• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBARA BUDAYA.doc 32KB Jun 13 2011 06:28:23 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBARA BUDAYA.doc 32KB Jun 13 2011 06:28:23 AM"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Dra. Yayah Khisbiyah, MA

PENGEMBARA BUDAYA

Sosok perempuan enerjik ini, adalah salah satu tokoh pemikir dan penggagas ‘Rekonsiliasi Islam terhadap budaya lokal’, ini merupakan terobosan yang berani. Kenapa ? Karena Muhammadiyah organisasi sosial-keagamaan modern yang didirikan KH. Ahmad Dahlan tahun l912-sejak semula sangat memegang teguh purifikasi agama dan sangat keras menolak budaya lokal.

Adalah Dra.Yayah Khisbiyah,MA Direktur Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, ia yang menjadi motor penggerak dan sekaligus mengimplementasikannya ke berbagai program yang di desain melalui PSB-PS UMS. Yayah yang lahir di Cirebon, 9 Desember l964 dari pasangan H. Rasyid Thohir dan Nuraenah ini, sekarang aktif mengisi rubrik Psikologi di Harian Umum Solo Pos. Tahun l995-2000, menjadi anggota ‘Program Evaluator For Family

Development Charter School, Lawrence, Massachusetts, USA. Pada mulanya gagasan Yayah banyak ditentang oleh kalangan Muhammadiyah, karena gagasan tersebut bisa dianggap akan menodai pemurnian agama. Masyarakat tradisional kita, kata Yayah sering kali terkungkung oleh pandangan-pandangan yang tradisional, mistikal dan mengandung unsur syirik, bid’ah dan khurafat. Memang banyak kalangan merasa prihatin adanya ketegangan , friksi bahkan konflik terbuka maupun tertutup yang sudah lama berlangsung dalam interaksi antara agama dan budaya lokal, kata Yayah. Ketika Islam mengekspresikan dan mengartikulasikan dirinya sebagai tradisi besar , ia melakukan hegemoni terhadap tradisi kecil; budaya lokal beserta nilai-nilai dan simbolnya, termasuk kesenian.

Usaha rekonsiliasi Muhammadiyah dengan budaya lokal itu diawali melalui Halaqoh Tarjih yang diselenggarakan di Solo awal Nopember 2001 yang lalu dengan topik “Dialektika antara Agama dan Budaya Lokal “. Keberanian Yayah untuk “mendamaikan” Muhammadiyah dan budaya lokal bukan tanpa alasan , karena didasari pada pergeseran pemikiran yang juga tengah berlangsung di tubuh organisasi keagamaan besar itu. Munas Tarjih di Aceh (l995) dan Munas Tarjih (2000) di Jakarta telah menggambarkan otokritik di kalangan Muhammadiyah.

Yayah yang aktivis, supel dan anggun ini sekarang menjadi perempuan mandiri, karena ia juga sekaligus sebagai kepala keluarga bagi dua orang anaknya yakni : Muhammad Horison Khalasha, kelas l di SMU Batik, dan Adilla Mutia Fatimah kelas 6 SD Muhammadiyah I Solo, tak masalah walaupun harus mengasuh dua putra-putrinya , karena komunikasi antara Yayah dan kedua anaknya cukup harmonis. Tak cuma itu kehidupan sosial kemasyarakatnnya juga terjalin dengan baik dan penuh pengertian, khususnya di tempat tinggalnya di perumahan Pondok Baru Asri I/A-l5, Gumpang, Surakarta. Yayah di samping sibuk menjadi staf pengajar pada Fakultas Psikologi UMS, juga aktif di berbagai lembaga seperti anggota peneliti di PPSK, dan asisten riset di Pusat Studi Kependudukan dan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, juga aktif di Forum Kajian Agama dan Budaya di Yogyakarta. Begitu sibuknya sehingga mengatur manajemen waktunya sangat ketat.

Isu pluralisme, multikulturalisme, dalam pandangan Yayah Khisbiyah, merupakan isu yang sangat relevan dan penting dalam konteks keindonesiaan sekarang. Dan ini terkait dengan keberagamaan yang inklusif, yaitu yang toleran, yang bersikap mengembangkan demokrasi pluralisme. Ia melihat isu tersebut kurang tergarap di kalangan Muhammadiyah. Padahal dalam konteks keindonesiaan, ia melihat banyak konflik dan friksi yang disebabkan oleh masih sempitnya cara pandang dalam menyikapi kemajemukan. Kata Yayah yang menyelesaikan studi S2 nya di USA. Ia memiliki pengalaman berinteraksi dengan budaya-budaya lain di Eropa Timur, Yugoslavia, dan bergaul dengan muslim Bosnia, bahkan pernah studi tentang perdamaian dan resolusi konflik di Austria. Kiat hidupnya adalah : Hidup ini hanya sekali, makanya saya melakukan yang terbaik untuk diri, kedua anakkku, komunitas masyarakat, Agama dan bangsa. Yayah memang selalu mengakui bahwa dirinya selalu gelisah dan “mencari “. Dan dari pengalaman multikulturalnya ini, ia menyebut dirinya sebagai « pengembara Budaya ».Ton Martono

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Bisa ditebak untuk Pemilu 2004 saja, tampaknya akan ada beberapa nama yang muncul dari kalangan Islam santri, sehingga suara pemilih jelas akan terpecah dan pada akhirnya yang

Akan tetapi karena adanya kesenjangan pada sebuah pilihan, misalnya tidak ada calon yang diangap ideal, atau karena tata aturan pemilihannya tidak jujur

Trusno yang menikahi Supinah tahun l977, sekarang telah memiliki putera 3 orang yang pertama Ichsan Nugroho lahir l979, lulus STM Muhammadiyah, telah bekerja di Astra Motor

Sedangkan yang langsung dikelola PDA Surakarta, antara lain: Mushola Aisyiyah, Gedung Aisiyah, Asrama Aisyiyah, Akademi Kebidanan Aisyiyah, Akademi

“Begini Pak, karena pertama kali saya belajar bahasa asing adalah bahasa Arab yang tingkat kesulitannya sepuluh kali lipat ketimbang bahasa Inggris, maka ketika saya belajar bahasa

Setelah berkali-kali menyelenggarakan halaqah budaya sebagai bagian dari langkah awal untuk kembali bergaul dan berkomunikasi dengan budaya lokal, awal April lalu UMS, bersama

Firman-Nya: “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah

Banyaknya para rasul yang diutus oleh Allah SWT dari kalangan bani Israil.. itu, merupakan salah satu keutamaan mereka sebagai kaum atau