23
BAB II
PANDUAN TEORITIS
Bab ini berisi panduan teoritis berupa konsep dan definisi konsep, yang hanya digunakan peneliti sebagai penuntun untuk memperkaya gagasan-gagasan dalam penelitian, bukan sebagai pedoman untuk menentukan arah dan konten dari penelitian (Ihalauw, 2011). Konsep dan definisi konsep ini digunakan sebagai penyampaian mengenai hasil-hasil penelitian yang terkait, mengisi senjangan yang ada, memberi suatu rerangka yang memperlihatkan arti penting dari penelitian ini, serta banding hasil terhadap temuan-temuan yang terdahulu.
2.1 Pemasaran
Pemasaran menurut Amstrong dan Kotler (2009) tidak hanya merupakan kegiatan antara penjualan dan periklanan, akan tetapi pemasaran merupakan suatu
kegiatan mengelola hubungan pelanggan yang
menguntungkan, dengan menarik pelanggan baru melalui penawaran nilai unggul yang menjanjikan, serta menjaga pelanggan yang sudah ada dengan memberikan kepuasan.
Kotler dan Keller (2013) menyajikan delapan konsep utama dalam pemasaran, yaitu: (1) Kebutuhan,
Keinginan dan Permintaan. Secara harafiah,
24
tertentu, yang didukung oleh kemampuan membayar dan kemampuan membeli dikenal sebagai permintaan.
Ihalauw (2013) menyebutkan bahwa terdapat delapan tipe permintaan dan tugas pemasaran, yaitu permintaan negatif, tiada permintaan, permintaan terpendam, permintaan menurun, permintaan tak-beraturan, permintaan penuh, permintaan berlimpah dan permintaan ciderai-kehidupan. Dalam penelitian ini, permintaan ciderai-kehidupan merupakan tipe permintaan pasar yang menyebabkan terjadinya fenomena yang telah diuraikan sebelumnya dalam bab
pendahuluan. Permintaan ciderai-kehidupan
25
Pemasar juga membagi pasar kedalam beberapa segmen. Segmen tersebut mengindentifikasi dan mengelompokan pembeli yang lebih suka atau mungkin memerlukan produk atau jasa yang bervariasi dengan memeriksa demografi, psikografi dan perilaku diantara pembeli. Setelah mengelompokan kedalam hal-hal tersebut, maka muncullah yang dinamakan sebagai target pasar dan untuk masing-masing target pasar tersebut, pemasar menawarkan posisi produk atau jasa yang berbeda-beda; Setelah terbentuk bagaimana target pasarnya, maka konsep pemasaran selanjutnya yaitu (3) Penawaran dan Merek. Kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi dengan adanya janji nilai yang hadir dalam wujud yang tidak kentara dalam janji nilai yang ditawarkan yang dikenal, dalam suatu penawaran
produk atau jasa; Konsumen tidak hanya
memperhatikan mereknya saja, akan tetapi mereka melihat bagaimana konsep (4) Nilai dan Kepuasan. Dalam konsep ini, pembeli akan memilih penawaran yang dirasa memiliki nilai yang berguna bagi dirinya. Nilai ini merupakan hasil yang dipersepsikan pembeli dari manfaat yang didapatkan dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk produk atau jasa tersebut.
Kemudian disimpulkan dengan kepuasan yang
diperoleh, dengan didasarkan atas refleksi hubungan kinerja produk yang dirasakan dengan harapan yang dimiliki sebelumnya;
Konsep selanjutnya yaitu (5) Saluran Pemasaran, saluran pemasaran diperlukan dalam pemasaran. Saluran pemasaran ini digunakan untuk menjangkau
26
diperlukan saluran komunikasi, distribusi dan layanan
konsumen; Selain saluran pemasaran, konsep
pemasaran juga mencakup mengenai (6) Rantai Pasokan. Sebelum menjadi produk dan jasa, rantai pasokan memegang peranan penting dalam kegiatan pemasaran, karena rantai pasokan merupakan suatu proses yang berlangsung lama, yang menggambarkan bagaimana bahan mentah menjadi produk atau jasa, sampai kepada tangan konsumen; Dalam pemasaran juga terdapat konsep (7) Kompetisi. Konsep kompetisi dalam pemasaran mencakup semua penawaran dan potensi persaingan, juga pertimbangan substitusi pembeli; dan konsep pemasaran yang terakhir adalah
(8) Lingkungan Pemasaran. Dalam pemasaran,
lingkungan pemasaran terdiri atas dua bagian utama,
yaitu lingkungan badan (backstage) dan lingkungan
tugas (onstage).
Lingkungan badan (backstage) merupakan
kondisi internal dari perusahaan, dimana perusahaan memanfaatkan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas mencipta nilai. Sedangkan lingkungan tugas (onstage) adalah kondisi eksternal dari perusahaan dimana di dalam dan dengannya, perusahaan tersebut melaksanakan aktivitas pemasaran dan berinteraksi dengan para aktor. Aktor tersebut diantaranya lingkungan makro sebagai konteks, industri dimana perusahaan tersebut bersaing dan pasar yaitu dimana perusahaan menyediakan nilai. Lingkungan badan dan lingkungan tugas inipun melakukan interaksi agar dapat tercipta nilai superior. Interaksi ini terjadi dalam
27
melaksanakan kegiatan pemasaran dan berinteraksi dengan para aktor pada lingkungan tugas, sekaligus memanfaatkan sumber daya yang ada pada lingkungan badan.
Konsep-konsep pemasaran tersebut kemudian dirumuskan lalu dibuat perencanaan penawaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelangan melalui baur pemasaran, karena pelanggan akan menilai penawaran melalui tiga elemen dasar, yaitu fitur produk dan kualitas, baur layanan dan kualitas, serta harga (Kotler dan Keller, 2013).
1. Baur Pemasaran 4P
Amstrong dan Kotler (2009) mengatakan bahwa baur pemasaran merupakan himpunan siasat
pemasaran yang dapat dikontrol. Siasat ini
memadukan alat-alat pemasaran yang dimiliki oleh perusahaan, untuk menghasilkan respon yang diinginkan pada target pasar.
Gambar 2.1. 4P dalam Baur Pemasaran. Target Disain, Fitur, Nama
merek, Kemasan, Pelayanan)
Promosi (Promotion)
(Periklanan, Penjualan personal, Promosi penjualan, Humas)
Harga (Price)
(Jenis, Kualitas, Disain, Fitur, Nama
merek, Kemasan, Pelayanan)
Distribusi (Place)
(Saluran, Cakupan, Ragam, Lokasi,
Inventaris, Transportasi,
28
Sumber: Amstrong, Gary and Philip Kotler. 2009: 83. Marketing: An Introduction, 9e. New Jersey: Pearson Education.
Baur pemasaran terdiri atas empat komponen, yaitu produk, harga, distribusi dan promosi, yang diracik menuju kepada target pelanggan, dengan posisi yang dimaksudkan oleh masing-masing perusahaan. Dalam penelitian ini, akan lebih menekankan mengenai komponen produk dan promosi.
a. Produk (Product)
Lamb (2001) mengatakan bahwa produk didefinisikan sebagai segala sesuatu (produk atau jasa) baik yang menguntungkan maupun tidak yang diperoleh seseorang melalui pertukaran. Amstrong dan Kotler (2009) pun mengatakan hal yang sejalan dengan Lamb, bahwa produk merupakan kombinasi dari barang dan jasa yang perusahaan tawarkan kepada target pasar. Pengertian mengenai produk ini diperjelas oleh pendapat Tjiptono (Kristianto, 2011), yaitu bahwa
produk ialah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan,
diminta, dicari, dibeli, digunakan atau
dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan
kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan.
Kotler dan Keller (2013) membagi produk kedalam tiga klasifikasi yang berbeda, yaitu daya
tahan dan wujud produk (durability and
29
(consumer goods clasification) dan klasifikasi
barang industri (industrial goods clasification).
Tujuan pembagian produk ini tidak lain untuk memberikan gambaran kelayakan dan kecocokan
dalam penerapannya pada strategi baur
pemasaran. Berikut adalah klasifikasi produk tersebut:
1. Daya tahan dan Wujud (Durability and
Tangibility)
Daya tahan dan wujud produk terbagi kedalam tiga bagian, yaitu (1) Barang yang
tidak tahan lama (non durable goods)
merupakan barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kegunaan, selain itu barang-barang ini
sering dibeli, sehingga memerlukan
ketersediaan di berbagai lokasi, barang-barang ini memerlukan biaya yang kecil dan periklanan yang kuat untuk mendorong
percobaan dan membangun preferensi.
Contohnya adalah sampo dan minuman
ringan; (2) Barang yang tahan lama (durable
goods) yaitu barang berwujud yang tahan digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti lemari pendingin dan pakaian. Barang-barang ini biasanya memiliki margin yang besar, dijual melalui penjualan pribadi dan
30
merupakan produk yang tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, variabel dan mudah rusak. Jasa biasanya memerlukan lebih banyak perhatian terhadap kontrol kualitas,
kredibilitas pemasok, dan kemampuan
beradaptasi.
2. Klasifikasi Barang Konsumen (Consumer
Goods Clasification)
Barang konsumen merupakan produk yang dibeli konsumen melalui kebiasaan belanja dan dikonsumsi oleh konsumsen untuk konsumsi pribadi. Barang konsumen
ini mencakup (a) Barang sehari-hari
(Convenience goods) yang merupakan barang yang selalu dibeli pelanggan secara segera, sering dan dengan usaha perbandingan dan pembelian yang minimal, seperti sabun cuci pakaian, majalah dan permen; (b) Barang
belanja (Shopping goods) merupakan barang
yang memiliki tingkat perbandingan yang tinggi dan teliti dari pelanggan untuk kesesuaian, kualitas, harga dan gaya, seperti mebel, mobil dan pakaian; (c) Barang
khusus (Specialty goods) yang merupakan
31
membeli sampai pada akhirnya diketahui melalui iklan, produk ini misalnya asuransi jiwa dan donor darah.
3. Produk Industri
Produk industri merupakan produk yang dibeli untuk diproses lebih lanjut atau untuk digunakan dalam melakukan suatu bisnis. Contohnya tepung terigu untuk industri roti dan jasa konsultasi manajemen untuk memperbaiki struktur manajemen suatu perusahaan.
Setiap perencanaan pemasaran, selalu dimulai dengan merumuskan suatu penawaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari target konsumen. Konsumen akan dengan teliti memilih fitur dan kualitas produk, baur jasa serta harga. Oleh karena itu, dengan adanya tiga elemen yang diperhatikan konsumen tersebut, maka ketiga elemen itu harus membaur menjadi penawaran yang kompetitif. Penawaran yang kompetitif ini diwujudkan dalam hirarki nilai pelanggan yang menciptakan tingkatan produk (Kotler dan Keller, 2013).
32
mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan;
(2) Produk dasar (Basic product), pada tingkat
kedua, manfaat inti dari produk tersebut harus dapat dirubah menjadi produk dasar; (3) Produk
yang diharapkan (Expected product) merupakan
beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli
produk; (4) Produk yang ditingkatkan (Augmented
product) pada tingkat ini produk melampaui harapan pelanggan, berdasarkan adanya posisi merek juga kompetisi produk di pasar; (5) Calon
produk (Potential product) yang meliputi segala
kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa mendatang.
Berdasarkan masalah penelitian yang telah diuraikan pada bab pendahuluan, dan uraian pedoman teoritis mengenai sub bab produk. Rokok termasuk kedalam jenis barang sehari-hari yang tidak tahan lama. Produk rokok merupakan produk yang dibeli konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Rokok pun menjadi barang yang selalu segera dibeli dengan frekuensi tertentu. Masuknya rokok dalam jenis barang
konsumsi ini dikarenakan adanya atribut
33
cenderung membeli produk tersebut dengan segera dan diikuti dengan frekuensi tertentu. Oleh karena itu, produk ini memiliki usaha
perbandingan yang minimal dalam proses
pembeliannya.
Selain atribut intrinsik tersebut, atribut ekstrinsik berupa merek, kemasan dan label juga merupakan unsur penting yang turut berperan dalam proses pembuatan keputusan pembelian konsumen (Cahyo dkk, 2013). Terlebih pada saat ini, dengan adanya penerapan peraturan menteri kesehatan yang menimbulkan berbagai fenomena perilaku konsumsi, unsur atribut tersebut menjadi hal ikut dipertimbangkan.
b. Harga (Price)
Penetapan harga produk yang ditawarkan memerlukan suatu kejelian, karena dalam Amstrong dan Kotler (2009), dijelaskan bahwa harga merupakan biaya dari uang pelanggan yang harus dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut. Dengan demikian, pada tingkat
harga tertentu, nilai suatu produk akan
meningkat seiring dengan meningkatnya manfaat yang dirasakan oleh pelanggan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Alma (2007) yang menyatakan bahwa dalam teori ekonomi, pengertian, harga, nilai dan kegunaan merupakan suatu konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya.
34
Distribusi menurut Swastha (Kristianto, 2011), merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang atau jasa tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Hal-hal yang menyangkut distribusi adalah pemilihan saluran distribusi, jangkauan, sistem transportasi perusahaan, persediaan barang dan sistem penyimpanan.
d. Promosi (Promotion)
Promosi merupakan suatu kegiatan yang mengkomunikasikan kebaikan dari produk dan membujuk pelanggan untuk membeli produk tersebut. Karena bagaimanapun berkualitasnya suatu produk, jika pelanggan belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya (Kristianto, 2011).
Kegiatan promosi, erat kaitannya dengan kegiatan komunikasi. Penyampaian suatu produk
dan membujuk pelanggan dalam kegiatan
promosi biasanya dilakukan dengan membuat pesan berupa teks tertulis, gambar, video, audio dan lain sebagainya. Pesan tersebut memuat berbagai kebaikan dari produk yang dibalut
dengan kreativitas yang mampu menarik
perhatian konsumen.
Kegiatan promosi ini meliputi periklanan,
penjualan personal, promosi penjualan,
publisitas dan pemasaran langsung. Setiap
35
mempunyai alat promosi spesifik, yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan
konsumen.
Selain itu, dalam waktu yang sama, disain produk, harga, bentuk, warna dari kemasan dan toko-toko yang menjual produk tersebut juga
akan berpengaruh pada proses perilaku
konsumsi mereka (Kotler dan Amstrong, 2009). Disain produk, harga, bentuk, warna dan toko yang menjual produk tersebut merupakan bagian atribut ekstrinsik dari suatu produk. Sanzo,
Fandos dan Flavian (Rasyid dkk, 2013),
menyebutkan bahwa atribut ekstrinsik
merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan produk, tetapi tidak menjadi bagiannya
secara fisik. Meskipun atribut ini bukan
merupakan bagian fisik dari produk, tetapi
atribut ini secara tidak langsung dapat
merangsang perilaku pembelian konsumen
melalui tampilan luar dari produk tersebut.
2. Kemasan dan Label (Packaging and Labeling)
36
kemasan dan label tersebut menyajikan entitas subjektif dari produk tersebut (Silayoi dan Speece, 2007).
a. Kemasan (Packaging)
Dalam beberapa tahun terakhir, kemasan
sebuah produk merupakan sesuatu yang
memiliki potensi melibatkan sebagian besar
target pasar untuk mendapatkan suatu
pengalaman akan produk tersebut (Deliya, 2012). Pengalaman akan produk tersebut dinyatakan
Silayoi dan Speece (2007) diperoleh dari
keseluruhan kemasan produk tersebut. Penilaian tersebut tercermin dalam kemasan produk, terutama pada fitur dalam kemasan, karena dapat memperlihatkan keunikan dan keaslian produk tersebut. Oleh karena itu, dalam beberapa kasus, pengalaman yang dihasilkan
dari kemasan lebih memungkinkan untuk
mempengaruhi persepsi konsumen secara
langsung.
Lingkungan pemasaran yang dinamis dan semakin kompetitif pun memicu meningkatnya
perilaku melayani diri sendiri (self service),
memperlihatkan kemakmuran konsumen, lebih menunjukan citra merek dan perusahaan, memberikan peluang inovasi dan perubahan gaya hidup konsumen. Hal-hal tersebut yang pada
akhirnya berhasil mengubah arah tujuan
37
melindungi, menjaga dan menangani produk dari produsen ke konsumen (Shah dkk, 2013), menjadi bagian ekstrinsik dari produk yang mampu merangsang konsumen dengan kualitas unsur-unsur kemasan yang menjadi stimuli kemasan tersebut (Raheem dkk, 2014). Ampuero dan Vila (Raheem dkk, 2014) juga menambahkan bahwa kemasan menjadi bentuk pengakuan dalam penambahan informasi dan unsur produk untuk menarik konsumen. Dengan adanya berbagai tujuan tersebut, maka kemasan dalam kesatuan semua unsur-unsurnya harus memuat identifikasi dari merek produk, memuat informasi yang mendeskripsikan produk dan mempersuasi
konsumen, memfasilitasi perpindahan dan
perlindungan terhadap produk, membantu
penyimpanan produk tersebut di rumah dan membantu dalam konsumsi produk.
Agar dapat mencapai penilaian produk yang maksimal dari konsumen, maka aspek keindahan dan fungsional dari kemasan tersebut harus diperhatikan. Aspek keindahan produk ini berhubungan dengan ukuran, bentuk, bahan, warna, teks dan grafis pada kemasaran tersebut. Sedangkan aspek fungsional produk yaitu pada disain struktural produk tersebut. Aspek ini
harus harmonis dengan penetapan harga,
periklanan dan bagian-bagian lainnya dalam program kegiatan pemasaran.
38
paket yang menjadi hal utama dalam menjual janji suatu produk, dengan asosiasi yang dimilikinya terhadap produk yang dikemas (Bloch, 1995).
b. Label (Labeling)
Label merupakan suatu etiket sederhana yang melekat pada produk atau menguraikan disain grafis yang merupakan bagian dari suatu kemasan pada produk (Kotler and Keller, 2013). Label dapat mengandung banyak informasi penting maupun hanya mencantumkan merek saja, bahkan jika penjual lebih memilih label sederhana, hukum yang mengatur mengenai label ini mungkin akan mencantumkan lebih banyak hal.
Suatu label menunjukan beberapa fungsi tentang produk, yaitu (1) Mengidentifikasi produk tersebut; (2) Label menunjukan penjelasan dari produk, baik itu siapa yang membuat, dimana itu dibuat, kapan itu dibuat, kandungan produk, sampai kepada bagaimana menggunakan produk tersebut secara aman; (3) Label juga biasanya memberikan penjelasan mengenai tingkatan produk (kualitas produk); dan pada akhirnya, (4)
Label mampu membantu mempromosikan
39
program pemasaran yang lebih luas (Amstrong dan Kotler, 2009).
2.2 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut Mowen (2002) adalah studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Swastha dan Handoko (2000) mengatakan perilaku konsumen dapat diidentifikasi sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Proses pengambilan keputusan pada perilaku
konsumen tersebut berakhir kepada kegiatan
selanjutnya yaitu perilaku pembelian. Perilaku
pembelian, biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
40
Sumber: Amstrong, Gary and Philip Kotler. 2009: 164.
Marketing: An Introduction, 9e. New Jersey: Pearson Education.
Asosiasi Pemasaran Amerika (Schiffman dan Kanuk, 2007) lebih menjabarkan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Sehingga kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), yang mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang diperiksa, dirasa dan dilakukan oleh konsumen. Hal-hal tersebut jika diuraikan satu per satu lebih lanjut yaitu terbagi menjadi 3 bagian.
Pertama yaitu kognitif. Kognitif merupakan ranah perilaku yang menekankan kepada aspek intelektual, yang mencakup pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek kognitif ini pun memiliki kapasitas tertentu pada masing-masing konsumen. Engel, dkk (2006), menyatakan bahwa kita hanya dapat mengolah sejumlah informasi tertentu pada satu waktu. Alokasi kapasitas kognitif ini dikenal sebagai perhatian. Perhatian ini dibagi menjadi dua
dimensi, yaitu arahan dan intensitas. Arahan
menggambarkan fokus perhatian, karena konsumen tidak dapat mengolah semua stimulus internal dan eksternal pada yang tersedia pada saat tertentu. Oleh
karena itu beberapa stimulus akan mendapat
41
arahan, ada pula dimensi intensitas. Intensitas merupakan acuan pada jumlah kapasitas yang dialokasikan pada arahan tertentu, yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu stimulus, sebelum konsumen tersebut mengarahkan perhatian mereka kepada hal lainnya
42
misalkan pada makanan, mode, keluarga maupun rekreasi. Kemudian diukur melalui pendapat-pendapatnya yang dilihat dari mengenai diri mereka sendiri, masalah-masalah sosial, bisnis, produk, dan lain sebagainya.
Aspek yang ketiga yaitu, psikomotorik.
Psikomotorik atau dalam perilaku konsumen lebih
dikenal sebagai aspek behavioral. Aspek ini merupakan
hasil dari penggabungan aspek kognitif dan afektif, yang berkaitan dengan segi ketrampilan konsumen yang berhubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan (Mowen dan Minor, 2002). Sebelum
bertindak, seseorang seringkali mengembangkan
keinginan berperilaku berdasarkan kemungkinan
tindakan yang akan dilakukan. Keinginan berperilaku
ini dibentuk dengan keinginan untuk mencari
informasi, memberitahukan orang lain tentang
pengalamannya dengan sebuah produk, membeli produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu.
Selain ketiga aspek tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen pada gambar 2.2, digunakan sebagai acuan untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa, melalui proses pertukaran atau pembelian. Dengan diawali
dengan proses pengolahan informasi, proses
43
Gambar 2.3. Model Perilaku Konsumen.
Sumber: Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2013: 183. Marketing Management: Horizon Edition 14e. Harlow, Essex: Pearson
Education.
Model perilaku konsumen tersebut menjelaskan proses stimulus dan respon yang terjadi pada perilaku konsumen. Dari mulai munculnya stimulus pemasaran
dan lingkungan, lalu masuk pada kesadaran
konsumen, yang mengacu kepada proses pengolahan kesadaran konsumen dalam satu set proses psikologis dan karakteristik konsumen, lalu menghasilkan proses keputusan pembelian dalam perilaku konsumen. Penelitian mengenai perilaku konsumen perempuan terhadap perubahan kemasan rokok ini mendapat rerangka utama yang diperoleh dari model perilaku konsumen tersebut, khususnya pada bagian stimulus dan set psikologi konsumen serta karakteristik konsumen.
1. Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek
44
sekitarnya. Kotler dan Keller (2013) menyatakan bahwa orang akan termotivasi siap untuk bertindak,
berdasarkan bagaimana pengaruh persepsinya
tentang situasi. Dalam pemasaran, persepsi lebih
penting daripada realitas, karena persepsi
mempengaruhi perilaku aktual konsumen.
Persepsi mengandung pengertian yang
beragam, yang menyangkut aspek internal dan eksternal. Solomon (2006) mengartikan persepsi sebagai proses di mana sensasi yang diperoleh melalui stimulus yang diterima oleh seseorang dipilih
dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya
dinterpretasikan. Tidak jauh berbeda dengan hal
tersebut Schiffman dan Kanuk (2007)
mengungkapkan bahwa persepsi adalah sebuah proses dimana dalam proses tersebut individu
memilih, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang bermakna. Prasetijo dan Ihalauw (2005) menyatakan dalam hal pemasaran, pengaruh iklan di media massa, kemasan produk, papan reklame dan lain sebagainya, dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu produk.
Stimulus
Penglihatan Suara Bebauan
Rasa Tekstur
Sensasi
Makna
Penerima sensorik
Perhatian
Interpretasi
45
Gambar 2.4. Proses Persepsi.
Sumber: Solomon, Michael., Garry Bamossy,. Soren Askegaard and Margaret K. Hogg. 2006: . Consumer Behaviour: A European
Perspective. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dalam Gambar 2.4 diperlihatkan bahwa masukan sensorik yang diakibatkaln oleh stimulus merupakan data mentah yang kemudian diolah, lalu diinterpretasikan menjadi persepsi yang kemudian
menghasilkan makna. Dalam produk rokok,
stimulus yang diterima berasal dari berbagai aspek. Pertama, konsumen terpapar oleh kemasan yang menstimulus indera penglihatan, oleh karena itu dalam perkembangan pemasaran modern, kemasan menjadi salah satu hal yang penting. Setelah konsumen terpapar oleh kemasan, konsumen membaui aroma produk tersebut sesuai dengan pengalaman yang pernah ada sebelumnya pada konsumen tersebut. Begitu pula dengan rasa dan tekstur rokok tersebut. Pada akhirnya ketiga stimulus tersebut diterima oleh penerima sensorik dan menghasilkan sensasi. Sensasi itulah yang mendapat perhatian dari konsumen. Perasaan
tenang, keren, dan lain sebagainya menjadi
perhatian konsumen dan kemudian
46
Oleh karena itu, penelitian ini mengacu kepada persepsi konsumen mengenai perubahan kemasan yang mempengaruhi perilaku konsumen. Peneliti menitik beratkan proses persepsi konsumen yang dikaitkan dengan model perilaku konsumen pada gambar 2.3, dimana persepsi tersebut mendapat pengaruh dari berbagai stimulus juga berhubungan dengan karakteristik dari konsumen.
2. Motivasi
Menurut Mowen dan Minor (2005), motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan
dimana seseorang mengarahkan perilaku
berdasarkan tujuan. Motivasi dimulai dengan
timbulnya rangsangan yang memacu kepada pengenalan kebutuhan dan pembelajaran.
Rangsangan ini dapat berasal dari diri konsumen maupun dari luar diri konsumen. Jika rangsangan ini menimbulkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan seseorang dan keadaan aktual orang tersebut, maka akan timbul kebutuhan. Pengenalan kebutuhan dan pembelajaran yang didapat konsumen dalam proses ini pun dapat dibagi kepada empat unsur. Yaitu, yang pertama adalah motivasi, dimana keinginan atau kebutuhan tersebut berasal dari kebutuhan dan tujuan.
Kedua yaitu cue yang merupakan stimulus
yang mengarahkan motif. Cue mengarahkan
dorongan kepada konsumen bila cue itu konsisten
dengan ekspektasi konsumen. Lalu ada respon,
47
menyatakan bagaimana seseorang berperilaku
sebagai reaksi dari dorongan atau cue. Respon tidak
terikat pada kebutuhan, akan tetapi kebutuhan atau notif dapat menimbulkan berbagai macam respon.
Unsur yang terakhir atau keempat adalah
reinforcement, reinforcement ini dapat meningkatkan kemungkinan suatu respon spesifik akan muncul
dimana yang akan dating sebagai hasil dari cue atau
stimulus tertentu.
3. Karakteristik Konsumen (Gender dan Usia)
Kotler dan Keller (2013) mengatakan bahwa karakteristik konsumen terbagi menjadi tiga bagian, yaitu budaya, sosial dan pribadi. Berdasarkan alur dari gambar 4, karakteristik konsumen ini jelas memberikan pengaruh yang besar selain stimulus lainnya terhadap perilaku konsumen. Maka dengan adanya hal tersebut dan menyesuaikan dengan topik
penelitian ini, peneliti melihat karakteristik
konsumen khususnya pada aspek pribadi yang menyangkut gender dan usia.
a. Gender
48
Dalam budaya Indonesia yang patriarki, laki-laki dan perempuan telah dibiasakan untuk berpikir secara berbeda. Perbedaan ini juga menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap bagaimana seseorang menyerap, mengolah dan menyimpan informasi dalam masa pembelajaran dan perkembangannya. Sehingga pada akhirnya menyebabkan perbedaan perilaku konsumen antara perempuan dan laki-laki. Berikut tabel perbedaan perilaku konsumen antara perempuan dan laki-laki yang diolah dari berbagai sumber.
Tabel 2. 1
Perbedaan Perilaku Konsumen Antara Perempuan dan Laki-laki
No. Perempuan Laki-laki
1. Cenderung lebih berpikir komunal.
Cenderung lebih ekpresif.
2. Mengambil informasi dari lingkungan sekitar dan orang-orang
4. Memiliki inisiatif dan suka berinteraksi.
Kurang memiliki inisiatif dan berinteraksi.
5. Menghubungkan produk pada tingkat yang lebih pribadi.
Menghubungkan produk sesuai dengan informasi produk tersebut.
6. Kurang fokus terhadap tujuan.
Fokus terhadap tujuan.
49
menguji kegunaan dari sampel produk
sebelum membelinya.
tanpa mencoba atau menguji sampel produk.
8. Terlibat dalam proses pengambilan
keputusan.
Kurang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
9. Menghargai produk yang unik.
Menghargai produk yang unik.
10. Mempertimbangkan merek.
Kurang
mempertimbangkan merek.
11. Aktif mencari tren atau gaya terbaru.
Kurang aktif mencari tren atau gaya terbaru.
12. Menggunakan produk untuk menunjukan keberadaan mereka pada lingkungan.
Menggunakan produk untuk kenyamanan diri sendiri.
(Sumber: Kotler dan Keller, 2013, Wade dan Travis, 2008, Holmberg dan Ohnfeldt, 2010, serta Adjei, Griffith dan Noble, 2006).
Adanya tabel perbedaan perilaku
konsumen tersebut, memperjelas senjangan yang ada, antara perempuan dan laki-laki dalam perilaku konsumen. Dengan adanya perilaku konsumen laki-laki yang cenderung apa adanya,
membuat perilaku konsumen perempuan
menjadi lebih menarik untuk diteliti, karena pada dasarnya perempuan melibatkan berbagai hal dalam perilaku konsumsinya.
b. Usia
Usia dalam perilaku konsumen dapat
mempengaruhi keinginan dan kemampuan
50
konsumsi (Kotler dan Keller, 2013). Hal tersebut menjadi penting karena usia mempengaruhi perubahan kebutuhan konsumen yang terus berkembang.
Upton (2012) mengatakan bahwa
perubahan pikiran dan perilaku yang berkaitan dengan usia konsumen, termasuk kedalam ranah
psikologi perkembangan. Pada psikologi
perkembangan, dijelaskan bahwa perubahan pikiran dan perilaku yang terjadi dikarenakan
adanya perkembangan usia. Perkembangan
psikologis ini merupakan proses seumur hidup dan tidak berhenti ketika masuk kedalam usia
dewasa, karena pada setiap proses
perkembangan terdapat perpaduan antara
dorongan mempertahankan diri dan dorongan mengembangkan diri. Upton (2012) membagi usia
berdasarkan perkembangan psikologis yang
terjadi pada masa tersebut sebagai berikut.
Tabel 2.2
51
(Sumber: Upton, Penney. 2012. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Penerbit Erlangga.)
52
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab 1, peneliti memilih rentang usia ini dikarenakan
rentang usia tersebut merupakan periode
peralihan psikologis manusia.
Berbagai perkembangan psikologis dalam tabel tersebut, secara tidak langsung memicu timbulnya perilaku konsumen yang mengacu pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perilaku-perilaku tersebut antara lain yaitu, terpapar oleh banyak media, bertemu dengan banyak orang, memerlukan pergaulan yang lebih luas, membeli produk sesuai dengan kehendak hatinya, dan lain sebagainya.
2.3 Keterkaitan antara Produk – Usia – Gender
Konsep produk, usia dan gender dalam penelitian ini, tidak lain merupakan sebuah kunci untuk dapat menemukan dan menggambarkan perilaku konsumen rokok usia 17- 25 tahun, khususnya perempuan, terhadap perubahan kemasan rokok. Keterkaitan ketiga konsep ini merupakan hal yang penting dalam pemasaran (Kotler dan Keller, 2013), karena produk disini merupakan stimulus utama dalam perilaku konsumen.
53