• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra-putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra-putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Thomas Buntoro

NIM : 021114053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Thomas Buntoro

NIM : 021114053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

¾ Non Scholae Sed Vitae Discimus: “Belajar tidak hanya demi pengetahuan

belaka, melainkan demi kehidupan.”

¾ “Pengalaman: Guru yang paling brutal. Tapi kita belajar, benar-benar dari

pengalaman.” (C.S. Lewis)

¾ “Ada saat-saat istimewa dalam kehidupan kita. Dan sebagian besar datang

melalui dorongan orang lain.” (George Adams)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Bapa dan Ibu (Alm) terkasih

Kakak-kakakku tercinta

Seseorang yang aku sayangi “Theo”

(6)
(7)

MUNTILAN TAHUN AJARAN 2006/2007 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

Thomas Buntoro Universitas Sanata Dharma

2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007, (2) ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara siswa di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007 dalam hal kecerdasan interpersonal, dan (3) menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007.

Subjek penelitian ini adalah siswa di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan purposive sample (sampel bertujuan). Pertimbangan peneliti menggunakan purposive sample, mengingat karena peneliti tidak dapat mengambil sampel dalam jumlah yang besar dan juga alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan kepentingan tempat penelitian. Subjek yang dipakai sebagai sampel penelitian adalah subjek kelas X-5, XI IPS1, dan XII IPS2. Jumlah total sampel penelitian ini adalah 87 siswa, terdiri dari 46 siswa putra dan 41 siswa putri.

(8)

HIGH SCHOOL’S BOYS AND GIRLS DORMITORY, MUNTILAN ACADEMIC YEAR OF 2006/2007 AND ITS IMPLICATIONS TO THE

PROPOSAL GROUP GUIDANCE TOPICS

Thomas Buntoro Sanata Dharma University

2007

This research aimed at understanding: (1) students’ interpersonal intelligence level at Pangudi Luhur Van Lith Senior High School’s boys and girls dormitory, Muntilan academic year of 2006/2007, (2) the presence of significant differences among students at Pangudi Luhur Van Lith Senior High School’s boys and girls dormitory, Muntilan academic year of 2006/2007 in the interpersonal intelligence matter, and (3) developing a proposal on the appropriate guidance topics to increase the students’ interpersonal intelligence at Pangudi Luhur Van Lith Senior High School’s boys and girls dormitory, Muntilan academic year of 2006/2007.

The subjects of this research were students of Pangudi Luhur Van Lith Senior High School’s boys and girls dormitory, Muntilan academic year of 2006/2007. The sampling procedure was done based upon purposive sample. The researcher’s consideration to use purposive sample was that the researcher was unable to take samples in large number as well as time, power, and location interest limitations. The subjects used as sample of the research were students on X-5, XI IPS1, and XII IPS2 grades. The total amount of sample of this research were 87 students, consisting of 46 boys and 41 girls.

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Pengalaman yang sungguh sangat berharga dan luar biasa yang penulis

alami dalam penelitian ini tidak lain merupakan wujud kasih Allah. Karunia yang

berasal dari Dia inilah yang senantiasa memberikan kekuatan dalam diri penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam skripsi ini, penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan &

Konseling, FKIP USD, yang telah memberikan ijin untuk penelitian skripsi

ini.

2. Fajar Santoadi, S.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Bimbingan &

Konseling, FKIP USD.

3. Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran dan ketulusan hati telah memberikan bimbingan, petunjuk,

saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dra. C.L. Milburga CB., M.Ed. selaku Dosen Pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan memberi masukan-masukan bermanfaat

(10)

perbaikan skripsi.

6. Dosen Prodi Bimbingan & Konseling, FKIP, USD yang telah banyak

memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menjalani studi.

7. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bantuan

kepada penulis selama menjalani masa studi melalui beasiswa SADHAR.

8. Kedua orang tua : Bapa & Ibu (Alm) yang telah mendidik, membimbing,

memberikan dukungan/semangat dan doa kepada penulis selama menjalani

masa studi hingga menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak-kakakku di rumah: Mbak Eka - Mas Tri, Mbak Fitri – Mas Budi,

Mbak Emi – Mas Totok, dan Mas Agus yang telah memberikan

dukungan/semangat dan doa kepada penulis selama menjalani masa studi

hingga menyelesaikan skripsi ini.

10.Kekasihku “Theodora Purwandari (Ade)” yang telah sepenuh hari memberi

perhatian, semangat, dukungan, cinta, sayang dan doa kepada penulis

selama menjalani masa studi hingga menyelesaikan skripsi ini.

11.Keponakan-keponakan di rumah: Stephanie, Vendra, Tommy, Tanti, dan

Kiki yang lucu dan manis.

12.Budhe dan Pak Dhe di rumah Nanggulan yang telah memberi perhatian dan

dorongan kepada penulis selama menjalani masa studi hingga

(11)

skripsi ini.

14. Teman-teman angkatan: para Frater tingkat V Wisma Nazareth Banteng

Yogyakarta yang telah memberi dukungan lewat doa kepada penulis selama

menjalani masa studi hingga menyelesaikan skripsi ini.

15.Br. Albertus Suwarto FIC selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur Van

Lith Muntilan yang telah memberikan ijin tempat penelitian di SMA

Pangudi Luhur Van Lith Muntilan.

16.Bruder Anton FIC dan Bruder Agus Sekti FIC yang telah membantu

penulis dalam memberikan ijin tempat penelitian di SMA Pangudi Luhur

Van Lith Muntilan.

17.Ibu Y. Muji Handayani dan Ibu C. Kistiyarni selaku Guru BK SMA

Pangudi Luhur Van Lith Muntilan yang telah membantu penulis selama

melaksanakan uji coba dan penelitian.

18.Siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran

2006/2007.

19.Teman-teman mahasiswa BK angkatan 2002.

20.Teman-teman mahasiswa Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) NATAS.

21.Teman-teman kost Jl. Sedah 126 Pringwulung.

22.Sahabat-sahabatku: Atok (Alumni Teknik Industri 99 UGM), William

(12)

23.Keluarga Bapak Andi Suryo di Jakarta yang telah memberi perhatian dan

dukungan doa kepada penulis selama menjani masa studi hingga

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan dari pembaca demi peningkatan dan perbaikan penelitian ini.

Akhirnya, penulis pun berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Yogyakarta, 6 Januari 2007

Penulis

(13)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan ... 8

D. Manfaat ... 9

E. Batasan Istilah ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Hakikat Kecerdasan Interpersonal ... 12

1. Pengertian Kecerdasan dan Kecerdasan Interpersonal ... 12

(14)

a. Empati ... 18

b. Bersikap Prososial ... 19

c. Kesadaran Diri ... 20

d. Pemahaman Situasi Sosial dan Etika Sosial ... 21

e. Pemecahan Masalah Secara Efektif ... 22

f. Berkomunikasi dengan Santun ... 23

g. Mendengarkan Secara Efektif ... 25

5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi ... 27

B. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Interpersonal 28 1. Persepsi Terhadap Orang Lain ... 28

2. Kemampuan Menampilkan Diri Secara Menarik ... 28

C. Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin ... 29

1. Biologis ... 29

2. Proses Belajar ... 30

3. Situasi Sosial ... 30

D. Kecerdasan Interpersonal Laki-Laki (Putra) dan Perempuan (Putri) ... 31

1. Kecerdasan Interpersonal Laki-Laki (Putra) ... 31

(15)

2. Peran Pembimbing Asrama ... 35

3. Pentingnya Pelayanan Bimbingan di Asrama ... 36

F. Bimbingan Kelompok ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Subjek Penelitian ... 38

C. Instrumen Penelitian ... 39

1. Alat Pengumpul Data ... 39

2. Uji Coba Alat ... 43

3. Validitas dan Reliabilitas ... 45

a. Validitas Instrumen ... 45

b. Reliabilitas Instrumen ... 48

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 49

1. Tahap Persiapan ... 49

a. Penyusunan Alat (Kuesioner) ... 49

b. Uji Coba Kuesioner ... 50

2. Tahap Pelaksanaan ... 50

E. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Kecerdasan Interpersonal Siswa di Asrama Putra dan

(16)

2. Pembahasan ... 58

B. Perbedaan antara Siswa di Asrama Putra dan Asrama Putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2006/2007 dalam Hal Kecerdasan Interpersonal. ... 63

1. Hasil Penelitian ... 63

2. Pembahasan ... 65

BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK ... 68

BAB VI PENUTUP ... 79

A. Ringkasan ... 79

B. Kesimpulan ... 82

C. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(17)

Tabel 1 : Kisi-kisi Kuesioner Penelitian ... 41

Tabel 2 : Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Kuesioner Uji Coba ... 46

Tabel 3 : Reliabilitas Per Aspek Kecerdasan Interpersonal ... 49

Tabel 4 : Penggolongan Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa

di Asrama Putra SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Tahun Ajaran 2006/2007 ... 55

Tabel 5 : Penggolongan Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa

di Asrama Putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Tahun Ajaran 2006/2007 ... 56

Tabel 6 : Perhitungan Mean, Standar Deviasi, nilai t

Kecerdasan Interpersonal Siswa di Asrama Putra dan

Asrama Putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Tahun Ajaran 2006/2007... 64

Tabel 7 : Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok di Asrama Putra

SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Tahun Ajaran 2006/2007... 69

Tabel 8 : Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok di Asrama Putri

SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

(18)

Lampiran 1 : Reliabilitas ... 87

Lampiran 2 : Hasil Analisis Uji Validitas Item Per Aspek

Kuesioner Uji Coba ... 94

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian ... 96

Lampiran 4 : Perolehan Skor Kecerdasan Interpersonal Siswa

di Asrama Putra dan Asrama Putri SMA Pangudi

Luhur Van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2006/2007 ... 102

Lampiran 5 : Perhitungan untuk Melihat Tingkat

Kecerdasan Interpersonal ... 112

Lampiran 6 : Kualifikasi Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa

di Asrama Putra dan Asrama Putri SMA Pangudi Luhur

Van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2006/2007 ... 113

Lampiran 7 : Data Uji Beda Kecerdasan Interpersonal Siswa

di Asrama Putra dan Asrama Putri SMA Pangudi Luhur

Van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2006/2007 ... 115

Lampiran 8 : Hasil Penghitungan Uji Beda ... 116

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan

batasan istilah.

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap orang menunjukkan reaksi sosial yang berbeda-

beda ketika berinteraksi dengan orang lain. Ada orang yang mudah bergaul

dan mendapat banyak teman. Namun ada pula orang yang malu bergaul.

Kesulitan orang dalam berinteraksi dengan sesamanya ini terjadi karena

adanya penanganan yang kurang optimal pada masa awal usianya.

Hurlock (1995) menjelaskan bahwa kurangnya kesempatan dan motivasi

untuk belajar menjadi sosial dapat dilihat dalam kondisi sejak masa bayi,

terutama ketika berusia enam minggu – enam bulan. Masa ini merupakan

masa kritis dalam pengembangan sikap yang mempengaruhi pola interaksi

sosial kelak.

Orang yang mengalami kesulitan melakukan sosialisasi di masa awal

usianya, umumnya cenderung akan menetap hingga dia dewasa. Bila hal ini

tidak tertangani dengan baik maka dia akan terhambat dalam mencapai

kesuksesan di masa depan. Karena bagaimanapun juga, ketika orang

menginjak dewasa, dia tetap membutuhkan keterampilan sosial untuk

(20)

Orang yang sulit bergaul dan sulit mengembangkan hubungan yang

suportif dengan teman sebayanya, biasanya digambarkan sebagai orang yang

agresif, suka bertindak kasar, dan mementingkan dirinya sendiri. Umumnya

orang ini sering terlibat dalam konflik dan perkelahian. Akibatnya

kehadirannya tidak disukai oleh teman sebayanya.

Ada juga orang yang malas untuk bergabung dengan teman sebayanya

karena sering mendapat ejekan. Orang ini biasanya menjadi kurang percaya

diri ketika harus bergaul dengan teman sebayanya dan juga tidak mampu

menghadapi konflik dengan teman-temannya. Ini disebabkan karena dia tidak

memiliki keterampilan untuk menghadapi konflik

Ketidakmampuan orang dalam bersosialisasi inilah yang pada akhirnya

mempengaruhi proses interaksinya bersama orang lain. Masing-masing

pribadi bersikeras dalam mempertahankan kepentingannya sendiri dan tidak

mempedulikan kepentingan orang lain. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa

jadi, orang tidak mau ambil pusing dengan apa yang seharusnya menjadi

kebutuhan dan hak orang lain. Idealnya proses interaksi sosial akan berjalan

dengan baik, bila setiap orang menyadari dan mampu memandang keinginan,

kebutuhan, dan haknya sama dengan keinginan, kebutuhan, dan hak orang

lain.

Dalam situasi apa pun orang akan dituntut untuk berhubungan dengan

orang lain. Hubungan interpersonal yang diharapkan tentu saja dilandasi oleh

sikap saling menerima, menghargai, dan kerjasama. Mengingat secara kodrat

(21)

Orang membutuhkan sesama demi kelangsungan hidupnya. Dalam konteks

inilah orang dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal dalam hidupnya.

Dalam kehidupan manusia, kecerdasan interpersonal yang dimiliki

seseorang berbeda dengan orang lain. Dalam prakteknya, kecerdasan

interpersonal yang dimiliki seseorang tercermin dalam kemampuannya untuk

melakukan hubungan interpersonal, relasi sosial, keterampilan sosial, dan

perilaku sosial dengan sesamanya.

Banyak kegiatan dalam hidup kita terkait dengan orang lain. Orang yang

gagal mengembangkan kecerdasan interpersonalnya, akan mengalami banyak

hambatan dalam dunia sosialnya. Sebaliknya orang yang mampu

mengembangkan kecerdasan interpersonalnya dengan baik akan memiliki

kematangan sosial dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian

dapat dipahami bahwa pada hakikatnya kecerdasan interpersonal merupakan

proses belajar dari pengalaman hidup orang dari interaksinya bersama orang

lain.

Gardner dalam Multiple Intelligences mengungkapkan bahwa salah satu

kecerdasan yang penting dalam membina hubungan/relasi dengan orang lain

adalah kecerdasan interpersonal. Menurut Gardner orang yang memiliki

kecerdasan interpersonal tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang

efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, dan mampu

mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain (Safaria,

(22)

Safaria (2005:23) mengungkapkan hal yang sama dengan Gardner di

atas. Safaria mengartikan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan orang

dalam menciptakan relasi, membangun relasi, dan mempertahankan relasi

sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi saling

menguntungkan. Tidak ada konflik dan sadar kalau setiap orang juga memiliki

kebutuhan dan hak yang sama.

Sekolah akan merasa bangga bila para siswanya dapat bersosialisasi

dengan baik di lingkungan sekolahnya. Melalui kecerdasan interpersonal

diharapkan siswa mampu untuk mengaktualisasikan dirinya dalam relasi sosial

antara lain seperti: mampu berempati dengan orang lain, memiliki kepekaan

terhadap perubahan situasi sosial yang ada, mampu memecahkan masalah

yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, dan

mampu mendengarkan orang lain.

Dalam kenyataannya kecerdasan interpersonal yang dimiliki siswa masih

rendah, belum tinggi seperti yang diharapkan. Ini mengingat karena siswa

adalah remaja yang dalam masanya dipandang sebagai masa yang bermasalah

dan masa pencarian identitas. Sebagian besar remaja masih belum sepenuhnya

mampu untuk berelasi secara baik karena alasan malu bergaul, minder, tidak

percaya diri, dan takut menghadapi konflik. Oleh karena itu untuk melatih

siswa agar mampu berkembang dalam relasi sosialnya, wajar saja bila ada

beberapa sekolah tertentu yang mewajibkan siswanya untuk tinggal di asrama.

Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan adalah asrama yang

(23)

baik putra maupun putri wajib tinggal di asrama. Untuk asrama putri pihak

yang bertanggungjawab terhadap pembinaan siswa putri adalah para Suster

CB. Sedangkan untuk asrama putra pihak yang bertanggungjawab terhadap

pembinaan siswa putra adalah para Bruder FIC. Mengingat mereka bersekolah

di tempat yang sama, di bawah naungan karya yang dilakukan oleh para

Bruder FIC, sekolah ini memiliki misi:

“ Mendampingi kaum muda dengan mendahulukan yang miskin, melalui pendidikan berasrama. Proses pendidikan tersebut memadukan unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan non formal yang mencakup segi-segi religiositas, humanitas, sosialitas, dan intelektualitas. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana persaudaraan sejati yang saling asih, asah, dan asuh ( Pedoman Umum SMA Pangudi Luhur Van Lith, 2001:3).”

Berkaitan dengan keberadaan siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith yang

berasrama, maka kegiatan bimbingan tidak hanya dijalankan di sekolah saja,

melainkan juga di asrama. Kegiatan ini dijalankan secara terpadu antara

sekolah dan asrama, dengan tetap menghargai dan menghormati wilayah

bimbingan masing-masing. Hal ini disadari karena subjek bimbingannya

adalah sama yaitu siswa. Kerjasama ini dapat dijalin melalui

pertemuan-pertemuan formal dan informal, yang di dalamnya disampaikan beberapa

informasi dan persoalan nyata dari dua lingkup wilayah bimbingan tersebut.

Asrama putra dan putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi perkembangan pribadi

siswa. Di asrama putra dan putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan para

siswanya terdiri dari berbagai macam latar belakang seperti keluarga,

(24)

dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang

baru yaitu asrama, tempat mereka hidup dan tinggal bersama.

Kerap tak bisa dipungkiri, banyak permasalahan hidup bersama yang

dihadapi siswa putra maupun putri di asrama. Keberhasilan mereka dalam

membangun kerjasama dengan sesamanya di asrama menjadi penting. Setiap

siswa asrama perlu mempertahankan hubungan interpersonal yang baik di

antara sesamanya. Keberhasilan hidup bersama dalam suatu asrama sangat

ditentukan oleh kemampuan individu dalam menjawab dan mengatasi situasi

permasalahan yang ada. Harapannya para siswa baik siswa asrama putra

maupun asrama putri memiliki kecerdasan interpersonal yang baik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan interpersonal

siswa-siswi asrama adalah jenis kelamin. Di lingkungan keluarga, anak laki-laki

selalu ditanamkan sikap mandiri, tidak manja, tegar, berani tampil sebagai

pemimpin, dan kuat dalam menyelesaikan masalah. Sebaliknya, anak

perempuan ditanamkan sikap mengalah, manja, dan tidak dibiasakan untuk

tampil ke depan.

Selain itu anak laki-laki mendapat kesempatan yang lebih banyak dalam

ruang lingkup hidupnya baik itu di lingkungan keluarga maupun di

masyarakat. Di lingkungan tersebut itu, anak laki-laki memiliki kesempatan

belajar yang jauh lebih banyak daripada anak perempuan dalam membina dan

mengembangkan hidup sosialnya. Sebaliknya, anak perempuan diidentikkan

dengan orang yang lemah lembut, mudah mendengarkan, sabar, peka terhadap

(25)

Mengamati realita perlakuan terhadap anak laki-laki dan perempuan

seperti yang terurai di atas, peneliti menduga bahwa perlakuan tersebut tidak

berlaku di lingkungan asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith. Baik siswa putra

maupun putri memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah,

mengerjakan tugas-tugas asrama, kegiatan pengembangan minat, dan bakat

mereka.

Mengingat pentingnya kecerdasan interpersonal ini di lingkungan

asrama baik itu asrama putra maupun asrama putri yang rata-rata adalah

remaja, maka peneliti berpandangan bahwa pengembangan kecerdasan

interpersonal perlu bagi mereka. Oleh karena itu pembimbing asrama perlu

memberikan bimbingan yang dimaksudkan untuk mengembangkan

kecerdasan interpersonal para penghuni asramanya.

Bimbingan yang dikembangkan di SMA Pangudi Luhur Van Lith

Muntilan, khususnya dalam praktek bimbingan di asrama merupakan suatu

usaha memberi bantuan kepada siswanya untuk mempergunakan secara

efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki demi perkembangan

dirinya, sehingga siswa dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan

tepat, dan menyusun rencana ke depan dengan lebih konkret.

Bagi asrama, pengembangan kecerdasan interpersonal ini merupakan

sesuatu yang baru, sehingga diperlukan keberanian untuk memulainya.

Kegiatan pembimbingan yang sungguh-sungguh dilakukan secara optimal

(26)

asrama. Segala macam bentuk kegiatan pembimbingan yang ada, hendaknya

mampu menyentuh aspek kognisi, emosi, dan sosial siswa di asrama.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian mengenai deskripsi tingkat kecerdasan interpersonal siswa di

asrama putra-putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran

2006/2007 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan

kelompok.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan

asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran

2006/2007?

2. Dalam hal kecerdasan interpersonal, apakah ada perbedaan yang signifikan

antara siswa di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van

Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007?

3. Topik-topik bimbingan manakah yang sesuai untuk meningkatkan

kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan asrama putri SMA

Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007?

C. Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

(27)

1. Mengetahui tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan

asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran

2006/2007.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara siswa di

asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

tahun ajaran 2006/2007 dalam hal kecerdasan interpersonal.

3. Menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk

meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan asrama

putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007.

D. Manfaat

1. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran

tentang tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra-putri SMA

Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007, sehingga dapat

dipakai sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik bimbingan

kelompok.

2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

berbagai pihak:

a. Kepala asrama dan pengelola asrama SMA Van Lith Muntilan dalam

praktek bimbingan dan konseling di masing-masing asrama baik

asrama putra maupun asrama putri untuk meningkatkan kecerdasan

(28)

b. Para siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran

2006/2007 dalam memperoleh informasi tentang kecerdasan

interpersonal mereka dan diharapkan mereka semakin termotivasi

untuk meningkatkan kecerdasan interpersonalnya.

c. Pembimbing asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van

Lith Muntilan memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam

meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa di asrama

masing-masing.

d. Peneliti sendiri memperoleh pengalaman dalam memperoleh gambaran

tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra dan asrama

putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007,

sehingga dapat dipakai sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik

bimbingan kelompok.

E. Batasan Istilah

1. Deskripsi

Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran sesuatu dengan kata-kata

secara jelas dan terinci (Poerwadarminta, 2003:288).

2. Tingkat

Tingkat dalam pengertian ini menunjuk pada susunan yang berlapis-lapis

dari variabel-variabel yang diteliti (Tim Penyusun Kamus, 1991).

(Dalam penelitian ini tingkat dikategorikan atas 5 tingkatan, yaitu Sangat

(29)

3. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan individu dalam berempati,

bersikap prososial, menemukan kesadaran diri, memahami situasi sosial

dan etika sosial, memecahkan masalah secara efektif, berkomunikasi

dengan santun, dan mendengarkan secara efektif, seperti yang

dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan.

4. Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Dalam hal ini adalah siswa putra dan putri SMA Pangudi Luhur Van Lith

dan tinggal di asrama.

5. Asrama Putra dan Asrama Putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

Asrama adalah tempat tinggal yang diperuntukkan bagi pelajar Sekolah

Menengah Atas, yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu misal jenjang

dan jenis pendidikan yang sedang ditempuh, jenis kelamin, dan agama

(Slameto, 1990).

6. Usulan Topik-Topik Bimbingan

Usulan topik-topik bimbingan terbatas pada topik-topik yang tercakup

dalam setiap aspek kecerdasan interpersonal yang diusulkan untuk

digunakan sebagai acuan pelaksanaan bimbingan kelompok oleh

pembimbing di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van

Lith Muntilan.

7. Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada lebih dari

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat hakikat kecerdasan interpersonal, faktor yang

mempengaruhi kecerdasan interpersonal, perbedaan kecerdasan interpersonal

berdasarkan perbedaan jenis kelamin, kecerdasan interpersonal laki-laki dan

perempuan, pelayanan bimbingan di asrama, dan bimbingan kelompok.

A. Hakikat Kecerdasan Interpersonal

1. Pengertian Kecerdasan dan Kecerdasan Interpersonal

David Wechsler (Safaria, 2005:20) mendefinisikan kecerdasan

sebagai totalitas kemampuan individu untuk bertindak dengan tujuan

tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan

efektif.

Alfred Binet dan Theodore Simon (Azwar, 1999:5) mendefinisikan

inteligensi/kecerdasan sebagai terdiri atas tiga komponen: (a) kemampuan

untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, (b) kemampuan

untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan,

dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan

autocriticism.

E.L. Thorndike memformulasikan teori kecerdasan dalam tiga

bentuk kemampuan: (a) kemampuan abstraksi yaitu bentuk kemampuan

(31)

(b) kemampuan mekanika yaitu kemampuan individu untuk bekerja

dengan menggunakan alat-alat mekanis dan aktivitas gerak, dan (c)

kemampuan sosial yaitu kemampuan untuk menghadapi orang lain di

sekitar dengan cara-cara yang efektif (Safaria, 2005:20).

Gardner (Armstrong, 2002:19) dalam teori kecerdasan majemuk

(multiple intelligences) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan

untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai

nilai budaya.

Dalam teori kecerdasan majemuk itu, Gardner (Safaria, 2005:21-23)

memaparkan delapan macam kecerdasan yang menurutnya bersifat

universal. Delapan kecerdasan tersebut antara lain: kecerdasan linguistik,

kecerdasan logistik matematik, kecerdasan dimensi ruang, kecerdasan

musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan

intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.

Dua tokoh yang secara tidak langsung menegaskan konsep

kecerdasan interpersonal adalah Thorndike dan Gardner. Thorndike

menggunakan istilah kecerdasan sosial. Sedangkan Gardner menggunakan

istilah kecerdasan interpersonal. Safaria (2005:24-25) menjelaskan baik

kata sosial maupun interpersonal sebenarnya mengacu pada konteks yang

sama yaitu hubungan/relasi dengan orang lain.

Tracy (1996) menegaskan hal serupa seperti yang telah diungkap

oleh Thorndike dan Gardner. Tracy (1996:264) menjelaskan bahwa salah

(32)

antar pribadi adalah inteligensi sosial (interpersonal). Menurut Tracy,

sukses tidaknya seseorang baik itu laki-laki maupun perempuan dalam

kehidupannya akan ditentukan oleh keahlian dia dalam hidup bersosial.

Schmidt (2002:36) menjelaskan bahwa umumnya kecerdasan

interpersonal terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut

pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntun orang untuk memahami,

bekerjasama, berkomunikasi, dan memelihara hubungan baik dengan

orang lain.

Armstrong (2002:21-22) mendefinisikan kecerdasan interpersonal

sebagai kecerdasan yang di dalamnya melibatkan kemampuan untuk

memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam aspek kehidupan,

kecerdasan ini melibatkan interaksi dengan orang lain.

Safaria (2005:23) mendefinisikan kecerdasan interpersonal sebagai

kemampuan orang dalam menciptakan relasi, membangun relasi, dan

mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada

dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami

bahwa secara umum kecerdasan interpersonal berlaku dalam konteks relasi

dengan orang lain. Bila orang mampu membangun dan membina

hubungannya (relasi sosial) dengan orang lain secara baik, maka dia akan

mudah diterima. Orang yang cerdas secara sosial ditandai dengan

kemampuan dia untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan

(33)

2. Teori FIRO Mengenai Konsep Interpersonal

Banyak teori yang membahas hubungan antar manusia. Dalam salah

satu teori tentang hubungan antar manusia ini, Schutz menggunakan istilah

hubungan interpersonal. Teori yang Schutz kembangkan adalah FIRO

(Fundamental Interpersonal Relation Orientation). Melalui FIRO ini,

Schutz mencoba membahas secara keseluruhan dan mendalam konsep

dasar dari hubungan interpersonal yang terjadi antara manusia.

Asumsi dasar Schutz mengenai istilah interpersonal adalah “manusia

membutuhkan manusia.” Artinya manusia dalam hidupnya membutuhkan

manusia lain. Pernyataan ini mengingatkan bahwa pada dasarnya manusia

adalah makhluk sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang memiliki sejumlah

kebutuhan. Dalam kerangka relasi sosial yang terjadi pada manusia,

Schutz menjelaskan bahwa hubungan interpersonal adalah salah satu dari

sekian dari kebutuhan manusia. Melalui kebutuhan untuk saling

berhubungan dengan orang lain, orang dapat memenuhi kebutuhannya

seperti mendapat pengakuan dan diterima oleh orang lain.

Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas, Schutz menjelaskan

bahwa kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain ini

didasari atas keinginan individu untuk mendapatkan inklusi, kontrol, dan

afeksi. Oleh karena itu, Schutz menguraikan bahwa setiap manusia

memiliki tiga kebutuhan interpersonal yaitu: (a) Inklusi yaitu kebutuhan

(34)

dengan orang lain khususnya dalam hal interaksi dan asosiasi, (b) Kontrol

yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan hubungan yang

memuaskan dengan orang lain khususnya dalam hal memperoleh kontrol

dan kekuasaan, dan (c) Afeksi yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta

mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain

khususnya dalam hal memperoleh cinta dan kasih sayang (Departemen

Pendidikan & Kebudayaan, 1979:9-10).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep interpersonal

menunjuk pada pengertian adanya suatu hubungan yang terjadi antar

manusia. Suatu hubungan tidak akan dikatakan sebagai ‘interpersonal’,

jika salah satu partisipannya itu bukanlah manusia. Jadi istilah

interpersonal hanya dapat digunakan dalam konteks apabila yang

berhubungan adalah manusia dengan manusia.

3. Pentingnya Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya

manusia hidup tidak seorang diri. Setiap manusia membutuhkan manusia

lain dalam melakukan aktivitasnya. Tanpa relasi dengan orang lain, tidak

mungkin orang dapat berkembang. Bila orang tidak mampu

mengembangkan kecerdasan interpersonal dengan baik, maka orang yang

bersangkutan akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya.

Safaria (2005:39-41) menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap orang

dapat meningkatkan kecerdasan interpersonalnya melalui keterampilan

(35)

membimbing, mendengarkan, berkomunikasi, dan memecahkan

permasalahan. Selain itu orang belajar mengembangkan perilaku

kooperatif dan prososial dengan orang lain. Melalui hubungan dengan

orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya, dia dapat belajar dan

berlatih keterampilan sosial yang positif, sehingga akhirnya dia akan

memiliki kematangan sosial.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada hakikatnya setiap

orang memiliki kecerdasan interpersonal. Tentu saja kecerdasan

interpersonal yang dimiliki orang berbeda-beda. Kecerdasan interpersonal

dapat ditingkatkan melalui proses belajar yang terus menerus. Setiap orang

perlu dilatih untuk mengembangkan kecerdasan interpersonalnya. Oleh

karena dalam hal ini orang tua perlu memberikan bimbingan melalui

keteladanan dan dukungan bagi setiap anggota keluarganya terlebih bagi

anaknya. Singkatnya perhatian dan keteladanan orang dewasa menjadi

unsur penting dalam pendewasaan kepribadian anak.

4. Aspek-Aspek Kecerdasan Interpersonal

Pada dasarnya kecerdasan interpersonal (sosial) dapat dikembangkan

melalui pengalaman belajar. Melalui proses belajar yang terus menerus,

diharapkan orang mampu mengembangkan hubungan sosialnya dengan

baik. Setiap aspek yang tercakup dalam kecerdasan interpersonal dapat

dikembangkan. Aspek-aspek yang dimaksud dalam kecerdasan

(36)

a. Empati

Kemampuan memahami perasaan orang lain (empati)

diungkapkan orang ketika dia melihat orang lain terluka atau sedih.

Safaria (2005:106) mengartikan empati sebagai pemahaman seseorang

tentang orang lain berdasar sudut pandang, perspektif,

kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman orang yang bersangkutan. Untuk

itulah sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses pergaulan agar

tercipta hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan.

Beberapa tokoh lain mengartikan empati dalam sudut pandang

yang berbeda-beda, misalnya:

1) Theodor Lipps mendeskripsikan empati sebagai pengalaman

estetik. Dengan empati orang memproyeksikan pikiran dan

perasaannya ke dalam objek pengalamannya. Orang dikatakan

berada dalam hubungan empatik dengan orang lain jika dia dapat

menghayati apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain

(Effendy, 1988:19-20).

2) Everett M. Rogers mengartikan empati sebagai kemampuan orang

untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain

(Effendy, 1988:20).

3) Joseph A. Devito mengartikan empati itu seperasaan dengan orang.

Berempati dengan orang lain adalah merasakan apa yang dirasakan

(37)

4) Hardjana (2003:92) mendefinisikan empati sebagai kecakapan

untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain tanpa

meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi

bahan komunikasi.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

empati membawa kita pada sebuah kesadaran tentang hakikat kita

sebagai makhluk sosial. Dengan berempati dengan orang lain, kita

tidak hanya sekedar menaruh perhatian, tetapi lebih dari itu kita

mencoba untuk memahami orang lain secara utuh baik itu

kebutuhannya maupun pengalamannya. Singkatnya, sikap empati

sangat menentukan kelanjutan dari proses terciptanya hubungan

interpersonal yang baik.

b. Bersikap Prososial

Safaria (2005:117) menjelaskan sikap prososial sebagai sebuah

tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti berbagi,

membantu orang yang membutuhkan, dan bekerja sama dengan orang

lain. Perilaku tersebut menuntut kontrol diri dari setiap individu untuk

menahan diri dari egoismenya dan rela menolong atau berbagi dengan

orang lain.

Sears dkk. (1994:47) mengungkapkan bahwa sikap prososial

meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan

orang untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif si

(38)

Perkembangan perilaku prososial seseorang salah satunya

dipengaruhi oleh lingkungan keluarga di mana dia tinggal. Dalam hal

ini orang tua menjadi model bagi anaknya. Orang yang diterima dan

disukai oleh sesamanya sebagian besar menunjukkan perilaku

prososial yang tinggi, seperti suka membantu dan tidak mengganggu.

Sementara orang yang tidak disukai oleh sesamanya, biasanya

menunjukkan perilaku seperti jarang membantu teman, sering

mengganggu, dan lebih banyak mementingkan dirinya sendiri (Safaria,

2005:118).

Dengan demikian dapat disimpulkan, orang yang memiliki sikap

prososial biasanya ditandai dengan kesediaan orang itu untuk

membantu sesamanya dan tidak mementingkan dirinya sendiri bila

melihat orang lain membutuhkan pertolongan. Dengan bersikap

prososial, orang saling memberikan perhatian dan bantuan.

c. Kesadaran Diri

Rogacion (Safaria, 2005:46) mengartikan kesadaran diri sebagai

kemampuan orang dalam menginsafi totalitas keberadaannya sejauh

mungkin, seperti menyadari keinginan, cita-cita, harapan, dan tujuan

hidupnya.

Fenigstein juga mendefinisikan kesadaran diri sebagai

kecenderungan orang untuk dapat menyadari dan memperhatikan

aspek diri internal maupun apek diri eksternal (Safaria, 2005:46).

(39)

keadaan internalnya seperti pikiran, perasaan, emosi, pengalaman, dan

pilihan. Sedangkan aspek diri eksternal berkaitan dengan kemampuan

orang untuk menyadari penampilan, pola interaksi dengan lingkungan

sosial, dan menyadari situasi yang terjadi di sekelilingnya.

Kesadaran diri inilah yang mempertegas setiap pribadi mampu

menentukan pilihan-pilihannya, mampu menciptakan

pengalaman-pengalamannya sendiri, dan memaknai pengalaman-pengalamannya itu sesuai

dengan apa yang diinginkan.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

kesadaran diri biasanya ditandai oleh karakteristik seperti berikut:

terbuka terhadap pengalaman, memiliki kemampuan merasakan dan

mengalami secara bebas dari setiap pengalaman hidup, bersikap

fleksibel, tidak menolak pengalaman-pengalaman buruk, dan bersedia

membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman yang baru.

d. Pemahaman Situasi Sosial dan Etika Sosial

Dalam membina dan mempertahankan sebuah hubungan, orang

perlu memahami norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Di dalam norma-norma tersebut terdapat ajaran yang membimbing

setiap individu secara benar dalam situasi sosial. Oleh karena itu,

dalam membina relasi dengan orang lain, orang perlu mengetahui

kaidah norma yang ada dalam masyarakat.

Untuk mengetahui kaidah norma yang berlaku dalam masyarakat,

(40)

sangat berperan penting bagi anaknya dalam mengenal kaidah norma

dan etika sosial di masyarakat. Prinsipnya, orang yang mampu

menempatkan diri secara baik dalam situasi sosial apa pun, akan lebih

dihargai oleh lingkungan sosialnya.

e. Pemecahan Masalah Secara Efektif

Dalam bukunya Children Solving Problem, Stephanie Thornton

-seorang profesor di University of Sussex- mengutip sejumlah hasil

penelitian yang menyatakan bahwa anak-anak jauh lebih ahli dalam

pemecahan masalah daripada yang pernah diduga selama ini, bahwa

anak belum mampu memecahkan masalahnya sendiri. Ia

menyimpulkan bahwa pemecahan masalah yang berhasil tidak begitu

bergantung pada kecerdasan si anak, tapi lebih pada pengalaman anak

ketika harus memecahkan masalahnya sendiri (Saphiro, 1999:141).

Setiap orang membutuhkan keterampilan untuk memecahkan

masalah secara efektif. Semakin tinggi orang mampu memecahkan

masalah, maka semakin positif hasil yang akan dia dapatkan.

Konflik terjadi ketika ada dua kepentingan yang berbeda muncul

dalam suatu hubungan interpersonal. Tak jarang remaja pun

mengalami konflik dalam kehidupannya sehari-hari. Keterampilan

menyelesaikan suatu masalah menjadi penting agar orang yang

bersangkutan mampu menghadapi konflik tersebut secara konstruktif

(41)

Ancok (1995:230-231) mengartikan konflik sebagai salah satu

bentuk ketidakserasian yang disebabkan oleh tidak sejalannya pikiran

antara kedua belah pihak yang terlibat dalam hubungan interpersonal.

Bila tidak terselesaikan dengan baik, konflik akan mengancam

kelangsungan hubungan tersebut.

Berikut prosedur pemecahan masalah yang dapat dipakai sebagai

acuan (Safaria, 2005):

1) Mengidentifikasikan masalah.

2) Memikirkan pemecahan-pemecahan alternatif.

3) Membandingkan tipe pemecahan masalah yang muncul.

4) Memilih pemecahan yang paling baik.

Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa setiap orang

umumnya memiliki kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah.

Suatu masalah akan dapat diselesaikan bila orang mampu menciptakan

pikiran/pemahaman yang sejalan dengan orang lain. Harapannya

dengan mengalami sendiri, orang akhirnya mendapatkan hasil yang

sungguh berguna bagi dirinya dan juga orang lain.

f. Berkomunikasi Dengan Santun

Menurut Covey, komunikasi merupakan keterampilan terpenting

dalam hidup manusia. Orang menghabiskan sebagian besar waktunya

dengan berkomunikasi. Kelemahan orang adalah karena tidak memiliki

kesadaran untuk melakukan komunikasi yang efektif. Salah satu cara

(42)

sikap santun dan saling percaya di antara orang lain (Prijosaksono &

Hartono, 2002).

Hardjana (2003:11) mengartikan komunikasi sebagai kegiatan

dimana orang menyampaikan pesan melalui media tertentu kepada

orang lain. Setelah menerima pesan dan memahami pesan sejauh

kemampuannya, selanjutnya si penerima pesan menyampaikan

tanggapannya melalui media tertentu pula pada orang yang

menyampaikan pesan itu kepadanya.

Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam kehidupan

manusia. Setiap orang perlu melatih komunikasi dalam sosialisasinya

dengan lingkungan sekitar terutama dengan orang lain seperti

memberikan umpan balik, mengungkapkan perasaan, mendukung dan

menanggapi orang lain, dan menerima diri sendiri/orang lain.

Latihan-latihan seperti memberikan umpan balik,

mengungkapkan perasaan, mendukung dan menanggapi orang lain,

dan menerima diri sendiri/orang lain sangat diperlukan dalam interaksi

sosial. Jika orang mampu melatihnya dengan baik, dapat dipastikan

orang tersebut akan berhasil mengembangkan kecerdasan

interpersonalnya. Dengan kata lain orang akan mampu membangun

dan mempertahankan hubungannya yang bermakna dengan orang lain

(Safaria, 2005:134).

Berikut adalah sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi yang

(43)

1995:10-12), agar kita mampu memulai, mengembangkan, dan

memelihara komunikasi yang akrab, hangat dan produktif dengan

orang lain:

1)Saling memahami.

2)Saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan

jelas.

3)Saling menerima dan saling memberikan dukungan.

4)Kemampuan memecahkan konflik-konflik dan bentuk-bentuk

masalah antar pribadi melalui cara-cara yang konstruktif.

Secara singkat dapat dipahami bahwa dalam membina hubungan

interpersonal dengan orang lain, orang perlu membangun komunikasi

yang baik dengan orang lain. Dengan berkomunikasi secara santun,

umumnya orang akan merasa dihargai dan diterima oleh orang lain.

Dengan melatih kemampuan berkomunikasi itulah, orang diharapkan

mampu meningkatkan kecerdasan interpersonal, sehingga relasi

dengan orang lain dapat terjalin dengan baik.

g. Mendengarkan Secara Efektif

Keterampilan mendengarkan merupakan salah satu dari

keterampilan komunikasi yang harus dipelajari dan dilatih oleh setiap

orang. Keterampilan mendengarkan ini akan menunjang proses

komunikasi dengan orang lain. Orang akan merasa dihargai dan

diperhatikan ketika dia didengarkan. Sebuah hubungan komunikasi

(44)

dan memiliki kesediaan untuk mendengarkan. Mendengarkan

membutuhkan perhatian dan sikap empati, sehingga orang merasa

dihargai dan dimengerti (Safaria, 2005:163).

Hardjana (2003) menjelaskan bahwa pada umumnya dalam

percakapan dengan orang lain, sebaiknya tidak hanya sekedar

mendengarkan isi. Diharapkan setiap orang berusaha dan mampu

untuk mendengarkan secara empatik dan kritis, agar tujuan dan hasil

yang diinginkan tercapai.

Beberapa hal yang perlu diusahakan agar bisa mendengarkan

secara efektif (Hardjana, 2003:100-101):

1) Bermotivasi yakni memiliki dorongan dari dalam untuk

mau/bersedia mendengarkan.

2) Mengadakan kontak mata. Tujuannya agar membantu orang untuk

memusatkan perhatian dan mengurangi

kemungkinan-kemungkinan terganggu dari lingkungan sekitar.

3) Menunjukkan minat.

4) Menghindari tindakan-tindakan yang mengganggu.

5) Tidak memotong pembicaraan.

6) Bersikap wajar.

Dari uraian di atas, dapat dimengerti bahwa mendengarkan orang

lain yang sedang berbicara itu tidaklah mudah. Dalam mendengarkan

orang lain, selain dibutuhkan perhatian dan empati, dibutuhkan juga

(45)

dapat dihargai dan didengarkan oleh orang adalah kesediaan kita

terlebih dahulu untuk mendengarkan dan menghargai apa yang hendak

disampaikan orang kepada kita.

5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi

Beberapa karakteristik dari individu yang memiliki kecerdasan

interpersonal tinggi adalah sebagai berikut (Safaria, 2005:25):

a. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara

efektif.

b. Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara

total.

c. Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif sehingga

berkembang semakin dalam dan penuh makna.

d. Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non verbal yang

dimunculkan orang lain. Atau dengan kata lain sensitif terhadap

perubahan situasi sosial dan tuntutannya.

e. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya

dengan pendekatan win-win solution serta mencegah munculnya

masalah dalam relasi sosialnya.

f. Memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan

mendengarkan efektif dan berbicara efektif. Termasuk di dalamnya

mampu menunjukkan penampilan fisik yang sesuai dengan tuntutan

(46)

B. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Interpersonal

Seperti yang telah diungkapkan peneliti sebelumnya, kecerdasan

interpersonal seseorang tercermin dalam kemampuannya untuk melakukan

hubungan interpersonal, relasi sosial, keterampilan sosial, dan perilaku sosial

dengan sesamanya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kecerdasan

interpersonal adalah sebagai berikut (Ancok, 1995:223-229):

1. Persepsi Terhadap Orang Lain

Kecerdasan interpersonal seseorang berpijak dari pandangan atau

persepsi orang terhadap orang lain. Persepsi terhadap orang lain ini, bisa

dilihat dalam dua hal yang turut mempengaruhinya:

a. Hal-hal di dalam diri, seperti: sifat kepribadian, pengalaman masa lalu,

keadaan emosi sementara, dan peran yang tengah dimainkan.

b. Hal-hal pada diri orang lain, misalnya ciri fisik, jenis kelamin, asal

suku, dan usia.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa persepsi terhadap sesama

dapat mempengaruhi kecerdasan interpersonal.

2. Kemampuan Menampilkan Diri Secara Menarik

Kecerdasan interpersonal yang dimiliki orang ditentukan juga oleh

kemampuan orang dalam menampilkan dirinya secara menarik di hadapan

orang lain. Beberapa cara untuk menimbulkan kesan menarik adalah:

a. Berbicara tentang kesamaan kita dengan orang lain.

b. Membicarakan hal-hal yang merupakan kesukaan orang lain.

(47)

d. Mengingat nama orang.

e. Tidak merasa rendah diri.

f. Berpenampilan bersih dan rapi.

g. Menggunakan komunikasi verbal yang menyenangkan.

h. Menyiapkan mental untuk menerima kritik.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan menampilkan diri

secara menarik di hadapan orang lain, orang akan sadar bahwa betapa

pentingnya mengembangkan kecerdasan interpersonal yang baik.

C. Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan prinsip pengatur

universal dalam semua masyarakat manusia. Penjelasan yang menyeluruh

tentang perbedaan jenis kelamin kiranya perlu mempertimbangkan baik itu

kapasitas biologis dari kedua jenis kelamin maupun lingkungan sosial dimana

laki-laki dan perempuan itu hidup. Oleh karena itu, semakin jelas bahwa tidak

ada penjelasan yang tunggal, umum, tentang semua perbedaan antara laki-laki

dan perempuan. Berikut akan dipaparkan tiga sudut pandang yang luas

mengenai penyebab perbedaan kecerdasan interpersonal berdasarkan

perbedaan jenis kelamin yang memberi tekanan pada pengaruh biologis,

proses belajar, dan situasi sosial (Sears dkk, 1994):

1. Biologis

Pada dasarnya tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan jenis kelamin

(48)

dampak perbedaan fisik, hormon seks, dan genetika. Namun yang perlu

disadari adalah bahwa perbedaan biologis dapat sangat meningkat atau

berkurang karena mengingat adanya kekuatan-kekuatan sosial.

2. Proses Belajar

Proses belajar yang dimaksud di sini tidak lain mengacu pada

aturan-aturan budaya mengenai bagaimana orang dengan tipe tertentu harus

berlaku. Peran-peran yang ada menetapkan perilaku yang layak dilakukan.

Sebagian besar peran-peran yang terpenting berkaitan dengan jenis

kelamin. Peran-peran sosial ini dipelajari melalui proses penguatan dan

peniruan baik itu dari orangtua, teman, guru maupun media populer.

Hasilnya pun menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memperoleh

sikap, minat, keterampilan, dan ciri-ciri kepribadian yang berbeda

berdasarkan peran yang dikaitkan dengan jenis kelamin dalam masyarakat.

Fakta bahwa laki-laki sangat berbeda satu dari yang lain, seperti juga

halnya dengan perempuan, merupakan sebuah kelompok yang bervariasi

dapat dijelaskan oleh adanya perbedaan pengalaman belajar dari setiap

orang.

3. Situasi Sosial

Situasi sosial yang ada di lapangan pun turut memberikan andil

dalam perilaku orang. Jenis kelamin adalah salah satu determinan sosial

yang sangat menentukan perilaku. Hasrat untuk diterima dan disukai orang

(49)

harapan orang lain tentang bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan

berperilaku, tanpa mempedulikan keyakinan pribadi.

Bicara soal stereotipe, terlebih stereotipe mengenai perbedaan jenis

kelamin sampai sekarang masih menjadi perdebatan banyak pihak. Jung

mengungkapkan bahwa tidak ada ciri-ciri yang khas pada laki-laki dan

perempuan (stereotipe). Dalam teorinya lebih lanjut Jung menyatakan bahwa

setiap manusia mempunyai aspek dari jenis kelamin lainnya dalam dirinya

sendiri. Laki-laki memiliki aspek feminim yang disebut “anima”, perempuan

memiliki aspek maskulin yang disebut “animus”. Pada setiap laki-laki maupun

perempuan, ciri-ciri maskulin diintegrasikan dengan ciri feminim (Hommes,

1992:37-39).

Maccoby & Jacklin (Sears dkk, 1994) memberikan tekanan pada soal

kemampuan intelektual individu dalam uraian mereka. Dalam hal ini, mereka

lebih mengutamakan soal keterampilan dan perilaku sosial.

Martin dan Parker (Baron & Byrne, 2004) memberikan penjelasan yang

sama, bahwa pada dasarnya baik variabel biologis maupun sosial berperan di

dalamnya, tapi proses belajarlah yang memampukan masing-masing orang

memainkan perilaku sosialnya.

D. Kecerdasan Interpersonal Laki-Laki (Putra) dan Perempuan (Putri.)

1. Kecerdasan Interpersonal Laki-Laki (Putra)

Kecerdasan interpersonal laki-laki tercermin dari

kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan orang tua kepada anak laki-lakinya sejak kecil

(50)

dalam mengerjakan sesuatu, dalam bekerja lebih banyak menggunakan

otak ketimbang perasaan, tegas dalam mengambil setiap keputusan, serta

mandiri. Jika hal ini terus ditanamkan pada diri anak laki-laki, maka secara

langsung maupun tidak langsung akan berkembanglah seluruh potensi

yang ada pada diri mereka secara lebih optimal.

Dalam proses interaksi sosial, laki-laki (putra) biasanya cenderung

lebih mampu daripada perempuan (putri). Hal ini terjadi karena laki-laki

mendapat kesempatan yang lebih banyak dalam ruang hidupnya, yang

dimulai dari lingkungan keluarga hingga masyarakat. Di lingkungan

tersebut, mereka dapat belajar menghadapi berbagai perubahan

lingkungan, sehingga mampu berinteraksi sosial dengan baik dan cepat.

Oleh karenanya perilaku yang kerap muncul adalah cenderung agresif,

aktif, mudah bergaul dengan orang lain, kurang sabar, dan lain-lain.

Sarwono (1989) menjelaskan bahwa di Indonesia kaum laki-laki

diberikan kebebasan dan tidak menghadapi tekanan sosial dari keluarga

dan masyarakat, sehingga tidak menghadapi konflik berat dalam

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki

dapat dengan mudah berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa kemampuan seseorang dalam menjalin

(51)

2. Kecerdasan Interpersonal Perempuan (Putri)

Dalam perkembangan yang terjadi selama ini, perbedaan jenis

kelamin menjadi sebuah kendala bagi kaum perempuan untuk bisa

mengembangkan segala kemampuan yang ada pada dirinya secara optimal.

Poerwandari (2002) berpendapat bahwa perempuan Indonesia pada

umumnya hingga saat ini masih sering mengalami berbagai bentuk

diskriminasi dalam kehidupannya, baik di lingkungan keluarga maupun

masyarakat.

Ibrahim dan Suranto (1998) mengatakan bahwa di Indonesia,

khususnya di lingkungan Jawa, kaum perempuan belum sanggup

mengembangkan kemandiriannya untuk dapat keluar dari lingkaran yang

membelenggunya, sehingga akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi

dengan lingkungan di sekitarnya. Walau sudah ada usaha untuk mengubah,

namun tetap kaum perempuan masih tetap hidup dalam sosialisasinya

yang semakin mengukuhkan citranya sebagai nomor dua setelah laki-laki.

Oleh karena itu, beberapa karakteristik perilaku yang cenderung

melekat pada perempuan biasanya digambarkan seperti: lebih meminati

segi-segi kehidupan yang serba segera, lebih dekat pada masalah hidup

praktis. Selain itu ada sebagian perempuan yang mampu menonjolkan sifat

sosialnya tapi kerap terbentur dengan aturan sosial masyarakat yang terlalu

membatasi ruang gerak mereka.

Secara tidak langsung tanpa disadari, perbedaan perlakuan terhadap

(52)

dampak terhadap laki-laki dan perempuan. Laki-laki bisa bersikap

superior, menganggap dirinya lebih maju, pandai, kompeten daripada

perempuan.

Tumbuhnya sikap laki-laki yang berbeda dengan perempuan ini,

akan mempengaruhi mereka dalam menjalin relasi dengan orang-orang di

sekitar mereka. Laki-laki mampu menjalin relasi dengan baik. Sedang

perempuan kadang merasa malu untuk menjalin relasi.

Perbedaan perlakuan tersebut di atas, jelas bertolak belakang dengan

apa yang diharapkan oleh banyak orang bahwa semua orang baik itu

laki-laki maupun perempuan pada dasarnya berhak mendapat perlakuan yang

sama, agar dapat memiliki kecerdasan interpersonal yang sama-sama baik.

Hal ini dijelaskan oleh Safaria (2005:39-41) dengan menyatakan bahwa

pada dasarnya setiap orang dapat meningkatkan kecerdasan

interpersonalnya melalui keterampilan sosial dalam hubungannya dengan

orang lain seperti menolong sesama, membimbing, mendengarkan,

berkomunikasi, dan memecahkan permasalahan.

E. Pelayanan Bimbingan di Asrama

1. Pengertian Asrama

Secara harafiah, asrama diartikan sebagai bangunan tempat tinggal

bagi sekelompok orang yang bersifat homogen (Depdikbud, 1990:53).

Menurut Slameto (1990), asrama adalah rumah pondokan yang di

(53)

sesuai dengan kebutuhan suatu institusi formal (misal: sekolah) atau

yayasan tertentu dan memiliki tujuan tertentu.

Pada dasarnya kelompok yang diterima dalam suatu asrama biasanya

kelompok tertentu yang memenuhi beberapa persyaratan seperti jenjang

dan jenis pendidikan yang sedang ditempuh, jenis kelamin, dan agama.

Persyaratan-persyaratan tersebut berlaku juga di asrama putra dan putri

SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan.

2. Peran Pembimbing Asrama

Di asrama, pembimbing berperan sebagai wakil orang tua siswa.

Pembimbing asrama menjadi sandaran ketika siswa mengalami kesulitan.

Tidak mungkin mereka dibiarkan begitu saja ketika dihadapkan pada suatu

permasalahan. Pembimbing perlu mendampingi mereka dalam

memecahkan persoalannya sendiri. Pembimbing asrama hendaknya juga

peduli pada kebutuhan mereka.

Pembimbing asrama perlu juga menghargai perbedaan dan

karakteristik (keunikan) yang ada dalam diri siswa asramanya. Seorang

pembimbing asrama perlu menyadari bahwa adanya perbedaan yang

dimiliki oleh masing-masing siswa dapat memperkaya masing-masing

pribadi dalam hidup bersama di asrama.

Dengan diperolehnya pendampingan yang baik dan positif dari

pembimbing asrama, para siswa baik di asrama putra maupun asrama putri

mampu belajar banyak hal mengenai hidup bersama dengan orang lain.

(54)

setiap perbedaan yang dibawa oleh sesamanya. Dengan demikian, asrama

bukan hanya sekedar menjadi tempat untuk hidup bersama tetapi menjadi

tempat pengembangan diri.

3. Pentingnya Pelayanan Bimbingan di Asrama

Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan bimbingan

di asrama putra dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

adalah agar siswa tumbuh menjadi pribadi yang dewasa sehingga mampu

mengatur hidupnya sendiri. Pelayanan bimbingan di asrama ini perlu

dikembangkan mengingat yang tinggal di asrama adalah remaja yang

masih membutuhkan pendampingan dalam perkembangannya.

Suasana kehidupan asrama yang dipelihara dan dikembangkan

adalah semangat persaudaraan sejati yang membuat seluruh warga asrama

merasa aman, senang, dan kerasan. Oleh karena itu pendampingan yang

diberikan pada siswa dimaksudkan agar siswa menjadi pribadi yang

berkualitas tinggi, beriman, berwatak, dan berbudi pekerti luhur dengan

mengembangkan potensi-potensinya secara optimal dalam bidang

pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai hidup yang diperlukan

untuk siap melanjutkan ke perguruan tinggi maupun hidup di tengah

masyarakat ( Pedoman Umum SMA Pangudi Luhur Van Lith, 2001:9).

Dalam melaksanakan bimbingan di asrama perlu diperhatikan juga

program pelayanan bimbingan di sekolah. Jangan sampai membuat siswa

asrama menjadi jenuh dan bosan dengan layanan bimbingan yang

(55)

ditekankan pada bidang bimbingan pribadi dan sosial, karena sebagian

besar waktu yang ada di asrama menuntut mereka untuk belajar menjalin

relasi yang baik dengan sesama teman di asrama.

Asrama menjadi sekolah kedua bagi siswa-siswi SMA Pangudi

Luhur Van Lith Muntilan. Di asrama masing-masing siswa disadarkan

akan pentingnya belajar menerima orang lain apa adanya, entah itu dari

latar belakang keluarga, suku, budaya, agama yang berbeda. Oleh karena

itu, tujuan yang ingin dicapai dalam setiap pelayanan bimbingan tidak lain

untuk membantu siswa agar dapat berkembang menjadi pribadi dewasa

yang mampu hidup bersama dengan orang lain dan menempatkan diri

dengan segala keunikannya dalam berelasi dengan sesamanya.

F. Bimbingan Kelompok

Winkel (1997:518) menyebut ada dua macam bentuk bimbingan yaitu

bimbingan individual/perseorangan dan bimbingan kelompok/klasikal.

Bimbingan individual adalah pelayanan bimbingan yang diberikan pada satu

orang saja. Sedangkan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan

yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan.

Pada dasarnya pelayanan bimbingan hendaknya diberikan kepada semua

orang tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial

ekonomi. Tujuan pelayanan bimbingan kelompok adalah agar supaya orang

yang dilayani menjadi mampu mengatur hidupnya sendiri, mengambil sikap

sendiri, dan berani menanggung sendiri efek serta konsekuensi dari segala

(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi paparan tentang jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen

penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Furchan (1982:415),

penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh

status gejala pada saat penelitian dilakukan.

Rahmat (1989:34-35) menyebutkan tujuan dari penelitian deskriptif

yaitu: (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala

yang ada, (2) mengidentifikasikan masalah/memeriksa kondisi dan praktek

yang berlaku, (3) membuat perbandingan/evaluasi, dan (4) menentukan apa

yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar

dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada

waktu yang akan datang.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa di asrama putra dan asrama putri

SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007. Pengambilan

sampel dilakukan berdasarkan purposive sample (sampel bertujuan).

Pertimbangan peneliti menggunakan purposive sample, mengingat karena

(57)

alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan kepentingan tempat penelitian. Subjek

yang dipakai sebagai sampel penelitian adalah subjek kelas X-5, XI IPS1, dan

XII IPS2. Subjek yang dipilih sebagai sampel memiliki pertimbangan tertentu

yaitu subjek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang terdapat

pada populasi (Arikunto, 2002:117). Jumlah keseluruhan sampel penelitian ini

adalah 87 siswa, terdiri dari 46 siswa putra dan 41 siswa putri.

C. Instrumen Penelitian

1. Alat Pengumpul Data

Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.

Metode yang digunakan kuesioner ini adalah metode skoring yang

dijumlahkan (summated rating), dengan skala likert yang terdiri atas

empat kategori jawaban yaitu: Sangat Sering (SS), Sering (S),

Kadang-Kadang (KK), Jarang (J).

Menurut Hadi (1990), modifikasi skala likert menjadi empat kategori

jawaban dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang terdapat

pada skala lima tingkat dimana di dalamnya memuat kategori netral.

Kategori netral dalam skala lima tingkat secara tidak langsung belum

dapat memutuskan. Kategori netral ini bersifat ragu-ragu. Oleh karena itu

tersedianya jawaban di tengah pada dasarnya menimbulkan kecenderungan

memilih jawaban yang netral (central tendency effect) terutama bagi

(58)

Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada

aspek-aspek kecerdasan interpersonal yang dikemukakan oleh Safaria (2005)

yaitu:

a. Empati.

b. Bersikap prososial.

c. Kesadaran diri.

d. Pemahaman situasi sosial dan etika sosial.

e. Pemecahan masalah secara efektif.

f. Berkomunikasi dengan santun.

g. Mendengarkan secara efektif.

Dalam kuesioner ini, pernyataan terdiri dari 2 kelompok, yaitu

pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable

adalah pernyataan positif yang menggambarkan adanya kecerdasan

interpersonal yang ideal. Pernyataan unfavorable adalah pernyataan

negatif yang menggambarkan kurang atau tidak adanya kecerdasan

interpersonal.

Penentuan skor untuk setiap pernyataan dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan positif (favorable) skor untuk jawaban Sangat

Sering (SS) adalah empat, skor untuk jawaban Sering (S) adalah tiga,

skor untuk jawaban Kadang-Kadang (KK) adalah dua, dan skor untuk

jawaban Jarang (J) adalah satu.

b. Untuk pernyataan negatif (unfavorable) skor untuk jawaban Sangat

(59)

skor untuk jawaban Kadang-Kadang (KK) adalah tiga, dan skor untuk

jawaban Jarang (J) adalah empat.

Dalam tabel 1 disajikan kisi-kisi kuesioner kecerdasan Interpersonal

yang dipakai untuk penelitian.

Tabel 1

Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

(60)

Gambar

Tabel 1 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+4

Referensi

Dokumen terkait

4) Dengan adanya website E-Commerce di CV. Jaya Mandiri Dental khususnya pada proses penjualan bahan dan alat praktek dokter, diharapkan dapat mempermudah pembelian

Dari Gambar 1 dapat dilihat untuk pembayaran BHP ISR Telkom Flexi dari tahun 2005 – 2009 terjadi peningkatan pembayaran sesuai pertambahan BTS tiap tahun sehingga pada saat

Seringkali pengusul RUU berpendapat bahwa tugas Badan Legsilasi dalam pengharmonisasian RUU hanyalah yang berkaitan dengan aspek teknis legal drafting (pembentukan

1. Intensitas tenaga kerja yang tidak mempengaruhi produksi, justru mengurangi hasil bersih. Peningkatan intensitas penggunaan tenaga kerja yang sejajar dengan peningkatan

Sebagai salah satu perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi untuk merealisasikan Visi dan Misi Pembangunan dimaksud, serta sebagai pedoman dalam melaksanakan

Berdasarkan perhitungan skor servqual, diperoleh skor tertinggi pada dimensi tangibles adalah kerapihan dan kebersihan penampilan Teller, pada dimensi responsiveness, atribut

(7) Langkah-langkah pengelolaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf g berupa memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di

Sasaran reformasi birokrasi pada lima tahun pertama difokuskan pada penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,