• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR (COMBUSTIO) DENGAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR (COMBUSTIO) DENGAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP.

Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun Oleh : IMAM MUH. FATAH S.Kep

18.04.034

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS

MAKASSAR 2019

(2)

DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP.

Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi Ners STIKes Panakkukang Makassar

Disusun Oleh : IMAM MUH. FATAH S.Kep

18.O4.034

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS

MAKASSAR 2019

(3)
(4)
(5)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul “MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWTAN PADA TN.

P DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR (COMBUSTIO) DENGAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP DR,WAHIDIN SUDIRO HUSODO MAKASSAR”.

Dalam melakukan penyusunan karya ilmiah akhir ini penulis telah mendapatkan banyak masukan, dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada yang terhormat :

1. H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat Sulawesi Selatan yang telah memberikan arahan selama ini.

2. Sitti Syamsiah, SKp., M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar yang telah memberikan izin penelitian serta bimbingan dan arahan selama ini.

3. Kens Napolion, SKp,. M.Kep,. Sp.Kep.J, selaku Ketua program studi Profesi Ners STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan

(6)

4. Ns. Hasriani, M.Kes., M.Kep, selaku pembimbing institusi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini.

5. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar yang telah membantu selama ini.

6. Pihak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar terkhusus ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non Bedah sebagai tempat pengambilan kasus untuk penyusunan karya ilmiah ini.

7. Pasien dan keluarga yang telah bekerjasama meluangkan waktu dan kesempatannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

8. Bapak Muh. Abdullah dan ibu Miftahul Jannah selaku orang tua saya yang telah memberikan bantuan, support dan kasih sayang serta do’a yang tiada henti-hentinya.

9. Teruntuk Sutrawati S.Kep.,Ns yang selelu mensupport dan membantu dalam pembuatan KIA ini

10. Teman-teman mahasiswa profesi Ners angkatan 2018 gelombang 2 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, kebersamaan dengan kalian semua adalah kenangan terindah dalam hidup saya yang tak pernah terlupakan.

Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

(7)

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait terutama pembaca.

Makassar, 19 Desember 2019

Imam Muh, Fatah S.Kep

(8)

vii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Umum ... 3

C. Tujuan Khusus ... 3

D. Manfaat penulisan ... 4

E. Sistematika penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAN A. TINJAUAN TEORI ... 8

1. Konsep Dasar Medis Penyakit ... 8

a. Pengertian ... 8

b. Anatomi fisiologi ... 9

c. Etiologi ... 10

d. Patofisiologi ... 12

(9)

viii

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ... 47

a. Pengkajian ... 22

b. Pemeriksaan Fisik ... 25

c. Pemeriksaan Penunjang ... 28

d. Askep Pre, Intra, dan Post operatif ... 29

e. Diagnosa Keperawatan ... 30

f. Rencana Tindakan Keperawatan ... 32

3. Konsep Tindakan Operasi Debridement ... 42

a. Pengertian Debridement ... 42

b. Metode ... 42

B. TINJAUAN KASUS ... 45

1. Pre Operatif ... 45

2. Intra Operatif ... 54

3. Post Operatif ... 63

BAB III PEMBAHASAN A. Pengkajian ... 69

B. Diagnosa ... 85

C. Perencanaan (Intervensi) ... 89

D. Pelaksanaan (Implementasi) ... 93

E. Evaluasi ... 95

(10)

ix

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA ... xiii

(11)

x

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis ... 16

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Pre Operatif (teori) ... 30

Tabel 2.3 Rencana Tindakan Intra Operatif (teori) ... 33

Tabel 2.4 Rencana Tindakan Post Operatif (teori) ... 36

Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ... 44

Tabel 2.6 Analisa Data Pre Operatif ... 49

Tabel 2.7 Intervensi Pre Operatif ... 50

Tabel 2.8 Implementasi Pre Operatif ... 51

Tabel 2.9 Pemantauan Intra Operatif ... 52

Tabel 2.10 Analisa data Intra Operatif ... 54

Tabel 2.11 Intervensi Intra Operatif ... 55

Tabel 2.12 Implementasi Intra Operatif ... 57

Tabel 2.13 Pemantauan Post Operatif ... 61

Tabel 2.14 Analisa Data Post Operatif ... 63

Tabel 2.15 Intervensi Post Operatif ... 64

Tabel 2.16 Implemlentasi Post Operatif ... 65 Halaman

(12)

xi

Gambar 2.1 Anatomi Kulit ... 10 Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat II ... 19 Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat III ... 20 Halaman

(13)

xii Lampiran 1 : Kartu Kontrol

Lampiran 2 : Riwayat Hidup Penulis

(14)

1 A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri pathogen, mengalami eksudat dengan perembesan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan seringkali diperlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Arif Muttaqin, 2013).

Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global.

Hal ini disebabkan karna tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan pendapatan rendah menengah, dimana lebih dari 95% angka kejadian luka bakar menyebabkan kematian (mortalitas). Bagaimana juga, kematian bukanlah satu-satunya akibat dari luka bakar. Banyak penderita luka bakar yang akhirnya mengalami kecacatan (morbiditas). Hal ini tak jarang menimbulkan stigma penolakan masyarakat. (Ziaeian, Boback and Gregg C. Fonarow. (2016).)

Pada tahun 2014 World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa terdapat 265.000 kematian terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar. Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang-berat pertahun. Di

(15)

Bangladesh, Kolombia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderit kecacatan permanen.sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab ke dua cidera tertinggi, dengan 5% kecacatan.

Menurut data American Burn Association (2015) di Amerika serikat terdapat 486.000 kasus luka bakar yang menerima penanganan medis, 40.000 di antaranya harus dirawat di rumah sakit.

Selain itu, 3.240 kematian terjadi setiap tahunnya akibat luka bakar.

Penyebab terbanyak terjadinya luka bakar adalah trauma akibat kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan, tertiup asap, kontak dengan listrik, zat kimia, dan benda panas.

Di Indonesia prevalensi luka bakar pada tahun 2014 adalah sebesar 0,7% dan telah mengalami penurunan sebesar 1,5%

dibanding pada tahun 2008 (2,2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah papua (2,0%) dan Bangka Belitung (1,4%) (Depkes 2014). Berdasarkan data rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan, terdapat 353 kasus luka bakar pada tahun 2011-2014 dengan penyebab terbanyak adalah flame burn injury (174 kasus 50,4%) (Maulana, 2014)

Debridemen merupakan suatu tindakan eksisi pada luka bakar yang bertujuan untuk menghalangi proses penenyembuhan luka dan potensial terjadi/berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan dapat dilakukan tindakan ulang sesuai kebutuhan (Syamsuhidayat 2014)

(16)

Data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam jangka waktu 5 bulan terakhir (Juli – November) ada sebanyak 105 tindakan debridement yang telah dilakukan.

Melihat kenyataan di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat manajemen dan asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar dengan tindakan debridement melalui proses pendekatan keperawatan.

B. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran nyata tentang manajemen asuhan keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem Integumen pada kasus luka bakar di Ruangan pelayanan kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan pendekatan proses penyakit.

C. Tujuan Khusus

1. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam pengkajian keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar di Ruangan Ruangan pelayanan kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan pendekatan proses penyakit.

2. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam menyusun diagnosa keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem Integumen pada kasus luka bakar di Ruangan pelayanan kamar

(17)

operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan pendekatan proses penyakit.

3. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam menyusun rencana keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar di Ruangan Ruangan pelayanan kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan pendekatan proses penyakit..

D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Akademik

Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam upaya pengembangan pengetahuan khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus luka bakar

2. Bagi Pelayanan Masyarakat

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pelayanan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah dan kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar

(18)

3. Bagi Pasien

Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pasien tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar

4. Bagi Penulis

a. Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar b. Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk dapat

melakukan Asuhan Keperawatan pada kasus berikutnya.

E. Sistematika Penulisan

1. Tempat : Di ruang kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Waktu : Tanggal 07 November 2019 3. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara

Teknik wawancara yaitu dengan melakukan pendekatan dan bertemu langsung dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan yang menangani pasien.

(19)

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi kepala sampai kaki.

Teknik pemeriksaan organ sistem yang terdiri dari empat teknik diantaranya :

1) Inspeksi

Inspeksi yaitu pemeriksaan dengan cara melihat secara langsung atau melakukan observasi terhadap keadaan pasien untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik

2) Palpasi

Palpasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan, rabaan maupun sedikit tekanan pada bagian tubuh yang akan diperiksa dan dilakukan secara terorganisir dari satu bagian ke bagian yang lain untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ.

3) Perkusi

Palpasi yaitu pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah jaringan (udara, air, atau zat padat).

(20)

4) Auskultasi

Auskultasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk dapat mendengar bunyi jantung, paru- paru, bunyi usus serta mengukur tekanan darah dan nadi c. Observasi

Melakukan pengamatan langsung kepada pasien dengan cara melakukan pemeriksaan yang terkait dengan perkembangan pasien.

(21)

8 A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Medis a. Pengertian

Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di sebabkan kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga pempengaruhi seluruh system tubuh.( Brunner& suddarth, 2014)

Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah.

Saat terjadi kontak dengan sumber panas (atau penyebab lainnya). Berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat 2014)

Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau perantara dengan sumber panas (Thermal) kimia, listrik, dan radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala tergantung luas, dan lokasi lukanya ((Brunner& suddarth, 2014))

(22)

b. Anatomi Fisiologi 1) Anatomi kulit

Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luaar. luas kulit orang ewasa sekitar 1,5 m² dan beratnya sekitar 15 % dari berat badan secara keseluruhan ((Santosa Budi. 2015)

Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu :

a) Lapisan epidermis atau kutikel Lapisan epidermis terdiri atas

(1) Lapisan basal/stratum germinativum.

(a) Terdiri dari sel-sel kuboit yang tegak lurus terhadap dermis

(b) Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade (c) Lapisan terbawah dari epidermis

(d) Terdapat melanosit yaitu sel dendritikyang membentuk melanin yang berfungsi untuk melimdung kulit dari sinar matahari.

(2) Lapisan malphigi stratum spinosum Lapisan malphigi merupakam :

(a) Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal (b) Terdiri dari se polygonal

(c) Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri

(23)

(3) Lapisan granular/stratum gronulosum

Struktur gronulosum terdiri dari butir-butir granula keratohialin yang basofilik

Gambar 2.1 Anatomi kulit

c. Etiologi

Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

1) Paparan api

Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau

(24)

menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

2) Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

3) Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi,

(25)

uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

4) Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.

5) Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

6) Zat kimia (asam atau basa) 7) Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi (Smeltzer, 2013) d. Patofisiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.

(26)

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan

(27)

mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup.

Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.

Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat

(28)

hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel- sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Brunner &

Suddarth.2013.

(29)

e. Manifestasi Klinis

Tabel.2.1 Manifestasi Klinis Kedalaman

dan Penyebab Luka Bakar

Bagian Kulit Yang

terkena

Gejala Penampila n Luka

Perjalanan Kesembuhan

Derajat Satu Tersengat matahari

Terkena Api dengan intensitas rendah

Epidermis Kesemutan

Hiperestesia (super sensitive)

Rasa nyeri mereda jika didinginkan

Memerah;

menjadi putih jika ditekan

Minimal atau tanpa edema

Kesembuha n lengkap dalam waktu satu minggu

Pengelupasa n kulit

Derajat Dua Tersiram air mendidih

Terbakar oleh nyala api

Epidermis dan Bagian Dermis

Nyeri

Hiperestesia

Sensitif terhadap udara yang dingin

Melepuh;

dasar luka berbintik–

bintik merah, epidermis retak, permukaa n luka

Kesembuha n luka dalam waktu 2–3 minggu

Pembentuka n parut dan depigmentas i

(30)

basah

Edema

Infeksi dapat mengubahny a menjadi derajat tiga

Derajat Tiga Terbakar api

Terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama

Tersengat arus listrik

Epidermis, Keseluruha n Dermis dan

kadang–

kadang jaringan subkutan

Tidak terasa nyeri

Syok

Hematuri dan

kemungkina n hemolisis

Mungkin terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)

Kering

;luka bakar berwarna putih seperti badan kulit atau

berwarna gosong.

Kulit retak dengan bagian kulit yang tampak

edema

Pembentuka n eskar

Diperlukan pencangkok an

Pembentuka n parut &

hilangnya kontur serta fungsi kulit.

Hilangnya jari tangan atau

ekstermitas dapat terjadi

(31)

f. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar 1) Berdasarkan penyebab:

a) Luka bakar karena api b) Luka bakar karena air panas c) Luka bakar karena bahan kimia d) Luka bakar karena listrik

e) Luka bakar karena radiasi

2) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) (Padila. 2012) Berdasarkan kedalaman luka bakar:

a) Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)

Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

(32)

b) Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)

Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:

(1) Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.

Gambar 2.2 Luka bakar derajat 2

(2) Derajat II dalam (deep)

Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

(33)

c) Luka bakar derajat III ( Full Thickness)

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.

Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 2.3 Luka bakar derajat 3

3) Berdasarkan tingkat keseriusan luka a) Luka bakar ringan/ minor

(1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

(2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut (3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak

mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

b) Luka bakar sedang (moderate burn)

(1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

(34)

(2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

(3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

c) Luka bakar berat (major burn)

(1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun

(2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

(3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum (4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa

memperhitungkan luas luka bakar (5) Luka bakar listrik tegangan tinggi (6) Disertai trauma lainnya

(7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

4) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar

Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :

a) Wallace Rule of Nine (Adult)

(1) Kepala dan leher : 9%

(2) Lengan masing-masing 9% : 18%

(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

(35)

(4) Tungkai masing-masing 18% : 36%

(5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

b) Rule of Nine (Child)

(1) Kepala dan leher : 14%

(2) Lengan masing-masing 9% : 18%

(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

(4) Tungkai masing-masing 16% : 32%

Total : 100%

c) Rule of Nine (Infant)

(1) Kepala dan leher : 18%

(2) Lengan masing-masing 9% : 18%

(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

(4) Tungkai masing-masing 14% : 28%

Total : 100%

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan a. Pengkajian

Pengkajian pada pasien Luka bakar ditujukan sebagai pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status pasien dengan pengkajian system Integumen sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pada pasien mencakup riwayat khususnya yang berhubungan dengan sulit bergerak, palpitasi, Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta factor pencetusnya.

(36)

1) Identitas klien: selain nama klien, usia jenis kelamin agma suku pekerjaan dan penidikan.

2) Aktifitas/istirahat

Tanda: penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit,gangguan masa otot, perubahan tonus.

3) Sirkulasi

Tanda: hipotensi (syok),penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listri),takicardia, disritmia, pembentukan odema jaringan.

4) Integritas ego

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

5) Eleminasi

Tanda: haluaran urin menurun/ tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam sirkulasi), penurunan bising usus tidak ada.

6) Makanan atau cairan

Tanda: oedema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.

Gejalah: penurunan nafsu makan, bising usus dan

(37)

peristaltic usus penurun perubahan pola BAB.

7) Neuro sensorik

Gejala: area batas, kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi,afek,perilaku, penurunan reflex tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang, laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penlihatan.

8) Nyeri/kenyamanan

Gejala: berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama secara ektren sensitive untuk disentu, ditekan, gerakan udara, dan perubahan suhu, luka bakar ketebalansedang derajat dua sangatnyeri, sementara respon pada lukabrak ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga dan nyeri.

9) Pernafasan

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: sesak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera inhalasi. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme oedema laryngeal), bunyi nafas: secret jalan nafas dalam (ronchi).

(38)

10) Keamanan

Tanda: kulit umum: distruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti sselama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

11) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama: infeksi pada luka bakar b) Riwayat penyakit sekarang:

Sebagian besar atau penyebab terbanyak luka bakar adalah akibat sengatan listrik, panas, suhu, mediator kimia.

c) Riwayat penyakit dahulu: klien tidak mempunyai riwaayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan luka bakar.

d) Riwayat penyakit keluarga: tidak terdpat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian infeksi luka bakar.( Price, A. Sylvia 2014.)

b. Pemeriksaan fisik 1) Pre operatif

a) B1 (Breath)

Klien dengan luka bakar biasana menampakkan gejla dispneu,nafas dangkal dan cepat, ronchi (-), wheezing (-), perkusi sonor, taktil premittus tidak ada gerakan tertinggal.

(39)

b) B2 (Blood)

Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan ntekanan darah (pre syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 2-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.

c) B3 (Brain)

Klien Nampak lemah,biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-)

d) B4 (Bladdder)

Klien Nampak mengalmi penurunan nafsu makan dan minum, distensi/retensi (-)

e) B5 (Bowel)

Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB.

f) B6 (Bone)

Klien dengan luka bakar biasanya nampak kulit tidak utuh,letih dan lesu, klien nampakbedrest, mengalami penurunan massa dan kekuatan otot 2) Intra operatif

a) Breathing

Konpensasi pada batang otak akan mengakibatkan

(40)

gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bias berupa Cheyne, Stokes atau Ataxia breathing, bapas berbunyi stridor, rinchi, whezzing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

b) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).

c) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi, perfusi perifer, Hb.

d) Bowel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa apakah pasien mengalamami muntah selama operasi.

e) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan output urine,

f) Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan

3) Post Operatif

a) Breathing : Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga

(41)

dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan:

apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi:

adannya wheezing atau ronchi.

b) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi±syok) kadar Hb.

c) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).

d) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi.

e) Bowel: Kaji apakah ada mual muntah, pasien masih di puasakan, kesulitan menelan, adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen.

f) Bone: Kaji balutan, posisi pasien, gelisah dan banyak gerak, kekuatan otot, tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.

c. Pemeriksaan Penunjang 1) Test laboratorium

Terjadi leukositosis dan trombositosis meningkat.

(42)

d. Asuhan keperawatan pre, intra, dan post operatif

Jika pasien harus dilakukan operasai maka, asuhan keperawatan selama masa pre, intra, dan post operatif maka tindakan keperawatan harus memahami tahapan-tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut mencakup 3 fase yaitu:

1) Fase pre operatif dariperan keperawatan pperioperatif diulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat berakhir ketika pasien digiring ke meja operaasi.

Lingkungan aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetpan pengkajian data dasar pasien yang dtang di kinik, rumah sakit, atau di rumah, menjalan waawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan pada pembedahan.

Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pre operatif di tempat ruang operasi.

2) Fase intra operatif dari keperawatan perioperative dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke bagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infus (iv), memberikan medikasi melalui intra vena sesuai instruksi dokter, melakukaan pemntauan fisiologis menyeluruh sepanjag prosedur pembedahan menjaga keselamatan pasien. Pada

(43)

beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya bertindak dalam perannya sebagai perawat amlop, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi menggunakan prinsip-orinsip dasar kesejajaran tubuh.

3) Fase post operatif dimuli dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase post operatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperwawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi di ikuti dengan pemulangan.

Setiap fase di telaah detail lagi dalam unit ini kapan berkaaitan dan kemungkinan proses keperawatan pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi diberikan.

e) Diagnosa Keperawataan 1) Pre operatif

Diagnose keperawatan pada pasien luka bakar yang dapat muncul pada pre operatif yaitu:

(44)

(a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan dan infeksi pada luka bakar.

(b) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ascites yakni penumpukan cairan pada abdomen.

(c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehaatan, prosedur tindakan infasiv (bedah) yang akan dilakukan.

2) Intra Operatif

(a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi kimia/sengatan listrik.

(b) Resiko infeksi

Faktor resiko : prosedur invasif (c) Resiko cedera

Faktor resiko : prosedur invasive 3) Post operatif

(a) Ketidakefektifan bersihannjalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan nafas sekunder akibat pemasangan ETT

(b) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh : Hipotermi Faktor resiko : obat yang menyebabkan hipotermi, pakaiian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan, prosedur invasive.

(c) Resiko injury

Faktor resiko: prosedur invasive

(45)

f. Rencana tindakan keperawatan

1) Rencana tindakan keperawatan Pre Operatif

Tabel 2.2 Rencana tindakan pre operatif (teori)

No. Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut berhubungan dengan

peradangan dan infeksi pada luka bakar

1. Mampu mengontrol nyeri

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Menyatakan

rasa nyaman setelah nyeri berkurang

1. Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan karakteristik nyeri.

2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan

3. Control lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 4. Ajarkan dan

dorong pasien untuk

(46)

menggunakan teknik relaksasi nafass dalam 5. Monitor tanda-

tanda vital pasien 6.beri pasien posisi yang nyaman

2 Ketidakefeektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan disfungsi neuromuscular

1. Menunjukkan frekuensi nafas dalam rentang normal dan tidak ada suara nafas abnormal 2. Tanda-tanda

vital dalam rentang normal

1. Kali frekuensi, irama, dan kedalaman

pernafasan.

2. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi nafas tambahan.

3. Atur dan pertahanka posisi pasien yang nyaman

4. Observasi vital

sign dan

(47)

keadaan umum pasien

5. Kolaborasi pemberin O2 sesuai indikasi dan monitor SO2 3 Ansietas

berhubungan dengan

perubahan status kesehatan,

prosedur tindakan invasive (bedah)

yang akan

dilakukan

1. Klien mampu mengidentifika

si dan

mengungkapka n gejala cemas 2. Vital sign

dalam batas normal

3. Ekspresi

wajah, postur tubuh, bahasa tubuh dan tingkat ktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.

1. Kaji tingkat ansietas klien 2. Gunakan pendekatan yang menenangkan 3. Berikan informasi dan jelaskan tentang prosedur dan tindakan operasi

yang akan

dilakukan

4. Temani pasien untuk

memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut

(48)

5. Instruksikan pasien

menggunakan teknik relaksassi 6 ciptakan lingkungan yang tenang

2) Rencana tindakan keperawatan intra opertif

Tabel 2.3 Rencana tindakan intra operatif (teori)

No. Diagnosa NOC NIC

1 Kerusakan integritas

kulitberhubungan dengan reaksi zat kimia/radiasi

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 2. Tidak ada

luka/lesi pada kulit

3. Perfusi jaringan baik

4. Mampu melindungi kulitdan

mempertahank an kelembaban

10. 1. Observasi luka, lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, tanda tanda infeksi local 2. Berikan posisi yang mengurangi penekanan pada luka

(49)

kulit dan perawatan alami

2 Resiko infeksi 1. klien terbebas dari resiko infeksi 2. menunjukkan kemampuan untuk mencegah

timbulnya infeksi

11. 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan tindakan operasi 12. 2. Gunakan

peralatan operasi yang steril

13. 3. Lakukan deesinfeksi pada area operasi dan sekitarnya

14. 4. Pertahankan lingkungan aseptic selama tindakan operasi

15. 5. Lakukan dressing setelah operasi selesai 3 Resiko cedera 1. klien terbebas

dari cedera

1. Sediakan lingkungan yang

(50)

aman untuk pasien

16. 2. Hindarkan dari lingkungan yang berbahaya

17. 3. Atur posisi klien yang aman

18. 4. Berikan kasa pada mata klien 19. 5. Berikan alat

operasi pad operator

menggunakan tempat

20. 6. Menggunakan cauter dengan benar

21. 7. Hindari tekanan pada dada dan bagian tubuh tertentu.

22. 8. Jaga

ekstremitas

pasien tidak jatuh

(51)

diluar meja operasi

23. 9. Observasi vital

sign dan

keadaaan umum pasien

3). Rencana tindakan Post operatif

Tabel 2.4 Rencana tindakan post operatif (teori) N

o

Diagnosa NOC NIC

1

Ketidkefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan akumulasi secret dijalan nafas sekunder akibat

pemasangan ETT

1. Menunjukka n jalan nafas yang

paten/bersih 2. Mampu

mencegah faktor yang dapat menghamba t jalan nafas.

1. Auskultasi suara nafas dan observasi keadaan jalan nafas

2. Buka jalan nafas pasien, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

3. Posisikan pasien untuk

(52)

memaksimalka n ventilasi 4. Keluarkan

secret dengan batuk atau suction

5. Berikan terapi O2

6. Anjurkan pasien untuk istrirahat dan nafas dalam setelah dilakukan suction/kateter dikeluarkan dari

nasotrakeal 2. Resiko

ketidakseimbanga n suhu tubu :Hipotermi

1. Suhu dalam batas normal yaitu

36-37 C°

2. TTV dalam batas normal

1. Monitor vital sign

2. Pantau dan laporkan tanda gelaja

hipotermi bila

(53)

3. Pasien tidak terjadi 3. Beri

pengangat/pen galas untuk menghangatka n bila perlu 4. Selimuti

pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

3. Resiko injuri 1. Klien terbebas dari

cedera/injury

1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Hindarkan dari

lingkungan yang berbahaya 3. Atur posisi klien yang aman 4. Pasang

(54)

pengaman tempat tidur 5. Observasi vital

sign dan

keadaan umum pasien

(55)

2. Konsep Tindakan Operasi (Debridement) a. Pengertian Debridement

Debridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti syaraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka tetapi juga dapat terjadi kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis, amputasi tungkai atau kematian.

Setelah debridement akan terjadi perbaikan sirkulasi dan suplai oksigen yang adekuat ke luka (Sassi Elvina, 2019)

b. Metode

Menurut Sassi Elvina (2019) ada beberapa metode debridement antara lain :

1. Autolytic debridement

Autolytic Debridement (invivo enzymes self digest devitalized tissue) adalah teknik debridement yang membuat suasana lembab untuk mengaktifkan enzim di dalam luka atau yang berasal dari dalam tubuh sendiri yang akan menghancurkan jaringan nonvital. Suasana lembab diperoleh dengan hydrocolloid, transparent film dan hydrogels.

(56)

2. Enzymatic debridement

Enzymatic Debridement merupakan suatu teknik debridement menggunakan topikal ointment yang sifat lebih selektif dalam mencerna jaringan nekrotik. Cara bekerjanya secara proteolitik, fibrinolitik dan kolagenase, tergantung dari target jaringan yang akan dihancurkan. Topikal oinment yang populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) hasil fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik.

Papain (Panafil, Accuzyme) merupakan enzim proteolitik yang merupakan penghancur protein tetapi tidak berbahaya pada jaringan sehat. Enzim terakhir ini sudah tidak digunakan lagi di Amerika berdasarkan hasil ketentuan FDA mengingat tidak ada bukti efek samping yang signifikan.

3. Mechanical debridement

Mechanical Debridement (gauze debridement), prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balut jaringan mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2 sampai 6 kali perhari. Prosedur ini membuat tidak nyaman bagi penderita saat mengganti balutan, merusak jaringan granulasi baru, merusak epitel yang masih fragile dan potensial timbul

(57)

maserasi di sekitar luka. Termasuk dalam metode mechanical debridement ini adalah hydrotherapy (whirlpool debridement) dan irigasi (pulsed lavage debridement).

4. Biological debridement

Biological Debridement merupakan terapi upaya debridement secara biological menggunakan larva disebut sebagai Maggot Debridement Therapy (MDT). Larva ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim proteolitik yang berguna untuk mencerna jaringan mati atau nekrotik. Selain itu, dalam enzim yang dikeluarkan oleh larva juga mengandung antibiotik yang dapat mengurangi terjadinya infeksi. Secara rinci disebutkan bahwa prosedur ini dapat membersihkan jaringan nekrotik dan infeksi tanpa rasa nyeri, desinfeksi membunuh bakteri, stimulasi penyembuhan luka.

5. Surgical debridement

Surgical Debridement adalah tindakan menggunakan skalpel, gunting, kuret atau instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik, dari luka. Tujuan dari surgical debridement adalah eksisi luka sampai jaringan normal, lunak, vaskularisasi baik.

(58)

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIVE A. PREOPERATIVE

1. BIODATA PASIEN

a. Nama pasien :Tn. P b. Jenis kelamin :laki laki c. Tempat/tanggal lahir :03-03-1955 d. Agama :Kristen e. Alamat :Jl. Alauddin

f. Diagnose medis : Mid dermal burn injury TBSA 4,25%

g. Cara pembayaran : BPJS

h. Rencana tindakan operasi : Debridement 2. ALASAN TINDAKAN OPERASI

Luka bakar pada wajah sisi kiri dan lengan kanan dialami sejak 3 hari yang lalu saat pasien membakar sampah dan pasien terjatuh di sampah yang masih terbakar, wajah sisi kiri dan lengan sebelah kanan terkena bara api.

3. TUJUAN TINDAKAN OPERASI

Untuk membersihkan jaringan mati akibat luka bakar yang dialami pasien

4. KEGIATAN PENERIMAAN PASIEN a. Ruang terima

Pasien memakai gelang identitas, kesadaran compos mentis GCS 15, pasien mengatakan akan di operasi, terpasang infus Ringe Laktat di tangan sebelah kiri, tanda tanda vital yaitu

(59)

tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 86x/menit, suhu 36 0C, pernafasan 20 x/menit.

tidak memakai gigi palsu, gelang, cincin dan lensa kontak.

Sign in : jam 09.40 b. Kelengkapan dokumen

1) Ada transfer antar ruangan perawat IGD Bedah dengan perawat OK IGD

2) Ada persetujuan bedah untuk tindakan debridement 3) Ada persetujuan untuk anastesi tindakan general anatesi 4) Ada tanda pada daerah yang di lakuakan operasi.

5) Dokter penanggung jawab tindakan : Dr. dr. Hisbullah, Sp.Aa-KIC-KAKV

c. Pemeriksaan penunjang Laboratorium :

- Tanggal 08 – 10 – 2019

Tabel 2.5 Hasil pemeriksaan Lab.

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

HEMATOLOGI WBC RBC HGB HCT MCV MCH

8,94 4,10 13,1 39,0 95,1 32,0

4.00-10.0 4.00-6.00 12.0-16.0 37.0-48.0 80.0-97.0 26.5-33.5

[10^3/uL]

[10^6/uL]

[g/dL]

[%]

[fL]

[pg]

(60)

MCHC PLT RDW-SD RDW – CV PDW MPV P-LCR PCT NEUT LYMPH MONO EO BASO RET LED I Koagulasi PT INR APTT Kimia darah Gkukosa GDS Fungsi Hati SGOT

33,6 370 45,0 12,9 12,6 10,7 30,0 0,18 5,19 1,93 0,80 0,97 0,05

10,4

22,2

119

24

31.5-35.0 150-400 37.0 – 54.0 10.0 – 15.0 10.0 – 18.0 6.50 – 11.0 13.0 – 43.0 0.15 – 0.50 52.0 – 75.0 20.0 – 40.0 2.00 – 8.00 1.00 – 3.00 0.00 – 0.10

- (L<10,P <20)

10-14 - 22,0-30,0

140

<38

[g/dL]

[10^3/uL]

[fL]

[%]

[fL]

[fL]

[%]

[%]

[10^3/uL]

[10^3/uL]

[10^3/uL]

[10^3/uL]

[10^3/uL]

- mm

detik

detik

mg/dl

U/L

(61)

SGPT Albumin KIMIA DARAH Fungsi Ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit Natrium Kalium Klorida

22

23 1,30

138 3,5 109

<41 3.5 – 5.0

10-50 L(<1,3),P(<1.1)

136-145 3,5-5,1 97-111

U/L gr/dl

mg/dl mg/dl

mmol/l mmol/l mmol/l

1. Pemeriksaan fisik (data focus sesuai jenis operasi) Pemeriksaan fisik

Preoperative jam: 09.45 a. Breathing

1) Bentuk dada : normal chest 2) Batuk : tidak ada batuk 3) Pernafaasan : spontan

4) RR : 20x /menit 5) SpO2 : 100%

b. Blood

1) TD : 160/100 2) HR : 86x /menit 3) Temperatur : 36 0c

(62)

4) CRT : < 2 detik

5) Terpasang infuse RL 20 tpm di tangan kiri c. Brain : compos mentis,GCS 15

1) Tingkat kesadaran : Composmentis GCS 15 (E4,M6,V5) 2) Nyeri : klien merasakan nyeri pada wajah dan

lengan kanan nya.

P : luka bakar Q : tertusuk-tusuk R : lengan dan wajah S : 4 (NRS) sedang T : terus menerus

3) Kecemasan : ekspresi wajah klien nampak tenang d. Blader

1) Tidak ada nyeri saat berkemih 2) Tidak terpasang kateter

3) BAK lancar

4) Warna urin kuning pekat e. Bowel:

1) pasien tidak terpasang NGT 2) pasien di puasakan selama 6 jam 3) tidak ada riwayat muntah

4) tiddak ada kesulitan menelan f. Bone

1) Tulang : tidak terdapat kelainan pada tulang

(63)

2) Integritas kulit : terdapat luka bakar pada wajah dan lengan kanan

2. Asuhan keperawatan preoperative

a. Temuan data awal (kondisi, keluhan, observasi)

1) Pasien mengatakan nyeri pada wajah dan lengan kanan nya yang terdapat luka bakar,

2) Kesadaran composmentis dengan GCS : 15 E4 M6 V5 3) Tanda-tanda vital : tekanan darah : 160/100 mmHg, Nadi :

86 kali/menit, Suhu : 36 oC, Pernapasan : 20 kali/menit 4) Pengkajian nyeri

P : luka bakar Q : tertusuk-tusuk R : lengan dan wajah S : 4 (NRS) sedang T : terus menerus

5) Tampak luka bakar pada wajah sisi kiri dan lengan sebelah kanan klien.

b. Analisa data

Tabel 2.6 Analisa data pre operatif

DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN

Data subyektif :

1) Pasien mengatakan nyeri pada wajah dan lengan kanannya

Pengkajian nyeri

Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

(64)

P : luka bakar Q : tertusuk tusuk R : lengan dan wajah S : 4 (NRS) sedang T : terus menerus Data obyektif :

1) Pasien Nampak meringis

2) Terdapat luka bakar pada wajah dan lengan

3) Pasien nampak menghindari agar tidak mendapat penekanan pada luka

c. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

(65)

d. Intervensi keperawatan

Tabel 2.7 Intervensi Pre operatif No Diagnose

keperawatan

Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan

selama 1x15 menit,

pasien akan

menunjukkan

kontrol nyeri dengan criteria hasil :

1) Nyeri yang dilaporkan ringan 2) Panjang

episode nyeri sedang

3) Ekspresi wajah saat nyeri ringan 4) tidak bisa

beristirahat ringan

1) Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

2) berikan informasi tentang penyebab nyeri

3) Ajarkan teknik relaksasi

4) Observasi tanda- tanda vital

5) Berikan analgesic atau pereda nyeri jenis yang lain

(66)

e. Implementasi keperawatan

Tabel 2.8 Implementasi pre operatif

No Jam Implementasi Evaluasi

1 09.30

09.35

09.37

09.40

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Hasil :

P : luka bakar Q : tertusuk tusuk R : wajah dan lengan kanan

S : 4 (NRS) sedang T : terus menerus

2) Memberikan informasi tentang penyebab nyeri Hasil : pasien mengerti penyebab nyeri klien adanya luka bakar

3) Mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi Hasil : klien merasa nyaman setelah di ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

4) Mengobservasi tanda-

S: Klien mengatakan nyerinya seperti tertekan O:

1) Klien tenang 2) Skala nyeri 3 3) TTV:

- TD: 140/88 mmHg - N: 85 x/menit - S: 36,5 ̊C - P: 20 x/menit A:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15menit,

pasien akan

menunjukkan tingkat nyeri sesuai kriteria hasil:

1) Pasien tenang

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

(67)

tanda vital Hasil:

tekanan darah 140/88 mmHg, nadi 85 x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan 20 x/menit

P: Lanjutkan intervensi 1,3 dan 4

1) Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

3) Ajarkan teknik relaksasi 4) Observasi tanda-tanda

vital

B. INTRA OPERATIF

1. Jam masuk kamar operasi : 09.50 2. Jam keluar kamar operasi : 12.00

3. Jenis anastesi : general anastesi 4. Nama tindakan : debridement 5. Jam mulai operasi (time out) : 10.10 6. Jam sign out : 11.00 7. Jam selesai operasi : 11.15 8. Pengkajian intra operative :

a. Pemantauan intra operative

Tabel 2.9 Pemantauan Intra operatif Vital Sign 10.20 10.40 11.00 11,15 Tekanan

darah

94/56 mmHg

100/70 mmHg

100/60 mmHg

125/79 mmHg Nadi 76 x/i 83 x/i 71 x/i 86 x/i

(68)

SpO2 100% 100% 100% 100%

Darah 1 cc 1cc 1 cc 1cc

b. Temuan data

Pemeriksaan fisik (data focus sesuai jenis operasi) Pemeriksaan fisik:

1) Breathing

a) Pernafasan : terintubasi b) RR : 20X /menit

c) spO2 : 100%

2) Blood

a) TD : 100/60 mmHg b) HR : 71x /menit c) Suhu : 36,5 °c

d) Terpasng infuse RL 28 tpm pada tangan kiiri, dan NACL 0,9% 28 tpm pada kaki kiri

3) Brain

a) Kesadaran :pasien dalam pengaruh general anastesi

b) Kecemasan : tidak bisa dikaji karna pasien alam pengaruh anastesi.

4) Bladder

a) Pasien tidak terpasang kateter

(69)

5) Bowel

a) pasien masih dalam anastesi b) Tidak ada muntah

c) Pasien masih di puasakan d) Pasien tidak menggunakan NGT 6) Bone

a) Tulang : tidak ada kelainan yang tampak pada tulang b) Kulit : terdapat luka bakar pada wajah dan lengan

kanan c. Analisa data

Tabel 2.10 Analisa data intra operatif

Data Diagnosa keperawatan

Data subyektif : - Data obyektif :

- Terdapat luka bakar pada wajah dan lengan kanan

- Dilakukan pembersihan luka pada wajah dan lengan kanan - Dilakukan pengangkatan

jaringan mati pada luka bakar

Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan agens

cedera kimiawi

Faktor resiko:

- Dilakukan tindakan invasive debridement

- Terdapat luka bakar pada

Resiko Infeksi

(70)

wajah dan lengan - Terpasang ETT - Terpasang infus

d. Diagnosa keperawatan

1) Kerusakan Integritas kulit agens cedera kimiawi 2) Resiko infeksi

e. Intervensi keperawatan

Tabel 2.11 Intervensi intra operatif

Diagnosa Tujuan Intervensi keperawatan

Kerusakan integritas kulit

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 60 menit, maka di harapkan :

1) Respon alergi tidak ada 2) Proses

penyembuhan luka bakar

1. Evaluasi karakteristik luka

2. Berikan informai kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan\

3. Berikan posisi yang mengurangi penekanan pada luka

4. Persiapkan lingkungan yang bersih dan pertahankan tekhnik aseptic

(71)

5. Lakukan desinfeksi di sekitar luka

6. Lakukan debridement luka

Resiko Infeksi Stelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 60 menit maka diharapkan :

1. Tidak ada tanda- tanda infeksi 2. Faktor

lingkungan yang berhubungan dengan infeksi tidak ada

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal

1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan insisi (operasi).

2. Memakai pakaian dan alat-alat yang steril saat melakukan insisi (operasi).

3. Pastikan teknik aseptic pada saluran IV

(72)

f. Implementasi dan evaluasi

Tabel 2.12 Implementasi intra operatif

No Jam Implementasi Evaluasi

1 09.35

09.38

09.40

1. Mengevaluasi karakteristik luka

Hasil: luka bakar derajat 2 pada wajah dan lengan dengan luas luka bakar 4,25%.

2. Memberikan informai kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

Hasil: Pasien mengerti dan bersedia mengikuti prosedur yang akan dilakukan

3. Memberikan posisi yang mengurangi penekanan pada luka.

Hasil: klien di posisikan dengan posisi telentang dan lengan kanan diberikan ganjalan kasa.

S : - O:

1) Luka tampak bersih dan rapi

2) Luka di balut menggunakan kasa lembab dan kering A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit menit, maka di harapkan :

1) Respon alergi tidak ada

2) Proses

penyembuhan luka bakar berlangsung P: Lanjutkan intervensi 3 dan 4.

3) Berikan posisi yang mengurangi

penekanan pada

(73)

09.55

10.10

10.15

4. Mempersiapkan

lingkungan yang bersih dan pertahankan tekhnik aseptic

Hasil: Lingkungan sekitar kamar oprasi bersih dan steril

5. Melakukan desinfeksi di sekitar luka

Hasil: luka di desinfeksi mengunakan Betadine 6. Melakukan debridement

luka

Hasil: Luka tampak bersih dan rapi

luka

4) Peersiapkan

lingkungan yang

bersih dan

pertahankan tekhnik aseptic

2 10.00

10.05

1. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan insisiHasil : anggota tim (operasi) melakukan cuci tangan sebelum memulai tindakan

2. Memakai pakaian dan alat-alat yang steril saat melakukan insisi

S : - O:

1) terdapat luka bakar pada wajah dan lengan

2) dilakukan tindakan invasive

debridement

A: Setelah dilakukan

(74)

10.07

Hasil : anggota tim (operasi) tampak memakai pakaian dan alat-alat yang sudah di sterilkan

3. Memastikan teknik aseptic pada saluran IV Hasil : semua tindakan dilakukan dengan aseptic

tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit, maka di harapkan :

1) tanda-tanda infeksi tidak ada

2) lingkungan sekitar kamar oprasai bersih dan steril 3) tanda-tanda vital

TD: 125/79 mmHg N: 86 x/i

S: 36,5 P: terintubasi P: Lanjutkan intervensi

1) Cuci tangan sebelum melakukan tindakan insisi (operasi).

2) Memakai pakaian dan alat-alat yang steril saat melakukan insisi (operasi).

3) Pastikan teknik aseptic pada saluran IV

(75)

Persiapan Operasi

Persiapan Alkes/instrument 1. Alkes/BHP

- Kasa steril kecil : 50 - Kasa steri gulung : 1 - Handscoon steril : 3

- Baju OK : 3

- Hepafix : 1 roll

- NaCl 0.9% : 2

- Underpad : 3

2. Instrument

- Kanol suction : 1 - Pinset anatomi : 1 - Pinset sirurgi : 1 - Gunting jaringan : 1

- Nierbeken : 2

- Com : 2

- Spoit 10 cc : 1 g. Laporan operasi

1. Pasien berbaring dalam posisi supine di bawah pengaruh General Anastesi

2. Diakukan desinfeksi dan persempit lapangan operasi pada wajah dan lengan

(76)

3. Dilakukan pembersihan dan debridement pada wajah dan lengan

4. Dilakukan pencucian pada wajah dan lengan menggunakan NACL 0,9 %

5. Diberikan salep sulfadiazine dan di tutup menggunakan supratoel di atas luka

6. Luka dibalut menggunakan kasa lembab, dan kasa kering 7. Operasi selesai

C. PASCA OPERATIF

1. Jam keluar kamar operasi : 12.00 2. Jam masuk ke RR : 12,05 3. Pemantauan di ruang RR :

Tabel 2.13 Pemantauan di ruang RR Vital

Sign

12.10 12.30 12.40 13.00

Tekana n darah

154/100 mmHg

150/94 mmHg

130/83 mmHg

150/100 mmHg Nadi 89x/i 98x/i 88x/i 87x/i Napas 24x/i 22x/i 22x/i 22x/i

SpO2 98% 97% 100% 99%

4. Pengkajian pasca operatif

Pemeriksaan fisik (sesuai jenis operasi) Pemeriksaan fisik:

(77)

a. Breathing

1) Bentuk dada : Normal chest 2) RR : 22x /menit

3) Pernafasan : spontan dengan o2 nasal kanul 4 liter

4) SpO2 : 100%

b. Blood

1) TD : 150/100 2) RR : 22x /menit 3) Suhu : 36,5 °c c. Brain

1) Tingkat kesadaran :pasien masih dalam pengaruh anastesi

2) Ansietas : pasien nampak tenang, masih dalam pengaruh anastesi

d. Bladder

1) Pasien tidak terpasang kateter

2) Setelah sadar pasien BAK ± 700cc, warna urin kuning pekat

e. Bowel

1) Pasien masih di puasakan 2) Tidak ada mual muntah 3) Pasien tidak terpasang NGT

Gambar

Tabel 2.2 Rencana tindakan pre operatif (teori)
Tabel 2.3 Rencana tindakan intra operatif (teori)
Tabel 2.4 Rencana tindakan post operatif (teori)  N
Tabel 2.5 Hasil pemeriksaan Lab.
+7

Referensi

Dokumen terkait

memberikan pelayanan Jasa internasional Fright Forwarding.. Pembaya ran Ganti HujJi.... Peti Kemas adalah : aJat transport yang mempunyai.. dialas* say« ingin.

Peran kedua faktor tersebut, dalam pengembangan desa wisata menjadi satu kesatuan integral yang tidak bisa di pisahkan satu dengan yang lainnya.. Jika melihat

Pembukaan konsentrasi Pariwisata Perhotelan ini karena ada beberapa kajian pemikiran yaitu ; (1) diprediksi satu waktu tidak akan ada lagi calon mahasiswa yang akan masuk

Cerita dituturkan dalam berbagai kesempatan baik formal maupun nonformal, seperti acara-acara keagamaan, acara yang terkait dengan subjek cerita (seperti haul, peringatan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALISIS PADA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Disesuaikan dengan rumusan masalah dan fokus penelitian maka hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan Blackberry Messenger berdampak negatif terhadap

Cara paling sederhana adalah menghentikan gerakan tangan pada ketukan terakhir, menahannya sesuai dengan yang dikehendaki (apakah itu beberapa ketukan atau fermata), lalu beri

This paper outlines the results of the data process- ing and analysis technique used to estimate the spa- tially resolved LE flux and its spatial variability over cottonwoods in