• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Parasetamol, Kafein Dan Asetosal Dalam Sediaan Oral Secara Simultan Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Parasetamol, Kafein Dan Asetosal Dalam Sediaan Oral Secara Simultan Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN SEMINAR

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH

RIKA KHAIRYAH PANE NIM 071524056

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Diajukan oleh :

RIKA KHAIRYAH PANE NIM 071524056

Medan, Nopember 2010

Disetujui Oleh : Disahkan Oleh :

Pembimbing I, Dekan,

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. Prof. Dr.SumadioHadisahputra, Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195311281983031002

Pembimbing II,

(3)

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Obat dalam betuk kombinasi sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk diantaranya penyakit Flu. Kombinasi dari Parasetamol, Kafein dan Asetosal biasanya digunakan untuk memperkuat efek analgetiknya. Obat ini dapat dianalisis secara serempak (simultan) mengunakan metode Kromatografi Cair Kenerja Tinggi (KCKT).

Dalam beberapa literatur menyatakan untuk penetapan kadar campuran dari Parasetamol, Kafein dan Asetosal dapat dilakukan dengan beberapa komposisi fase gerak antara lain: Metanol - Dapar (Natrium Hidrogen fosfat, Tetrabutil Amonium fosfat, Asam fosfat), 3% Asam Asetat, Metanol - Dapar fosfat - Air, dan Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol. Adapun fase gerak yang dipakai dalam penetapan kadar campuran dari Parasetamol, Kafein dan Asetosal dalam penelitian ini adalah Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol.

Analisis ini dilakukan menggunakan kolom Shim-pack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), detektor UV λ= 220 nm. Perbandingan fase gerak Dapar amonium Asetat pH4 -Metanol dengan perbandingan 95:5, 90:10, 80:20, dan 70:30. Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan fase gerak yang terbaik adalah 95:5. Kemudian dengan perbandinagan fase gerak yang terpilih dilakukan perbandingan laju alir dari 0,5 ml/menit, 0,6 ml/menit, 0,7 ml/menit dan 0,8 ml/menit. Dari hasil penelitian diperoleh laju alir 0,8 ml/menit memberikan pemisahan dan hasil yang terbaik dengan waktu tambat 5,061 untuk Parasetamol, 7,274 untuk Kafein dan 8,222 untuk Asetosal, resolusi 8,688 dan 3,147; theoritical plate 8268,210 untuk Parasetamol, 10290,787 untuk Kafein dan 10824,424 untuk Asetosal.

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara luas puncak dengan konsentrasi, untuk Parasetamol pada konsentrasi 60 sampai 140 µg/ml dengan koefisien korelasi,r = 0.9982 dan persamaan regresi Y = 36915,4095X+533570,21 ; untuk Kafein pada konsentrasi 8 sampai 24 µg/ml dengan koefisien korelasi,r = 0.9997 dan persamaan regresi Y = 84645,7250X+3758,8600 ; untuk Asetosal pada konsentrasi 16 sampai 96 µg/ml dengan koefisien korelasi,r = 0.9994 dan persamaan regresi Y = 7028,4623X-1874,5674.

(4)

Parasetamol 1,67 mcg/ml dan 5,54 mcg/ml, untuk Kafein 0,45 mcg/ml dan 1,50 mcg/ml dan untuk Asetosal 7,43 mcg/ml dan 24,75 mcg/ml.

Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH4 - Metanol dapat digunakan untuk penetapan kadar dari campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal.

(5)

DETERMINATION OF PARACETAMOL, CAFFEIN AND ACETOSAL CONCENTRATIONS IN ORAL PREPARATION SIMULTANEOUSLY BY

HIGH – PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

The combined medications have been often used to treat a variety of diseases, in cluding, among others, flu. The combination of paracetamol, caffein and acetosal was neously by using High – Performance Liquid cromatography (HPLC).

Some literatures have suggested that determination of mixed concentration from Paracetamol, Caffein adn Acetosal could be made through several movable phase compositions including : Metanol – Dapar (Natrium Hydrogen Phosphate, Tetrabutyl Ammonium Phosphate, Acid Phosphate), 3% Acid acetat, Metanol – Dapar Phosphate – Water, and Dapar Ammonium Acetat pH 4 – Metanol. The movable phase used in determination of mixed concentrations from Parasetamol, Caffein and Acetosal in this research was Dapar Ammonium Acetat pH 4 and Metanol.

This analysis was by using Shim – pack VP-ODS coloumn (4,5 mm x 25 cm), detector UV = 220 nm. The ratio of movable phase of Ammonium Acetat pH 4 – Metanol was 95:5, 90:10, 80:20, 70:20. The result of research indicated that the best movable phase was 95:5 and then, with selected movable phase comparison, the flow rate comparison of 0,5 ml/m, 0,6 ml/m, 0,7 ml/m and 0,8 ml/m was conducted. The flow rate of 0,8 ml/m resulted in isolation and best result with delay time 5.061 for Paracetamol, 7.274 for Caffein and 8.222 for Acetosal, resolution 8.688 and 3.147 ; theoritical plate 8268.210 for Parasetamol, 10290.787 for Caffein and 10824.424 for Acetosal.

The linearity determination of calibration curve indicated a linear correlation between peak width to concentration, for Parasetamol in concentration of 60 to 140 µg/ml with coefficient of correlation, r = 0,9982 and regression equation Y = 36915.4095 X + 5333570.21 ; for Caffein in concentration of 8 to 24 µg/ml with coefficient of correlation, r = 0.9997 and regression equation Y = 84645.7250 X + 3758.8600; for Acetoal in concentration Y = 7028.4623 X – 1874.5674.

(6)

mcg/ml and 5.54 mcg/ml; for Caffein 0.45 mcg/ml and 1.50 mcg/ml ; and for Acetosal 7.43 mcg/ml and 24.75 mcg/ml, respectively.

The result of research indicated that movable phase of Dapar Ammonium Acetat pH 4 – Metanol could be used to determine the mixed concentration of Parasetamol, Caffein and Acetosal.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 5

2.1 Alat-alat ... 5

2.2 Bahan-bahan ... 5

2.3 Sampel ... 5

2.4 Rancangan Penelitian ... 6

(8)

2.4.2 Penyiapan Bahan ... 6

2.4.2.1 Pembuatan Dapar Asetat ... 6

2.4.2.2 Pembuatan Pelarut ... 6

2.4.2.3 Pembuatan Fase Gerak ... 6

2.4.2.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Parasetamol ... 7

2.4.2.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Kafein ... 7

2.4.2.6 Pembuatan Larutan Induk Baku Asetosal ... 7

2.4.3 Prosedur Analisis ... 7

2.4.3.1 Penyiapan Alat KCKT... 7

2.4.3.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol dan Laju Alir yang Optimum ... 8

2.4.3.3 Analisis Kualitatif ... 8

2.4.3.4 Analisis Kuantitatif ... 8

2.4.3.4.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Parasetamol, Kafein dan Asetosal ... 8

2.4.3.4.2 Penetapan Kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal dalam Sampel... 9

2.4.3.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik.. 10

2.4.4 Metode Validasi ... 11

2.4.4.1 Akurasi ... 11

2.4.4.2 Presisi ... 12

(9)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

4.1 Kesimpulan ... 27

4.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku

pada berbagai perbandingan dengan komposisi fase

gerak dan laju alir.. ... 17

Tabel 2 Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asotosal baku

Pada berbagai Laju Alir dengan fase gerak Dapar Amonium.. ...

Asetat pH 4 – Metanol (95 : 5) ... 18

Tabel 3 Hasil Pengukuran kadar sediaan Tablet dan Puyer dari campuran

Parasetamol Kafein dan Asetosal ... 24

Tabel 4 Hasil penetapan kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal

dalam berbagai sediaan tablet dan puyer ... 24

Tabel 5 Data hasil pengujian Akurasi dan Presisi Parasetamol dengan

Metode penambahan baku ... 25

Tabel 6 Data hasil pengujian Akurasi dan Presisi Kafein dengan metode

Penambahan baku... 25

Tabel 7 Data hasil Akurasi dan Presisi Asetosal dengan metode

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Spektrum Inframerah dari Parasetamol baku . ... 13

Gambar 2 Spektrum Inframerah dari Kafein baku. ... 14

Gambar 3 Spektrum Inframerah dari Asetosal baku... 15

Gambar 4 Kromatogram Analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan

Metanol (80:20) dan laju alir 0,8 ml/menit. ... 16

Gambar 5. Kromatogram Analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan

Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/menit. ... 19

Gambar 6. Kromatogram Analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan

Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/menit. ... ... 20

Gambar 7 Kurva Kalibrasi Parasetamol baku menggunakan KCKT dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol (95:5) dan laju alir 0,8ml/menit. ... 21

Gambar 8 Kurva Kalibrasi Kafein baku menggunakan KCKT dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol (95:5) dan laju alir 0,8ml/menit. ... 22

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alat KCKT (Shimadzu), kolom, pre kolom dan Syringe 100 µl.. .. 29

Lampiran 2. Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring.. ... 30

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Parasetamol pada literatur Pharmaceutical Sub Stance (UV/IR).. ... 31

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Kafein pada literatur Pharmaceutical

Sub Stance (UV/IR).. ... 32

Lampiran 5. Spektrum Inframerah Asetosal pada literatur Pharmaceutical

Sub Stance (UV/IR).. ... 33

Lampiran 6. Kromatogram Penyuntikan Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku untuk mencari Perbandingan fase gerak Dapar Amonium

Asetat pH 4 dan Metanol untuk analisis ... 34

Lampiran 7. Kromatogram Penyuntikan Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dalam upaya mencari Laju Alir yang Optimum untuk

Analisis ... 36

Lampiran 8. Kromatogram Penyuntikan Parasetamol, Kafein dan Asetosal

pada pembuatan kurva Kalibrasi ... 38

Lampiran 9. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi

Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang diperoleh pada KCKT pada Panjang gelombang 257 nm ... 41

Lampiran 10. Kromatogram hasil penyuntikan Tablet Poldan Mig

(PT. Sanbe Farma) ... 49

Lampiran 11. Analisis data statistik untuk mencari kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal sebenarnya dari Tablet Poldan Mig

(PT. Sanbe Farma) ... 51

Lampiran 12. Kromatogram hasil penyuntikan Puyer Bintang Toedjoe

(PT. Bintang Toedjoe) ... 55

Lampiran 13. Analisis data statistik untuk mencari kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal sebenarnya dari Puyer Bintang Toedjoe

(13)

Lampiran 14. Kromatogram hasil persen perolehan kembali dari sampel

Poldan Mig (PT. Sanbe Farma).. ... 61

Lampiran 15. Data hasil perolahan kembali Parasetamol , Kofein dan Asetosal Pada Tablet Poldan Mig (PT. Sanbe Farma) dengan metode penambahan baku ... 66

Lampiran 16. Analisa data statistik persen perolehan kembali pada Tablet Poldan Mig (PT. Sanbe Farma).. ... 68

Lampiran 17. Contoh perhitungan penimbangan sampel.. ... 73

Lampiran 18. Contoh perhitungan kadar perolehan kembali dengan metode penambahan bahan baku. ... 75

Lampiran 19. Contoh Perhitungan persen perolehan kembali ... 76

Lampiran 20 Contoh Perhitungan Kadar Kombinasi ... 80

Lampiran 21. Daftar spesifikasi sampel.. ... 81

Lampiran 22. Sertifikat pengujian Parasetamol BPFI.. ... 82

Lampiran 23. Sertifikat pengujian Kafein BPFI.. ... 83

Lampiran 24. Sertifikat pengujian Asetosal BPFI.. ... 84

Lampiran 25. Sertifikat pengujian Parasetamol baku... 85

Lampiran 26. Sertifikat pengujian Kafein baku.. ... 86

Lampiran 27. Sertifikat pengujian Asetosal baku... 87

(14)

DETERMINATION OF PARACETAMOL, CAFFEIN AND ACETOSAL CONCENTRATIONS IN ORAL PREPARATION SIMULTANEOUSLY BY

HIGH – PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

The combined medications have been often used to treat a variety of diseases, in cluding, among others, flu. The combination of paracetamol, caffein and acetosal was neously by using High – Performance Liquid cromatography (HPLC).

Some literatures have suggested that determination of mixed concentration from Paracetamol, Caffein adn Acetosal could be made through several movable phase compositions including : Metanol – Dapar (Natrium Hydrogen Phosphate, Tetrabutyl Ammonium Phosphate, Acid Phosphate), 3% Acid acetat, Metanol – Dapar Phosphate – Water, and Dapar Ammonium Acetat pH 4 – Metanol. The movable phase used in determination of mixed concentrations from Parasetamol, Caffein and Acetosal in this research was Dapar Ammonium Acetat pH 4 and Metanol.

This analysis was by using Shim – pack VP-ODS coloumn (4,5 mm x 25 cm), detector UV = 220 nm. The ratio of movable phase of Ammonium Acetat pH 4 – Metanol was 95:5, 90:10, 80:20, 70:20. The result of research indicated that the best movable phase was 95:5 and then, with selected movable phase comparison, the flow rate comparison of 0,5 ml/m, 0,6 ml/m, 0,7 ml/m and 0,8 ml/m was conducted. The flow rate of 0,8 ml/m resulted in isolation and best result with delay time 5.061 for Paracetamol, 7.274 for Caffein and 8.222 for Acetosal, resolution 8.688 and 3.147 ; theoritical plate 8268.210 for Parasetamol, 10290.787 for Caffein and 10824.424 for Acetosal.

The linearity determination of calibration curve indicated a linear correlation between peak width to concentration, for Parasetamol in concentration of 60 to 140 µg/ml with coefficient of correlation, r = 0,9982 and regression equation Y = 36915.4095 X + 5333570.21 ; for Caffein in concentration of 8 to 24 µg/ml with coefficient of correlation, r = 0.9997 and regression equation Y = 84645.7250 X + 3758.8600; for Acetoal in concentration Y = 7028.4623 X – 1874.5674.

(15)

mcg/ml and 5.54 mcg/ml; for Caffein 0.45 mcg/ml and 1.50 mcg/ml ; and for Acetosal 7.43 mcg/ml and 24.75 mcg/ml, respectively.

The result of research indicated that movable phase of Dapar Ammonium Acetat pH 4 – Metanol could be used to determine the mixed concentration of Parasetamol, Caffein and Acetosal.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal banyak ditemukan dalam

kombinasi obat Flu yang beredar di pasaran. Parasetamol merupakan salah satu

obat Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) yang secara luas digunakan

dalam pengobatan demam dan mengurangi rasa sakit. Kafein merupakan stimulan

sistem saraf pusat, dan Asetosal merupakan obat anti nyeri dan anti demam juga.

Ketiga zat ini sering dikombinasikan untuk memperkuat efek analgetisnya (Tjay

dan Rahardja, 2002).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen

POM,1995).

Keberhasilan pemisahan dan teknik analisis pada metode KCKT

tergantung pada pemilihan cara kromatografi yang tepat, kombinasi fase diam dan

fase gerak yang sesuai, serta faktor-faktor lainnya seperti kolom, detektor,

kemampuan sistem pompa dan sistem pengolahan data. Untuk keperluan analisis

kimia maupun memperoleh kondisi yang diinginkan dalam kromatografi, perlu

(17)

efisiensi kolom, resolusi, faktor ikutan yang banyak dipengaruhi oleh fase diam

dan fase gerak dalam kolom (Sudaryo, 2001).

Dalam beberapa literatur dikatakan untuk penetapan kadar Parasetamol,

Kafein dan Asetosal dapat dilakukan dengan beberapa komposisi fase gerak yang

antara lain adalah : Metanol - Dapar (Natrium Hidrogen fosfat, Tetrabutil

Amonium fosfat, Asam fosfat), 3% Asam Asetat, Metanol - Dapar fosfat - Air,

dan Dapar Amonium Asetatat pH 4 - Matanol.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penetapan kadar dengan metode KCKT menggunakan kolom Shim-pack

VP-ODS (4,6 mm x 25 cm). Penetapan kadar dilakukan terhadap perbandingan fase

gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol.

Metode KCKT mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode

analisis lain, diantaranya kolom dapat digunakan kembali, memiliki berbagai jenis

detector, waktu analisis umumnya relatif singkat, ketetapan dan ketelitian relative

tinggi serta dapat digunakan untuk menganalisis kebanyakan senyawa kimia

(Meyer, 2004).

Untuk memperoleh validasi metode ini, maka dilakukan uji akurasi yang

dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi yang

dinyatakan dalam Relative Stadart Deviation (RSD). Kemudian ditentukan batas

deteksi (limit of detection) dan batas kuatitasi (limit of quantitation) (Epshtein,

(18)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol dapat

memisahkan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal dalam tablet

dengan menggunakan KCKT ?

2. Berapa perbandingan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol

dalam analisis campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal ?

3. Apakah komposisi fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol

dapat digunakan dalam penetapan kadar dan validasi campuran

Paracetamol, Kafein dan Asetosal ?

1.3 Hipotesis

1. Metode KCKT dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol

dapat memisahkan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal dalam

sediaan.

2. Fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol pada perbandingan

tertentu dapat memisahkan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal

dalam sediaan.

3. Komposisi fase gerak yang diperoleh dapat digunakan untuk penetapan

kadar campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal dalam sediaan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan pemisahan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal

dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT ) menggunakan

(19)

2. Mencari perbandingan komposisi fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4

– Metanol untuk memisahkan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal

dalam sediaan.

3. Melakukan pengujian fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol

yang digunakan dalam penetapan kadar campuran Parasetamol, Kafein

dan Asetosal.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 – Metanol yang

terpilih dalam penelitian ini dapat digunakan oleh industri farmasi untuk analisis

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PARASETAMOL 2.1.1 Sifat Fisikokimia

Rumus struktur :

Nama Kimia : 4- Hidroksiasetanilida

Rumus Molekul : C8H9NO2

Berat Molekul : 151,16

Pemerian : serbuk, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N,

mudah larut dalam etanol. (Depkes RI, 1995).

2.1.2 Farmakokinetik A. Absorpsi

Parasetamol diberikan secara oral, diserap dengan baik melalui saluran

cerna. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan lambung.

Konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30 - 60 menit. Parasetamol

sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim

(21)

B. Efek Samping

Pada dosis terapi normal, asetaminofen bebas dari efek samping

bermakna. Kemerahan pada kulit dan reaksi alergi minor pada jumlah leukosit,

tetapi ini umumnya selintas. Nekrosis tubular ginjal dan koma hipoglikemia

merupakan komplikasi yang jarang dari terapi dosis besar jangka lama.

Asetaminofen dosis besar menyebabkan persediaan glutation di hati berkurang

dan N-asetil-benzokuinoneimin bereaksi dengan grup sulfihidril protein hati,

membentuk ikatan kovalen. Dapat terjadi nekrosis hati, suatu kondisi yang sangat

serius dan berpotensi mengancam kehidupan.

2.1.3 Kegunaan

Asetaminofen merupakan pengganti yang baik untuk analgesik dan antipiretik

aspirin pada penderita dengan keluhan saluran cerna dan pada mereka dengan

perpanjangan waktu perdarahan yang tidak menguntungkan. Asetaminofen

merupakan analgetik dan antipiretis. Asetaminofen tidak mengantagonis obat

urikosurik probenesid dan karena itu dapat digunakan pada penderita gout yang

mendapatkan obat itu.

2.2 KOFEIN

2.2.1 Sifat Fisikokimia

Rumus struktur :

Nama Kimia : 1,3,7-Trimetil xantin

(22)

Berat Molekul : 194,19

Pemerian : serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,biasanya

menggumpal, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam

kloroform, sukar larut dalam eter. (Depkes RI, 1995).

2.2.2 Farmakokinetik A. Absorpsi

Kafein per oral mudah diabsorbsi. Kafein tersebar ke seluruh tubuh

termasuk otak. Obat dapat melewati plasenta janin dan disekresikan ke dalam

ASI. Dimetabolisme di hati dan metabolitnya dikeluarkan di dalam urin.

B. Efek Samping

Kafein dosis sedang menyebabkan insomnia, ansietas dan agitasi. Dosis

tinggi diperlukan untuk memperlihatkan toksisitas berupa muntah dan konvulsi.

Dosis letal sekitar 10 g (kira-kira 100 cangkir kopi) yang menimbulkan aritmia

jantung. Kematian karena kafein sangat tidak mungkin. Letargi, iritabel dan sakit

kepala terjadi pada pengguna yang secara rutin minumg lebih dari 600 mg kopi

per hari ( sekitar 6 cangkir kopi per hari) dan mendadak berhenti. (Mycek, 2001).

2.2.3 Kegunaan

Kofein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa

letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi

dipertinggi, prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kofein juga memperkuat

kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan diuretis. Kofein digunakan sebagai

penyegar. Zat ini sering dikombinasikan dengan Parasetamol atau asetosal untuk

(23)

2.3 ASETOSAL 2.3.1 Sifat Fisikokimia

Rumus struktur :

Nama Kimia : Asam asetat salisilat

Rumus Molekul : C9H8O4

Berat Molekul : 180,16

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan

tersususun, atau serbuk hablur putih,tidak berbau atau berbau

lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara

bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform dan dalam eter, agak sukar larut dalam

eter mutlak. (Depkes RI, 1995).

2.3.2 Farmakokinetik A. Absorpsi

Cepat dan praktis lengkap terutama dibagian pertama duodenum. Namun

karena bersifat asam sebagian zat diserap juga di lambung.

(24)

B. Efek Samping

Paling sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak

lambung dan pendarahan samar (occult).

2.3.3 Kegunaan

Selain sebagai analgetikum, Asetosal dewasa ini banyak di gunakan

sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infark kedua setelah

terjadi serangan.Hal ini berkat daya antitrombotisnya.

2.3 Kromatografi

Dalam analisis kimia pada umumnya, komponen (zat) yang dianalisa harus

dipisahkan terlebih dahulu dari komponen lain atau zat pengganggu yang ada, lalu

dipekatkan, kemudian baru diidentifikasi atau diukur kuantitasnya. Banyak teknik

pemisahan zat yang digunakan, tetapi kromatografi adalah teknik yang paling

banyak dipakai, terutama untuk campuran yang kompleks. Suatu komponen

campuran yang tidak mungkin dipisahkan dengan cara yang lain, menggunakan

kromatografi dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dengan peralatan yang

relatif sederhana. Lebih dari itu, karena sifat pemisahannya yang spesifik, maka

selain digunakan sebagai metode pemisahan, kromatografi juga merupakan

metode penentuan zat baik kualitatif maupun kuantitatif.

Kromatografi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemisahan zat

berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi yang berlangsung dalam suatu sistem

yang terdiri dari dua macam fasa, dimana salah satu fasa bergerak atas fasa

(25)

Kromatografi apapun bentuknya mempunyai 2 macam fasa, yaitu fasa diam

dan fasa gerak. Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, kromatografi

dibedakan atas 2 golongan besar yaitu kromatografi gas bila fasa geraknya gas

dan kromatografi cair bila fasa geraknya cairan.

Pada kromatografi gas, fasa diam selalu ditempatkan di dalam kolom. Fasa

diam itu dapat berupa padatan atau cairan yang diemban oleh butiran halus zat

padat pendukung. Karena itu berdasarkan wujud fasa diamnya, kromatografi gas

dapat dibedakan atas kromatografi gas padat dan kromatografi gas cair.

Pada kromatografi cair, selain ditempatkan dikolom, fasa diam dapat pula

ditebarkan berupa lapis tipis diatas permukaan suatu pelat dari kaca yang disebut

kromatografi lapis tipis. Selain itu dapat pula menggunakan secarik kertas sebagai

fasa diamnya yang disebut kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis dan

kromatografi kertas dilakukan untuk membedakannya dari kromatografi yang

dilakukan di dalam sebuah kolom, yang dinamakan kromatografi kolom. Didalam

kromatografi cair pun dikenal pula kromatografi padat dan kromatografi

cair-cair, tergantung pada fasa diam yang digunakan. Selain berdasarkan wujud fasa

gerak dan fasa diam yang digunakan, kromatografi dapat dibedakan berdasarkan

mekanisme interaksi yang terjadi antara fasa diam dan komponen campuran yang

dipisahkan. Maka dikenal kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi,

kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi atau permiasi gel.

Mekanisme interaksi yang paling banyak dijumpai dilaboratorium adalah

adsorbsi dan partisi. Pada proses adsorbsi, molekul pelarut dan molekul zat

terlarut menempati permukaan zat padat pengadsorbsi (adsorbent). Dalam

(26)

oleh zat cair. Distribusi komponen dalam fasa diam itu karena daya larutnya. Pada

kromatografi cair, misalnya Kromatografi cair Kinerja Tinggi(KCKT), molekul

senyawa yang digunakan sebagai fasa diam diikatkan secara kimia pada

permukaan pertikel pendukung, menghasilkan kromatografi fasa terikat.

Berdasarkan perbandingan polaritas antara fasa diam dan fasa geraknya dikenal

kromatografi fasa normal bila fasa diam lebih polar dari fasa geraknya,

kromatografi fasa terbalik bila fasa gerak lebih polar daripada fasa diamnya.

Karena fasa diam yang digunakan tidak sebanyak pada kromatografi gas, maka

selektifitas pemisahan lebih mudah diperbaiki dengan merubah komposisi fasa

gerak. (Sudaryo, 2001).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Depkes RI,

1995).

2.4.1 Komponen Kromatografi cair kinerja tinggi

Gambar 2.1. Bagan alat KCKT

pompa

injektor

kolom

oven

detektor

Wadah solven

(27)

2.4.2 Wadah Fase gerak

Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan

yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon

harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.

2.4.3 Pompa

Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa

harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1–10

ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan

konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang

umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa

harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor.

2.4.4 Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),

diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:

a. Hentikan aliran/stop flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada

kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Tehnik ini

bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak

dipengaruhi.

b. Septum: Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama

dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat

(28)

tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu,

partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat

menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 6,

tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih

besar dari pada 10 µ l dan sekarang digunakan dengan cara automatis

(dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan

secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran)

diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di

dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

Gambar 2.2 Tipe injektor katup putaran

2.4.5 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom

dapat dibagi menjadi dua kelompok:

• Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung

pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikular, panjang yang lumrah

adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikilat, umumnya 10-30

(29)

• Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25 -100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan

pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,

terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan

kolom tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan.

2.4.6 Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkkan menjadi 2 golongan yaitu: \

• Detektor universal: Mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat

spesifik, dan tidak bersifat selektif, seperti detektor indeks bias dan

detektor spektrometri massa.

• Detektor spesifik: Hanya mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,

seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia

(Rohman,2007).

2.4.7 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991;

Munson, 1991 dan Rohman, 2007).

Terdapat keragaman yang luas dari solvent yang digunakan dalam semua

mode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan

(30)

Fase gerak harus:

Murni; tidak ada pencemar/kontaminan

Tidak bereaksi dengan pengemas

Sesuai dengan detektor

Melarutkan cuplikan

Mempunyai viskositas rendah

Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

(Putra, 2003)

Elusi gradien dan isokratik

Elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi dua

sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam

atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak

tetap selama elusi)

[image:30.595.160.431.508.626.2]

Gambar 2.3 Sistem elusi isokratik

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran

fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu

(komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).

pompa injektor

kolom oven

detektor

S

S

o

o

l

l

v

v

e

e

n

n

t

t

u

u

n

n

g

g

g

g

a

a

l

l

(31)

2.4.8 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai

puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.

Gambar 2.4 Kromatogram

Guna kromatogram:

1. Kualitatif

waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama.

dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjesikan dan

dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan

dan kinerja kolom

2.5 Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam memperoleh

kondisi yang diinginkan dalam kromatografi antara lain :

a. Waktu Retensi

W W1/2

H1/2 H

Rt

(32)

Waktu yang dibutuhkan suatu komponen untuk melewati suatu kolom

disebut waktu retensi yang dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan

untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom, dihitung mulai

diinjeksikan hingga keluar kolom tepat pada saat konsentrasi maksimum.

2. Faktor Selektifitas

Suatu kolom dinyatakan baik apabila kolom tersebut cukup selektif, dan

dikatakan selektif apabila kolom tadi mampu menahan berbagai komponen

dengan kekuatan yang berbeda-beda.

3. Efisiensi Kolom

Jumlah plat teoritik dalam suatu kolom sebanding dengan panjang kolom.

Karena itu jumlah plat teoritik suatu kolom dapat ditingkatkan dengan

memperpanjang kolom. Makin panjang kolom makin banyak jumlah plat

teoritiknya maka makin sempurna pemisahan.

4. Resolusi

Derajat pemisahan atau resolusi dari dua pita yang berdekatan

didefinisikan sebagai jarak antara puncak-puncak pita (atau pusat-pusat) dibagi

dengan luas pita rata-rata. Semakin tinggi harga N selalu memberikan resolusi

yang membaik. Oleh karena itu resolusi dapat diperbaiki dengan menambah

panjang kolom. (Putra, 2003).

5. Faktor Ikutan

Keasimetrisan puncak dinyatakan dengan faktor ikutan atau faktor

(33)

belakang disebut tailing, sebaliknya puncak yang landai bagian depan dan curam

bagian belakang disebut fronting.

2.6 Validasi

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan

pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analis harus divalidasi

untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk

mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada

validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi,

linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai

terukur dengan nilai yang diterima. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan

kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan dengan

dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode

penambahan bahan baku (standard addition method).

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai relatif standar deviasi (RSD) dari sejumlah sampel yang

berbeda secara signifikan secara statistik.

Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi

analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi yang masih

memberikan respon signifikan.

Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai

(34)

dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode Experimental. Penelitian

ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas

Sumatra Utara, Medan, pada bulan Maret hingga Juni 2010.

2.1 Alat – alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat KCKT

(Shimadzu) yang terdiri dari Vacum degasser, pompa, detektor UV/Vis, kolom

shimpac VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), wadah fase gerak, penyuntik mikroliter (100

µ l), neraca analitik (Mettler Toledo), membran filter PTFE 0,5 µ m dan 0,2 µ m,

cellulose nitrat membran filter 0,45 µm, Spektrofotometer IR (Shimadzu IR

Prestige-21).

2.2 Bahan – bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu Metanol p.a (Merck),

Akuabidestilata (PT. Ikapharmindo putramas), Amonium Asetat p.a (Merck),

Asam Asetat Glacial p.a (Merck), Paracetamol, Kafein dan Asetosal BPFI (Badan

POM RI), Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku pabrik (Kimia Farma ).

2.3 Sampel

(36)

sampel dianggap homogen. Dari hasil sampling diperoleh tablet Poldan Mix ( PT.

Sanbe Farma ), Puyer Bintang Toedjoe (PT. Bintang Toedjoe ).

2.4 Rancangan Penelitian

2.4.1 Uji Identifikasi Parasetamol, Kafein dan Asetosal Baku Pabrik (KimiaFarma) secara Spektrofotometri Inframerah

Dicampur 1 mg serbuk Parasetamol dengan 100 mg serbuk KBr dalam

lumpang digerus hinggga halus dan homogen, campuran tersebut diletakkan pada

sampel pan, kemudian dipasangkan pada DRS 8000 dan dianalisa pada bilangan

gelombang 4000 – 500 cm-1. Spektrum Inframerah yang diperoleh dibandingkan

dengan literatur.

Dengan perlakuan yang sama dilakukan terhadap Kafein dan Asetosal

2.4.2 Penyiapan Bahan

2.4.2.1 Pembuatan Dapar Asetat

Larutkan 77,1 g Amonium Asetat P dalam air, tambahkan 57 ml asam

asetat glasial P, encerkan dengan air secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen

POM,1995).

2.4.2.2 Pembuatan Pelarut

Dicampur larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol dengan

perbandingan 70:30, 80:20, 90:10 dan 95:5

2.4.2.3 Pembuatan Fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol

Sebelum digunakan Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol (70:30, 80:20,

(37)

0,45 µ m dan membrane filtres PTFE 0,45 µ m, lalu diawaudarakan selama 20

menit.

2.4.2.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Paracetamol

Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg Paracetamol BPFI, dimasukkan

kedalam labu 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml, disaring filtratnya

digunakan sebagai larutan induk.

2.4.2.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Kafein

Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg Kafein BPFI, dimasukkan kedalam

labu 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml, disaring filtratnya digunakan

sebagai larutan induk.

2.4.2.6 Pembuatan Larutan Induk Baku Asetosal

Dtimbang seksama sejumlah 50,0 mg Asetosal BPFI, dimasukkan kedalam

labu 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml, disaring filtratnya digunakan

sebagai larutan induk.

2.4.3 Prosedur Analisis 2.4.3.1 Penyiapan Alat KCKT

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimpac VP-ODS (4,6

mm x 25 cm), detektor UV/Vis, dengan laju alir 2 ml/menit, sensitifitas 1.000

(38)

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar,

menandakan sistem tersebut telah stabil.

2.4.3.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol dan Laju Alir yang Optimum

Kondisi kromatografi divariasikan untuk mendapatkan hasil analisis yang

baik. Kondisi kromatigrafi yang divariasikan adalah perbandingan fase gerak dan

laju alir. Perbandingan fase gerak yakni larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 dan

Metanol divariasikan 70:30, 80:20, 90:10 dan 95:5 Dari perbandingan fase gerak

yang terpilih ditentukan laju alir dari 0,5 ml/menit; 0,6 ml/menit; 0,7 ml/menit;

0,8ml/menit.

2.4.3.3 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif Parasetamol, kafein dan asetosal dilakukan dengan

membandingkan puncak yang memiliki waktu retensi hampir sama (identik), pada

kromatogram hasil analisis KCKT dari larutan baku pembanding Perasetamol,

kafein dan asetosal dengan larutan sampel pada panjang gelombang 257 nm.

2.4.3.4 Analisis kuatitatif

2.4.3.4.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Parasetamol,Kafein Dan Asetosal

Larutan induk baku Parasetamol, Kafein dan Asetosal masing-masing

dipipet 1,5 ml, 0,2 ml dan 0,4 ml ; 2 ml, 0,3 ml dan 0,8 ml ; 2,5 ml, 0,4 ml dan 1,6

ml ; 3 ml, 0,5 ml, 2 ml; 3,5 ml, 0,6 ml, 2,5 ml, masing-masing dimasukkan

(39)

Konsentrasi larutan Parasetamol berturut - turut adalah 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm,

120 ppm, 140 ppm. Dan konsentrasi Kafein berturut - turut adalah 8 ppm, 12 ppm,

16 ppm, 20 ppm, 24 ppm. Sedangkan konsentrasi Asetosal berturut -turut adalah

16 ppm, 32 ppm, 64 ppm, 80 ppm, 100 ppm. Masiong - masing larutan

diawaudarakan selama ± 20 menit dan disaring melalui penyaring membran

Cellulose Nitrate 0,2 µ m. Kemudian filtrat larutan baku pembanding disuntikkan

sebanyak 100 µ l. Deteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang

257 nm. Direkam kromatogram dan dibuat kurva kalibrasi dari luas puncak, lalu

dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasi.

2.4.3.4.2 Penetapan Kadar Parasetamol, Kafein Dan Asetosal dalam Sampel

Diambil 20 tablet (20 bungkus serbuk) yang telah bersih dari selaput film,

ditimbang dan digerus homogen. Ditimbang serbuk setara dengan 50 mg Asetosal,

dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan dengan pelarut sampai

garis tanda. Dikocok, lalu disaring (beberapa ml filtrat dibuang ). Larutan lalu

disaring melalui penyaring membran Cellulosa Nitrate 0,2 µm dan diawaudarakan

selama ±20 menit. Kemudian disuntik sebanyak 10 µl kedalam sistem KCKT

melalui injektor loop 20 µl, menggunakan sistem elusi gradien dengan fase gerak

larutan dapar amonium asetat pH 4 - metanol (95:5), laju alir 0,8 ml/menit.

Deteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 257 nm. Direkam

kromatogram dan dicatat luas puncak. Kadarnya dihitung dengan mensubsitusikan

(40)

2.4.3.5 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Menurut Harmita (2004) data perhitungan kadar Parasetamol, Kafein Dan

Asetosal dapat dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Rumus yang digunakan adalah :

1 ) (

− −

=

n X X SD

t hitung

n SD

X X

/

− =

Keterangan :

SD = Standar deviasi

X = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel

n = Jumlah perlakuan

α =tingkat kepercayaan

Data diterima jika ttabel < thitung< ttabel pada interval kepercayaan 99,5%

dengan nilai α = 0,005

Menurut Wibisono (2005) untuk menghitung kadar Parasetamol, Kafein

dan Asetosal dalam sampel dapat dilakukan secara statistik dengan rumus :

(41)

Keterangan :

μ = Kadar sebenarnya

X = Kadar sampel

n = Jumlah perlakuan

t = Suatu harga tergantung pada derajad kebebasan dan tinggkat kepercayaan

dk= Derajad kebebasan.

2.4.4 Metode Validasi

2.4.4.1. Akurasi ( Kecermatan )

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% Recovery)

dilakukan secara Standard Addition Method dengan membuat 3 konsentrasi analit

Parasetamol, Kafein Dan Asetosal dan baku pembanding dengan rentang spesifik

80%, 100%, 120%, setiap rentang mengandung 70% analit sampel dan 30% bahan

baku, pada perlakuan yang sama dengan perlakuan sampel.

Menurut WHO (1992) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan

rumus:

% Perolehan kembali x100%

C B

A

=

Keterangan :

A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku

B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

(42)

2.4.4.2 Presisi (Keseksamaan)

Menurut Rohman (2007) uji presisi ditentukan dengan parameter Relatif

Standar Deviasi (RSD) dengan rumus:

% 100

x X SD

RSD=

Keterangan :

RSD = Standar Deviasi Relatif (%)

SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata sampel

2.4.4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

digunakan rumus:

2 )

( 2

− − =

n Yi Y SB

Slope SB x LOD=3

Slope SB x LOQ=10

Keterangan :

SB = Simpangan baku

LOD = Batas Deteksi

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Baku Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang diperoleh dari PT. Kimia

Farma dan PT. Bratako sebelum digunakan sebagai pembanding terlebih dahulu

diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR pada rentang bilangan

gelombang 4000 – 500 cm-1, dengan metode pellet KBr.

Spektrum Inframerah baku Parasetamol, Kafein dan Asetosal dapat dilihat

pada gambar dibawah ini :

[image:43.595.93.570.314.721.2]

- PARASETAMOL

(44)
[image:44.595.88.543.94.698.2]

-KAFEIN

(45)

- ASETOSAL

Gambar 3. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Aspirin (PT. Bratako)

Dari hasil spektrum Parasetamol, Kafein dan Asetosal diperoleh bentuk

spektrum yang hampir sama dengan spektrum pembanding yang terdapat pada

library (dapat dilihat pada Lampiran 3,4 dan 5). Bilangan gelombang pada daerah

sidik jari juga hampir sama dengan bilangan gelombang yang terdapat pada

literatur yaitu untuk Parasetamol pada bilangan gelombang 1506, 1657, 1565,

1263, 1227, 1612 cm-1. Sedangkan untuk Kafein pada bilangan gelombang 1658,

1698, 747, 1548, 1242, 760 cm-1 . Dan untuk Asetosal pada bilangan gelombang

(46)

Dari data spektrum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa baku

yang diidentifikasi adalah Parasetamol, Kafein dan Asetosal.

Tahap pertama dilakukan analisis campuran Parasetamol, Kafein dan

Asetosal baku dengan KCKT menggunakan kolom Shim-pack VP-ODS dan

[image:46.595.114.549.239.533.2]

kondisi kromatografi menurut USP XXX (2007). Kromatogram dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 4. Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal

dengankolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol (80:20) dan laju alir 0,8 ml/manit

Kromatogram pada gambar 4 menunjukkan hasil analisis yang baik

dengan resolusi 5.132 dan 2.469; teoretical plate 8282.035 untuk Parasetamol,

10206.663 untuk Kafein dan 10746.862 untuk Asetosal; Waktu tambat 4.668

untuk Parasetamol, 5.782 untuk Kafein, dan 6.368 untuk Asetosal.

Untuk mendapatkan pemisahan kromatogram yang lebih baik lagi maka

(47)

analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan KCKT

menggunakan berbagai komposisi fase garak pada laju alir 0,8 ml/ menit dapat

[image:47.595.84.583.200.443.2]

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku pada berbagai perbandingan komposisi fase gerak dan laju alir 0,8 ml/ menit.

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi metanol dalam

fase gerak, maka waktu tambat Parasetamol, Kafein dan Asetosal semakin

singkat. Hal ini dikarenakan adanya kekuatan pelarut ( solvent strength ). Pada

kromatografi fase terbalik, konsentrasi metanol yang lebih besar akan

mengakibatkan fase gerak semakin kuat sifat nonpolarnya sehingga proses elusi

terjadi lebih cepat, oleh karena itu waktu tambat menjadi singkat (Snyder &

Kirkland,1979 ).

Efisiensi kolom pada HPLC dapat dilihat dari parameter theoritical plate

pada setiap kromatogram dan daya pisah dapat dilihat dari parameter resolusi.

Menurut USP XXX, theoritical plate setiap kromatogram dalam penetapan kadar

Perbandingan Fase garak

Waktu tambat Luas Puncak Teoretical Plate

Resolusi

Dapar Amoni um Asetat

pH4 (%)

Metanol (%)

Parase

tamol Kafein

Asetos al

Paraseta

mol Kafein

Asetos al

Paraseta

mol Kafein Asetosal

95 5 5.061 7.274 8.222 4493610 1298868 488593 8268.210 10290.787 10824.424 8.688

90 10 4.893 6.612 7.446 4545645 1305378 485463 8344.032 10258.133 10738.944

7.230

80 20 4.668 5.782 6.368 4654832 1302283 474933 8282.035 10206.663 10746.862 5.132

(48)

dan resolusi tadak lebih kecil dari 3,5. Dari hasil penelitian diperoleh

perbandingan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol yang terbaik

untuk analisis adalah 95:5 dengan waktu tambat 5.061 untuk Parasetamol, 7.274

untuk Kafein dan 8.222 untuk Asetosal; theoritical plate 8268.210 untuk

Parasetamol, 10290 untuk Kafein dan 10824.424 untuk Asetosal; dengan resolusi

8.688.

Selanjutnya dari fase garak yang terpilih ditentukan laju alir yang optimal.

Data analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan KCKT

pada berbagai laju alir dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol

[image:48.595.69.566.396.519.2]

(95:5) dapat dilihat pada tabel 2 dan kromatogram dapat dilihat pada lampiran7.

Tabel 2. Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku pada berbagai Laju alir dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH4 - Metanol (95:5)

LajuAlir (ml/menit)

Tekanan (kgf/cm2)

Waktu Tambat Luas Puncak Theoritical plate

Resolusi Paraseta

mol Kafein

Asetos al

Paraseta

mol Kafein

Asetos al

Paraseta

mol Kafein

Asetos al 0,5 113 7,864 11,001 12,511 8069630 333742

4 87703 8 11918,4 20 15010, 627 15727, 756 9,695

0,6 131 6,582 9,220 10,480 6741130 278410 0 73484 7 10569,9 38 13120, 553 13730, 765 9,129

0,7 149 5,659 7,943 9,023 5798430 239388 2 63382 1 8799,13 7 10653, 933 11165, 290 8,317

0,8 169 4,980 6,992 7,934 5090584

209344 55572 9 7438,58 6 8899,7 99 9338,9 90 7,632

Sama seperti pada penentuan perbandingan fase gerak Dapar Amonium

Asetat pH 4 - Metanol, parameter seperti waktu tambat, theoritical plate dan

resolusi menjadi penentu pemilihan laju alir yang optimum. Dari hasil penelitian

diperoleh laju alir yang terbaik untuk analisis adalah 0,8 ml/menit dengan waktu

tambat 4,980 untuk Paracetamol, 6,992 untuk Kafein dan 7,934 untuk Asetosal;

theoritical plate 7438,586 untuk Paracetamol, 8899,799 untuk Kafein dan

(49)

Kromatogram hasil optimasi metode KCKT yang dilakukan terhadap

campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan fase gerak Dapar

Amonium Asetat pH 4 - Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/menit dapat dilihat

[image:49.595.113.563.183.472.2]

pada gambar 5.

Gambar 5. Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengan kolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/manit.

Selanjutnya dari perbandingan fase gerak dan laju alir yang terpilih,

dilakukan analisis terhadap sampel Tablet Poldan Mig dan Puyer Bintang Toedjoe

dengan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol (95:5) dan laju

(50)
[image:50.595.117.570.85.370.2]

Gambar 6. Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengankolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/manit.

Gambar 6 menunjukkan optimasi KCKT dengan fase gerak larutan Dapar

Amonium Asetat pH 4 : Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/menit memberi hasil

optimal yang sama terhadap baku pembanding dengan waktu tambat 5,103 untuk

Paracetamol, 7,414 untuk Kafein dan 8,340 untuk Asetosal; theoritical plate

7817,670 untuk Paracetamol, 9609,356 untuk Kafein dan 10080,253 untuk

Asetosal; resolusi 8,667.

Dari kromatogram pada semua tablet dan puyer yang dianalisis diperoleh

waktu tambat dengan perbedaan tidak lebih dari 5% dengan 5,103 untuk

Paracetamol, 7,414 untuk Kafein dan 8,340 untuk Asetosal. Hal ini berarti bahwa

sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung Paracetamol, Kafein

(51)

Analisis kuantitatif ditentukan berdasarkan luas pucak karena

kromatogram yang diperoleh tidak simetris. Pengukuran luas puncak tidak banyak

dipengaruhi oleh kondisi kromatografi dibandingkan dengan tinggi puncak,

kecuali laju alir. Oleh karena itu pengukuran luas puncak merupakan pilihan yang

terbaik dalam analisis kuantitatif secara KCKT (Poole,2003).

Penyuntikan larutan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku

untuk kurva kalibrasi dilakukan secara simultan. Kurva kalibrasi Paracetamol,

Kafein dan Asetosal baku dengan rentan konsentrasi 60 ppm hingga 140 ppm

untuk Paracetamol, 8 ppm hingga 24 ppm untuk Kafein dan 16 ppm hingga 96

[image:51.595.113.575.388.678.2]

ppm untuk Asetosal. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada gambar 7,8 dan 9.

(52)
[image:52.595.115.585.82.331.2]

Gambar 8. Kurva kalibrasi Kafein baku menggunakan KCKT dengan kolom Shim-pack VPO-DS (4,6 x 250), fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol (95:5) dan laju alir 0,8 ml/manit.

[image:52.595.118.578.405.674.2]
(53)

Dari kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara luas puncak dan konsentrasi dengan koefisien korelasi r = 0,9982 untuk Paracetamol, 0,9997 untuk Kafein dan 0,9994 untuk Asetosal. Koefisien korelasi ini telah memenuhi persyaratan yaitu lebih basar dari 0,999 (Anonim,1994).

Berdasarkan harga r yang mendekati 1 berarti ada hubungan yang linier

antara luas puncak dan konsentrasi sehingga konsentrasi Paracetamol, Kafein dan

Asetosal dalam sampel dapat dihitung dangan persamaan regresi yaitu dengan

mensubsitusikan luas puncak terhadap Y (Rohman,2007).

Kromatogram hasil penyuntikan larutan campuran Paracetamol, Kafein

dan Asetosal baku pada pembuatan kurva kalibrasi menunjukkan puncak yang

melebar kebelakang (Tailing). Parameter yang dapat digunakan sebagai indikator

pucak yang tidak simetris yakni Tailing Factor. Tailing Factor dari kromatogram

penyuntikan Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku untuk pembuatan kurva

kalibrasi diperoleh berkisar 1,124-1,127 untuk Prasetamol, 1,062-1,065 untuk

Kafein dan 1,034-1,037 untuk asetosal. Hasil analisis ini masih dapat diterima

karena tailing factor lebih kecil dari 2 (Anonim,1994).

Hasil pengolahan data dari sedíaan Tablet dan Puyer Parasetamol, Kafein

(54)
[image:54.595.109.518.110.272.2]

Tabel 3. Hasil pengukuran kadar sedíaan Tablet dan Puyer dari campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal

Nama Zat Perlakuan Poldan Mig Puyer Bintang Toedjoe Luas Area Kadar(%) Luas Area Kadar(%) Parasetamol 1 4487642 104,6013 4353716 101,0584

2 4496051 104,8237 4359761 101,2183 3 4496233 104,8282 4358269 101,1788

Kafein 1 1514386 107,2504 1063043 104,2860

2 1516924 107,4306 1063972 104,3775 3 1516605 107,4076 1065666 104,5443

Asetosal 1 432279 96,5168 460971 102,8954

2 432481 96,5617 460940 102,8885

3 431249 96,2879 459403 102,5468

Berdasarkan data pada tabel 3 yang diolah menggunakan perhitungan

statistik diperoleh kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal dalam sedíaan tablet

dan puyer dengan nama dagang seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil penetapan kadar Paracetamol, Kafein dan Asetosal dalam berbagai sedíaan Tablet dan Puyer.

No Nama Sediaan Paracetamol(%) Kafein(%) Asetosal(%) 1 Tablet Poldan

Mig ( PT. Sanbe

Farma)

104,7511±0,3020 107,3629±0,2283 96,4554±0,08475

2 Puyer Bintang Toedjoe (PT. Bintang

Toedjoe)

101,1518±0,04809 104,347±0,030 102,9122±0,0203

Sediaan tablet Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang ditentukan kadarnya

berdasarkan luas area keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan

USP XXX (2007) yaitu mengandung Parasetamol, Kafein dan Asetosal tidak

kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah yang tertera Pada etiket.

Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi

(Keseksamaan), batas deteksi dan batas kuatitasi. Akurasi (kecermatan) metode

[image:54.595.109.518.402.521.2]
(55)

dapat dilihat pada lampiran 13 Presisi (kecermatan) dinyatakan dalam simpangan

baku relatif. Data hasil pengujian akurasi dapat dilihat pada tabel 5,6 dan 7.

Tabel 5. Data hasil pengujian akurasi dan presisi Parasetamol dengan metode penambahan baku

No % R Luas Puncak Analit yang ditambahkan

(mg)

Perolehan Kembali (%)

1 80% 3562789 19,2 100,5625

3579183 19,2 102,3697

3550763 19,2 99,2369

2 100% 4378217 24 105,6879

4350858 24 103,2754

4355331 24 103,67

3 120% 5099175 28,8 102,1628

5067343 28,8 99,8236

5049861 28,8 98,5392

Rerata Perolehan Kembali 101,69

Simpangan Baku (SD) 2,34

Simpangan Baku relatif (RSD) 2,30

Tabel 6. Data hasil pengujian akurasi dan presisi Kafein dengan metode penambahan baku

No % R Luas Puncak Analit yang ditambahkan

(mg)

Perolehan Kembali (%)

1 80% 1131806 3,12 100,3653

1125017 3,12 98,3557

1135243 3,12 101,3814

2 100% 1441474 3,9 106,9102

1466027 3,9 112,7205

1448334 3,9 108,5333

3 120% 1696155 4,68 100,4273

1696155 4,68 100,4273

1693740 4,68 99,9636

Rerata Perolehan Kembali 103,23

Simpangan Baku (SD) 4,91

Simpangan Baku relatif (RSD) 4,75

Tabel 7. Data hasil pengujian akurasi dan presisi Asetosal dengan metode penambahan baku

No % R Luas Puncak Analit yang ditambahkan

(mg)

Perolehan Kembali (%)

1 80% 342269 12 85,8983

[image:55.595.111.518.163.366.2] [image:55.595.112.518.428.630.2]
(56)

341855 12 85,4151

2 100% 445890 15 98,948

448433 15 100,3593

444888 15 97,7326

3 120% 504760 18 79,9733

514741 18 85,9516

512289 18 84,1761

Rerata Perolehan Kembali 89,58

Simpangan Baku (SD) 7,40

Simpangan Baku relatif (RSD) 8,25

[image:56.595.109.517.84.217.2]

Tabel 5,6 dan 7 menunjukkan bahwa rerata persen perolehan kembali yang

diperoleh untuk Parasetamol telah memenuhi persyaratan akurasi untuk validasi

prosedur analitik karena berada di antara rentang 98% - 102% yaitu 101,69%

sedangkan untuk Kafein dan Asetosal tidak memenuhi persyaratan akurasi untuk

validasi karena berada pada rentang 103,23% untuk Kafein dan 89,58% untuk

Asetosal. Simpangan baku relatif yang diperoleh untuk Parasetamol telah

memenuhi persyaratan presisi untuk validasi prosedur analitik karena lebih kecil

dari 2,5% yaitu 2,30%, sedangkan untuk kafein dan Asetosal tidak memenuhi

batas presisi untuk prosedur validasi karena lebih besar dari 2,5% yaitu 4,75 untuk

Kafein dan 8,25 untuk Asetosal ( USP XXX, 2007).

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang

diperoleh dalam kurva kalibrasi (Erner and Burgess, 2005). Batas deteksi dan

batas kuantitasi analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal adalah 1,67 µg/ml dan

5,54 µg/ml untuk Paracetamol, 0,45 µg/ml dan 1,50 µg/ml untuk Kafein

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Metode KCKT dengan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4

dan Metanol dapat memisahkan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal

dalam tablet dan puyer.

Perbandingan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol 95:5

dengan laju alir 0,8 ml/menit dapat menghasilkan pemisahan yang baik dengan

waktu tambat 4,980 untuk Parasetamol, 6,992 untuk Kafein dan 7,934 untuk

Asetosal ; theoritical plate 7438,586 untuk Parasetamol, 8899,799 untuk Kafein

dan 9338,990 untuk Asetosal yang memenuhi persyaratan USP XXX (2007).

Hasil uji validasi KCKT pada penetapan kadar campuran Paracetamol,

Kafein dan Asetosal dalam tablet secara simultan memberikan hasil akurasi dan

presisi yang kurang baik. Dimana untuk Parasetamol memenuhi persyaratan

karena berada diantara rentang 98% - 102% yaitu 101,62%, sedangkan untuk

Kafein dan Asetosal tidak memenuhi persyaratan karena berada pada rentang

103,23% untuk Kafein dan 89,58% untuk Asetosal. Hal ini dikarenakan

kemungkinan adanya kesalahan peneliti pada saat penimbangan sampel dan

pengenceran yang sangat berpengaruh pada hasil validasi sebagaimana yang

terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III kasalahan pada penimbangan yang

diperkenankan tidak lebih dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang. Dengan

demikian metode ini sebenarnya dapat digunakan pada validasi dan dapat

digunakan untuk penetapan kadar campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal

dalam tablet.

4.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan fase gerak

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Pedoman Penulisan Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara.

Anonim. (2007). The United States Pharmacopeia 30th Edition. National Formulary. United States Pharmacopeia Convention. Hal. 3243.

Anonim. (1994). Chemistry Manufacturing Controls Coordinating Committee. Validation of Chromatographic Methods, Reviewer Gguidance. Rockville: Center for Drug Evaluation and Research/CDER, Food and Drug Administration/FDA. Pages 12,25.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 254-255, 650 – 651, 1009.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Reviw Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume I (3). Hal.117-135.

Indrayanto, G; Sunarto, A; Adriani, Y. Simultaneous assay of phenilpropolamine hydrocholoride, Caffein, Parasetamol, glycerylguayacolate and chlorphenilamine in silibat tablet using HPLC with diode array detection. J. Pharm. Biomed. Anal., 1995,13,1555 – 1559.

Poole, C.F. (2003). The Essence of Chromatography. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Page 68-69

Rohman, A. (2007). Kimia Faramasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka pelajar. Hal.18.

Snyder, L. And Kirkland, J. (1979). Introduction to Modern Liquid Chromatography. 2nd edition, By Jhon Wiley and Son. London. Page. 554.

Sudaryo. (2001). Pengantar Kromatografi. Surabaya. BBPOM Surabaya. Hal 4-14.

Tjay & Rahardja. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi kelima. Jakarta. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 140.

(59)

Lampiran 1. Gambar Instrumen KCKT dan Syringe 100 µl

Seperangkat instrumen KCKT (Shimadzu Corp) dan komputer (Hewlett-Packard) sebagai perangkat pendukung.

(60)

Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya

Sonifikator (Bronson 1510)

(61)

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Parasetamol pada literatur Pharmaceutical

(62)

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Kafein pada literatur Pharmaceutical Sub

(63)

Lampiran 5. Spektrum Inframerah Asetosal pada literatur Pharmaceutical Sub

(64)

Lampiran 6. Kromatogram Penyuntikan Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku untuk mencari Perbandingan Fase Gerak Larutan Dapar Amonium Asetat pH4 dan Metanol yang optimum untuk analisis

Perbandingan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol 95:5 dengan tekanan 129 kgf/cm2

(65)

Lampiran 6. (lanjutan)

Perbandingan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol 80:20 dengan tekanan 149 kgf/cm2

Perbandingan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH4: Metanol 70:30 dengan tekanan 169 kgf/cm2

Kromatogram diatas merupakan hasil penyuntikan larutan Parasetamol,

Kafein dan Asetosal baku dalam upaya mencari perbandingan fase gerak Dapar

Amonium Asetat pH4: Metanol yang optimal untuk analisis menggunakan KCKT

dengan kolom Shim-Pack VP-ODS (4,5 x 250 mm), volume penyuntikan 20 µ l,

laju alir 0,8 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 257 nm dan

(66)

Lampiran 7. Kromatogram Penyuntikan Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku dalam upaya mencari Laju Alir yang Optimum untuk Analisis

Laju Alir 0,5 ml/menit dengan tekanan 112 kgf/cm2

(67)

Lampiran 7. (Lanjutan)

Laju Alir 0,7 ml/menit dengan tekanan 152 kgf/cm2

Laju Alir 0,8 ml/menit dengan tekanan 164 kgf/cm2

Kromatogram di atas merupakan hasil penyuntikan larutan Parasetamol,

Kafein dan Asetosal baku dalam upaya mencari laju alir yang optimum untuk

analisis menggunakan KCKT dengan kolom Shim-Pack VP-ODS (4,5 x 250 mm),

volume penyuntikan 20 µ l, perbandingan fase gerak larutan Dapar Amonium

Asetat pH4: Metanol (95:5), detektor UV pada panjang gelombang 257 nm dan

(68)

Lampiran 8. Perhitungan persamaan regresi dari kurva Kalibrasi Parasetamol,

Kafein dan Asetosal yang diperoleh dengan KCKT pada panjang

gelombang 257 nm.

a. Parasetamol

Data hasil Penyuntikan Larutan Parasetamol baku yang diperoleh

[image:68.595.113.515.415.607.2]

dengan KCKT

Tabel konsentrasi (X) vs Luas Area (Y) untuk Parasetamol baku

No X Y XY

1 60 2829442.1 169766526 3600 8,00574259725

2 80 3386628.3 270930264 6400 11,4692512428

3 100 4194584.0 419458400 10000 17,594534933056

4 120 5001208.4 600144960 14400 25,012081459264

5 140 5713693.0 799917020 19600 32,646287698249

500 21125555.8 2260217218 54000 94727901931148.9

b aX

Y= +

Gambar

Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring.. .............................  30
Gambar 2.1.  Bagan alat KCKT
Gambar 2.3 Sistem elusi isokratik
Gambar 1. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Parasetamol (PT. Kimia Farma)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, bahan baku zat berkhasiat parasetamol adalah hal utama yang sangat penting untuk diperiksa apakah telah memenuhi syarat atau tidak sebelum dilakukan pengedaran.Dalam

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR.. KINERJA

Hasil kromatogram Penyuntikan Propranolol HCl Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak Metanol-Air dan Laju Alir yang Optimal untuk Analisis.. Kromatogram

Penetapan kadar alprazolam dalam sediaan tablet dengan nama dagang yaitu Xanax ® dan Apo-Alparaz ® telah dilakukan secara KCKT menggunakan fase gerak metanol-air (90:10),

Untuk mengetahui hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif dalam menganalisa kadar campuran parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet

Kromatogram penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Sirup..

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Kofein dalam Sediaan Tablet yang Beredar dengan Metoda Spektrofotometri UV Multikomponen.. Padang: Fakultas Farmasi

Analisis campuran Parasetamol, Propifenazon dan Kafein dari sediaan tablet secara simultan dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri.. Pendeteksian