• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA SISWI DI SMP N 2 DEMAK TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA SISWI DI SMP N 2 DEMAK TAHUN 2014"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA

SISWI DI SMP N 2 DEMAK TAHUN 2014

Aulia Noorvita Ramadani

Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Background: During menstruation, several women experience severe menstrual disorder. One of the

menstrual disorders is dysmenorrhea. A chemical of prostaglandin may increase dysmenorrhea. The incidence of dysmenorrhea will increased on the women who less do exercises..

Purpose: This study aims to find the correlation between sporting habit and the incidence of

dysmenorrhea in female students at Demak 2 State Junior High School in 2014.

Method: This was a descriptive-correlative study with cross-sectional approach. The population in

this study was 83 students at Demak 2 State Junior High School who had menstruate in 2014. The data sampling used proportionate stratified random sampling technique. The data were collected by using diagnosis and questionnaires with 3 questions. The bivariate analysis used Chi-square correlation test.

Result: The results of this study indicate that the respondents with good sporting habit who have

dysmenorrhea are 4 respondents (8.7%) and the respondents with not good sporting habit who have dysmenorrhea are 31 respondents (83.8%). While the respondents with good sporting habit who do not have dysmenorrhea are 42 respondents (38.5%) and the respondents with not good sporting habit who do not have dysmenorrhea are 6 respondents (9.5%).

Conclusion: Based on the results of the Chi Square test obtained p-value of 0.00001. It means that the

p-value of 0.00001 <α (0.05), then Ho is rejected and concluded that there is a significant correlation between sporting habit and the incidence of dysmenorrhea in female students at Demak 2 State Junior High School in 2014.

Keywords: Sporting habit, Incidence of dysmenorrhea, Female student

PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi dalam ICPD (International Conference on Population

Development) adalah keadaan kesejahteraan

fisik, mental dan sosial yang utuh dan menyeluruh yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Sistem, fungsi dan proses reproduksi akan mencapai kondisi sejahtera secara fisik, mental dan sosial manakala didukung pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap kesehatan reproduksi, terutama kesehatan repoduksi remaja (Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk, 2007).

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun

jiwa diantaranya adalah remaja. Remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan-BKKBN, 2011).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa, yakni usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut pubertas (Widyastuti, 2009).

Pubertas pada perempuan mulai pada umur 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun. Awal pubertas dipengaruhi

(2)

pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, perubahan psikis dan haid pertama (menarche) (Waryana, 2010).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan bahwa berdasarkan laporan responden yang sudah mengalami haid, rata-rata usia menarche di Indonesia adalah 13 tahun (20,0%) dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun serta 7,9% tidak menjawab/lupa (Sedyaningsih, 2010).

Pada saat haid, pada sebagian perempuan ada yang mengalami gangguan haid yang cukup berat. Salah satu gangguan yang berhubungan dengan haid adalah dismenore. Tidak sedikit perempuan mengalami nyeri haid berkepanjangan yang terus menerus mengalami rasa sakit, bahkan tidak bisa beraktivitas apapun selama haid karena rasa nyeri yang tidak tertahankan (Manuaba, 2010).

Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung beberapa jam, walaupun pada kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit, yang biasanya terbatas di perut bawah tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha disertai dengan mual, muntah, sakit kepala dan diare (Judha, Sudarti & Fauziah, 2012).

Angka kejadian Dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan disetiap negara mengalami Dismenore. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh Dismenore (Marmi, 2013).

Angka kejadian dismenore tipe primer di Indonesia adalah sekitar 50-75% wanita yang masih menstruasi sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder. Ciri-ciri dismenore primer antara lain; terjadi beberapa waktu atau 6-12 bulan sejak menstruasi pertama (menarche) rasa nyeri timbul sebelum menstruasi, atau di awal menstruasi yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, datangnya nyeri hilang timbul, menusuk-nusuk pada perut bagian bawah serta terkadang menyebar ke pinggang dan paha depan dan adakalanya disertai mual, muntah, sakit kepala, diare (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2007).

Zat kimia yang bernama prostaglandin dinyatakan dapat meningkatkan Dismenore. Prostaglandin adalah salah satu senyawa kimia dalam darah yang mengatur beberapa aktivitas tubuh termasuk aktivitas rahim. Bila kadar prostaglandin berlebih, maka kontraksi rahim pada masa haid bertambah sehingga terjadi nyeri yang hebat. Nyeri bisa semakin bertambah karena disamping stres, kurang berolahraga dan gizi yang tidak seimbang, penyebab lain timbulnya nyeri yang luar biasa adalah penyakit seperti endometriosis dan tumor pada rahim (Marmi, 2013).

Kejadian dismenore akan meningkat pada wanita yang kurang melakukan olahraga, sehingga ketika wanita mengalami dismenore, oksigen tidak dapat disalurkan ke pembuluh-pembuluh darah organ reproduksi yang saat itu terjadi vasokontriksi. Bila wanita teratur melakukan olahraga, maka wanita tersebut dapat menyediakan oksigen hampir 2 kali lipat per menit sehingga oksigen tersampaikan ke pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi. Hal itu akan menyebabkan terjadinya penurunan kejadian dismenore dengan teratur berolahraga (Tjokronegoro, 2004).

Salah satu cara yang efektif untuk mencegah olahraga adalah dengan cara melakukan olahraga. Beberapa latihan fisik dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredaran darah. Olahraga yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali seminggu. Perempuan yang melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan sekresi hormon endhorphin yaitu penghilang nyeri alami ke dalam aliran darah sehingga dapat mengurangi Dismenore (Mutohir, 2004).

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Jenis olahraga antara lain aerobik dan anaerobik. Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh. Misalnya: jogging, senam, renang, bersepeda. Sedangkan anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh.

(3)

Misalnya: angkat besi, lari sprint 100 meter, tenis lapangan, bulu tangkis (Karim, 2012).

Wanita yang melakukan olahraga secara teratur setidaknya 30-60 menit setiap 3-5x per minggu dapat mencegah terjadinya dismenore. Setiap wanita dapat sekedar berjalan-jalan santai, jogging ringan, berenang, senam maupun bersepeda sesuai dengan kondisi masing-masing (Manuaba, 2010).

Setiap wanita harus dapat menemukan sendiri latihan-latihan yang berhubungan dengan menstruasinya. Tetapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda bahwa latihan olahraga merugikan. Jadi wanita tidak perlu menyembuhkan dismenore dengan obat-obatan (Sumosadjuno, 2008).

Olahraga yang dilakukan secara sistematis, teratur dan terarah akan sangat membantu upaya kita menciptakan pola hidup yang sehat dan berkualitas. Upaya menggalakkan olahraga pada remaja merupakan salah satu cara efektif membentuk pola hidup sehat yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup. Kondisi ini yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan produktivitas (Mutohir, 2004).

Berdasarkan data UKS pada bulan Januari 2014 di SMP N 2 Demak terdapat 27 siswi yang ijin mata pelajaran dikarenakan nyeri haid dan dari data absensi pada bulan Januari terdapat 15 siswi yang ijin tidak masuk sekolah dikarenakan dismenore.

Dari hasil wawancara oleh peneliti pada beberapa siswi SMP N 2 Demak pada bulan Februari 2014 pada 10 siswi didapatkan bahwa 7 siswi (70%) cenderung mengalami disminore dan 3 siswi (30%) tidak mengalami dismenore. Diantara 3 siswi (30%) tersebut melakukan olahraga tennis 3 kali per minggu selama 1 jam dan jogging pada saat jam olahraga selama 30 menit sedangkan 7 siswi (70%) yang mengalami dismenore tersebut diketahui 2 siswi (20%) melakukan olahraga renang 3 kali seminggu selama 1 jam dan jogging 1 kali per minggu selama 30 menit dan 5 siswi (50%) melakukan senam 1 kali perminggu selama 1 jam dan jogging pada saat jam olahraga 1 kali per minggu selama 30 menit.

Maka berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa SMPN 2 Demak, penulis dalam penelitian ini tertarik mengambil judul “Hubungan

Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi di SMP N 2 Demak Tahun 2014”.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif korelatif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan. Hubungan yang ingin diketahui disini adalah stress psikologis dengan kejadian nyeri lambung. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian dimana peneliti melakukan pengukuran sesaat dan dinilai hanya satu kali saja (Notoatmodjo, 2010). Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari hubungan variabel independen (Kebiasaan Olahraga) dengan variabel dependen (Dismenore).

Populasi dan Sampel Populasi

Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 447 siswi, yang terbagi dalam tiap kelasnya yaitu :

Tabel 1. Tabel Populasi

Kelas Populasi

VII 179 VIII 140

IX 128 Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jumlah keseluruhan populasi siswi SMP N 2 Demak adalah sebanyak 447 siswi (Sumber data : bagian kesiswaan SMP N 2 Demak).

Sampel

Untuk menentukan besar sampel dapat menggunakan rumus Slovin yaitu :

n = N

N

Keterangan :

n : besar sampel N : besar populasi

D : tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan yaitu 0,1

Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan rumus diatas maka didapatkan hasil besarnya sampel pada penelitian ini adalah 83 siswi.

(4)

Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diambil dari masing-masing strata, digunakan teknik proportionate stratified

random sampling, karena responden dalam

penelitian ini dibagi menjadi 3 angkatan yaitu kelas VII, VIII dan IX.

Peneliti memilih sejumlah siswi dari setiap kelas untuk dijadikan sebagai responden sesuai jumlah sampel masing-masing strata dengan cara acak menggunakan lotre atau undian yang bertuliskan nama setelah siswi terkumpul.

Peneliti menentukan dapat tidaknya sampel digunakan sebagai responden yaitu menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Siswi yang berusia 13-16 tahun; 2) Siswi yang mengalami menstruasi teratur.

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Siswi yang sedang tidak masuk sekolah; 2) Siswi yang sakit dalam jangka waktu yang lama; 3) Siswi yang mempunyai kelainan ginekologik.

Analisis Data Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Analisa ini dilakukan dengan uji statistik deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi. Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2008). Distribusi frekuensi terdiri dari kolom-kolom yang memuat frekuensi dan presentasi untuk setiap kategori. Adapun variabel yang digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi adalah kebiasaan olahraga dan kejadian dismenore.

Analisa Bivariat

Analisis data bersifat bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Karena data penelitian ini merupakan data kategorik berbentuk nominal, maka Analisa statistik yang digunakan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 17 menggunakan uji statistik korelasi dengan meggunakan Uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel

dependen (Sugiyono, 2008). Adapun rumus uji

Chi-Square disajikan berikut ini:

(

)

=

h 2 h o 2

f

f

f

χ

Keterangan : χ2 = Chi-Square

Fo= Frekuensi yang diobservasi Fh= Frekuensi yang diharapkan

Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan olahraga dan kejadian dismenore digunakan taraf signifikan yaitu α (0,05). Apabila p ≤ 0,05 = Ho ditolak, berarti ada hubungan antara kebiasaan olahraga dan kejadian dismenore, namun apabila p ≤ 0,05 = Ho diterima atau gagal menolak Ha, berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dan kejadian Dismenore.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Umur Siswi di SMP Negeri 2 Demak Tahun 2014

Umur Frekuensi Presentase (%)

13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 16 Tahun 29 28 25 1 34,9 33,7 30,1 1,2 Total 83 100,0 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 83 responden, umur siswi di SMP Negeri 2 Demak berkisar antara 13-15 Tahun, namun yang paling banyak adalah berusia 13 Tahun, yaitu sejumlah 29 siswi (34,9%).

Analisis Univariat Kebiasaan Olahraga

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Olahraga Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014 Kebiasaan Olahraga Frekuensi Presentase (%) Baik Tidak baik 46 37 55,4 44,6 Jumlah 83 100,0

(5)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian besar melakukan kebiasaan olahraga baik yaitu sebanyak 46 siswi (55,4%).

Selanjutnya akan dilihat kebiasaan olahraga yang meliputi jenis olahraga, durasi olahraga dan frekuensi olahraga berikut ini.

Jenis Olahraga

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Olahraga Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014 Jenis Olahraga Frekuensi Presentase (%) Badminton Basket Jogging Lari Renang Senam Takwondo Tenis Lapangan Tenis Meja Volly 10 19 23 1 12 19 2 4 1 8 10,1 19,2 23,2 1,0 12,1 19,2 2,0 4,0 1,0 8,1 Jumlah 99 100,0 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa

olahraga yang banyak dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian kecil dari responden adalah jogging yaitu sebanyak 23 siswi (23,2%).

Selanjutnya diketahui kebiasaan olahraga yang dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak dari beberapa jenis olahraga sebagai berikut.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Banyaknya Macam Olahraga Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014 Banyaknya Macam Olahraga Frekuensi Presentase (%) 1 Macam 2 Macam 3 Macam 68 14 1 81,9 16,9 1,2 Jumlah 99 100,0

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa olahraga yang banyak dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak, hampir seluruh dari

responden melakukan jenis olahraga 1 macam olahraga yaitu sebanyak 68 sisiwi (81,9%).

Frekuensi Olahraga

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Olahraga Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014 Frekuensi Olahraga Frekuensi Presentase (%) 1 x/minggu 2 x/minggu 3 x/minggu 4x/minggu 31 6 40 6 37,3 7,2 48,2 7,2 Jumlah 83 100,0 Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa olahrahga yang banyak dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian dari responden melakukan olahraga 3 kali dalam seminggu yaitu sebanyak 40 siswi ( 48,2%).

Durasi

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Durasi Olahraga Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014

Durasi Frekuensi Presentasi

(%) 15 menit 20 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 4 22 3 40 12 2 4,8 26,5 3,6 48,2 14,5 2,4 Jumlah 83 100,0

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa olahraga yang dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian dari responden melakukan olahraga selama 60 menit yaitu sebanyak 40 siswi (48,2 %).

Kejadian Dismenore

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Dismenore Siswi di SMP Negeri 2 Demak, 2014 Kejadian Dismenore Frekuensi Presentase (%) Dismenore Tidak Dismenore 35 48 42,2 57,8 Jumlah 83 100,0

(6)

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian dari responden tidak mengalami Dismenore yaitu sebanyak 48 siswi (57,8 %).

Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu variabel kebiasaan olahraga dan kejadian

Dismenore. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hunungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore pada siswi di SMP Negeri 2 Demak.

Untuk mengetahui hubungan kedua variabel ini, dilakukan uji Chi Square dengan menggunakan program SPSS dimana hasil pengujian tersebut disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Dismenore pada Siwi di SMP Negeri 2 Demak, 2014

Kebiasaan Olahraga Kejadian Dismenore Contingency Coefficient p-value Dismenore Tidak Dismenore Total F % F % f % Tidak Baik 31 83,8 6 9,5 37 44,6 0,453 0,00001 Baik 4 8,7 42 38,5 46 55,4 Total 35 42,2 48 57,8 83 100,0

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui siswi yang melakukan kebiasaan olahraga tidak baik yang mengalami Dismenore sejumlah 31 siswi (83,7%), sedangkan siswi dengan kebiasaan olahraga baik yang mengalami Dismenore sejumlah 4 siswi (8,7%).

Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai p-value 0,00001. Terlihat bahwa p-value 0,00001 < α (0,05), maka Ho ditolak dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore pada siswi di SMP N 2 Demak. Dengan nilai Contingency Coefficient 0,453 maka kekuatan hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore adalah sedang.

PEMBAHASAN Analisis Univariat

Gambaran Kebiasaan Olahraga Pada Siswi di SMP Negeri 2 Demak Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian dari 83 responden didapatkan hasil bahwa responden yang kebiasaan olahraganya baik adalah sebanyak 46 responden (55,4%), dan tidak baik sebanyak 37 responden (44,6%). Dilihat dari hasil diatas bahwa sebagian dari responden memiliki kebiasaan olahraga yang baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 46 responden (55,4%) melakukan kebiasaan olahraga baik, hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan olahraga adalah frekuensi olahraga, dikarenakan adanya keharusan kegiatan olahraga di sekolah, ekstrakurikuler di luar jadwal jam sekolah. Selain aktivitas olahraga di sekolah, sebagian siswi juga melakukan aktivitas olahraga di rumah untuk mengisi waktu luang.

Diketahui dari hasil penelitian terdapat responden dilihat dari frekuensi olahraga adalah 3x/minggu sebanyak 40 responden (48,2%), 1x/minggu sebanyak 31 responden (37,3%), 4x/minggu sebanyak 6 responden (7,2%) dan 2x/minggu sebanyak 6 responden (7,2%).

Frekuensi aktivitas olahraga dikatakan baik apabila dilakukan selama 3-5x/minggu (Giriwijoyo, 2012). Yang dimaksud frekuensi olahraga adalah banyaknya latihan olahraga per satuan waktu. Latihan olahraga yang dilakukan 3-5x/minggu akan memberi efek yang berarti bagi kesehatan.

Tujuan dari olahraga yang dilakukan 3-5x/minggu, selain dapat mencegah gangguan penyakit, juga dapat menciptakan kestabilan taraf kesehatan agar dapat meningkatkan prestasi di luar bidang olahraga, misalnya prestasi kerja, prestasi sekolah, atau kuliah. Latihan yang cukup ini misalnya jogging,

(7)

bersepeda, berenang, tennis meja (Irianto, 2010).

Olahraga dengan frekuensi yang benar akan menjaga stamina dan ketahanan aliran darah seseorang terjaga. Stamina akan menurun kembali setelah 48 jam tidak melakukan latihan. Sebelum stamina dan ketahanan menurun kembali diusahakan berlatih fisik (Giriwijoyo, 2012).

Kebiasaan olahraga baik pada siswi SMP Negeri 2 Demak juga dilihat dari segi durasi olahraga. Durasi olahraga dikatakan baik jika total durasi olahraga yang dicapai adalah 30-60 menit (Giriwijoyo, 2012).

Dilihat dari hasil penelitian bahwa durasi olahraga yang dilakukan siswi SMP Negeri 2 Demak, sebagian dari responden melakukan olahraga 60 menit yaitu sebanyak 40 responden (48,2%). Hal tersebut dikarenakan durasi saat jam mata pelajaran optimalnya adalah 60 menit serta ekstrakulikuler di sekolah juga dilakukan 60 menit. Jadi sebagian siswi SMP Negeri 2 Demak melakukan olahraga 60 menit pada saat jam mata pelajaran di sekolah maupun pada saat ekstrakulikuler.

Pastikan setiap sesi tidak lebih lama dari 60 menit diselingi dengan istirahat. Pastikan juga mengkonsumsi makanan dan minuman yang menambah energi. Jika lari lebih dari 60 menit, punggung dan otot kaki bisa mengalami sakit atau nyeri, melakukan aktivitas olahraga yang berlangsung selama berjam-jam lamanya akan membutuhkan waktu pemulihan tubuh yang lama. Peningkatan denyut jantung menunjukkan bahwa beraktivitas olahraga sudah terlalu berat (Hestianingsih, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 37 responden (44,6%) melakukan kebiasaan olahraga tidak baik, hal ini disebabkan karena siswi yang tidak mengikuti ektrakulikuler wajib yaitu pada siswi kelas VIII dan IX, dapat dilihat dari segi frekuensi olahraga dan durasi olahraga siswi SMP Negeri 2 Demak.

Diketahui dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian kecil dari responden melakukan olahraga 1x/minggu sebanyak 31 responden (37,3%). Hal ini dikarenakan bahwa siswi tersebut hanya melakukan olahraga pada saat jam mata pelajaran saja yaitu 1 kali dalam seminggu dan tidak mengikuti ekstrakurikuler wajib maupun pilihan.

Melakukan olahraga dengan frekuensi terlalu rendah dari kemampuan kondisi tubuh akan menurunkan tingkat kebugaran jasmani. Namun yang perlu diketahui, olahraga dengan frekuensi <3x/minggu akan lebih banyak berdampak negatif pada tubuh (Qoriah, 20011).

Kebiasaan olahraga tidak baik pada siswi SMP Negeri 2 Demak juga dilihat dari segi durasi olahraga. Durasi olahraga dikatakan tidak baik jika total durasi olahraga yang dicapai adalah selama <30 - >60 menit (Giriwijoyo, 2012).

Diketahui dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswi SMP Negeri 2 Demak sangat sedikit responden melakukan olahraga selama 90 menit sebanyak 12 responden (14,5%) dan 120 menit sebanyak 2 responden (2,4%). Hal ini dikarenakan siswi SMP Negeri 2 Demak adalah atlet olahraga di sekolah yang melakukan latihan berlebihan.

Olahraga berlebihan justru berdampak buruk bagi kesehatan karena tubuh memiliki ambang batas ketahanan. Hal ini akan membuat performan siswi justru menurun. Kejadian otot nyeri setelah berolahraga adalah suatu hal yang wajar dan akan lenyap dengan sendirinya. Tetapi, bukan suatu hal yang normal apabila merasakan nyeri otot yang berkepanjangan setelah berolahraga.

Olahraga memang baik bagi tubuh. Namun jika kegiatan ini dilakukan dalam durasi >60 menit akan sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama pada jantung. Jika jantung bekerja terlalu berat dan dalam waktu yang sangat lama dikhawatirkan akan menciderai otot jantung. Olahraga dalam durasi terlalu lama, amat tidak disarankan karena dapat merusak dari fungsi jantung orang tersebut. Keadaan yang demikian dapat berimbas pada cideranya otot jantung (fibrosis) yang membuat detak jantung menjadi tidak beraturan (aritmia) yang dapat mengancam jiwa orang tersebut (Qoriah, 2011).

Saat berolahraga, denyut nadi akan meningkat sesuai dengan intensitas latihan yang dilakukan. Nilai denyut nadi latihan yang normal bisa berbeda-beda, bergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan. Cara mudah mengetahuinya adalah dengan memperhatikan cara bernapas ketika berlatih. Jika pernapasan tersengal-sengal, bahkan tidak bisa berbicara ketika berolahraga, berarti intensitas latihan

(8)

Diketahui dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat responden dilihat dari jenis olahraga adalah jogging sebanyak 23 responden (23,2%), senam sebanyak 19 responden (19,2%), basket sebanyak 19 responden (19,2%), renang sebanyak 12 responden (12,1%), badminton sebanyak 10 responden (10,1%), volly sebanyak 8 responden (8,1%), tenis lapangan sebanyak 4 responden (4%), taekwondo sebanyak 2 responden (2,0), lari sebanyak 1 responden (1%) dan tenis meja sebanyak 1 responden (1%). Dilihat dari hasil penelitian diketahui sebagian dari responden melakukan olahraga jogging yaitu sebanyak 23 responden (23,2%). Hal ini dikarenakan olahraga jogging ini adalah olahraga wajib bagi siswi sebelum melakukan olahraga permainan.

Jenis olahraga yang dipilih haruslah berirama. Maksudnya pilihlah olahraga yang membuat otot ditubuh berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. Misalnya: jogging, bersepeda, senam, berenang. Dengan adanya kontraksi dan relaksasi otot yang teratur, maka metabolisme akan berjalan lebih baik dan lemak ditubuh akan mudah terbakar. Selain itu, jantung akan memompa darah dengan stabil. Bermain sepak bola, taekwondo, basket, volly, futsal, tenis tidak termasuk karena banyak berhenti dan terlalu memacu jantung untuk memompa darah lebih berat dari biasanya. Setiap olahraga yang dipilih sebaiknya dilakukan sesuai dengan kemampuan. Jika tidak, hal ini tentu akan memperberat tubuh terutama kinerja jantung (Sumosardjuno, 2008).

Latihan olahraga yang baik adalah latihan yang digunakan untuk mencapai kesegaran jasmani dengan kebutuhan tiap individu. Apabila tubuh tidak digunakan olahraga atau sedikit olahraga maka kerja paru menjadi tidak efisien, jantung melemah, kelemahan pembuluh darah berkurang, ketegangan otot berkurang dan seluruh tubuh menjadi lemah (Giriwijoyo, 2012).

Olahraga yang baik adalah olahraga yang menguji serta meningkatkan daya tahan. Jika sudah di luar batas rutinitas olahraga, hasilnya tidak akan baik. Terutama jika cenderung memaksakan diri sendiri melebihi batas kemampuan bisa mencederai diri sendiri. Jika memaksakan untuk berolahraga keras melebihi kemampuan sendiri, tubuh akan goyah dan gerakan olahraga pun terputus-putus. Olahraga

yang berlebihan bisa menyebabkan cedera pada otot dan jaringan lemak.

Kebiasaan olahraga sangat berguna untuk menjaga tubuh selalu bugar, sehingga tidak gampang terkena penyakit. Namun jika berlebihan sampai jantung berdebar-debar, efeknya kurang menguntungkan sebab kerja otot akan melambat (Hestianingsih, 2012).

Gambaran Kejadian Dismenore pada Siswi SMP Negeri 2 Demak Tahun 2014

Siswi SMP Negeri 2 Demak yang mengalami Dismenore yaitu sebanyak 35 responden (42,2%) dan tidak mengalami Dismenore sebanyak 48 responden (57,8%).

Dalam penelitian ini sebagian responden (42,2%) 35 siswi mengalami Dismenore. Hal ini disebabkan karena kemungkinan usia

menarche yang dialami siswi SMP Negeri 2

Demak adalah <13 tahun. Peneliti melihat kemungkinan penyebab Dismenore tersebut karena dilihat dari karakteristik usia siswi SMP Negeri 2 Demak didapatkan sebagian kecil dari responden yaitu sebanyak 29 siswi (34,9%) yang sudah mengalami menarche.

Pada dasarnya usia menarche satu individu dengan lainnya tidak sama hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti adanya perbedaan status gizi, status ekonomi, pendidikan, genetik dan juga karena keadaan lingkungan (Ginarhayu, 2002).

Usia menarche dapat menggambarkan aspek kesehatan dalam suatu populasi terutama mengenai kesehatan reproduksi pada perempuan. Alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya, namun bila menarche terjadi pada usia yang lebih dini (<13 tahun) dimana alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim maka akan timbul rasa sakit yang hebat ketika menstruasi (Shanon, 2006).

Pada fase haid terjadi peningkatan

prostlagandin F2 akibat dari penurunan

hormon estrogen dan progesteron.

Prostaglandin F2 ini berfungsi merangsang

kontraksi ritmik ringan miometrium (lapisan otot polos) uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah haid dari rongga uterus melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi

prostaglandin F2 yang berlebihan yang

(9)

Hal ini sesuai dengan teori Prawirohardjo (2008) yang menyatakan bahwa pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan tonus otot dan kontraktilitas otot usus. Penjelasan lain diberikan oleh Cliteroe dan Pickles, mereka menyatakan bahwa karena karena endometrium dalam fase sekresi mmproduksi

prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi

otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore dijumpai efek umum seperti diarea, nausea, muntah dan flushing.

Pada hasil penelitian didapatkan juga sekitar (57,8%) 48 siswi yang tidak mengalami Dismenore, peneliti melihat kemungkinan penyebab tidak adanya Dismenore pada siswi SMP Negeri 2 Demak karena status gizi siswi yang baik. Status gizi remaja perempuan selain akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan haid, tetapi akan membaik bila asupan nutrisinya baik.

Menurut Paath (2004) remaja perempuan perlu mempertahankan status gizi yang baik, dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat haid. Pada saat haid fase luteal akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Bila hal ini diabaikan maka dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus haid.

Analisis Bivariat

Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi di SMP Negeri 2 Demak Tahun 2014

Dari 83 responden didapatkan responden dengan olahraga baik yang mengalami Dismenore yaitu sejumlah 4 responden (8,7%) dan responden dengan olahraga tidak baik yang mengalami Dismenore yaitu sejumlah 31 responden (83,8%). Sedangkan responden dengan olahraga baik yang tidak mengalami Dismenore yaitu sejumlah 42 responden (38,5%) dan responden dengan olahraga tidak baik yang tidak mengalami Dismenore sejumlah 6 responden (9,5%).

Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai p-value 0,00001 < α (0,05), maka Ho ditolak dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore pada siswi di SMP Negri 2 Demak Tahun 2014. Adanya hubungan kebiasaan olahraga terhadap kejadian dismenore dapat disebabkan karena olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya rasa nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan hormon endorphin. Hormon endorphin dihasilkan oleh otak dan susunan syaraf tulang belakang.

Sesuai dengan teori Harry (2007) mengenai pemahaman mekanisme nyeri adalah ditemukannya reseptor opiate di membran sinaps dan kornudorsalis medulla spinalis. Terdapat tiga golongan utama peptide opioid

endogen, yaitu golongan enkefalin,

beta-endorfin, dan dinorfin. Beta-endofin yang dikeluarkan saat melakukan olahraga dan sangat efektif untuk mencegah timbulnya rasa nyeri. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami, sehingga menimbulkan rasa nyaman.

Pada hasil penelitian dapat tergambar bahwa siswi dengan olahraga baik yang tidak Dismenore lebih banyak yaitu sejumlah 42 siswi (38,5%). Peneliti melihat bahwa hal ini disebabkan karena siswi yang membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur dapat meringankan rasa tidak nyaman termasuk Dismenore karena dapat membantu relaksasi saat fase haid.

Salah satu cara yang efektif untuk mencegah Dismenore adalah dengan cara melakukan olahraga. Beberapa latihan fisik dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredaran darah. Olahraga yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali seminggu. Perempuan yang melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan sekresi hormon endhorphin yaitu penghilang nyeri alami ke dalam aliran darah sehingga dapat mengurangi Dismenore (Mutohir, 2004).

Dismenore disebabkan karena kontraksi uterus yang berlebihan dan emosi yang tidak stabil pada remaja putri. Hal ini dikarenakan pasokan oksigen ke pembuluh darah disekitar organ reproduksi mengalami vasokontriksi,

(10)

oksigen tidak dapat disalurkan ke pembuluh-pembuluh darah organ reproduksi yang saat itu terjadi vasokontriksi. Bila wanita teratur melakukan olahraga, maka wanita tersebut dapat menyediakan oksigen hampir 2 kali lipat per menit sehingga oksigen tersampaikan ke pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi dan dengan melakukan olahraga tubuh manusia akan mengeluarkan hormon endorfin yang dilepaskan di sirkulasi darah dan membuat aliran darah disekitar rahim menjadi lancar sehingga dapat menurunkan rasa nyeri.

Dari hasil penelitian ini dapat tergambar hampir seluruh dari responden yaitu 31 siswi (83,8%) dengan olahraga tidak baik yang mengalami Dismenore, hal ini disebabkan karena siswi yang melakukan kebiasaan olahraga tidak baik cenderung tidak dapat menyediakan oksigen hampir 2x lipat per menit ke pembuluh darah sehingga ketika siswi mengalami dismenore, oksigen tidak dapat disalurkan ke pembuluh-pembuluh darah organ reproduksi yang mengalami vasokontriksi.

Kejadian dismenore akan meningkat pada wanita yang kurang melakukan olahraga, sehingga ketika wanita mengalami dismenore, oksigen tidak dapat disalurkan ke pembuluh-pembuluh darah organ reproduksi yang saat itu terjadi vasokontriksi. Bila wanita teratur melakukan olahraga, maka wanita tersebut dapat menyediakan oksigen hampir 2 kali lipat per menit sehingga oksigen tersampaikan ke pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi. Hal itu akan menyebabkan terjadinya penurunan kejadian dismenore dengan teratur berolahraga (Tjokronegoro, 2004).

Dari hasil analisis uji chi square yang menghubungkan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore dapat tergambar bahwa kebiasaan olahraga mempunyai pengaruh yang cukup (p-value 0,00001 < α (0,05) ) terhadap munculnya gejala suatu penyakit, hal ini karena dengan olahraga rutin terjadi peningkatan volum darah yang mengalir ke seluruh tubuh, termasuk organ reproduksi. Sehingga memperlancar pasokan oksigen ke pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi, sehingga nyeri dismenore dapat berkurang. Dari hasil Odds Ratio menunjukkan bahwa siswi yang melakukan kebiasaan olahraga yang tidak baik mempunyai peluang 2,010 kali untuk mengalami Dismenore.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desi, tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Dismenore, ini menunjukkan bahwa timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan sebenarnya bermula dari kebiasaan olahraga yang dialami oleh penderita dan ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan timbulnya penyakit Dismenore (Nataria, 2012).

Keterbatasan Penelitian

Untuk mengetahui Dismenore yang dimiliki oleh seseorang tidak dilakukan pengukuran dan pemeriksaan secara klinis, peneliti hanya menggunakan kuesioner berupa pertanyaan sehingga hasil yang didapat hanya bersifat subjektif.

Untuk mengetahui kebiasaan olahraga yang dimiliki oleh seseorang tidak dilakukan pengukuran intensitas olahraga, peneliti hanya mengukur frekuensi dan durasi karena keterbatasan konsep takaran olahraga.

Hasil ukur kebiasaan olahraga hanya mengacu pada satu konsep yang menitikberatkan frekuensi dan durasi olahraga untuk semua umur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kebiasaan olahraga siswi SMP Negeri 2 Demak sebagian dari responden melakukan olahraga baik sebanyak 46 siswi (55,4%) dan olahraga tidak baik sebanyak 37 responden (44,6%).

Kejadian Dismenore siswi SMP Negeri 2 Demak sebanyak 35 siswi (42,2%) dan sebagian tidak mengalami Dismenore sebanyak 48 siswi (57,8%).

Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore pada siswi di SMP Negeri 2 Demak 2014 dengan nilai p-value = 0,00001 < α (0,05), dengan nilai Contingency Coefficient 0,453 dan Odds Ratio 2,010.

Saran

Instansi hendaknya bekerja sama dengan instansi terkait atau tenaga kesehatan untuk memberikan informasi mengenai Dismenore kepada siswi SMP Negeri 2 Demak.

Dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya pada remaja tentang kesehatan reproduksi dalam mencegah

(11)

Dismenore pada saat menstruasi dengan cara melakukan olahraga 3-5x/minggu dengan durasi 30-60 menit.

Bagi peneliti selanjutnya mengenai Dismenore sebaiknya memperhatikan intensitas olahraga, tidak hanya frekuensi dan durasi olahraga saja.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Amiruddin, Ridwan, 2005. Studi

Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Terhadap Kelainan kesehatan Pada Ibu Hamil yang dibuka pada www//http.studi

pemanfaatan go.id. dibuka pada tanggal 27 mei 2014

[2] Baradero, M., Dayrit, M., & Siswadi. 2007. Gangguan Sistem Reproduksi dan

Seksualitas. Jakarta : EGC

[3] Chandra, B. 2009. Biostatistik Untuk

Kedokteran & Kesehatan. Jakarta : EGC

[4] Dahlan, Muhamad Sopiyudin. 2013.

Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

[5] Dariyo, A. 2004. Psikologi

Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia

Indonesia

[6] Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk. 2010. Remaja

Genre dan Perkawinan Dini. Diakses

tanggal 5 Maret 2014 jam 08.45 WIB, dari http://repository.maranatha.edu/2368/ 3/0710204_Chapter1.PDF

[7] Giriwijoyo, S. 2012. Ilmu Kesehatan

Olahraga. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

[8] Irianto, Djoko Pekik. 2010. Panduan

Latihan Kebugaran. Yogyakarta: Lukman

Offset

[9] Karim, F. 2012. Panduan Kesesatan

Olahraga bagi Petugas Kesehatan.

Diakses tanggal 17 Februari 2014 jam 15.10 WIB, dari related:file.upi.edu/ Direktori/FPOK/JUR._PEND._KEPELA TIHAN/2011/194607181985111-

[10] Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. 2012.

Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Salemba

[11] Lutan, R. 2010. Pendidikan Kebugaran Jasmani. Jakarta : Depdiknas

[12] Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan,

penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.

Jakarta : EGC

[13] Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

[14] Morgan, G. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC

[15] Mutohir, T.C. 2004. Olahraga dan

Pembangunan. Proyek Pengembangan

dan Keserasian Kebijakan Olahraga Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional

[16] Nataria, D. 2011. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian dismenore pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Diakses tanggal 17

Februari 2014 jam 15.00 WIB, dari related:www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1ke dokteran/207311124/Cover.pdf faktor-faktoryangberhubungandengankejadiandis menore.pdf

[17] Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta

[18] Paath, Erna Francin. 2004. Gizi dalam

kesehatan reproduksi . Jakarta : EGC

[19] Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

[20] Purwaningsih, W. 2010. Asuhan

Keperawatan Maternitas. Yogyakata :

Nuha Medika

[21] Santjaka, Aris.2011. Statistik untuk

Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha

Medika

[22] Sedyaningsih, E.R. 2010. Riset Kesehatan

Dasar 2010. Diakses tanggal 5 Maret

2014 jam 08.30 WIB, dari http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Ha sil%20Penelitian/Karakteristik%20Demo grafis/2011/Kajian%20Profil%20Pendudu

(12)

[23] Sugiyono. 2008. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

[24] Sumosardjuno, S. 2008. Pengetahuan

Praktis Kesehatan dan Olahraga. Jakarta:

Percetakan PT Gramedia

[25] Tjokronegoro, E. 2004. Pendidikan

Jasmani dan Olahraga. Jakarta : PT.

Rajagrafindo Persada

[26] Wahyuni, Dwi, dkk. 2011. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kependudukan-BKKBN. Diakses tanggal

5 Maret 2014 jam 08.15 WIB, dari http://www.bkkbn.go.id/publikasi/Docum ents/Policy%20brief%20remaja%20%20p erkawinan%20dini.pdf

[27] Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

[28] Widyastuti, Y., Rahmawati, A., & Purnamaningrum, Y.E. 2009. Kesehatan

Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

[29] Wirakusumah, F.F. 2010. Obsetri

Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, kegiatan pelatihan yang seharusnya perlu dilakukan oleh PT X dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sehingga bermanfaat

Jadi, Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman...

Sistem Transmisi berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pembanngkit tenaga listrik yang jauh dari pusat-pusat beban, dan juga untuk saluran interkoneksi antara

Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Standar

Figure 5 shows the results of the camera calibration using each of the six distortion models and the results show the proportional accuracy normalized by the standard

MoU selaku gentlemen agreement maksudnya tidak sama dengan perjanjian biasa walaupun dibuat secara notarial, serta hanya sebatas pengikatan moral biasa, dalam arti

Untuk kegiatan pemindahan karung produk ke pengemasan, pemindahan kardus dari pengepakan ke meja penalian dan ke pallet hasil LI &gt;1, yaitu 2,9486, 7,5228 dan

Dengan demikian pendekatan pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu para guru agar dapat mengaitkan pelajaran dengan kenyataan peserta didik, untuk mendorong