• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1.1 Pengertian Belajar

Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melakukan aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok

tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada ruang dan waktu di mana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti (Aunurrahman, 2009).

Belajar menurut Wragg (dalam Aunurrahman, 2009) menjelaskan bahwa ada beberapa ciri umum kegiatan belajar antara lain: 1) belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja, 2) belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya, 3) hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Menurut Abdillah (2002) mendefinisikan belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Menurut Gagne (dalam Aunurrahman, 2009) menyimpulkan lima macam hasil belajar yaitu (1) keterampilan intelektual atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan

(2)

mendiskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan, (4) keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan serta faktor intelektual. Sedangkan belajar menurut Gulo (2004) mendefinisikan belajar adalah seperangkat kegiatan, terutama kegiatan mental intelektual,

mulai dari kegiatan yang paling sederhana sampai kegiatan yang rumit.

Prinsip-prinsip belajar menurut Hamalik (2007) adalah sebagai berikut:

1. Belajar senantiasa bertujuan.

2. Belajar berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa. 3. Belajar berarti mengorganisasi pengalaman.

4. Belajar memerlukan pengalaman.

5. Belajar bersifat keseluruhan (utuh atau umum), di samping khusus.

6. Belajar memerlukan ulangan dan latihan. 7. Belajar memperhatikan perbedaan individual. 8. Belajar harus bersifat kontinu (ajeg).

9. Dalam proses belajar senantiasa terdapat hambatan-hambatan. 10. Hasil belajar adalah dalam bentuk perubahan perilaku siswa

secara menyeluruh.

Dari beberapa pengertian tentang belajar yang dikemukakan

(3)

seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan penerapan yang mempengaruhi perubahan tingkah laku seseorang yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam interaksi dengan lingkungan.

2.1.2 Pengertian Hasil Belajar

Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari

segi prosesnya. Hasil belajar harus nampak dalam tujuan pengajaran, sebab tujuan itulah yang akan dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar.

Menurut Dimyati (dalam Nabisi, 1999) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Sedangkan Nana Sudjana (2008) mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar mengisyaratkan bahwa hasil belajar sebagai objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan intruksional karena rumusan tujuan intruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Hasil belajar menurut Wragg (dalam Aunurrahman, 2009) adalah ditandai dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar berkenaan dengan perubahan aspek-aspek

motorik, aspek afektif, dan kemampuan berpikir.

(4)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor ekstern diantaranya adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Kemudian Faktor Sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. Terakhir adalah faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

2.1.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.1.3.1 Pengertian IPS

Mulyono Tj. (1980), “IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,

(5)

Saidiharjo (1996) mendefinisikan “IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik”.

Menurut Soewarso (2007) mengemukakan bahwa,“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengintegrasikan materi-materi terpilih dari ilmu-ilmu kepada peserta didik”. Sedangkan menurut

Sumaatmadja (1979) Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pengajaran yang tidak menekankan kepada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih ditekankan kepada segi praktis mempelajari, menelaah-mengkaji gejala dan masalah sosial yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.

2.1.3.2 Kajian IPS

Menurut Barth dan Shermis (dalam Soewarso, 2010), yang dikaji dalam IPS adalah

a. Pengetahuan

b. Pengolahan informasi c. Telaah nilai dan keyakinan d. Peran serta dalam kehidupan

Keempat butir bahan belajar di atas menjadi jalan bagi pencapaian tujuan IPS.

2.1.3.3 Fungsi dan Tujuan IPS

(6)

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan .

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

(Kurikulum IPS: 2006)

2.1.3.4 Materi dan Ruang Lingkup IPS

Materi yang disajikan dalam pengajaran IPS untuk tingkat SD adalah sebagai berikut:

a. Bahan untuk kelas 1 ialah tentang kehidupan di rumah dan sekitarnya yang menyangkut hubungan sosial. Termasuk kekeluargaan, sopan-santun, kegotongroyongan, tanggungjawab dan tata tertib di jalan, sekolah dan sekitarnya, hari besar agama, proklamasi, dan lain sebagainya.

b. Di kelas II mengenai kehidupan desa, kota, tertib lalu lintas, arah, waktu sehari, ceritera rakyat, dan ceritera pahlawan.

c. Di kelas III mempelajari keadaan penjuru angin, kecamatan, petilasan di tempat, pemerintahan, dan

tokoh daerah.

(7)

e. Kelas V tentang tanah air diteruskan. Negara tetangga sudah dipelajari secara sistematik. Yang lainnya ialah sejarah Pergerakan Nasional, proklamasi dan sesudahnya. Masalah sosial dan pancasila dikaji pula. f. Kelas VI sudah lebih meluas walaupun tanah air tetap

dikaji. Pengenalan negara tetangga diteruskan. Bahan belajar lain ialah migrasi, pembangunan nasional, asal usul bangsa, perjuangan mempertahankan dan

memelihara tanah air, PBB dan dunia. (Soewarso: 2010)

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

a. Manusia, Tempat, dan Lingkungan b. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan c. Sistem Sosial dan Budaya

d. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan (Kurikulum IPS: 2006)

Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang sering kali berkembang tidak terduga. Perkembangan seperti itu dapat membawa berbagai dampak yang luas. Karena luasnya akibat terhadap kehidupan maka lahir masalah yang

(8)

diperlukan bahan-bahan yang berasal dari ilmu-ilmu alam dan humaniora.

Jadi Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah program yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki

kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Penanaman konsep-konsep IPS di SD dengan benar dan tepat akan berpengaruh terhadap penguasaan materi IPS ditingkat selanjutnya.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS untuk Sekolah Dasar (SD)/

Madrasah Ibtidaiyyah (MI)

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada pada penjajah Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia

(9)

2.1.4 Model Pembelajaran Kontekstual

2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Blanchard (dalam Muslich, 2007) mengemukakan “pembelajaran kontekstual adalah konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga

kerja”.

Farisi (2005) mendefinisikan “pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan, independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas, lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini”. Menurut Nurhadi (2002) mengemukakan “pengembangan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar”.

Johnson (dalam Masnur Muslich, 2007) merumuskan pengertian pembelajaran kontekstual adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadinya, sosialnya, dan buadayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem pembelajaran kontekstual akan menuntun siswa melalui

(10)

kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan asesmen autentik.

Dari uraian diatas, penulis mengartikan pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran dimana dengan model pembelajaran ini dapat membantu seorang guru dalam penyampaian materi pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa.

2.1.4.2 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Muslich (2007), mengemukakan karakteristik pembelajaran kontekstual sebagai berikut :

(1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik. (2) Pembelajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.

(3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

(4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.

(5) Pembelajaran memberi kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.

(6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.

(7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

2.1.4.3 Komponen Pendekatan Kontekstual

(11)

a. Konstruktivisme

Dalam kegiatan ini siswa dapat mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Bertanya

Kegiatan belajar yang mendorong sikap

keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari.

c. Menemukan

Kegiatan belajar yang bisa mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil “menemukan” sesuatu.

d. Masyarakat Belajar

Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar, bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerjasama, dan saling membantu dengan teman lain.

e. Pemodelan

Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan sebagainya.

f. Refleksi

(12)

siswa selama melakukan kegiatan dan saran atau harapan siswa.

g. Penilaian Sebenarnya

Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari selama proses belajar mengajar. Kegiatan belajar ini bisa diamati secara periodik perkembangan, kompetensi siswa melalui kegiatan-kegiatan nyata

ketika pembelajaran berlangsung. (Trianto: 2008)

Dari ketujuh komponen pembelajaran kontekstual di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan mengangkat atau menerapkan salah satu komponen pembelajaran kontekstual yaitu dengan pendekatan inkuiri.

2.1.5 Pendekatan Inkuiri

2.1.5.1 Pengertian Pendekatan Inkuiri

Hamalik (2001) menyebutkan “pembelajaran berdasarkan inkuiri ialah suatu strategi yang berpusat kepada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dibawa ke dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan suatu struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Menurut Sumaatmadja (1979) mengemukakan pengertian inkuiri tidak hanya terbatas kepada pertanyaan atau pemeriksaan,

(13)

mengajarkan siswa suatu proses dalam rangka mengkaji dan menjelaskan suatu fenomena.

Gulo (2004) mengemukakan “inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematik, kritis, logis, analitis sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. Sasaran utama kegiatan mengajar pada pendekatan inkuiri ini adalah 1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar di sini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional, 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran, 3) mengembangkan sikap percaya diri sendiri pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Menurut Joyce (dalam Gulo, 2004) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa. Kondisi tersebut ialah:

a. Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di dalam kelas, dimana setiap siswa tidak merasakan adanya tekanan atau hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Adanya rasa takut atau rendah diri, atau rasa malu dan sebagainya, baik terhadap teman, siswa, maupun

terhadap guru adalah faktor-faktor yang menghambat terciptanya suasana bebas di kelas.

(14)

Kebenarannya selalu bersifat sementara. Sikap terhadap pengetahuan yang demikian perlu dikembangkan. Dengan demikian, maka penyelesaian hipotesis merupakan fokus pendekatan inkuiri. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Sehubungan adanya berbagai sudut pandang yang berbeda di antara siswa, maka sedapat mungkin

dimungkinkan adanya variasi penyelesaian masalah sehingga inkuiri bersifat open ended.

Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. Di samping inkuiri terbuka dikenal pula inkuiri tertutup, yaitu jika hanya ada satu-satunya kesimpulan yang benar sebagai hasil proses inkuiri.

c. Penggunaan fakta sebagai evidensi.

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, maka peranan guru sangat menentukan. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, sekalipun hal itu sangat diperlukan. Peranan utama guru dalam menciptakan kondisi inkuiri adalah sebagai berikut:

a. Motivator, yang memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir.

b. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada

hambatan dalam proses berpikir siswa.

(15)

d. Administrator, yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas.

e. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan.

f. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

g. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat

heuristik pada siswa.

Menurut Sumaatmadja (1979) melalui strategi inkuiri, anak didik diharapkan mampu:

a. Mengidentifikasikan masalah dan pertanyaan tentang hal-hal yang sedang dibahas atau yang sedang dipelajari.

b. Membuat referensi dan menarik suatu kesimpulan dari data yang diperoleh.

c. Melakukan perbandingan-perbandingan.

d. Pengembangan suatu hipotesa atas persoalan yang sedang dibahas atau dipelajari.

e. Menggali bukti-bukti untuk menguji hipotesa.

f. Merencanakan bagaimana melakukan penelaahan suatu persolaan atau masalah.

g. Mengumpulkan data dari berbagai sumber.

h. Meramalkan bagaimana perkiraan hasil studi yang bersangkutan.

i. Menentukan bukti-bukti yang diperlukan untuk melakukan studi suatu masalah.

(16)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa, dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang

kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

2.1.5.2 Langkah-langkah kegiatan Inkuiri

Tujuan utama dari pembelajaran ini adalah membuat siswa menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada sesuatu masalah yang menantang, belum diketahui, tetapi menarik dan masalah yang dibuat harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan, bukan mengada-ada. Selain itu dapat membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan kegiatan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya. Melalui kegiatan ini diharapakan siswa aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi intelektual

yang dapat digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa sesuatu terjadi.

(17)

Tahap memperkenalkan masalah, pada tahap ini sebelum masuk ke dalam materi guru memberi satu masalah kepada peserta didik yang nantinya akan dipecahkan oleh peserta didik sendiri. Guru memberikan kepada peserta didik informasi yang cukup tentang pokok permasalahan yang diberikan untuk membangkitkan minat peserta didik. Dalam hal ini guru berperan sebagai motivator yang memberi rangsangan supaya peserta didik aktif dan gairah

berpikir) dan berperan sebagai administrator (yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas). Keberhasilan proses inkuiri sangat tergantung pada tahap ini. Permasalahan yang diketengahkan pada tahap awal ini harus mampu dipertanyakan oleh siswa.

Tahap mengumpulkan data, dalam tahap ini peserta didik harus menentukan informasi apa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah. Mereka didorong untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru untuk memperoleh informasi ini. Hal ini menggambarkan pembalikan dari pola yang lebih khas yang mana guru memberitahukan kepada peserta didik jawabanya. Untuk mengumpulkan data semua siswa diharuskan bertanya kepada guru. Guru akan menjawab “Ya”, kalau pertanyaan itu berhubungan dengan permasalahan, atau menjawab “Tidak”, jika pertanyaan itu tidak berhubungan dengan masalah. Para peserta didik harus mengumpulkan semua pertanyaan dan hasil jawabannya. Guru lebih baik

(18)

mental yang berfungsi untuk menngolongkan sub elemen-elemen dari suatu pertanyaan seperti disebutkan sebelumnya.

Tahap menganalisa data, dalam langkah ini siswa bekerja secara kelompok. Data yang dikumpulkan dalam langkah ini sebelumnya dianalisis oleh anggota kelompok. Peserta didik mentabulasi mana data yang berhubungan dengan masalah dan mana yang tidak.

Tahap membuat hipotesa, dalam tahap ini peserta

didik secara berkelompok melakukan kegiatan menguji dan menggolongkan jenis data yang dapat diperoleh, melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, kemudian merumuskan hipotesis. Peserta didik mulai mengumpulkan sebuah “gambaran data” yang memungkinkan mereka untuk membentuk suatu hipotesis yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang dismapikan guru terhadap langkah pertama. Dalam tahap ini guru berperan sebagai pengarah (yang memimpin arus kegiatan berpikir peserta didik pada tujuan yang diharapkan).

Tahap menguji hipotesa, setelah peserta didik menemukan data-data yang dibutuhkan dan telah selesai membuat rumusan hipotesis untuk memecahkan masalah yang peserta didik hadapi, kemudian peserta didik melanjutkan kegiatannya, yaitu menguji hipotesa. Setelah masing-masing kelompok selesai membuat hipotesis,

(19)

Tahap membuat kesimpulan, setelah diadakan diskusi dan peserta didik memperoleh gambaran yang sama tentang materi yang sedang dibahas, kemudian peserta didik menarik kesimpulan yang telah diungkapkan dari masing-masing kelompok. Dalam hal ini, guru memberikan penjelasan dan kesimpulan yang tepat supaya peserta didik memperoleh gambaran yang sama dan jelas tentang materi yang sedang dibahas. Akhir dari pembelajaran dengan

inkuiri masing-masing kelompok membuat laporan kecil. Adapun langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah:

a. Pendahuluan Fase 1: Persiapan

1) Guru melakukan apersepsi 2) Guru memberikan motivasi

3) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran inkuiri

4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

Tahap pertama (memperkenalkan masalah)

Guru memperkenalkan masalah yang akan dibahas kepada siswa

a. Kegiatan inti

Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri

1) Guru menjelaskan materi pelajaran

2) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Siswa berkelompok.

(20)

kelompoknya. Siswa mendengarkan penjelasan guru, kemudian bekerja didalam kelompok.

Tahap kedua (mengumpulkan data)

Mengajukan pertanyaan : Dalam hal ini siswa mengajukan pertanyaan kepada guru yang berhubungan dengan rumusan masalah yang akan dibahas. Dalam tahap ini, guru menjawab pertanyaan dari siswa dengan “ya/tidak”.

Tahap ketiga(menganalisa data)

1) Siswa menganalisis data terhadap pertanyaan yang telah diajukan kepada guru kemudian mencari alasan dari jawaban guru.

2) Siswa mencatat data yang berhubungan dengan masalah dan data yang tidak berhubungan dengan masalah.

Tahap Keempat (membuat hipotesa)

Siswa membuat hipotesa/jawaban sementara dari rumusan masalah berdasarkan analisis data diatas.

Tahap Kelima (menguji hipotesa)

Siswa menguji hipotesa atas dasar hasil jawaban pertanyaan dari guru dan hasil diskusi siswa, apakah hipotesa yang telah dibuat itu benar atau tidak.

Tahap Keenam (membuat kesimpulan)

(21)

b. Penutup

Fase 3 : penutup

1) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok.

2) Masing-masing kelompok maju ke depan kelas untuk membacakan hasil kerja kelompok secara bergiliran.

3) Guru bersama siswa membahas hasil kerja

kelompok

4) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.

5) Guru memberikan evaluasi kepada siswa. 6) Guru memberikan tugas rumah.

2.1.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Inkuiri 2.1.5.3.1 Kelebihan Inkuiri

Inkuiri sebagai suatu proses direncanakan untuk meningkatkan perkembangan intelektual para siswa. Menurut Jones (dalam Soewarso, 2007), keuntungan-keuntungan bagi peserta didik yang berkaitan dengan latihan inkuiri adalah:

1. Secara aktif menemukan informasi dan pengetahuan, ingatan menjadi meningkat.

2. Penemuan membantu siswa mempelajari bagaimana untuk mengikuti petunjuk-petunjuk dan kunci-kunci, dan memcatat penemuan-penemuan denagn demikian

membekali peserta dirinya untuk menangani situasi-situasi masalah yang baru.

(22)

4. Peserta didik lebih lanjut mengembangkan minat dalam apa yang ia sedang pelajari.

5. Peserta didik mengembangkan ketrampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang pokok bagi pelajar dengan mengarahkan diri sendiri.

6. Peserta didik mengembangkan pengertian yang lebih mendalam tentang tugas-tugas dari seorang guru. 7. Penemuan bekerja pada tingkatan-tingkatan yang lebih

tinggi dari bidang kognitif (analisa, sintesa, dan seterusnya). Hal tersebut juga mendorong pemikiran intuitif.

Keuntungan lain dari pembelajaran inkuiri adalah peranan peserta didik menjadi aktif dan kreatif. Oleh karena itu, peserta didik mungkin memperoleh lebih banyak keterampilan inkuiri daripada yang mereka peroleh dalam mempelajari situasi yang mana mereka mempunyai suatu peranan yang lebih pasif. Dalam inkuiri baik guru maupun peserta didik mempunyai peranan aktif dalam proses belajar mengajar (Soewarso: 2007).

2.1.5.3.2 Kekurangan Inkuiri

Menurut Jones (dalam Soewarso, 2007), kekurangan dari pembelajaran inkuiri adalah:

1. Memperkenalkan para peserta didik untuk menemukan pengetahuannya sendiri-sendiri sangat membutuhkan banyak waktu. Tidaklah efesien untuk mengharapkan peserta didik menemukan kembali semua pengetahuan.

2. Kebanyakan buku-buku teks dan bahan yang sekarang tersedia bagi guru ditulis lebih sebagai pameran daripada sebagai suatu penemuan.

(23)

4. Para peserta didik seringkali menemukan hal-hal yang lain daripada yang dimaksudkan untuk “ditemukan”. 5. Suatu penemuan yang salah yang membutuhkan

banyak usaha dapat menurunkan semangat para peserta didik secara luar biasa.

6. Guru harus mempunyai latar belakang yang kuat di dalam bidangnya untuk menangani penemuan-penemuan yang tidak diharapkan.

7. Beberapa peserta didik tidak mampu membuat penemuan yang dimaksudkan.

Untuk memperkecil kekurangan-kekurangan inkuiri bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar guru harus membimbing peserta didik untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan menentukan masalah-masalah yang dapat dengan cepat dipecahkan oleh peserta didik yang daya pencapaiannya rendah. Lebih lanjut guru harus menjelaskan dengan sejelas-jelasnya langkah-langkah inkuiri, sehingga peserta didik mengetahui apa yang mereka perlukan untuk dikerjakan dalam proses berikutnya. Sebelum mulai proses inkuiri mungkin membantu untuk meminta siswa membaca atau mengulangi bahan yang berkaitan dengan inkuiri berikutnya, sehingga para peserta didik yang berkemampuan intelektual lebih rendah dapat mengerjakan keuntungan yang lebih besar (Soewarso: 2007).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(24)

Menurut penelitian yang dilakukan Suhariningsih, Eko (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Kalipang 01 Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar” menyatakan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Kalipang 01 Kecamatan Sutojayan

Kabupaten Blitar sangat baik. Pada tahap pra tindakan nilai rata-rata kelas

48,2. Nilai tertinggi 75, nilai terendah 30. Setelah dilakukan tindakan siklus

1 nilai rata-rata kelas menjadi 57, nilai tertinggi 83 nilai terendah 35, ada 7

siswa (21%) yang tuntas belajar dan 27 siswa (79%) tidak tuntas belajar.

Pada tindakan siklus 2 nilai rata-rata kelas yang berhasil dicapai adalah

81,3. nilai tertinggi 100 nilai terendah 60. Siswa yang berhasil mencapai

daya serap 70 mencapai 91 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran kontekstual dengan metode inquiry terbukti dapat meningkan hasil belajar siswa berupa peningkatan hasil belajar pada siklus 1 dan 2 pada SDN Kalipang 01.

Penelitian yang dilakukan Savitri, Septavia Dewi (2008) dalam

skripsi yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan

Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Aktivitas, dan Hasil Belajar Sains pada

Siswa Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Malang, Hasil

penelitian menunjukkan bahwa aktivitas, dan hasil belajar siswa kelas V MI

Darussalam Malang mengalami peningkatan setelah penerapan

pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri. Aktivitas siswa dalam

bertanya berdasarkan tingkat kognitif pertanyaan, kategori pertanyaan High

Order Thinking mengalami peningkatan dari 25,71% pada siklus I, menjadi

43,48 % pada siklus II. Sedangkan aktivitas siswa dalam memberi jawaban

berdasarkan tingkat kognitif jawaban, High Order Thinking mengalami

peningkatan dari 46,15 % pada siklus I menjadi 57,58 % pada siklus II.

Hasil belajarsiswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar

7,52 poin.

(25)

hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang penyajikan materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri. Tapi keraguan peneliti muncul apakah penggunaan model pembelajaran pada sekali pelajaran itu menunjukkan perubahan yang positif dan signifikan karena yang dilakukan pada penelitian sebelumnya adalah dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai benar-benar meningkat, oleh karena itu peneliti

akan melakukan penelitian dan pengujian apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri.

2.3 Kerangka Berpikir

Dari kajian teori yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendekatan inkuiri, pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar dan kelas

(26)

kelas uji coba. Setelah instrumen diuji cobakan, kemudian memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pretest kedua kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen) di uji beda rata-rata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian dilakukan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol, hasil belajar dari kedua kelompok di lakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan model pembelajaran

kontekstual dengan pendekatan inkuiri berpengaruh yang positif dan signifikan terhadap rata-rata hasil belajar siswa. Apabila dilihat dalam bagan akan terlihat pada bagan berikut:

GAMBAR 2.1 : KERANGKA BERPIKIR

(27)

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari uraian kerangka berfikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan pada hasil belajar siswa dengan menerapkan penggunaan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri.

Hipotesis Statistika

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan penggunaan model

pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri terhadap hasil belajar.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
GAMBAR 2.1 : KERANGKA BERPIKIR

Referensi

Dokumen terkait

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran

hasil belajar IPA siswa dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut “ Apakah penerapan pendekatan inkuiri dalam proses pembelajaran di kelas dapat meningkatkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterlibatan siswa pada

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku petunjuk praktikum biologi SMA kelas X dengan pendekatan kontekstual berbasis inkuiri terbimbing yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tindakan kelas yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: (1) Aplikasi model pembelajaran kontekstual dengan inkuiri

Pada tahap refleksi, kegiatan yang dilakukan yaitu menganalisis hasil observasi berdasarkan lembar observasi aktivitas guru dengan pembelajaran pendekatan Inkuiri

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kriteria kreativitas belajar IPS yang tinggi melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan

Penelitian yang berjudul “ Peningkatan Kemampuan Menarasikan Hasil Wawancara Dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan Dan Inkuiri Pada Siswa Kelas VII B SMP