkan kondisi tempat kerja, melainkan juga relasi antara setiap
pekerja dan faktor eksternal lainnya.
Di sisi lain, Ballou & Godwin (2007) menjelaskan lebih spesifik
bahwa kualitas kehidupan kerja adalah standar yang berhubungan erat
dengan segala hal yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja selama
mereka bekerja, seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk pengembangan karir,
serta keseimbangan antara kehidupan pekerja di tempat kerja dan
kehidupan pekerja di luar pekerjaan.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas
kehidupan kerja merupakan sebuah konsep yang menggambarkan
hubungan antara pekerja dengan tempat kerjanya, yang melibatkan
persepsi pekerja terhadap pekerjaan, standar, dan hal-hal lain yang
disediakan perusahaan yang mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan,
kepuasan kerja, dan kesempatan pekerja untuk belajar, berinovasi dan
2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Kerja
Walton (1975) secara spesifik mengemukakan delapan aspek yang
menjadi kriteria terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik pada
setiap pekerja di sebuah instansi ataupun organisasi, yaitu:
a. Adequate and Fair Compensation
Aspek ini berhubungan dengan hal-hal seperti bonus, tunjangan, upah,
dan kompensasi yang diberikan oleh instansi ataupun organisasi
kepada pekerja sebagai feedback atas kinerja mereka yang diharapkan
adil dan sesuai.
b. Safe and Healthy Environment
Hal-hal seperti fasilitas, layanan kesehatan, jumlah jam kerja, jumlah
beban kerja yang didapatkan pekerja, dan segala hal yang berhubungan
dengan kondisi fisik tempat kerja diharapkan baik dan rendah resiko
kecelakaan.
c. Development of Human Capacities
Hal-hal yang berhubungan dengan upaya setiap instansi ataupun
organisasi dalam memberi kesempatan bagi setiap pekerja untuk
menggunakan serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki selama bekerja, seperti: evaluasi kerja, kesempatan untuk
memberikan pendapat, dan memimpin sebuah tim kerja.
d. Growth and Security
Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang disediakan setiap instansi
yang dimiliki setiap pekerja, seperi seminar, pembinaan, dan pelatihan,
serta keyakinan akan rasa aman dan nyaman bagi setiap pekerja selama
mereka bekerja.
e. Social Integration
Aspek ini berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pekerja
dengan atasan dan rekan kerja lainnya di tempat kerja, dan sejauh apa
keterikatan pekerja dengan instansi/organisasi tempat mereka bekerja.
f. Constitutionalism
Aspek ini berhubungan dengan hak-hak yang diterima pekerja selama
mereka bekerja, kebebasan pekerja di tempat kerja, serta peraturan
yang diberlakukan bagi setiap pekerja.
g. Total Life-Space
Aspek ini behubungan dengan upaya mewujudkan keseimbangan
antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi pekerja seperti waktu
bersama keluarga, sistem cuti, waktu istirahat, serta hal lain yang
bersifat pribadi.
h. Social Relevance
Aspek ini berhubungan dengan tanggung jawab sosial instansi atau
organisasi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjelaskan bagaimana
kualitas produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada
masyarakat, dan hubungan yang terjalin antara instansi/organisasi
dengan masyarakat menimbulkan rasa bangga pekerja terhadap
3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja
adalah:
a. Job Satisfaction
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah
kepuasan kerja (Warr, Cook, & Wall, 1979; Baba & Jamal, 1991).
Kepuasan kerja mengacu pada sikap pekerja terhadap pekerjaannya,
artinya ketika pekerja memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi,
maka ia memiliki sikap positif pada pekerjaannya, dan sebaliknya
(Robbins, 2002). Sirgy et al., (2001) mengemukakan bahwa kepuasan
yang dimaksud adalah kepuasan yang berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan berbasis ketentuan kerja, lingkungan kerja, perilaku
supervisor, dam program-program tambahan lainnya.
b. Employee Motivation
Setiap pekerja memiliki motivasi yang berbeda dalam bekerja (Haim,
2003), dan sulit untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi setiap
pekerja dalam bekerja (Mishra & Gupta, 2009). Warr, Cook, & Wall
(1979) mengemukakan bahwa motivasi intrinsik setiap pekerja dapat
mempengaruhi kualitas kehidupan kerja mereka.
c. Employee Participation
Warr, Cook, & Wall (1979) mengatakan bahwa keterlibatan pekerja di
tempat kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja.
dalam pengambilan keputusan di perusahaan (Ellis & Pompli, 2002)
dan keterlibatan pekerja dalam menajemen (Taylor, 1979).
Keterlibatan pekerja dianggap penting karena merupakan indikator
kualitas kehidupan kerja di sebuah instansi (Baba & Jamal, 1991).
d. Career Development & Growth
Islam (2012) mengatakan bahwa pengembangan karir merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Pertumbuhan
dan pengembangan diri dalam bekerja meliputi kesempatan untuk
belajar, sharing pengetahuan, serta perkembangan dalam pekerjaan
(Yeo & Li, 2011). Yeo & Li (2011) mengemukakan bahwa
kemampuan pekerja untuk mengembangkan kapasitas belajar dalam
perusahaan, sangat berkontribusi pada pengembangan kompetensi
mereka yang akan berdampak bagi instansi/organisasi. Kesempatan
untuk maju, belajar, & bertumbuh dalam pekerjaan merupakan hal
yang penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja (Mirvis &
Lawler, 1984).
e. Rewards & Benefits
Keuntungan dan kompensasi yang bijaksana dan adil merupakan faktor
lain yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja (Islam, 2012). Yeo
& Li (2011) menambahkan bahwa reward yang dimaksud bersifat
ekstrinsik, seperti: kompensasi, fasilitas, dan layanan kesehatan, yang
mana hal-hal ini dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan
f. Organizational Commitment
Baba & Jamal (1991) dan Sirgy et al. (2001) mengatakan bahwa
kualitas kehidupan kerja dipengaruhi oleh komitmen terhadap
instansi/organisasi. Owen (2006) mengemukakan bahwa tingkat
komitmen yang tinggi pada pekerja sejalan dengan meningkatnya
turnover cognition, yang artinya pekerja akan lebih
mempertimbangkan untuk turnover dan lebih memiliki attitude yang
baik dalam pekerjaan.
g. Organizational Culture
Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas
kehidupan kerja, yang mana hal ini menunjukkan praktek instansi
ataupun organisasi yang transparan berkaitan dengan kebijakan dan
aturan yang kuat dan konsisten (Yeo & Li, 2011).
h. Workplace Bullying
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja
adalah bullying di tempat kerja (Daly, Speedy, & Jackson, 2003).
Bullying di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang terjadi di
tempat kerja, yang berhubungan dengan konflik serta berdampak
buruk bagi seorang pekerja di tempat kerja (Clifford, 2006). Daniel
(2009) mengatakan bahwa konflik akan menyebabkan seorang
melakukan serangan psikologis dan perilaku agresi. Sementara,
perilaku agresi akan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap
B. Bullying di Tempat Kerja
1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja
Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, dan penggunaan
istilahnya berbeda pada setiap negara, seperti: mobbing (Scandinavia),
bullismo (Italia), harcelement (Prancis), intimidation (Kanada), dan ijime
(Jepang), yang secara umum berarti perilaku yang mengancam kenyaman
seseorang baik dilakukan secara fisik maupun verbal (Elame, 2013).
Bullying di tempat kerja merupakan penyalahgunaan kekuasaan di
perusahaan dengan mengintimidasi seseorang yang menimbulkan rasa
sakit, marah, rentan, dan tidak berdaya (Rayner, Hoel, & Copper, 2002).
Australian Public Service Commission (2009) mengemukakan
konsep bullying di tempat kerja merupakan perilaku berulang yang tidak
beralasan, seperti: mempermalukan, mengintimidasi, mengancam, serta
merendahkan seorang atau beberapa pekerja, yang berdampak pada
kesehatan dan keamanan pekerja.
Menurut Oade (2009), bullying di tempat kerja adalah perilaku
seorang pekerja yang menyerang pekerja lainnya secara psikologis
ataupun emosional berkaitan dengan self esteem, self confidence, dan
reputasi pekerja, sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk
mengerjakan kewajibannya di tempat kerja.
Rudi (2010) menambahkan bahwa bullying di tempat kerja
merupakan perilaku dan praktek negatif secara berulang yang ditujukan
dan penderitaan psikologis yang mempengaruhi perilaku seorang pekerja
dan kinerjanya di sebuah instansi ataupun organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, bullying di tempat kerja merupakan
perilaku negatif yang dilakukan secara berulang oleh seorang pekerja
terhadap pekerja lainnya yang berdampak pada keamanan dan kesehatan
pekerja, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.
2. Konsep Bullying di tempat kerja
Interagency Round Table on Workpalce Bullying (2005)
mengemukakan tiga komponen penting terkait bullying di tempat kerja,
yaitu:
a. Repeated, perilaku bullying di tempat kerja merupakan perilaku yang
dilakukan berulang-ulang, dan bisa mencakup lebih dari satu jenis
perilaku yang dilakukan terus-menerus.
b. Sistematic, perilaku bullying dilakukan dengan perencanaan melalui
suatu metode ataupun ide.
c. Risk to health and safety, perilaku bullying mencakup hal-hal yang
beresiko pada kondisi kesehatan pekerja baik secara fisik maupun
mental.
Bullying di tempat kerja tersebut melibatkan tiga pihak, yaitu: (1)
bully, yaitu orang yang melakukan tindakan bullying, (2) korban,
selain bully dan korban yang ikut menyaksikan perilaku bullying di tempat
kerja (Johnson & Johnson, 2007).
Australian Public Service Commision (2009) mengemukakan
bahwa seorang bully dapat melakukan perilaku bullying baik secara
sengaja, maupun tidak sengaja tetap dengan tujuan untuk mengintimidasi
dan menyebabkan distress dan dampak negatif lain bagi pekerja. Selain
itu, perilaku bullying dapat berupa:
a. Perilaku bullying secara langsung, yaitu perilaku seperti mengejek,
menggunakan kekerasan fisik, menggunakan kata-kata yang kasar,
intimidasi, berkomentar yang pedas mengenai penampilan seseorang,
maupun menyebarkan gosip mengenai seorang pekerja.
b. Perilaku bullying secara tidak langsung, yaitu perilaku seperti
menumpuk pekerjaan untuk dikerjakan seorang pekerja, memberi
tugas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, memberikan tugas di
luar kemampuan pekerja, perlakuan yang tidak adil, mengucilkan
pekerja, serta tidak merespon pendapat dari pekerja tersebut.
3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja
Peyton (2003) mengemukakan dua tipe bullying yaitu: gross and
obvious behavior dan subtle variety. Perilaku bullying yang termasuk
dalam tipe gross and obvious behavior adalah merendahkan dan
menjatuhkan pekerja lain, mengubah deadline kerja, memanfaatkan
pekerja lain, sarkasme, membuat joke atau humor yang tidak pantas
mengenai pekerja, berpura-pura dan sengaja menciptakan kondisi yang
berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja, pelecehan seksual, pelecehan
dengan menggunakan media elektronik, mengganggu privasi pekerja, serta
merusak reputasi profesional seorang pekerja. Sedangkan yang termasuk
subtle variety behavior adalah membuat jadwal palsu, menggunakan
kebijakan instansi/organisasi untuk menyembunyikan perilaku yang tidak
pantas, menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak tanggung jawab
mereka, kontrol berlebih, sikap tidak adil, serta menyebarkan gosip
(Peyton, 2003).
Daniel (2009) secara spesifik meyebutkan beberapa tipe perilaku
bullying di tempat kerja, yaitu:
a. Kekerasan verbal: membentak, menyumpahi, menggunakan kata-kata
kasar dan tidak sopan.
b. Perilaku kasar: mempermalukan, mengancam baik secara publik
ataupun personal, pengarahan kerja yang tidak pantas, menyerang, dan
intimidasi.
c. Kekerasan yang berhubungan dengan otoritas pekerja: evaluasi yang
berlebihan dan tidak sesuai tentang pekerja, menolak kemajuan
pekerja, mencuri credit pekerja, dan bertindak sewenang-wenang.
d. Berhubungan dengan performa kerja seperti: sabotase, mencari-cari
kesalahan, dan merendahkan seorang pekerja.
4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja
Dimensi bullying di tempat kerja terfokus pada tiga hal (Einarsen,
Hoel, & Notelaers, 2009) yaitu:
a. Work-related acts: dimensi bullying yang berfokus pada perilaku
negatif terkait pekerjaan, yang mana perilaku ini menyulitkan individu
dalam mengerjakan tugasnya, seperti: mengawasi pekerja secara
berlebihan, atau sengaja tidak memberikan informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Personal related acts: dimensi ini fokus pada hal-hal yang
berhubungan dengan target, seperti menyebarkan gosip, dan
penghinaan terhadap seorang pekerja.
c. Physical intimidation: dimensi ini menggambarkan hal-hal yang
berkaitan dengan intimidasi fisik, seperti mendorong, mengganggu
area personal pekerja, finger pointing, dan segala bentuk kekerasan
fisik.
5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja
Australian Public Service Commision (2009) mengemukakan
bahwa pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan mengalami
hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan baik secara fisik maupun
psikologis, seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur,
perasaan terasing di tempat kerja, penyakit fisik (sakit kepala,
bunuh diri pada pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan, seperti: berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya
kepercayaan diri, hilangnya konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan
keputusan.
Bullying di tempat kerja tidak hanya berdampak bagi individu yang
menjadi target bully, namun juga berdampak bagi instansi, rekan kerja
lain, serta kerabat dan keluarga pekerja yang menjadi korban bullying
(Daniel, 2009). Daniel (2009) mengatakan:
a. Dampak bagi instansi/organisasi dapat berupa: turnover, kehilangan
produktivitas/absenteeism, asuransi pegawai jangka panjang dan
jangka pendek.
b. Dampak bagi pekerja lain (bystander), yaitu: depresi, stres, cemas, dan
komplain psikosomatis lainnya, bahkan adanya kecenderungan untuk
keluar dari instansi/organisasi tersebut.
c. Bullying di tempat kerja juga berdampak pada kerabat dan keluarga
target, yaitu terganggunya kualitas kehidupan keluarga, serta
renggangnya hubungan keluarga dengan korban bully.
C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas kehidupan kerja adalah konsep yang penting untuk diterapkan
di setiap instansi/organisasi (Saraji & Dargahi, 2006). Konsep kualitas
kehidupan kerja mengarah pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
pekerja memiliki kesempatan untuk belajar, berinovasi, serta mengembangkan
potensi kreatif sejalan dengan perkembangan instansi atau organisasi (Hart,
Ribbing, & Abrahamsson, 2005).
Penelitian dilakukan untuk menjelaskan pentingnya kualitas kehidupan
kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2012) yang mengatakan
bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap kinerja setiap pekerja.
Kualitas kehidupan kerja memiliki peran terhadap upaya untuk meningkatkan
kepuasan kerja (Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008) dan komitmen pekerja
terhadap organisasi (Senasu & Singhapakdi, 2014). Ditambah lagi, terdapat
hubungan yang positif antara kualitas kehidupan kerja dengan kecenderungan
pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya (Yirik & Babur, 2014), yang
artinya semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka pekerja akan cenderung
bertahan pada pekerjaannya.
Dalam konteks organisasi, lingkungan kerja yang tersedia oleh sebuah
instansi sangat berperan penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja
(Kiriago & Bwisa, 2013). Pekerja yang memiliki persepsi yang positif
terhadap iklim yang diciptakan oleh perusahaan akan menimbulkan rasa
nyaman dan nikmat dalam bekerja, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa
puas dan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada setiap
pekerja (Idrus, 2006). Hal ini tidak lepas dari peran pemimpin dalam sebuah
instansi karena fungsinya dalam mewujudkan keseimbangan antara pekerjaan
meningkatkan kualitas kehidupan kerja pada setiap pekerja perlu diwujudkan
relasi yang baik antara atasan dan bawahan (Daly, Speedy, & Jackson, 2003).
Pemimpin yang menyalahgunakan otoritas yang dimilikinya akan
berdampak pada pekerja seperti menyebabkan kecemasan, stres, bahkan
gangguan kesehatan pada pekerja (Donellan, 2006). Donellan (2006)
menyebutkan bahwa perilaku ini sering dilakukan oleh manajer, supervisor,
ataupun pemimpin lainnya dalam sebuah instansi karena merasa tidak mampu
mengerjakan sebuah tugas serta keinginan untuk tetap melakukan kontrol pada
bawahannya. Padahal pemimpin sebagai atasan harusnya berperan sebagai
mentor yang baik dan membantu setiap pekerja untuk meningkatkan
kompetensi mereka dalam mengerjakan setiap tugas (Yeo & Li, 2011).
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut mengarah pada perilaku negatif yang
disebut dengan workplace bullying atau bullying di tempat kerja (Donellan,
2006), yang selanjutnya berdampak pada pekerja karena mempengaruhi
kualitas kehidupan kerja setiap pekerja (Daly, Speedy, & Jackson, 2003)
Bullying merupakan masalah yang terjadi pada level individu yang
selanjutnya berkembang menjadi masalah organisasi (Heames & Harvey,
2006; Brotheridge, 2013). Bullying dapat dilihat sebagai bentuk yang ekstrim
dari stres sosial, dan diasosiasikan dengan pengalaman stress individu (Hoel,
Zapf, & Cooper, 2002). Hal-hal seperti promosi, menajemen tugas, penolakan,
keuntungan kerja, dan penilaian kerja adalah alasan mengapa seorang pekerja
melakukan bullying terhadap pekerja lainnya (Katrinli, Atabay, Gunay, &
lain, maka kualitas kehidupan kerja mereka yang menjadi target akan menurun
(Ellis & Pompli, 2002).
Bullying di tempat kerja dikatakan mempengaruhi kualitas kehidupan
kerja karena menyebabkan konflik (Clifford, 2006). Daniel (2009)
mengatakan bahwa konsep bullying di tempat kerja digambarkan sebagai
sebuah siklus yang mana sebuah konflik akan menyebabkan seorang
melakukan perilaku agresi, kemudian menyebabkan hal-hal yang berujung
kembali pada munculnya konflik. Sementara itu, ada tidaknya konflik yang
dialami seorang pekerja merupakan sebuah indikator untuk mengetahui
apakah pekerja memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik di tempat kerja
(Baba & Jamal, 1991; Ellis & Pompli, 2002).
Pekerja yang mengalami bullying menganggap bahwa lingkungan
kerja mereka sangat tidak menyenangkan, dan biasanya mereka akan
memiliki kepuasan kerja yang rendah, komitmen yang rendah, kemandirian
yang rendah, serta rendahnya intensitas untuk bertahan pada pekerjaannya
(Budin, Brewer, Chao, & Kovner, 2013). Selanjutnya, bullying di tempat kerja
ditemukan memberi dampak negatif yang mengarah pada masalah kesehatan
pekerja (Djurkovic, McCormack, Casimir, 2004). Hasil penelitian oleh
Nielsen, Hetland, Matthiesen, & Einarsen (2012) menjelaskan bahwa bullying
memiliki korelasi yang sangat kuat dengan distress psikologis yang sifatnya
berkepanjangan, dan hal ini menambah serta memperkuat efek negatif lain
bagi pekerja ketika mengalami bullying di tempat kerja. Selain itu, Vartia
mengalami stress, mereka akan mengalami penurunan kepercayaan diri, dan
kesulitan untuk mengerjakan tugas yang sesuai dengan tujuan
instansi/organisasi. Pada level yang lebih ekstrem, Simons & Mawn (2012)
mengatakan bahwa bullying di tempat kerja dapat menyebabkan seorang
pekerja keluar dan meninggalkan pekerjaannya.
Dampak-dampak yang ditimbulkan memperlihatkan adanya aspek
kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di tempat kerja. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, seperti penelitian oleh Blase, Blase, dan Du (2008) yang
mengatakan bahwa bullying di tempat kerja sangat berdampak pada kondisi
psikologis, dan fisiologis pekerja. Oluwakemi (2011) mendukung penelitian
tersebut dengan penemuannya yang menegaskan bahwa bullying di tempat
kerja memberi dampak pada kesehatan mental dan fisik pekerja. Secara
spesifik, bullying di tempat kerja dikatakan berkorelasi positif dengan
kelelahan emosional pekerja yang artinya semakin tinggi tingkat bullying di
tempat kerja maka semakin tinggi tingkat kelelahan emosional yang dialami
seorang pekerja (Chipps, Stelmaschuk, Albert, Bernhard, & Halloman, 2013).
Ditinjau dari segi kesehatan, bullying di tempat kerja berhubungan erat dengan
stres kerja (Vartia, 2001; Gholipour, et. al., 2011), serta dapat menyebabkan
gangguan tidur baik pada pekerja pria maupun wanita (Lallukka, et. al, 2011).
Selanjutnya, bullying di tempat kerja juga mengakibatkan sakit kepala, kaku
pada leher dan bahu, sakit pinggang, dan rasa sakit lainnya (Takaki,
fisik dan mental merupakan aspek yang penting untuk mendukung
terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di
tempat kerja dan kemudian mempengaruhi kesempatan kerja, kehidupan
keluarga serta kualitas kehidupan pekerja secara umum.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas
kehidupan kerja. Hipotesis di atas mengandung pengertian bahwa bullying di
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Terikat : Kualitas kehidupan kerja
2. Variabel Bebas : Bullying di tempat kerja
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas kehidupan kerja didefinisikan sebagai penilaian pekerja
terhadap hal-hal yang disediakan instansi/organisasi yang mempengaruhi
kesehatan, kepuasan kerja, serta kesejahteraan seorang pekerja. Kualitas
kehidupan kerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan 8 (delapan) kriteria yang dikemukakan oleh Walton (1975),
yaitu: imbalan yang adil dan mencukupi, kesehatan dan keselamatan
tempat kerja, peluang untuk mengembangkan kemampuan individu,
adanya jaminan untuk berkembang, adanya integrasi sosial di dalam
organisasi, perlembagaan di dalam organisasi, keseimbangan antara
pekerjaan dengan kehidupan pekerja, dan tanggung jawab sosial
baik kualitas kehidupan kerja yang dirasakan pekerja. Sebaliknya, semakin
rendah skor pada skala, maka semakin rendah kualitas kehidupan kerja
seorang pekerja.
2. Bullying di Tempat Kerja
Bullying di tempat kerja didefinisikan sebagai perilaku negatif
yang diterima oleh pekerja yang berdampak pada keamanan dan
kesehatan, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.
Dalam penelitian ini, bullying di tempat kerja akan diukur dengan
menggunakan skala bullying di tempat kerja yang diadaptasi dari Negative
Acts Questionnaire Revised (NAQ-R) oleh Einarsen, Hoel, dan Notelaers
(2009). Negative Acts Questionaire-Revised (NAQ-R) terdiri dari tiga
dimensi yang akan dilihat intensitasnya, yaitu bullying yang berhubungan
dengan pekerjaan (work-related), bullying yang berhubungan dengan area
personal (personal), dan physical intimidation. Semakin sering pekerja
merasakan perilaku bullying, maka semakin tinggi pula intensitas bullying
yang ada. Sebaliknya, semakin pekerja tidak merasakan perilaku bullying,
maka intensitas bullying pada seorang pekerja juga semakin rendah.
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan sekelompok subjek yang hendak dikenai
dalam penelitian ini adalah polisi yang bekerja di Polres Tapanuli Utara.
Adapun jumlah polisi yang terdaftar di Polres Tapanuli Utara sebanyak
428 personil. Oleh karena peneliti memiliki keterbatasan dalam
mengambil keseluruhan data dari populasi, maka peneliti hanya meneliti
sebagian polisi sebagai subjek penelitian yang dapat mewakili seluruh
populasi.
Sementara itu, sampel merupakan bagian terkecil dari keseluruhan
populasi yang melaluinya akan dilihat bagaimana gambaran populasi
secara keseluruhan (Walliman, 2011). Dalam penelitian kuantitatif, jika
sampel dipilih secara hati-hati dan sesuai dengan prosedur penelitian,
maka akan sangat mungkin bagi peneliti untuk melakukan generalisasi
pada populasi yang sudah ditetapkan (Dawson, 2002). Oleh sebab itu,
peneliti menetapkan karakteristik sampel dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Pria dan wanita yang berprofesi sebagai polisi.
b. Telah bekerja lebih dari 6 bulan di instansi kepolisian tersebut.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik non-random/non-probability sampling karena tidak semua sampel
memiliki kesempatan yang sama dan tidak dipilih secara random (Myers
& Hansen, 2005). Sedangkan metode yang digunakan adalah accidental
data dari subjek manapun selama subjek tersebut memenuhi kriteria subjek
yang telah ditetapkan dalam penelitian ini (Azwar, 2010).
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode
pengambilan data dengan menggunakan skala. Penggunaan skala ditujukan
untuk mengungkap sebuah atribut psikologi tertentu melalui respon terhadap
pernyataan-pernyataan yang dibuat (Azwar, 2013). Dalam penelitian ini,
skala yang akan digunakan adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala
yang menyediakan respon yang sifatnya kontinum, yaitu dari negatif hingga
positif, seperti sangat setuju hingga sangat tidak setuju (Bhattacherjee, 2012).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu
skala Kualitas Kehidupan Kerja dan skala bullying di tempat kerja yang
diadaptasi dari Negative Acts Questionnaire Revised.
1. Skala Kualitas Kehidupan Kerja
Skala kualitas kehidupan kerja disusun berdasarkan delapan aspek
kualitas kehidupan kerja oleh Walton (1975). Aspek-aspek tersebut
diantaranya: imbalan yang adil dan mencukupi, kesehatan dan
keselamatan tempat kerja, peluang untuk mengembangkan kemampuan
individu, adanya jaminan untuk berkembang, adanya integrasi sosial di
dalam organisasi, perlembagaan di dalam organisasi, keseimbangan antara
pekerjaan dengan kehidupan pekerja dan tanggung jawab sosial organisasi.
sangat tidak setuju. Respon dapat diberikan dalam bentuk angka yang
berada pada satu garis kontinum, yaitu angka 5 untuk respon sangat
setuju, 4 untuk respon setuju, 3 untuk respon netral, 2 untuk respon tidak
setuju, dan angka 1 untuk respon sangat tidak setuju.
Tabel 1. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Kerja
2. Skala Bullying di tempat kerja
Bullying di tempat kerja akan diukur dengan menggunakan skala
bullying di tempat kerja yaitu Negative Acts Questionnaire Revised
(NAQ-R). Alat ukur ini awalnya berbahasa Norwegia dan telah direvisi
serta diterjemahkan dalam Bahasa Inggris berjumlah 29 aitem (Einarsen &
Hoel, 2001; Daniels, 2005). Alat ukur (NAQ-R) ini terus dikembangkan
agar menjadi alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur bullying di
tempat kerja pada berbagai negara yang berbeda (Einarsen, Hoel &
Notelaers, 2009; Tambur & Vadi, 2009; Giorgi, Arenas, & Perez, 2011).
Pada penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengukur bullying
diadaptasi dari NAQR yang telah dikembangkan oleh Einarsen, Hoel, dan
Notelaers (2009) sebanyak 22 aitem, serta ditambah 14 aitem yang disusun
berdasarkan karakteristik dimensi bullying di tempat kerja. Blue print
skala bullying di tempat kerja yang akan digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Blue Print Skala Bullying di Tempat Kerja
No. Kategori Nomor aitem
1. Work-Related (favourable) 1, 3, 4, 5, 13, 16, 17, 27, 32, 33, 35, 36
2. Personal-Related (favourable) 2, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 18, 19, 21, 28, 30
3. Physical Intimidation (favourable) 6, 8, 15, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 31, 34
Pada skala ini terdapat tiga dimensi yang akan dilihat intensitasnya.
Dimensi pertama yaitu work-related bullying, yaitu bullying yang
berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi kedua yaitu personal-related
bullying, yaitu bullying yang berhubungan dengan area personal pekerja.
Dan yang ketiga physical intimidation, yaitu dimensi yang
menggambarkan perilaku bullying yang berhubungan dengan intimidasi
secara fisik.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat ukur
Untuk mengetahui apakah alat ukur mampu menghasilkan data
yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu proses
pengujian validitas atau validasi (Azwar, 2013). Secara umum, validitas
merupakan kebenaran dari ukuran, dan ukuran yang valid adalah ukuran
yang mengukur apa yang diklaim ingin diukurnya (Shaughnessy,
Zechmeister, & Zechmeister, 2012).
Adapun jenis validitas digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi. Validitas ini merupakan validitas yang tidak didapatkan
melalui perhitungan secara statistika, melainkan melalui analisis logika
(Azwar, 2013). Oleh sebab itu, validitas alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini diuji berdasarkan pendapat dari para ahli (professional
2. Uji Daya Beda Aitem
Daya beda aitem digunakan untuk melihat apakah aitem yang
digunakan mampu membedakan individu yang memiliki atribut yang
diukur dan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur. Pada
penelitian ini akan digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment
untuk menghitung koefisien korelasi distribusi skor aitem dengan
distribusi skor skala. Semakin tinggi korelasinya, semakin tinggi daya
bedanya.
3. Reliabilitas Alat Ukur
Selain validitas, ciri instrumen ukur yang berkualitas baik adalah
reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror
pengukuran yang kecil (Azwar, 2013). Menurut Dawson (2002),
reliabilitas mengacu pada pengukuran yang stabil dan konsisten,
rendahnya eror dan bias, baik yang berasal dari responden maupun dari
peneliti. Dalam penelitian ini pengukuran reliabilitas pada alat ukur
dilakukan dengan penghitungan atau komputasi.
Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan
melihat koefisien alpha cronbach (cronbach’s alpha coeffecient), yaitu
koefisien yang melihat sejauh mana aitem-aitem dalam suatu kelompok
aspek saling berhubungan atau konsistensi internal. Koefisien konsistensi
yang mencapai angka 0,9 memperlihatkan reliabilitas alat ukur yang
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
Adapun yang dilakukan pada tahap persiapan penelitian adalah:
a. Konstruksi Alat Ukur
Peneliti menyusun alat ukur berupa skalakualitas kehidupan kerja, dan
skala untuk mengukur bullying. Skala dibuat berbentuk booklet dengan
memakai kertas A4. Setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban.
b. Permohonan Izin
Peneliti mengurus surat permohonan izin kepada Fakultas Psikologi
USU untuk mengambil data di instansi yang dituju untuk mengambil
data.
c. Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reabilitas
skala kualitas kehidupan kerja dan skala bullying yang telah disusun.
d. Revisi Alat Ukur
Hasil dari uji coba yang didapat terkait validitas dan reliabilitas skala
kualitas kehidupan kerja dan skala bullying menjadi acuan untuk
mendapatkan aitem-aitem yang valid dan reliabel.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mengambil data penelitian yang sesungguhnya di
instansi atau organisasi yang ditetapkan. Skala yang menjadi alat ukur
terlebih dahulu tujuan dari pengambilan data tersebut. Setelah pengisian
data, peneliti memberikan reward sebagai wujud apresiasi peneliti kepada
pekerja yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, peneliti akan melakukan pengolahan dan
komputasi data dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 for
windows.
G. Metode Analisis Data
Dalam penelitan ini, data dianalisis dengan menggunakan metode
analisis data inferensial. Tujuan dari penggunaan teknik inferensial ini adalah
untuk membentuk data berdasarkan kesimpulan yang didapat dari populasi,
yaitu untuk melihat karakteristik sampel, kemudian menyimpulkan bahwa
populasi memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti
(Kothari, 2004). Teknik inferensial yang akan digunakan adalah statistika
parametrik dengan teknik analisis regresi sederhana. Model analisis regresi
sederhana adalah teknik untuk melihat secara statistik hubungan antara
variabel, serta melihat dampak yang ditimbulkan satu variabel terhadap
variabel lainnya (Kothari, 2004). Model ini digunakan karena dalam penelitian
ini hanya terdapat dua variabel.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Office Excel 2003. Sebelum menganalisis data perlu dilakukan uji asumsi
terlebih dahulu. Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Uji Normalitas
Untuk melihat apakah data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi
secara normal dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini, uji
normalitas dilakukan melalui Test of Normality dengan tekknik Q-Q Plots.
Sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal jika sebaran titik
pada tampilan grafik Q-Q Plots berada pada satu garis lurus.
2. Uji Linearitas
Test for Linearity yang terdapat program SPSS digunakan untuk melihat
apakah kedua variabel yang diteliti dalam penelitian ini memiliki
hubungan yang linear. Kedua variabel yakni kualitas kehidupan kerja dan
bullying di tempat kerja dikatakan linear jika nilai signifikansi yang
dihasilkan lebih kecil dari 0,05.
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Setelah alat ukur disusun, maka yang dilakukan selanjutnya adalah
melakukan uji coba p ad a alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan skor jawaban responden, yang mana melalui
analisis kuantitatif terhadap skor tersebut akan ditemukan aitem yang
(Azwar, 2013). Formula yang digunakan adalah product-moment Pearson
melalui program SPSS, yang mana akan muncul hasil (output) salah satunya
tampilan item-total statistic. Pada tabel tersebut, di kolom corrected item total
correlation akan didapati koefisien korelasi setiap aitem, yang mana aitem
dengan nilai korelasi dibawah 0,3 akan dihapus karena daya bedanya dianggap
tidak memuaskan (Azwar, 2013). Uji coba alat ukur dalam penelitian ini
dilakukan pada subjek sebanyak 80 orang yang memiliki kesamaan
karakteristik dengan subjek yang diinginkan.
1. Hasil Uji Coba Pada Skala Kualitas Kehidupan Kerja
Jumlah aitem yang diujicobakan di dalam skala kualitas kehidupan kerja
sebanyak 64 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 51
aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0,3 dan 13 aitem
yang gugur. Melalui analisis statatistik ditemukan nilai diskriminasi aitem
bergerak dari 0,309 hingga 0,710 dan α = 0,938, artinya skala kualitas kehidupan kerja dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang sangat
memuaskan yaitu sebesar 0,938. Distribusi aitem pada skala kualitas
kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel 3.
2. Hasil Uji Coba Pada Skala Bullying di Tempat Kerja
Dalam skala bullying di tempat kerja terdapat 36 aitem. Berdasarkan hasil
analisis statistik untuk skala ini diperoleh nilai diskriminasi aitem bergerak
dari 0,423 hingga 0,834, sehingga tidak ada aitem yang perlu dibuang.