• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh A S N I D A R /MEP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh A S N I D A R /MEP"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh A S N I D A R 137018018/MEP

MAGISTER ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan pada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Oleh : A S N I D A R 137018018/MEP

MAGISTER ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : Analisis Pengaruh Permintaan dan Penawaran Beras di Kota Medan

Nama Mahasiswa : Asnidar

NIM : 137018018

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, SE, MS)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr.Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 03 November 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, SE, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M. Ec 3. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si

4. Dr. Rujiman, MA

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI KOTA MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, November 2015 Penulis,

Asnidar

(6)

ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI

KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh simultan antara variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen, yakni PDRB perkapita, indeks curah hujan, harga beras, jumlah penduduk, permintaan dan penawaran beras. Jenis penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dengan periode tahunan, dari tahun 1997 sampai dengan 2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Badan Ketahanan Pangan Kota Medan dan Disperindag Kota Medan. Tehnik analisis data pada penelitian ini menggunakan persamaan simultan dengan metode Indirect Last Square (ILS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga beras, PDRB perkapita dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap permintaan beras di Kota Medan. Secara parsial harga beras berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan beras di Kota Medan, sedangkan PDRB perkapita dan jumlah penduduk secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan beras di Kota Medan. Harga beras, jumlah penduduk dan indeks curah hujan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penawaran beras di Kota Medan. Secara parsial harga beras dan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran beras di Kota Medan. Sedangkan indeks curah hujan secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran beras di Kota Medan. PDRB perkapita dan indeks curah hujan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga beras di Kota Medan. Secara parsial PDRB perkapita dan indeks curah hujan berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga beras di Kota Medan.

Kata Kunci: Harga Beras, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk, Indeks Curah Hujan, Permintaan dan Penawaran Beras.

(7)

AN ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF SUPPLY AND DEMAND FOR RICE AT MEDAN

ABSTRACT

The objective of this research was to analyze the simultaneous influence of exogenous variables on endogenous variables i.e. per capita PDRB (Gross Domestic Regional Product), rainfall index, price of rice, number of residents, and supply and demand for rice. This research applied quantitative analysis using secondary annual data within the period of 1997 to 2014 obtained from BPS (Central Bureau of Statistics), Food Stability Agency, and Trade and Industry Agency of Medan. The data were analyzed using simultaneous equation with Indirect Last Square (ILS) method. The results showed that, simultaneously, the price of rice, per capita PDRB, and the number of residents had significant influence on the demand for rice in Medan. Partially, the price of rice had negative and significant influence on the demand for rice in Medan, while per capita PDRB and number of residents partially had positive and significant influence on the demand for rice in Medan. The price of rice, number of residents and rainfall index simultaneously had significant influence on the supply of rice in Medan. Partially, the price of rice and the number of residents indicated positive and significant influence on the supply of rice in Medan. Partially, the rainfall index partially had negative and significant influence on the supply of rice in Medan. The per capita PDRB and rainfall index simultaneously had positive and significant influence on the price of rice in Medan. Meanwhile, the per capita PDRB and rainfall index partially had positive and significant influence on the price of rice in Medan.

Keywords: Price of Rice, per capita PDRB, Number of Residents, Rainfall Index, Supply and Demand on Rice.

(8)

KATA PENGANTAR

ﻡﻴﺣﺭﻠﺍﻥﻤﺣﺭﻠﺍﷲﺍﻡﺳﺒ

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“ANALISIS PENGARUH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI KOTA MEDAN”.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak guna kesempurnaan tesis ini, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada peneliti hingga selesainya tesis ini.

(9)

4. Bapak Prof. Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada peneliti hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Ibu Dr. Murni Daulay, SE., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.

6. Kedua orang tua dan keluarga penulis, yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis hingga selesainya tesis ini.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Akademik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis dan pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh sahabat dan teman-teman yang telah memberikan dukungan moril dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya. Semoga Allah SWT memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Aamiin ya rabbal’alamiin.

Penulis, November 2015

Asnidar

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ASNIDAR

Tempat/Tgl lahir : Kuta Binjei, 30 Mei 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Nama Ayah : Zulkifli

Nama Ibu : (Almh) Nilam Sari

Alamat KTP : Jl. Alue Ie Mirah, Dusun Teuku Raja Itam Desa Ulee Ateung Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur

No. Telp/Hp : 0852 6049 7529

Email : nidar0588@gmail.com

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994-2000 : SD Negeri No. 1 Kuta Binjei - Aceh Timur Tahun 2000-2003 : SLTP Negeri No. 1 Kuta Binjei - Aceh Timur Tahun 2003-2006 : SMK Swasta Krakatau Medan

Tahun 2008-2012 : Ekonomi Pembangunan Universitas Samudera Langsa Tahun 2013-2015 : Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan USU Medan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teoritis ... 14

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran ... 14

2.1.2 Pengertian Beras ... 19

2.1.3 Pengertian Harga ... 21

2.1.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 23

2.1.5 Jumlah Penduduk ... 24

2.1.6 Indeks Curah Hujan ... 25

2.2 Penelitian Terdahulu ... 27

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 43

(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Pendekatan Penelitian ... 44

3.2 Tempat Penelitian ... 44

3.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 44

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 44

3.5 Teknik Analisis Data ... 45

3.6 Definisi Operasionalisasi Variabel ... 48

3.7 Uji Statistik ... 49

3.7.1 Uji t (Uji Parsial) ... 49

3.7.2 Uji F (Uji Simultan) ... 49

3.7.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Hasil Penelitian ... 51

4.1.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 51

4.1.2 Perkembangan Permintaan dan Penawan Beras di Kota Medan ... 58

4.1.3 Perkembangan Harga Beras di Kota Medan ... 60

4.1.4 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDRB) Perkapita di Kota Medan ... 62

4.1.6 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kota Medan ... 64

4.1.7 Perkembangan Indeks Curah Hujan di Kota Medan .. 66

4.2 Hasil Persamaan Simultan ... 67

4.2.1 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan ... 67

4.2.2 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan ... 69

(13)

4.2.3 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh PDRB Perkapita dan Indeks Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan ... 71 4.3 Uji Statistik ... 73

4.3.1 Uji Statistik pada Persamaan Pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap

Permintaan Beras di Kota Medan ... 73 4.3.2 Uji Statistik pada Persamaan Pengaruh Harga Beras,

Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan ... 74 4.3.3 Uji Statistik pada Persamaan Pengaruh PDRB

Perkapita dan Indeks Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan ... 75 4.4 Koefisien Determinasi (R2) ... 75

4.4.1 Koefisien Determinasi (R2) pada Persamaan Pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan 76 4.4.2 Koefisien Determinasi (R2) pada Persamaan Pengaruh

Harga Beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan .... 76 4.4.3 Koefisien Determinasi (R2) pada Persamaan Pengaruh

PDRB Perkapita dan Indeks Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan ... 76 4.5 Pembahasan ... 77

4.5.1 Pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan ... 77 4.5.2 Pengaruh Harga Beras, Jumlah Penduduk dan

Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan ... 79

(14)

4.5.3 Pengaruh PDRB Perkapita dan Indeks Curah Hujan

terhadap Harga Beras di Kota Medan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Theorical Maping ... 34 3.1 Identifikasi Persamaan Simultan ... 47 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis kelamin Tahun

2013 ... 55 4.2 Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Medan

Tahun 2011 – 2013 ... 56

4.3 Perkembangan Permintaan dan Penawaran Beras di Kota Medan Tahun 1997 – 2014 ... 59

4.4 Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997 – 2014 . 61 4.5 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Medan Tahun 1997–2014 . 62 4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun

1997-2014 ... 64 4.7 Perkembangan Indeks Curah Hujan Kota Medan Tahun

1997–2014 ... 66 4.8 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras, PDRB

Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras

di Kota Medan ... 68 4.9 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras, Jumlah

Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan ... 70 4.10 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh PDRB Perkapita dan

Indeks Curah Hujan terhadap harga Beras di Kota Medan ... 72

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997 - 2012 .. 4

2.1 Kurva Permintaan ... 14

2.2 Kurva Penawaran ... 19

2.3 Kurva Keseimbangan Permintaandan Penawaran ... 22

2.4 Kerangka Konseptual ... 42

4.1 Peta Kota Medan ... 52

4.2 Perkembangan Permintaan dan penawaran Beras di Kota Medan Tahun 1997 – 2014 ... 59

4.3 Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997 – 2014 . 61 4.4 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Medan Tahun 1997–2014 . 63 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 1997–2014 ... 65

4.6 Perkembangan Indeks Curah Hujan Kota Medan Tahun 1997–2014 ... 67

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Tabulasi Data Variabel Penelitian ... 87 2 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras, PDRB

Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan ... 89 3 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh Harga Beras Jumlah

Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan ... 90 4 Hasil Persamaan Simultan Pengaruh PDRB Perkapita dan

Indeks Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan ... 91

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya disamping merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga aspek penyediaan menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pengenalan komoditi beras kepada masyarakat bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan permintaan beras mengalami peningkatan sepanjang tahun. Masyarakat Papua yang sebelumnya adalah pengkonsumsi sagu sebagai makanan utama, saat ini telah terbiasa dengan konsumsi nasi dalam keseharian mereka, begitu juga dengan masyarakat Maluku, Sulawesi Utara, Madura dan sebagainya (Widakda, 2009).

Dalam penelitian Van (2001) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50 persen total konsumsi nasional.

Pada saat ini, 96 persen penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya.

Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh

(19)

manusia dimasa mendatang akan semakin besar, oleh karena itu sejak REPELITA III pemerintah memberikan prioritas pada kebijakan pangan yang mengutamakan makanan pokok berpati lainnya untuk mengisi kekurangan beras. Mengingat pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia akan mengakibatkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak stabil pada harga-harga serta dapat menimbulkan reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki yang cenderung menghambat kegiatan pembanguan ekonomi secara keseluruhan (Widakda, 2009).

Menurut Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia;

(2) Pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya 4-5 persen dari total produksi, berbeda dengan komoditi tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari total produksi; (3) Harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya; (4) 80 persen perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) Struktur pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan Negara net importir sejak tahun 1998; dan (7) Sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam pemenuhan kebutuhan pangan sangat besar.

(20)

Bagi para produsen beras, kenaikan pendapatan mereka berasal dari kenaikan harga beras. Apabila harga barang-barang lain tidak naik, akan memungkinkan mereka untuk membeli kebutuhan non beras dengan menjual beras yang lebih sedikit daripada sebelumnya, sehingga lebih banyak beras yang disisihkan untuk konsumsi keluarga mereka. Bagi golongan non produsen, jika pendapatannya tidak mengalami kenaikan, penurunan pendapatan riil karena kenaikan harga beras menyebabkan mereka mengurangi konsumsi berasnya untuk membatasi pengurangan kebutuhan non beras (Mubyarto dalam Widakda, 2009).

Elastisitas harga terhadap permintaan beras menunjukkan persentase perubahan banyaknya beras yang akan dibeli oleh para konsumen sebagai responnya terhadap perubahan harga relatif beras terhadap barang-barang subtitusinya. Elastisitas harga terhadap permintaan mencakup subtitusi dan pendapatan yang sulit dibedakan. Pengaruh dari yang pertama, menerangkan penurunan konsumsi apabila harga beras naik, akan terjadi pensubtitusian untuk mempertahankan tingkat konsumsi kalori tertentu, misalnya ke beras yang harganya lebih murah atau ke bahan makanan lain yang lebih murah. Pengaruh dari yang kedua berbeda antara produsen beras dengan konsumennya.

Perkembangan Harga beras di Kota Medan cenderung mengalami fluktuasi selama tahun 1997 - 2012. Lebih lanjut mengenai perkembangan harga beras di Kota Medan dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini :

(21)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Gambar 1.1 : Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997-2012 Berdasarkan gambar 1.1 di atas diketahui bahwa pada tahun 1998 pertumbuhan harga beras meningkat 2 kali lipat dari tahun 1997, hal ini disebabkan Indonesia mengalami krisis beras yang paling parah. Harga beras di pasar semakin meningkat di satu pihak, sedangkan di pihak lain pendapatan riil masyarakat semakin berkurang dan jumlah orang miskin terus bertambah karena krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997, sehingga sebagian besar masyarakat sulit menjangkau beras yang tersedia di pasar dan harganya tidak stabil.

Kenaikan harga beras sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa terjadi.

Namun, kenaikan harga yang ekstrem dalam waktu relatif singkat menjadi tanda tanya besar. Tidak hanya faktor alam, faktor perlakuan pasca panen juga turut berpotensi mempengaruhi masalah ini. Setidaknya ada empat hal yang diduga menjadi penyebab sulitnya mengontrol kenaikan harga beras saat ini .

Pertama, musim hujan yang datang terlambat pada 2014, seharusnya

(22)

di sejumlah tempat terpaksa mundur karena asupan air irigasi yang belum tersedia. Pemicu mundurnya musim hujan diprediksi terkait fenomena El Nino.

Fenomena ini merupakan naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik sekitar khatulistiwa bagian timur dan tengah. Dampaknya, musim kemarau di Indonesia menjadi semakin kering dan panjang. El Nino lemah dengan kenaikan suhu 0,5-1 derajat celsius terjadi sejak bulan Juli dan mengalami puncaknya pada Agustus hingga November.

Kedua, banjir yang sempat menenggelamkan lahan pertanian di sejumlah daerah yang mengakibatkan puluhan hektar lahan sawah mengalami gagal panen.

Ketiga, dugaan penimbunan beras yang terjadi di beberapa area pergudangan.

Temuan itu didapati ketika dilakukan inspeksi mendadak oleh sejumlah lembaga pemerintahan. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, terdapat 10.400 gudang penyimpanan yang dikelola swasta di seluruh Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan kegiatan penimbunan juga terjadi oleh mereka.

Penyebab keempat, adanya mafia beras yang juga dilakukan oknum internal Perum Bulog. Ditemukan kegiatan pengoplosan antara beras Perum Bulog dan beras lain, dikemas ulang, dan dijual dengan harga lebih mahal. Selain itu, terdapat penyalahgunaan delivery order (DO), yang merupakan dokumen, sebagai surat perintah penyerahan beras. Delivery order operasi pasar dengan kemasan 15 kg tercantum nama perusahaan penerima yang tidak sesuai (Kompas, 04 Maret 2015).

Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar kebutuhan Pokok, Kementrian Perdagangan (kemendag), rata-rata harga beras secara nasional mengalami

(23)

kenaikan hingga Rp. 10.000,- per kg. Harga beras secara Nasional mencapai

Rp.9.895,- per kg atau naik 2,7 persen sejak 1 Februari 2015 (Medan Bisnis, 20 Februari 2015).

Kota Medan merupakan kota terbesar di Sumatera Utara dan juga merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga termasuk kedalam Kota Metropolitan, dimana memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat.

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi permintaan terhadap beras. Seiring dengan itu maka besar pulalah kebutuhan beras yang dikenal sebagai bahan makanan pokok. Kota Medan sebagai daerah perkotaan juga masih memiliki lahan pertanian yang ditanami beberapa komoditas pertanian. Seiring pengembangan kota, dengan banyaknya pembangunan pemukiman berupa perumahan ataupun pertokoan di Kota Medan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian yang ada, sehingga luas lahan, luas panen maupun produksi yang dihasilkan cenderung menurun. Alih fungsi lahan pertanian yang tidak diimbangi dengan program intensifikasi yang baik mengakibatkan luas lahan pertanian di Kota Medan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak mengalami konversi adalah jenis lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan kering, dan menjadi lahan nonpertanian, seperti digunakan untuk bangunan, industri, perumahan (real estate), pusat bisnis dan sebagainya.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penyebab utama fenomena penglaju di Kota Medan dikarenakan adanya pandangan bahwa: (1) bekerja di kota lebih bergengsi; (2) lebih mudah mencari pekerjaan di kota; (3) tidak ada lagi yang dapat dikerjakan (diolah) di daerah asalnya; dan (4) upaya mencari nafkah

(24)

yang lebih baik. Dengan demikian, besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan (Sipahutar, 2012).

Umumnya ketersediaan pangan Beras Kota Medan dipasok dari luar Kota Medan. Karena diketahui Kota Medan bukanlah sebagai sentral produksi padi.

sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Medan diperlukan stok yang cukup banyak mengingat jumlah penduduk yang setiap tahun meningkat. Terlebih pada saat HBKN permintaan akan pangan tentu semakin meningkat. Ketersediaan beras yang tertinggi terdapat pada Hari Raya Idul Fitri yaitu sekitar 35.293 ton dan pada puasa sebesar 31.015 ton. Lalu diikuti pada Natal dan Tahun Baru serta Idul Adha yaitu sebesar 24.946 ton dan 27.004 ton. Dimana ketersediaan beras saat bulan normal sebesar 26.737 ton (Fadillah, 2007).

Seiring dengan semakin maraknya alih fungsi lahan untuk pembangunan, menyebabkan Kota Medan bukanlah merupakan daerah potensial untuk sentral produksi pertanian. Kota Medan telah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, jasa, dan industri di Sumatera Utara. Disisi lain, kemajuan tersebut juga telah mendorong Kota Medan menjadi pasar yang strategis dan potensial bagi daerah-daerah hinterlandnya dalam memasarkan berbagai komoditas bahan pangan hasil produksi pertaniannya. Sehingga secara otomatis, Kota Medan dapat memenuhi ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan pokok dan strategis masyarakatnya (Laurensius, 2010).

Perkembangan kebutuhan berbagai komoditas bahan pangan pokok dan strategis di Kota Medan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, produksi beras di Kota Medan secara signifikan terus mengalami penurunan, sementara

(25)

jumlah penduduk yang berkorelasi dengan kebutuhan terhadap beras terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.120.436 jiwa dan meningkat menjadi 2.121.053 jiwa pada tahun 2009 hasil produksi beras justru mengalami penurunan yaitu dari 11.452 ton pada tahun 2008 turun menjadi 10.144 ton pada tahun 2009. Sedangkan tingkat swasembada hasil produksi beras di Kota Medan hanya mampu memenuhi 3,53 persen untuk kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, ketersediaan Beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Medan mengalami minus 274.460,54 ton (96,47 persen) pada tahun 2009. Kekurangan ketersediaan dan kebutuhan beras bagi masyarakat Kota Medan sebesar 96,47 persen tersebut dapat terpenuhi dari berbagai daerah hinterlandnya yang memiliki lahan pertanian dan sentra produksi beras di Sumatera Utara seperti Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan daerah lainnya (Laurensius, 2010).

Meningkatnya kebutuhan beras di Kota Medan, menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap beras juga meningkat. Adapun harga beras yang ditetapkan adalah sesuai dengan mutu beras tersebut. Pada umumnya, penduduk yang mempunyai perekonomian yang baik menginginkan beras yang berkualitas baik sedangkan penduduk yang mempunyai perekonomian standar mengkonsumsi beras yang bermutu sedang atau standar dan penduduk yang mempunyai perekonomian lemah hanya mampu mengkonsumsi beras yang bermutu di bawah standar (rendah). Beragamnya jenis permintaan akan beras ini disebabkan beragamnya tingkat perekonomian di Kota Medan, sehingga penawaran akan beras juga beraneka ragam. Sejalan dengan itu pemerintah berupaya untuk

(26)

mengusahakan bagaimana harga beras dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mutu yang baik.

Dalam Waspada online (2010), menyebutkan produksi beras Kota Medan saat ini hanya dapat mencukupi sekitar 3 persen dari besar konsumsi beras Kota Medan. Jumlah pemenuhan konsumsi beras ini mengalami penurunan seiring terus berkurangnya potensi lahan pertanian Kota Medan yang selama ini tersebar di beberapa kecamatan yakni Marelan, Labuhan, dan Medan Deli. Potensi lahan pertanian Kota Medan seluas 3.900 hektare dengan angka produktivitas lahan pertanian yang sebesar 4.569 kuintal/hektare, kemudian berkurang menjadi 2.100 hektare pada 2011. Ekstensifikasi pertanian sudah tidak mungkin di Kota Medan melihat keterbatasan lahan yang ada. sehingga saat ini, Kota Medan dalam pemenuhan konsumsi pangan beras masih bergantung kepada daerah lain yang selama ini menjadi sentra penyuplai beras seperti Deli Serdang, Simalungun, dan Serdang Bedagai.

Komoditas beras memiliki peran yang sangat strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik di Indonesia. Hal ini ditunjukan dari usaha pemerintah yang selalu berusaha menjaga stok beras dalam negeri agar tetap mengalami surplus. Dengan terjaganya stok beras maka harga dipasaran akan lebih stabil.

Terjadinya praktek penimbunan beras menyebabkan harga naik yang tentunya akan sangat memberatkan masyarakat. Khususnya untuk kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Kurang tegasnya kebijakan pemerintah dalam menindak pelaku penimbunan beras menyebabkan mereka tidak jera untuk

(27)

melakukannya lagi. Demikian permintaan beras yang terus meningkat akan membuat harga semakin naik, namunpun demikian mau tidak mau masyarakat akan tetap membeli untuk kebutuhan hidup. Hal ini merupakan salah satu alasan pemerintah berupaya bagaimana menstabilkan harga agar tetap dapat di konsumsi masyarakat.

Ketidakseimbangan antara kuantitas penawaran dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Penawaran beras yang dilakukan oleh produsen tidak terjadi sepanjang tahun karena berkaitan dengan musim tanam. Sedangkan permintaan oleh konsumen akan berlangsung sepanjang tahun karena konsumsi beras dilakukan sepanjang tahun mengingat beras merupakan kebutuhan pangan pokok masyarakat. Ketidakstabilan harga beras juga dipengaruhi oleh trend dan musiman. Harga beras mengikuti pola musiman dan pola trend yang terjadi.

Harga akan jatuh pada musim panen raya dan meningkat tajam pada musim paceklik. Ketidakstabilan ini dapat merugikan petani pada saat musim panen dan memberatkan konsumen pada musim paceklik.

Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema bagi masyarakat baik produsen maupun konsumen. Perubahan harga beras tiba-tiba melonjak tanpa bisa dikendalikan. Situasi ini mendorong pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Logistik (Perum Bulog) menggelar Operasi Pasar (OP) di seluruh Indonesia. Pemerintah akan melakukan Operasi Pasar untuk menstabilkan harga dan meredam inflasi. Salah satu komoditas yang akan dikendalikan adalah beras karena kenaikan harga komoditas ini berdampak sangat besar. Operasi Pasar

(28)

bertujuan untuk menurunkan harga beras umum. Dengan demikian peneliti akan mengkaji mengenai operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah agar terjadi kestabilan harga beras di pasaran.

Pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat merupakan hasil pembagi antara PDRB dengan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 2000 mencapai Rp.6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita pada tahun 1993 yaitu sebesar Rp. 2.402.155,05. Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp.2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi Rp.2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu kewaktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat.

Trovero dan Von (dalam Lazzorini 2012) menyebutkan perubahan cuaca dapat menyebabkan suatu bentuk potensi yaitu seperti banjir, kekeringan yang pada akhirnya merusak tanaman pangan dan menghambat bentuk pendistribusian pangan tersebut sehingga pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga beras.

Dampak cuaca juga berpengaruh kepada kebijakan perekonomian makro dikarenakan cuaca merupakan faktor fundamental yang mempengaruhi signifikansi positif dan negatif terhadap hasil sektor pertanian, serta dampak perubahan iklim secara langsung berdampak negatif sangat besar terhadap kenaikan harga dan pertumbuhan produksi pangan terutama beras. Kenaikan harga beras dapat disebabkan oleh cuaca dikarenakan cuaca memberi pengaruh

(29)

kepada bentuk hasil panen, serta adanya bentuk gagal panen, selain hal tersebut cuaca juga menyebabkan terganggunya bentuk pola distribusi seperti terjadinya banjir, tanah longsor yang menyebabkan terhalangnya bentuk distribusi, sehingga terjadinya kelangkaan akan beras yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kecenderungan peningkatan harga beras (Bhanumurthy, et al 2012).

Berdasarkan pernyataan dan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul yaitu: “Analisis Pengaruh Permintaan dan Penawaran Beras di Kota Medan”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka didapat rumusan masalah penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap Permintaan Beras di Kota Medan.

2. Apakah Harga Beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan berpengaruh terhadap Penawaran Beras di Kota Medan.

3. Apakah PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan berpengaruh terhadap Harga Beras di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan.

(30)

2. Untuk menganalisis pengaruh Harga beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan.

3. Untuk menganalisis pengaruh PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam permintaan dan penawaran beras di Kota Medan

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan, baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan non akademis

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan permintaan dan penawaran beras di Kota Medan.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran 2.1.1.1 Teori Permintaan

Teori permintaan menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Teori permintaan menerangkan tentang ciri-ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Adapun hukum permintaan adalah semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut dan sebaliknya apabila semakin tinggi harga suatu barang tersebut maka semakin sedikit permintaan terhadap barang itu.

Gambar 2.1 Kurva permintaan

Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara jumlah (kuantitas) barang yang diinginkan dan harga barang, sedangkan pendapatan konstan. Kurva permintaan berbentuk miring ke bawah (downward – sloping) karena harga barang yang lebih tinggi mendorong konsumen beralih ke barang lain atau mengkonsumsi lebih sedikit barang tersebut (Mankiw, 2003).

(32)

Menurut Mankiw (2003) Faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi permintaan suatu barang, antara lain adalah :

a. Harga

Permintaan konsumen dapat dipengaruhi oleh harga, harga barang yang akan dibeli (P), harga barang pengganti (price of subsituation product, Ps) maupun harga barang pelengkap (price of complementary product, Pc). Konsumen akan membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila harga barang terlalu tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen memindahkan konsumsi dan pembeliannya kepada barang pengganti (barang subtitusi) yang lebih murah harganya. Harga barang pelengkap juga akan mempengaruhi keputusan seorang konsumen untuk membeli atau tidak barang utamanya, bila permintaan barang utama meningkat, maka permintaan akan barang penggantinya akan menurun dan sebaliknya.

b. Pendapatan Konsumen.

Konsumen tidak akan dapat melakukan pembelian barang kebutuhan bila pendapatan tidak ada atau tidak memadai. Dengan demikian, maka perubahan pendapatan akan mendorong konsumen untuk mengubah permintaan akan barang kebutuhannya. Berdasarkan sifat perubahan permintaan terhadap berbagai barang apabila terjadi perubahan pendapatan, dapat dibedakan dalam beberapa golongan, antara lain :

a) Barang Esensial (essential goods) adalah barang yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kebutuhan atau permintaan akan barang ini tidak akan berubah walaupun terjadi perubahan pendapatan.

(33)

b) Barang Normal (normal goods) adalah barang yang permintaannya berhubungan lurus dengan pendapatan konsumen. Bila pendapatan konsumen meningkat, maka permintaan akan barang tersebut juga meningkat dan sebaliknya, bila pendapatan konsumen menurun, maka permintaan barang tersebut juga menurun.

c) Barang Inferior (inferior goods) adalah barang yang permintaannya berhubungan terbalik dengan pendapatan konsumen. Bila pendapatan konsumen meningkat maka permintaan akan barang tersebut akan menurun dan sebaliknya, bila pendapatan konsumen menurun maka permintaan akan barang tersebut meningkat.

c. Jumlah Konsumen.

Pertambahan jumlah konsumen, misalnya jumlah penduduk, tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan jumlah permintaan suatu barang. Akan tetapi pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja.

Dengan demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal ini juga akan menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli masyarakat akan menambah permintaan.

d. Selera Konsumen.

Perubahan selera dapat termanifestasikan ke dalam perilaku pasar.perubahan selera konsumen bisa ditunjukkan oleh perubahan bentuk atau posisi dari indifference map, tanpa ada perubahan harga barang maupun pendapatan, permintaan akan suatu barang akan suatu barang dapat berubah karena perubahan selera.

(34)

e. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Perubahan – perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang akan datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa harga – harga akan naik pada masa depan akan mendorong konsumen membeli lebih banyak untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang.

Secara umum permintaan akan suantu barang tidak hanya dipengaruhi oleh barang itu sendiri, tetapi dipengaruhi pula oleh harga barang lain yang berkaitan, pendapatan konsumen, jumlah penduduk dan jumlah permintaan pada tahun sebelumnya.

2.1.1.2 Teori Penawaran

Menurut Mankiw (2003) Jumlah penawaran (quantity supplied) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dijual oleh penjual. Ada banyak hal yang menentukan jumlah penawaran barang, tapi ketika kita mengalisis bagaimana pasar bekerja, salah satu penentunya adalah harga barang itu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, diantaranya:

a. Harga barang tersebut.

Hubungan antara harga dan penawaran barang itu adalah berbanding lurus.

Semakin murah harga maka jumlah barang yang ditawarkan akan semakin sedikit dan semakin mahal harga, maka jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak.

(35)

b. Harga barang lain.

Semakin mahal harga barang substitusi maka semakin sedikit penawaran barang itu.

c. Harga faktor - faktor produksi.

Bila harga faktor - faktor produksi semakin meningkat maka akan menyebabkan biaya produksi menjadi mahal. Bila biaya produksi semakin mahal, maka produsen menjadi berkurang kemampuannya untuk berproduksi..

d. Ekspektasi harga di masa yang akan datang.

Bila ada anggapan bahwa di masa yang akan datang akan terjadi kenaikan harga pada suatu barang maka penawaran akan barang tersebut akan semakin menurun.

e. Jumlah produsen.

Apabila jumlah produsen bertambah maka semakin banyak penawaran.

f. Teknologi.

Dengan adanya teknologi yang semakin meningkat, berarti biaya untuk memproduksi menjadi lebih rendah, dengan demikian jumlah barang yang dapat diproduksi menjadi lebih banyak.

Hukum penawaran berasumsi bahwa dengan menganggap hal lainnya tetap, kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut terus meningkat. Kurva penawaran memperlihatkan perubahan kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah. Karena harga yang lebih tinggi

(36)

menaikan kuantitas yang ditawarkan, maka kurva penawaran memiliki kemiringan ke atas atau positif.

Gambar 2.2 Kurva Penawaran

Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000).

2.1.2 Beras

Beras merupakan komoditas yang penting karena merupakan kebutuhan pangan pokok yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sasaran pembangunan pertanian adalah memantapkan neraca ketersediaan beras (Nurmalina, 2008)

Menurut Rahmad (2010) dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta

(37)

penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (hull), disebut beras pecah kulit (brown rice). Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi. Proses penggilingan dan penyosohan yang baik akan menghasilkan butiran beras utuh yang maksimal dan beras patah yang minimal. Lapisan yang menyelimuti bagian luar beras pecah kulit, yakni dedak dan/atau bekatul (rice bran) mengandung sekitar 65 persen dari zat gizi mikro penting dalam beras. Dedak mengandung vitamin (tiamin, niasin, vitamin B6), mineral (besi, fosfor, magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial, serta antioksidan. Kandungan zat gizi tersebut memberi manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh, bersifat hipoalergenik (rendah kemungkinan untuk memicu alergi), sumber serat makan yang banyak digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi dan pangan suplemen (dietary supplement).

Beras giling (milled rice) berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi sekitar 5-7 persen dari berat beras pecah kulit (brown rice). Makin tinggi derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin zat-zat gizi.

Pola konsumsi masyarakat pada masing-masing daerah berbeda-beda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian, khususnya beras yang diindikasikan oleh tingginya starchy staple ratio. Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka

(38)

perlu menggali potensi lokal yang berbasis non-beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya (Made, 2008).

Menurut Lassa (2006) dominasi beras atas sumber daya pangan lainnya di Indonesia dapat ditemukan dalam istilah-istilah lokal seperti “palawija”

(Sansekerta, phaladwija) yang harfiahnya berarti sesuatu yang bukan beras (sekunder) atau pangan kelas dua, sesuatu yang terkonstruksikan secara budaya (culturally constructed).

2.1.3 Pengertian Harga

Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.

(Kotler, 2001).

Menurut Sunaryo (dalam Ambarinanti, 2007) harga merupakan sinyal kelangkaan (scarcity) suatu sumber daya yang mengarahkan pelaku ekonomi untuk mengalokasikan sumber dayanya. Perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran suatu komoditi dalam suatu pasar menentukan harga pasar komoditi tersebut, dimana jumlah komoditi yang diminta sama dengan yang ditawarkan.

Dengan kata lain, keseimbangan harga pasar merupakan kekuatan hasil interaksi permintaan dan penawaran komoditi di pasar. Harga pasar juga mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: (1) pemberi informasi tentang jumlah komoditi yang

(39)

sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh laba maksimum, (2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum.

Menurut Sukirno (2005) Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut.

Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan maka perlu dilakukan analisis permintaan dan penawaran atas suatu barang tertentu yang terdapat di pasar. Keadaan suatu pasar dikatakan seimbang apabila jumlah yang ditawarkan penjual pada suatu harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan adalah ditentukan dengan melihat keadaan ekuilibrium dalam suatu pasar. Keadaan ekuilibrium tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Harga yang terjadi di pasar merupakan perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Tetapi dalam kenyataan terdapat harga pada tingkat petani dan konsumen disamping harga pedagang. Pembentukan harga yang murni terjadi pada tingkat harga pedagang besar karena hanya pada tingkat ini terdapat persaingan yang agak sempurna dan pada umumnya penjual dan

(40)

pembeli memiliki pengetahuan yang baik tentang situasi pasar pada suatu waktu tertentu. Kebijakan stabilisasi harga ditempuh dengan menggunakan instrument stok cadangan (buffer stock) maupun pengaturan harga (administered price).

Pemerintah setiap tahun menentukan harga dasar (floor price) bagi produsen dan harga tertinggi (ceiling price) bagi konsumen. Bulog bertanggung jawab untuk menjamin harga beras berada diantara harga tertinggi dan terendah tersebut dengan melakukan operasi pasar dan pendistribusian (Amirullah, 2005).

2.1.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam satu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB dihitung dengan dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Dalam perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga barang dan jasa tahun tertentu (tahun dasar). Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional dan dapat dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa.

Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara statistik untuk melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang didalam perekonomian dan pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian. Setiap transaksi yang mempengaruhi

(41)

pengeluaran harus mempengaruhi pengeluaran, dan setiap transaksi yang mempengaruhi pendapatan harus mempengaruhi pengeluaran. (Mankiw, 2007)

Widodo (2006) Mengemukakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

2.1.5 Jumlah Penduduk

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu - waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada khususnya. Karena disamping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara maupun dunia.

Menurut Maltus, jumlah penduduk di suatu negara akan menigkat sangat cepat sesuai dengan deret ukur atau tingkat geometrik. Sementara, karena adanya

(42)

proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau deret aritmatik. Karena pertumbuhan pengadaan pangan tidak dapat berpacu secara memadai dengan kecepatan pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita cenderung terus mengalami penurunan sampai sedemikian rendahnya sehingga segenap populasi harus bertahan pada kondisi sedikit di atas tingkat subsisten. Satu - satunya cara untuk mengatasi masalah rendahnya taraf hidup yang kronis tersebut adalah dengan “penanaman kesadaran moral” di kalangan segenap penduduk dan kesediaan untuk membatasi jumlah kelahiran.

Jika pendapatan agregat dari suatu Negara meningkat lebih cepat maka pendapatan perkapita juga meningkat. Seandainya pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pada peningkatan pendapatan total, maka dengan sendirinya pendapatan perkapita akan menurun. Bila makin banyak penduduk maka saving dan investasi juga makin tinggi sehingga pendapatan perkapita meningkat. Namun jika terlalu banyak saving, pendapatan perkapita bisa menurun.

2.1.6 Indeks Curah Hujan

Menurut Sunyoto (2011) Angka indeks merupakan alah satu ukuran yang digunakan untuk menukur tingkat perubahan nilai variabel dari waktu ke waku dan sebagai bahan perbandingan antara variabel-variabel ekonomi dari waktu ke waktu sehingga perubahan yang terjadi dapat diikuti. Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak lepas dari

(43)

kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup besar (Wibowo 2008).

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Dalam penjelasan lain curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka curah hujan yang bervariasi dikarenakan daerahnya yang berada pada ketinggian yang berbeda-beda. Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada termpat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter ( www.novalynx.com).

Pengertian curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.

Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman. (www.psychologymania.com)

(44)

2.2 Penelitian Terdahulu

Risty, et al (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Elastisitas Permintaan Beras Organik di Kota Medan”. Penelitian ini menggunakan model analisis linear log berganda dengan metode Ordinary Least Squre (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras organik secara signifikan adalah harga, pendapatan dan jumlah tanggungan, sedangkan variabel usia, dan lama pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan nilai elastisitas, nilai elastisitas harga bersifat elastis sedangkan pendapatan, usia, jumlah tanggungan dan lama pendidikan bersifat inelastis.

Harahap (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Permintaan Beras di Sumatera Utara, Tahun 2005 - 2010“. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi data panel dengan menggunakan model efek tetap (Fixed Effect Model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan beras, jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan beras, harga jagung berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap permintaan beras di Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Secara parsial, hasil estimasi menunjukkan bahwa kontribusi jumlah penduduk memiliki nilai koefisien tertinggi dibanding dengan variabel lainnya dalam penelitian ini.

Partini, et al (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Beras di Provinsi Riau, Tahun 2006 - 2010“. Penelitian ini menggunakan model analisis regrasi data panel

(45)

dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran beras di Provinsi Riau dipengaruhi oleh stok bulog akhir tahun, jumlah impor dan produksi beras. Nilai koefisiensi determinasi (R2) dari masing- masing persamaan yaitu berkisar antara 0,33 sampai 0,99 dan nilai F hitung berkisar antara 5,38 sampai 3,320 yang berarti variabel eksogen secara bersama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogennya.

Nurjayanti (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo, Tahun 2011 - 2015 “. Penelitian ini menggunakan model analisis metode Box Jenkins (ARIMA), uji titik patah Chow (Chow Breakpoint Test) dan metode persamaan simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penawaran tahunan beras mempunyai pola fluktuatif dengan trend cenderung meningkat.

Data belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing pertama. Hasil estimasi parameter menetapkan metode tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1). Pada uji diagnostik ditetapkan bahwa model ARIMA

yang terbaik adalah ARIMA (0,1,1) dengan RMSE sebesar 5.186,3760;

R2 sebesar 0,8501; nilai F-statistik sebesar 79,5270; dan parameter MA signifikan karena nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Data permintaan tahunan beras tidak stasioner menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil estimasi menetapkan model tentatif untuk permintaan tahunan beras adalah ARIMA (1,2,1). Setelah melakukan uji diagnostik ditetapkan bahwa model ARIMA yang terbaik adalah ARIMA (1,2,1) dengan RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar 0,9473; nilai F-statistic sebesar 53,9548; dan parameter AR(1) dan MA(1)

(46)

signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan periode yang berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan beras adalah tahun 2000 dengan F-Statistic sebesar 3,0339 dan tingkat probabilitasnya juga signifikan. Pada model persamaan simultan hasil estimasi menunjukkan bahwa model mempunyai nilai R2 sebesar 0,64463; F-Statistic sebesar 5,46215; RMSE sebesar 8.823,807; dan nilai probabilistic dari F-Statistic adalah signifikan. Otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras, karena peran pemerintah daerah di sektor perberasan relatif kecil dan sebagian besar kebijakan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hasil peramalan penawaran dan permintaan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan penawaran cenderung mengalami penurunan.

Ruatiningrum (2011), melakukan penelitian yang berjudul “Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan, Tahun 1971 - 2008”.

Penelitian ini menggunakan model analisis simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya, (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya, (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh

(47)

harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang disarankan terkait penelitian ini, yaitu pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap gabah dan beras, mendorong peningkatan produksi beras (sehingga penawaran beras juga meningkat) melalui pengembangan program intensifikasi. Kebijakan pemerintah lainnya yang disarankan, yaitu menggalakkan program Keluarga Berencana (KB), menyimpan kelebihan produksi beras agar petani tidak merugi ketika produksi beras meningkat yang umum terjadi saat musim panen tiba, dan menggalakkan kembali program diversifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan melalui pola pangan harapan.

Winarto (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Permintaan dan Penawaran Beras di Jawa Tengah, Tahun 1999 - 2008“. Penelitian ini menggunakan model analisis simultan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan permintaan beras di Jawa Tengah dipengaruhi oleh variabel regresornya yaitu harga beras, harga ubi kayu, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Namun secara parsial, pada metode OLS seluruh varabel regresor tersebut tidak berpengaruh nyata sedangkan pada metodel TSLS seluruh variabel regresor berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan beras di Jawa Tengah.

Sedangkan penawaran beras di Jawa Tengah secara simultan dipengaruhi oleh variabel regresornya yaitu harga beras, luas panen padi dan harga beras tahun yang lalu. Pada metode OLS secara parsial variabel beras tahun yang lalu berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran beras sedangkan pada metode

(48)

TSLS variabel luas panen padi sangat berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran beras di Jawa Tengah.

Sunani (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisisa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produkti dan Konsumsi Beras di Kabupaten Siak, Riau, Tahun 1999 - 2008“. Penelitian ini menggunakan model analisis simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, persamaan luas areal panen padi Kabupaten Siak dipengaruhi oleh harga riil gabah di tingkat petani, harga riil pupuk urea, curah hujan dan luas areal irigasi pada taraf nyata α = 0,10. Persamaan produktivitas padi dipengaruhi oleh luas areal panen, lag upah tenaga kerja, lag penggunaan pupuk urea, dan tren waktu pada taraf nyata α = 0,20. Persamaan konsumsi beras di Kabupaten Siak hanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada taraf nyata α = 0,05. Harga riil eceran beras di Kabupaten Siak dipengaruhi lag harga eceran beras dan berpengaruh nyata pada taraf α = 0,10. Sedangkan dari hasil analisis simulasi menunjukkan kebijakan yang paling layak disarankan di Kabupaten Siak yang sesuai dengan tujuan program pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi Kabupaten Siak adalah kebijakan kenaikan harga gabah di tingkat petani yang dikombinasikan dengan peningkatan luas areal irigasi.

Widakda (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Klaten, Tahun 2000 - 2008“. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model analisis statis nilai R2 adjusted sebesar 0,999 yang berarti proporsi sumbangan variabel independen

(49)

terhadap variabel dependen sebesar 99,9 persen, sedangkan sisanya sebesar 0,1 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian seperti selera, cita rasa dan preferensi konsumen. Berdasarkan uji F variabel harga beras, harga jagung, harga telur, pendapatan penduduk, dan jumlah penduduk secara bersama berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Berdasarkan uji t variabel harga beras, harga jagung dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap permintaan beras pada tingkat kepercayaan 99 persen, sedangkan harga telur berpengaruh signifikan terhadap permintaan beras pada tingkat kepercayaan 90 persen. Variabel yang dispesifikasi dalam model dan tidak berpengaruh terhadap permintaan beras di Kabupaten Klaten adalah pendapatan penduduk.

Lisna dan Rifai (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor- Faktor Ekonomi Makro yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Jilid 1, Tahun 2004 - 2008”.

Memfokuskan pada variabel pengaruh PDRB per kapita, inflasi, harga beras, dan IPM terhadap konsumsi penduduk Indonesia dan menganalisis perubahan marginal propensity to consume (MPC) selama periode pemerintahan SBY jilid I (2004-2008). Penelitian ini menggunakan metode uji probabilitas dan uji secara simultan (uji F). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jilid I (2004-2008) terjadi peningkatan kesejahteraan yang ditunjukkan oleh berkurangnya MPC. Pengaruh kenaikan PDRB nominal perkapita sebesar 10 persen akan meningkatkan konsumsi sekitar 4,6 persen jika tidak ada perubahan inflasi, harga beras, dan IPM, sedangkan peningkatan inflasi tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan

(50)

konsumsi. Peningkatan harga beras 10 persen akan meningkatkan konsumsi sekitar 4,2 persen dan peningkatan nilai IPM 10 persen akan meningkatkan konsumsi sekitar 2,3 persen.

Hasyim (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara, Tahun 1987 –2006“. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi dapat diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,993 yang berarti bahwa variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan ketersedian beras sebesar 99,3 persen. Secara serempak menunjukkan bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.

(51)

Tabel 2.1 Theorical Maping

No Nama (Tahun)

Judul dan

Publikasi Variabel Model Analisis Hasil Penelitian 1 Cut

Risty, Iskandari ni, Rahman ta Ginting (2014)

Elastisitas Permintaan Beras Organik di Kota Medan.

(Skripsi USU)

Independen:

Harga beras organik, Pendapatan konsumen, Usia, Jumlah anggota

keluarga, Lama pendidikan, selera.

Dependen:

Permintaan beras organik

Regresi Linear log berganda dengan metode Ordinary Least Squre (OLS).

lnY = β0 + β 1 lnX1 + β2 lnX2 + β 3 lnX3 + β 4lnX4 + β 5 lnX5 + β 6D1 + μ

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras organik secara

signifikan adalah harga, pendapatan dan jumlah tanggungan, sedangkan variabel usia, dan lama pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan nilai elastisitas, nilai elastisitas harga bersifat elastis sedangkan pendapatan, usia, jumlah tanggungan dan lama pendidikan bersifat inelastis.

2 Hasyrul Aziz Harahap (2012)

Analisis Permintaan Beras di Sumatera Utara.

(Tesis USU)

Independen:

Harga Beras, Harga Jagung, Jumlah

Penduduk, PDRB.

Dependen:

Permintaan beras

Regersi data panel dengan

menggunakan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

RDt0+ α1LogHBi+ α2LogHJi+

α3LogJPi+ α4LogPDRBi+€i

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan beras, jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan beras, harga jagung berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap permintaan beras di kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara.

3 Partini, Suardi

Analisis Faktor-

Independen:

Luas areal

Regersi data panel dengan metode Two

Nilai koefisiensi determinasi (R2) dari masing-masing

Gambar

Gambar 1.1 : Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997-2012  Berdasarkan  gambar 1.1  di atas diketahui bahwa pada tahun 1998  pertumbuhan harga beras meningkat 2 kali lipat dari tahun 1997, hal ini  disebabkan Indonesia mengalami krisis beras yang
Gambar 2.2 Kurva Penawaran
Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran  Harga yang terjadi di pasar merupakan perpotongan antara kurva  permintaan dan kurva penawaran
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 10 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel harga beli pedagang, biaya penjualan, dan keuntungan terhadap jumlah penawaran jeruk manis di pasar tradisional Kota

Secara parsial harga beli pedagang tidak berpengaruh terhadap jumlah penawaran jeruk manis dapat dilihat pada uji t, dimana t-hitung (-0,887) < t-tabel (2,048), secara

Berdasarkan evaluasi harga, panitia membuat daftar urutan penawaran yang dimulai dari urutan harga penawaran terendah yang memenuhi syarat administrasi dan teknis diusulkan

Pada Gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa indeks SOI pada bulan April 2020 menunjukkan nilai -7 yang berarti jika indeksnya negatif maka terjadi pengurangan jumlah curah

Potensi curah hujan untuk wilayah Kalimantan Timur pada bulan September 2021 disajikan pada Tabel 1, sedangkan potensi sifat hujan disajikan pada Tabel 2.

Pada bulan Juni 2022, secara umum curah hujan di wilayah Kalimantan Timur yang disajikan pada Gambar 20 diprakirakan berada pada kategori menengah (150-300 mm).. Sementara

Dari tabel 10 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel harga beli pedagang, biaya penjualan, dan keuntungan terhadap jumlah penawaran jeruk manis di pasar tradisional

Dari data dan informasi pada tabel di atas, bahwa secara keseluruhan pencapaian sasaran 1 di atas telah terpenuhi, namun upaya untuk meningkatkan indeks tutupan lahan