• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008.

USU Repository © 2009

PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP

NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)

BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40)

PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

HERTY DITA UTAMI NASUTION

052409051

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)

BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

(3)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN

(SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET COUNT 42 SW ENDS 40 PT. INDUSTRI

KARET NUSANTARA Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : HERTY DITA UTAMI NASUTION Nomor Induk Mahasiswa : 052409051

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2008

Diketahui

Pembimbing, Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr.Thamrin, M.Sc Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 131 864 894 NIP. 131 459 466

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)

BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2008

HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051

(5)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini, maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada:

1. Orang tua tercinta, Ayahanda Asri Nasution,dan Ibunda Masrah Pulungan yang telah membantu penulis baik moril maupun material serta senantiasa mendoakan yang terbaik kepada penulis.

2. Bapak Dr. Thamrin, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU. 4. Bapak Erwin Lubis, ST selaku pembimbing lapangan yang selalu bersedia

memberikan pengarahan kepada penulis selama praktek lapangan.

5. Para karyawan pabrik PT. Industri Karet Nusantara, yang selalu bersedia membantu dalam pemberian informasi kepada penulis.

6. Yang sangat berperan dan yang paling direpotkan penulis dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini adalah sahabat terbaik, Mawaddah,,thank u so much buat semangatnya ya!!.

7. Rekan-rekan jurusan Kimia Industri Angkatan 2005, yang sangat cukup menghibur penulis.

8. Dan kepada semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan kalian semua.

Medan, Juni 2008 Penulis

Herty Dita Utami Nasution

(6)

ABSTRAK

Vulkanisasi merupakan tahapan penting dalam proses pembuatan benang karet. Dimana, vulkanisasi bertujuan untuk membuat benang karet menjadi lebih lentur, dimana temperatur yang dipakai dalam vulkanisasi ini akan berpengaruh pada salah sifat fisik benang karet yaitu Schwartz value atau kelenturan benang karet. Apabila temperature yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.

(7)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) THE INFLUENCE OF VULCANIZATION TEMPERATURE

TO FLEXIBLE VALUE (SCHWARTZ VALUE/VRS) OF RUBBER THREAD COUNT 42ENDS 40

PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

ABSTRACT

Vulcanization is the one important phase in rubber thread making process. Where, the purpose vulcanization is to make the rubber thread become more elastic with using certain temperature, where the vulcanization temperature will influence one of physical properties namely Schwartz value or the resilience of rubber thread. If the temperature that used is too high (>140oC), so the value of Schwartz value is the same too, so that the rubber thread will be stiff (not elastic). And if the temperature is too low (<120oC), so the Schwartz value is the same too, so that the rubber thread will be decayed and easy to break.

(8)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan ii Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3 1.3 Tujuan 3 1.4 Manfaat 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 4 2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia 4

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia 5 2.3 Jenis Karet 7 2.4 Vulkanisasi 12

Bab 3 Metodologi 19

3.1 Alat dan Bahan 19

3.1.1 Alat 19

3.1.2 Bahan 20

3.2 Prosedur 20

3.2.1 Proses Vulkanisasi di Curring Oven (oven pemasakan) 20

3.2.2 Pengujian Nilai Kelenturan (Schwartz Value) Benang Karet 20

Bab 4 Data dan Pembahasan 20

4.1 Data 20

4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika 22

4.2 Perhitungan 22

4.3 Pembahasan 24

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 25

5.1 Kesimpulan 25

5.2 Saran 25

Daftar Pustaka 26 Lampiran

(9)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Mutu Lateks 9

Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi 13

Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet 15

Tabel 4. Data Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika 22

Tabel 5. Data hasil perhitungan 23

Tabel 6. Data metode least square 24

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Karet merupakan komoditi dagang dunia yang masih sangat diminati sejak berabad-abad lalu. Banyaknya kebutuhan manusia yang menggunakan barang yang terbuat dari karet menjadikan industri ini sangat berkembang pesat.

PT. Industri Karet Nusantara merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai industri yang menghasilkan benang karet dengan lateks pekat serta SIR (Standar Internasional Rubber) sebagai bahan bakunya.

Lateks yang dipakai adalah centrifuged latex (lateks pusingan) dengan kandungan karet kering sekitar 60%. Sebelum dicampur dengan bahan baku utama yaitu lateks pekat, terlebih dahulu semua bahan kimia yang diperlukan harus dibuat dalam bentuk dispersi, emulsi dan solusi. Bahan-bahan yang dihasilkan seperti titanium dioksida, kalium hidroksida), zinc oksida, sulfur dan lain-lain. Hasil campuran lateks pekat dan bahan-bahan kimia ini disebut compound.

(11)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Setelah homogen dalam suatu campuran, maka compound dialirkan ke dalam larutan asam asetat sebagai larutan penggumpal melalui pipa-pipa kapiler, kemudian dicuci dengan air panas untuk menghilangkan protein, lalu dikeringkan, kemudian divulkanisasi, diberi talcum (bedak yang dikhususkan untuk benang karet), pembentukan pita benang karet, didinginkan sehingga diperoleh benang karet.

Pada pembuatan dispersi compound terdapat penambahan bahan-bahan kimia seperti sulfur yang merupakan bahan utama vulkanisasi (sebagai vulkanisator), karena tanpa bahan tersebut maka compound akan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai sweeling index (nilai pematangan).

Vulkanisasi merupakan suatu proses reaksi partikel karet dengan sulfur yang berlangsung karena adanya panas, aktivator dan katalisator yang membentuk ikatan silang. Penggunaan sulfur sebagai bahan utama vulkanisasi merupakan proses yang paling sering digunakan dikarenakan biayanya yang murah, dan mudah didapat. Proses vulkanisasi berlangsung di oven vulkanisasi dengan temperatur berkisar 120-140oC. Besar kecilnya temperatur yang digunakan pada proses vulkanisasi sangat mempengaruhi nilai kelenturan benang karet yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis sangat tertarik untuk mempelajari dan membahas masalah dengan mengambil judul : Pengaruh temperatur vulkanisasi terhadap nilai kelenturan benang karet Count 42 Ends 40 PT. Industri Karet Nusantara.

(12)

1.2Permasalahan

Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi yang dipakai untuk menghasilkan benang karet yang memiliki nilai kelenturan yang baik pada benang karet Count 42 Ends 40.

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi terhadap nilai kelenturan benang karet Count 42 Ends 40.

2. Untuk mengetahui standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan dan Schwartz value (nilai kelenturan) yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui proses yang baik dalam vulkanisasi benang karet dalam

hubungannya dengan temperatur vulkanisasi sehingga dapat menghasilkan benang karet yang bermutu tinggi.

2. Menambah pengetahuan dalam bidang operasi yang berhubungan dengan

(13)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia

Sejarah karet perkembangan Indonesia pernah mencapai puncaknya pada periode sebelum perang dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditi ini pernah begitu diandalkan sebagai penopang perekonomian negara. Sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Walaupun demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan yang tidak sedikit.

Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.

Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan

(14)

Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis karet yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica.

Jenis karet Havea brainsiliensis diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazone, Brasil. Saat ini karet Havea brainsiliensis di Indonesia sudah merupakan tanaman karet perkebunan yang cukup luas yaitu sekitar 2,6 juta ha dan merupakan sumber devisa bagi negara. 1

Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia

Indonesia, yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kurk waarop wij drijven” (Karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia, hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.

1

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

(15)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :

1) Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).

2) Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. 3) Perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat.

Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

Selain industri karet alam, belakangan ini industri karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetik. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintesis, terutama untuk jenis Syrene Butadiene Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintesis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran.2

2

(16)

2.3 Jenis Karet 2.3.1 Karet Alam

Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene denga nama kimia cis 1,4 poliisopren. Rumus umum karet alam adalah (C5 H8 )n dengan rumus bangun seperti berikut

CH3 H

CH2 CH2

C = C C = C

CH2 CH2

CH3 H

Rumus bangun cis 1,4 poliisopren (karet alam)

Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan C – C – didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yang dapat ditarik, ditekan dan lentur.

Karet alam merupakan suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Walaupun sebagian besar karet alam dikirim dalam bentuk karet kering, karet alam itu juga dapat dikirim dalam bentuk cairan lateks.

Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam

(17)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu :

a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Tidak mudah panas (low heat build up)

d. Mempunyai daya aus yang tinggi

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence).

Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended ( dan heat resistence (tahan terhadap panas. Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintesis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraar bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial.3

2.3.1.1 Jenis Karet Alam

Jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

1) Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar) 2) Karet bongkah atau block rubber.

3

Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea.Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan.

(18)

3) Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes,dan off crepes)

4) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber 5) Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban) 6) Karet reklim

7) Lateks pekat: jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Standar Mutu Lateks

No Parameter Latek pusingan (Centifuged Latex) Lateks Dadih (Creamed Latex) 1. Jumlah padatan 61,5% 64,0% 2.

Kadar Karet Kering (KKK) minimum

60,0 % 62,0%

3.

Perbedaan angka butir 1dan 2 maksimum

2,0% 2,0%

4.

Kadar amoniak (berdasarkan jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum

1,6% 1,6%

5.

Viskositas maksimum pada suhu 25oC

50 50

(19)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

maksimum

7.

Kadar koagulum dari jumlah padatan, maksimum

0,08% 0,08%

8.

Bilangan KOH (bilangan hidroksida) maksimum

0,80 0,80

9. Kemantapan mekanik minimum 475 detik 475 detik

10.

Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%

11.

Persentase kadar managn dari jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%

12. Warna

Tidak biru, tidak kelabu

Tidak biru, tidak kelabu

13.

Bau setelah dinetralkan dengan asam borat

Tidak boleh berbau busuk

Tidak boleh berbau busuk

Sumber : Thio Goan Loo,1980.4

2.3.1.2 Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil,

4

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

(20)

pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam.

2.3.2 Karet Sintetis

Perkembangan produksi karet sintesis sangat menakjubkan. Sampai tahun 1962 karet sintesis masih termasuk minoritas dalam pensuplai bahan polimer dunia. Akan tetapi, sejak tahun 1963 karet sintesis langsung mengejar dan meninggalkan kapasitas produksi karet alam, dan hingga kini menjadi pensuplai mayoritas bagi pasaran dunia. Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas.Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai jenis bahan kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.

Ada banyak jenis karet sintesis yang tersedia dipasar. Styrene Butadiene

Rubber (SBR), Butadiene Rubber (BR), Isoprene Rubber (IR) secara umum

dikelompokkan sebagai karet sintesis serba guna. Ethylene Propylene Rubber (EPR), Chlorophene Rubber (CR) digunakan dalam pembuatan pipa, pembungkus kabel, seal, karet Nytrile Butadiene Rubber (NBR) yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas dan karet Isobutene Isoprene Rubber (IIR) yang hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap

(21)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

pengaruh ozon dan oksigen serta kedap terhadap gas ini dikelompokkan sebagai karet-karet sintesis kegunaan khusus.5

2.4 Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah suatau reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked) dirujuk sebagai vulkanisasi karet (rubber vulcanization).

Reaksi vulkanisasi ditemukan oleh seorang Amerika, Charles Goodyear pada tahun 1839, dan merupakan langkah penting di dalam teknologi karet. Beliau memanaskan suatu campuran karet, sulfur, dan timah putih untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik. Sistem tersebut tidak begitu efisien sehingga bahan-bahan kimia yang lain perlu ditambahkan unutk menghasilkan suatu sistem yang lebih baik, misalnya jika suatu sistem vulkanisasi hanya mengandung sulfur dan karet saja lalu divulkanisasi pada suhu 140oC maka waktu vulkanisasinya adalah 10 jam. Akan tetapi apabila ditambahkan bahan pencepat (accelerator) reaksi ikat silang maka waktu vulkanisasi dengan suhu yang sama adalah 30 menit.

5

(22)

Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai vulkanisasi sulfur yang terakselerasikan (accelerated sulfur vulcanization system). Secara umum sistem diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasian konvensional, semi-efisien, dan efisien. Ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan bahan pencepat) yang digunakan. Sebagai contoh sistem konvensional mengandung pencepat yang lebih banyak, sedangkan sistem semi-effisien jumlah sulfur dan pencepat adalah sama banyak. Formulasi bagi ketiga sistem tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 :

Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi

Vulkanisasi Komposisi Sulfur (bak)* Komposisi Pencepat (bak)* Nilai E Konvensional 2,0 – 3,5 1,2 – 0,4 8 – 25 Semi-efisien 1,0 – 1,7 2,5 – 1,2 4 – 8 Efisien 0,4 – 0,8 5,0 – 2,0 1,5 – 4

* bak = bagian per-seratus karet. Sumber : Kok dan Poh,1987.

Untuk tujuan pembedaan antara sistem effisien dengan yang tidak effisien (sistem konvensional), digunakan faktor effisien sambung silang (E). Faktor ini diartikan sebagai jumlah bilangan atom sulfur per satu sambung silang yang terbentuk. Nilai E yang lebih rendah berarti penggunaan sulfur sebagai bahan penyambung silang adalah lebih effisien.

(23)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk, dan reaksi kimia yang terjadi setelah vulkanisasi. Pada tahap awal vulkanisasi atau pada waktu vulkanisasi yang pendek, rangkaaian awal yang terbentuk tidak bergantung pada jenis formula atau sistem vulkanisasi. Rangkaian awal ini mengandung ikatan sambung polisulfida atau kumpulan pendan polisulfida seperti yang ditunjukkan oleh struktur I. Apabila waktu vulkanisasi ditingkatkan (diperpanjang), struktur rangkaian yan terbentuk bergantung pada komposisi kuratif, suhu, dan lamanya waktu vulkanisasi. Umumnya sistem effisien akan cendrung membentuk struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung silang monosulfida dan kumpulan pendan monosulfida (struktur II).

X S S

S S S X

Struktur II

(rantai molekul karet)

Peningkatan X Sn Sn waktu vulkanisasi Sn X Struktur I (awal vulkanisasi) S Sn S S S S S X S Struktur III Struktur rangkaian karet pada vulkanisasi sulfur terakselerasi.

(24)

Sementara sistem konvensional cenderung membentuk suatu struktur kompleks (stuktur III) yang mengandung semua jenis sulfida (mono,di, dan poli), jenis siklis sementara, dan reaksi kimia utama termasuk diena terkonjugasi dan pengisomeran cis-trans. Sistem semi efisien cenderung membentuk struktur pertengahan diantara struktur I dengan struktur II. Perbandingan ketiga sistem vulkanisasi itu, dari segi struktur vulkanisasi karet dan beberapa sifat akhir ditunjukkan dalam tabel 3. berikut :

Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet

Struktur dan sifat Vulkanisasi

Struktur Pemvulkanisasi

Konvensional Semi-efisien Efisien

Sambung silang di-,polisulfida, %

95 50 20

Sambung silang monosulfida,%

5 50 80

Konsentrasi siklis sulfida Tinggi Sedang Rendah

Ketahanan degradasi karena panas

Rendah Sedang Tinggi

Ketahanan reversi Rendah Sedang Tinggi

Set mampatan,% (22jam pada 70oC

30 20 10

(25)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Seperti yang telah dijelaskan, sistem effisien menggunakan sulfur paling sedikit, maka akan membentuk struktur ikatan monosulfida yang mayoritas serta menghasilkan tingkat reaksi kimia rantai utama yang rendah. Sistem ini juga meminimalisasi ataupun meniadakan reversi, kecuali pada suhu vulkanisasi yang terlalu tinggi.6

Vulkanisasi sulfur adalah sistem yang sangat populer untuk bermacam-macam karet seperti NR, IR, SBR, dan BR, dikarenakan biayanya yang murah, mudah didapat dan mudah untuk diproses serta sifat-sifat fisik yang baik yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam metode, media pemanas, komposisi compound dan temperatur.

Sulfur, S8 dalam keadaan kristalin, terdiri dari 8 cincin. Secara termal stabil,

tetapi pada pemanasan, pembukaan cincin terjadi pada energi aktivasi 270 kJ/mol. Ujung radikal bebas yang sangat reaktif berbentuk pada saat pemutusan rantai. Radikal bebas pada ujumg rantai mampu berkaitan dengan bagian molekul karet.

Sulfur menyerang hampir secara terpisah pada atom karbon alfa metilen. Vulkanisasi karet dengan sulfur sendiari berjalan lambat dan merupakan suatu proses yang kurang efisien. Disebabkan karena energi aktivasi yang tinggi untuk pembukaan cincin sulfur, kontak yang lama pada temperatur tinggi. Juga memerlikan jumlah sulfur yang banyak untuk membentuk ikatan silang.

6

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

(26)

Tidak semua sulfur membentuk ikatan silang yang benar. Menurut le Bras, masing-masing ikatan silang memerlukan penggunaan 40-55 atom sulfur. Produk vulkanisasi dengan cara ini mudah rusak oleh zat pengoksidasi dan mempunyai kekuatan mekanik yang rendah. Proses diatas dapat ditingkatkan dengan suatu akselelator, seperti basa, merkaptan, ditiokarbonat, disulfida, dan logam oksida. Ikatan sulfur dapat berupa mono, di- atau polisulfida.

Dengan akselerator, efisiensi dari reaksi karet sulfur dapat ditingkatkan. Energi aktivasi dari vulkanisasi menurun dari 270 kJ/mol menjadi 80-125 kJ/mol. Jumlah atom sulfur yang dibutuhkan untuk membentuk masing-masing ikatan silang berkurang dari 40-50 menjadi 10. Akselerator yang umum digunakan adalah

N

sulphenamides dengan struktur C - S , yang akan bereaksi dengan rantai karet

S sebagai berikut : C C H C rantai karet N S C C

Aksi dasar dari akselerator adalah untuk memisahkan cincin S8 menjadi bagian

yang lebih kecil yang dapat bereaksi dengan karet yang menghasilkan ikatan silang yang lebih kecil. Contohnya :

S8

akselerator

4 S2

(27)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Masing-masing akselerator berbeda dalam hal kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kematangan, efisiensi pembentukan ikatan silang, dan sifat-sifat produk hasil vulkanisasi. Efisiensi pembentukan ikatan silang meningkat dengan adanya zat yang disebut aktivator, terutama zinc oksida dan asam stearat. Gabungan ativator-akselerator seperti jenis ini AS – Sx – SA atau AS - Sx – Zn S – A terbentuk

dimana A disebut akselerator, seperti zinc oksida membentuk zinc sulfida, seperti ditunjukkan di bawah ini :

2 RH + Sx + ZnO RSx-1 R + ZnS + H2O7

7

Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. New Delhi: Indian Rubber Institute.Mc Graw Hill Publishing.

(28)

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

a. Di lapangan (bagian proses)

1. Curring Oven (oven vulkanisasi)

Digunakan sebagai tempat vulkanisasi benang karet. 2. Curring Belt

Digunakan sebagai media pembawa benang karet untuk melewati curring oven.

3. Curring Roller

Digunakan untuk memutar atau menggerakkan curring belt. 4. Pengatur suhu otomatis merek Jucker

b. Di Laboratorium Fisika

1. Gunting 2. Kalkulator

3. Alat pemotong benang spesial (Cutting Apparatus) 4. Loop machine

5. Alat uji dynamometer 6. Neraca analitis

(29)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

7. Kertas grafik khusus 8. Pena rotring

3.1.2 Bahan

a. Lateks pekat medium ammonia dengan Dry Rubber Content (DRC) minimal 60%, dimana lateks pekat dicampur dengan bahan-bahan kimia sesuai dengan formulasi di Compounding Section.

b. Sampel benang karet Count 42 Ends 40 sebagai produk akhir produksi hasil pencampuran bahan-bahan kimia setelah mengalami koagulasi, pengeringan, ribboning, dan vulkanisasi.

3.2 Prosedur

3.2.1 Proses vulkanisasi di curring oven (oven pemasakan)

a. Lateks pekat yang telah dicampur bahan-bahan kimia sesuai dengan formulasi di compounding section, setelah mengalami koagulasi, pengeringan, ribboning, kemudian benang karet dibawa ke curring oven untuk divulkanisasi.

b. Diatur suhu vulkanisasi dengan pengatur suhu otomatis merek Jucker. c. Diamati dan dicatat suhu yang dihasilkan dalam proses vulkanisasi.

3.2.2 Pengujian Nilai Kelenturan (Schwartz Value) Benang Karet

a. Diambil benang karet dari sampel yang ingin diuji dengan jumlah yang diperlukan untuk loops yang sesuai dengan standar loop yang diinginkan

(30)

b. Digulung sesuai standar loop, kemudian diikat kedua pangkalnya, kemudian potong dan cabut gulungan sampel tersebut dan diletakkan pada alat uji dynamometer yang telah disetting sesuai dengan standar.

c. Ukur kecepatan motor dynamometer dengan kecepatan 550 mm/menit d. Pasang kertas grafik pada posisi yang telah ditentukan

e. Pasang pena/ pulpen dan pastikan pena tersebut berfungsi dengan baik

f. Ditekan tombol down alat dynamometer dan pastikan pena pencatat grafik berfungsi dengan baik.

g. Setelah skala menunjukkan batas 400% pada grafik, ditekan tombol stop h. Tutup pena pencatat grafik sebelum menekan tombol up

i. Ditekan tombol up dan secara otomatis alat dynamometer akan berhenti atau stop

j. Diputar posisi kertas grafik ke posisi semula atau berlawanan arah jarum jam untuk membaca hasil pada kertas grafik

k. Dibaca hasil grafik yang berbentuk yaitu grafik awal dan grafik akhir yang membentuk suatu titik potong

l. Dihitung nilai kelenturan benang karet (Schwartz value/VRS) dengan rumus :

VRS = :2 Section Total Akhir Grafik Pembacaan Hasil Awal Grafik Pembacaan Hasil + = .... g/mm2

Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops

(31)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika

No Temperatur Vulkanisasi (oC) Section (mm) Total Section (mm)2 Hasil Pembacaan Grafik Awal (g) Hasil Pembacaan Grafik Akhir (g) 1 120 0,2675 8,560 1300 1200 2 125 0,2775 8,880 1400 1300 3 130 0,2810 8,992 1450 1300 4 135 0,2870 9,184 1500 1450 5 140 0,2850 9,120 1550 1400 4.2 Perhitungan VRS = tion Total akhir grafik pembacaan Hasil awal grafik pembacaan Hasil sec +

Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops Loops untuk count 42 = 16 mm

(32)

a.Untuk suhu 120oC VRS = : 2 146,02 16 2675 , 0 2 1200 1300 + = x x g/mm 2 b. Untuk suhu 125oC VRS = : 2 152,02 16 2775 , 0 2 1300 1400 = + x x g/mm 2 c. Untuk suhu 130oC VRS = :2 153,00 16 2810 , 0 2 1300 1450 = + x x g/ mm 2 d. Untuk suhu 135oC VRS = : 2 160,30 16 2870 , 0 2 1450 1500 = + x x g/mm 2 e. Untuk suhu 140 VRS = : 2 161,73 16 2850 , 0 2 1400 1550 = + x x g/mm 2

Tabel 5. Data hasil perhitungan

No X (Temperatur Vulkanisasi) (oC) Y (Schwartz Value) (g/mm2) 1 120 146,02 2 125 152,02 3 130 153,00 4 135 160,30 5 140 161,73

(33)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Tabel 6. Data metode least square

No X Y X2 XY 1 120 146 14400 17250 2 125 152 15625 1900 3 130 153 16900 19800 4 135 160 18225 21600 5 140 161 19600 22540 ΣX = 650 ΣY = 772 Σ X2 = 84750 ΣXY = 100550

Metode least square a. Penentuan Slope a = 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( X X n Y X XY n ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ a = 2 ) 650 ( ) 84750 ( 5 ) 772 ( ) 650 ( ) 100550 ( 5 − − a = 1250 950 = 0,76 b. Penentuan intersept b = 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2 ( X X n XY X Y X ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ b = 2 ) 650 ( ) 84750 ( 5 ) 100550 ( ) 650 ( ) 772 ( ) 84750 ( − − b = 1250 323750 = 55,6

(34)

Y = ax + b Y1 = 0,76 (120) + 55,6 = 146,8 Y2= 0,76 (125) + 55,6 = 150,6 Y3 = 0,76 (130) + 55,6 = 154,4 Y4 = 0,76 (135) + 55,6 = 156,2 Y5 = 0,76 (140) + 55,6 = 162,0

Tabel 7. Data hasil regresi

No X (Temperatur) (0C) Y (Schwartz Value) (g/mm2) 1 120 146,8 2 125 150,6 3 130 154,4 4 135 158,2 5 140 162,0 4.3 Pembahasan

(35)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

Temperatur vulkanisasi pada benang karet akan mempengaruhi salah satu sifat fisik dari benang karet, yaitu kelenturan benang/Schwartz value. Dimana keduanya memiliki hubungan yang linier/berbanding lurus.

(36)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.

2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu 120-1400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40 yaitu 123-164 g/mm2 .

5.2 Saran

1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang memiliki kelenturan sesuai standar.

2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu kelenturan benang.

(37)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.

2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu 120-1400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40 yaitu 123-164 g/mm2 .

5.3 Saran

1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang memiliki kelenturan sesuai standar.

2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu kelenturan benang.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. New Delhi: Indian Rubber Institute.Mc Graw Hill Publishing.

Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan.

Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan.

Setyamidjaja, S. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Cetakan Ke-6. Jakarta: Penebar Swadaya.

(39)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)

(40)

Grafik Hubungan Antara Temperatur Vulkanisasi Dengan Nilai

Kelenturan/Schwartz value (VRS)

Grafik Data Hasil Pengamatan

140 142 144 146 148 150 152 154 156 158 160 162 164 120 125 130 135 140 Temperatur Vulkanisasi S ch w ar tz V al u e

Grafik Data Hasil Regresi

140 142 144 146 148 150 152 154 156 158 160 162 164 120 125 130 135 140 S ch w ar tz V al u e

(41)
(42)
(43)

Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Parameter Physical Properties Count 42 Ends 40

No Parameter Physical Properties Count 42 Toleransi

1 Filament weight (mg) 26,7-27,7-28,7

2 Exact Count 42±3,5%

3 Separability (g) 80-100-120

4 Resistant at Break (g/mm2) Min 3000

5 Elongation at Break (%) Max 650

6 Green Modulus CA 300% (g/mm2) 262-310-370-427

7 Green Modulus CA 500% (g/mm2) 750-1300

8 Schwartz Value (VRS) (g/mm2) 123-135-150-164

9 Schwartz Hysteresis Ratio (RIS) 1,00-1,85

10 Temp.500C vulcanization test (0C) -4 to -6

11 Retention at 1490C test (%) Min 50

12 Permanent set at 80% E.B (%) 2-8

13 Talcum Content (%) Max 3,5%

14 Moisture Content (%) 3,5-7,5-9,5

15 Water Extract (%) 0,70-0,90

(44)

TABEL LOOP UNTUK MASING-MASING COUNT BENANG KARET

No Count Loop 1 20 1 x 3 2 24 1 x 5 3 26 1 x 5 4 28 1 x 6 5 30 1 x 8 6 32 1 x 8 7 34 1 x 10 8 36 1 x 10 9 37 1 x 12 10 38 1 x 12 11 40 1 x 12 12 42 1 x 16 13 44 1 x 16 14 46 1 x 18 15 48 1 x 20 16 50 1 x 20 17 52 1 x 22 18 53 1 x 24 19 60 2 x 15 20 63 2 x 18 21 70 2 x 20 22 75 2 x 25 23 80 2 x 25 24 90 3 x 20 25 100 3 x 20 26 110 3 x 22

Gambar

Tabel 1. Standar Mutu Lateks     9
Tabel 1. Standar Mutu Lateks
Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi
Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet
+6

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah apakah bahwa keahlian audit, independensi pemeriksa, kepatuhan pada kode etik, dan pengalaman audit secara parsial

Penyimpangan yang tidak menguntungkan ( Unfavourable variance ) Untuk mellihat bagaimana fungsi pengawasan yang terjadi pada anggaran Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Hendrie merasa bahwa ia dan istrinya sudah bisa lebih terbuka. Keduanya selalu meluangkan waktu sebelum tidur untuk berbicara dan mereview kejadian yang terjadi 1 harian

Serangan arthritis akut terjadi bila kristal asam urat dibebaskan di cairan sinovia yang diprovokasi oleh perubahan asam urat dalam serum.. Kata kunci: asam urat,

AVROS adalah sebuah perkumpulan perusahaan perkebunan yang berbasis di Sumatera Utara untuk menyalurkan aspirasi perusahaan yang berkaitan dengan buruh dan melakukan

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana prosedur penjualan gas bumi pada umumnya dengan konsumen, Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian

Maksud dan Tujuan dari proyek ini adalah pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis WEB untuk jalan dan jembatan pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah