Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 1
3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN)
3.4.1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH NASIONAL
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyam wn, produktif, dan berkelanjutan;
b. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
d. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam
rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang;
f. Pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
g. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah;
h. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan
i. Pertahanan dan keamanan Negara yang dinamis serta integrasinasional
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi:
1. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:
a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertum buhan ekonomi wilayah yang merata
dan berhierarki, dengan strategi:
Menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaandan kawasan
perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah disekitarnya;
Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat
pertumbuhan;
Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan
BAB. III
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 2 Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif
dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi,
energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan merata diseluruh wilayah nasional, dengan strategi:
Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan
transportasi darat, laut,dan udara;
Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi;
Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan
secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan
sumberdaya air;dan
Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem
jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.
2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi:
a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung:
1) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan strategi:
Menetapkan kawasan lindung diruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
didalam bum i;
Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi
ekosistemnya;dan
Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah.
2) Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkankerusakan
lingkungan hidup, dengan strategi:
Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;
Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak
negative yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 3
lain yang dibuang kedalamnya;
Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkanlingkungan hidup tidak
berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin
kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
Mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya;dan
mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan
rawan bencana.
b. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya:
1) Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya,
dengan strategi:
Menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional untuk pemanfaatan
sumberdaya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pem anfaatan ruang wilayah;
Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalamk awasan beserta prasarana secara
sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan
wilayah sekitarnya;
Mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan
keamanan,sosial budaya,serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mewujudkan
ketahanan pangan nasional;
Mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulauuntuk meningkatkan
daya saing dan mewujudkan skala ekonomi;dan
Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumberdaya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi
di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan/atau
landas kontinen untuk meningkatkan perekonomian nasional.
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 4
daya tamping lingkungan, dengan strategi:
Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana
untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
Mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan mengoptimalkan
pemanfaaatan ruang secara vertical dan kompak;
Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
dari luas kawasan perkotaan; dan
Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan
metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan
perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan disekitarnya.
Mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau
kecil.
c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional:
1) Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan
dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan
bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional, degan strategi:
Menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung;
Mencegah pem anfaatan ruang dikawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi
fungsi lindung kawasan;
Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis nasional yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan;
Membatasi pengembangan prasarana dan sarana didalam dan disekitar kawasan strategis
nasional yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;
Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan strategis nasion al
yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan
kawasan budidaya terbangun;dan
M erehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 5
Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM kabupaten/kota
adalah sebagai berikut :
a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Kriteria:
1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensisebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor
atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,
2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala
nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau,
3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala
nasional atau melayani beberapa provinsi.
b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Kriteria :
1. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor
yang mendukung PKN,
2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau
3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala
provinsi atau beberapa kabupaten.
c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Kriteria:
1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,
2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan
negara tetangga,
3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah
sekitarnya, dan/atau
4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 6
d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:
1. Pertahanan dan keamanan,
a. Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan
geostrategi nasional,
b. Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan
peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau
kawasan industri sistem pertahanan, atau
c. Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
Berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.
2. Pertumbuhan ekonomi,
a. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,
b. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,
c. Memiliki potensi ekspor,
d. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,
e. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,
f. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan nasional,
g. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
Mewujudkan ketahanan energi nasional, atau
h. Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
3. Sosial dan budaya
a. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,
b. Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,
c. Merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,
d. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,
e. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau
f. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 7
b. Pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional,
Pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir
c. Memiliki sumber daya alam strategis nasional
d. Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa
e. Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau
f. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,
b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang
c. ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,
d. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang
menimbulkan kerugian negara,
e. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro
f. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup
g. rawan bencana alam nasional
b. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap
kelangsungan kehidupan.
3.4.2 RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan landasan hukum dan acuan spasial bagi pemanfaatan ruang
dan pengendaliannya. Menurut PP nomor 26 tahun 2008, mengenai rencana struktur ruang wilayah
nasional, bahwa struktur ruang nasional terdiri atas:
1. Sistem Perkotaan Nasional
Sistem perkotaan nasional merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam struktur ruang. Sistem
perkotaan nasional dibagi menjadi tiga bagian, yakni PKN (Pusat Kegiatan Nasional), PKW (Pusat
Kegiatan Wilayah), dan PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Selain sistem perkotaan nasional dikembangkan
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 8
a. Kriteria dari PKN (Pusat Kegiatan Nasional) adalah sebagai berikut:
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala
nasional atau melayani beberapa provinsi.
b. Kriteria dari PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) adalah segai berikut:
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani
skala provinsi atau beberapa kabupaten.
c. Kriteria dari PKL (Pusat Kegiatan Lokal) adalah sebagai berikut:
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani
skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
d. Kriteria dari PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional)
pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara
tetangga;
pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan
dengan negara tetangga;
pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah
sekitarnya; dan/atau
pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 9
2. Sistem Jaringan Transportasi Nasional
Transportasi merupakan salah satu aspek yang mendukung suatu pembangunan. Keterpaduan
sistem jaringan transportasi menjadi salah satu tujuan secara nasional. Maka dari itu dalam rencana
struktur ruang wilayah nasional, sistem jaringan transportasi terdiri atas:
1) Sistem jaringan transportasi darat;
Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan nasional, jaringan jalur kereta api,
dan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.
2) Sistem jaringan transportasi laut
Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran.
3) Sistem jaringan transportasi udara.
Sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk
penerbangan.
3. Sistem Jaringan Energi Nasional
Sistem jaringan energi nasional terdiri atas:
1) Jaringan pipa minyak dan gas bumi
Jaringan pipa minyak dan gas bumi dikembangkan untuk:
a. menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan dan/atau
tempat penyimpanan; atau
b. menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang pengolahan atau tempat penyimpanan ke
konsumen.
2) Pembangkit tenaga listrik
Pembangkittenagalistrikdikembangkanuntuk memenuhipenyediaantenaga listrik sesuai dengan
kebutuhan yang mampu mendukung kegiatan perekonomian.
3) Jaringan transmisi tenaga listrik.
Jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrikantarsistemyang
menggunakan kawat saluran udara,kabel bawah tanah, atau kabel bawah laut.
4. Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional
Sistem jaringan telekomunikasi nasional terdiri atas:
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 10
Jaringan terestrial dikembangkan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan
telekomunikasi di seluruh wilayah nasional.
2) Jaringan satelit.
Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi nasional melalui
satelit komunikasi dan stasiun bumi.
5. Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan
cekungan air tanah. Wilayah sungai dan cekungan air tanah lintas negara ditetapkan dengan kriteria
melayani kawasan perbatasan negara atau melintasi batas negara.
3.4.3 RENCANA POLA RUANG WILAYAH NASIONAL
Menurut PP nomor 26 tahun 2008, Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional terdiri atas:
1. Kawasan Lindung Nasional
Kawasan lindung nasional terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasanbawahannya, terdiri atas:
1. kawasan hutan lindung;
2. kawasan bergambut; dan
3. kawasan resapan air.
b. kawasan perlindungan setempat, terdiri atas:
1. sempadan pantai;
2. sempadan sungai;
3. kawasan sekitar danau atau waduk; dan
4. ruang terbuka hijau kota.
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, terdiri atas:
1. kawasan suaka alam;
2. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya;
3. suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut;
4. cagar alam dan cagar alam laut;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 11
6. taman nasional dan taman nasional laut;
7. taman hutan raya;
8. taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan
9. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
d. kawasan rawan bencana alam, terdiri atas:
1. kawasan rawan tanah longsor;
2. kawasan rawan gelombang pasang; dan
3. kawasan rawan banjir
e. kawasan lindung geologi, terdiri atas:
1. kawasan cagar alam geologi;
2. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
3. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
f. kawasan lindung lainnya, terdiri atas:
1. cagar biosfer;
2. ramsar;
3. taman buru;
4. kawasan perlindungan plasma nutfah;
5. kawasan pengungsian satwa;
6. terumbu karang; dan
7. kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi
2. Kawasan Budidaya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional.
Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional ditetapkan sebagai kawasan andalan. Nilai
strategis nasional meliputi kemampuan kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan
dan wilayah disekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah.
Kawasan andalan terdiri atas:
a. Kawasan andalan darat, terdiri dari:
1 ) Kawasan andalan berkembang
Kawasan andalan berkembang ditetapkan dengan kriteria:
a. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 12
lima persen);
c. Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk
provinsi;
d. Memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau bandar udara,
prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi kawasan; dan
e. Memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/atau sudah ada minat investasi.
2) Kawasan andalan prospektif berkembang.
Kawasan andalan prospektif berkembang ditetapkan dengan kriteria:
a. Memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan;
b. Memiliki kontribusi terhadap produk domestic bruto paling sedikit 0,05% (nol koma nol
lima persen);
c. Memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat persen) pertahun;
d. Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah
penduduk provinsi;
e. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut, dan prasarana lainnya yang
belum memadai; dan
f. memiliki sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan.
b. Kawasan andalan laut.
Kawasan andalan laut ditetapkan dengan kriteria:
a. Memiliki sumberdaya kelautan;
b. Memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
c. Memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional.
3.2 ARAHAN RTRW PULAU JAWA DAN PULAU BALI
RTRW Pulau Jawa – Bali disusun untuk meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah di Pulau
Jawa dan Pulau Bali serta mensinergiskan rencana tata ruang antar daerah dan RTRW Nasional.
Sasaran penyusunan RTRW Pulau Jawa – Bali sebagai berikut :
a. Terwujudnya ladasan hukum yang mengikat bagi pemerintah dan pemerintah daerah sesuai tugas
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 13
b. Terarahnya pengembangan Pulau Jawa-Bali secara lebih terpadu dan sinergis sebagai kesatuan
kegiatan sosial, ekonomi dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya
dukung lingkungannya.
c. Terlaksananya pembangunan lintas sektor dan lintas provinsi secara lebih efektif dan efisien serta
konsisten dengan kebijakan nasional yang memayunginya.
d. Tersedianya landasan pencapaian keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas wilayah
provinsi dan lintas sekor guna mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang optimal.
e. Tersedianya acuan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah
provinsi.
Tabel 3.1
Sinkronisasi Arahan Struktur Tata Ruang Provinsi Banten Dalam RTRWN
No. Hirarkhi Kota
Nama Kota Dalam Sistem Hirarki Kota Keterangan
RTRWN RTRW Provinsi Banten
2002-2017
PP No. 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 14
RTRW Pulau Jawa-Bali mempunyai peranan yang sangat penting, sebagai alat untuk mensinergiskan
aspek-aspek yang menjadi kepentingan Nasional dan sebagaimana yang direncanakan dalam RTRW
dengan aspek-aspek yang menjadi kepentingan daerah sebagaimana dalam RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/Kota.
Arah kebijakan RTRW Pulau Jawa-Bali difokuskan pada beberapa hal berikut.
a. Mempertahankan Pulau Jawa-Bali sebagal lumbung pangan Nasional melalui berbagaiupaya
menetapkan dan mempertahankan kawasan produksi pangan.
b. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung yang semakin terdesak oleh kegiatan
budidaya hingga mencapai luasan minimal 30% dan keseluruhan luas wilayah Pulau Jawa-Bali,
khususnya Pulau Jawa Bagian Selatan dan Pulau Bali Bagian Tengah.
b. Mempertahankan sumber-sumber air dan merehabilitasi daerah resapan air untuk menjaga
ketersediaan airsepanjang tahun.
c. Mengendalikan pertumbuhan pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan yang berpotensi
menganggu kawasa-kawasan yang rawan bencana serta mengancam keberadaan kawasan
lindung dan kawasan produksi pangan melalul pengendalian aspek kependudukan dan kegiatan
sosial-ekonominya.
d. Mengendalikan secara ketat pengembangan industri ke dalam zona-zona dan kawasan- kawasan
industri yang telah ditetapkan.
e. Mengintegrasikan kegiatan industri ke dalam zona-zona dan kawasan-kawasan industri yang telah
ditetapkan.
f. Mendorong pusat-pusat permukiman perkotaan sebagai pusat pelayanan jasa koleksi dan
distribusi di Pulau Jawa-Bali.
g. Mengembangkan zona-zona pemanfaatan minyak dan gas untuk wilayah perairan laut dan/atau
lepas pantai.
h. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan cagar budaya.
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 15
3.4.1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
a.3.1.1 TUJUAN PENATAAN RUANG
Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
khususnya Pasal 3, maka tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Tujuan perwujudan tersebut diterjemahkan lebih lanjut dengan :
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.
Secara lebih operasional dalam PP No.26/2008 tentang RTRWN, khususnya Pasal 2 dikemukakan
bahwa penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan :
a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
b. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
d. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang;
f. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
g. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah;
h. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan
i. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 16
penataan ruang wilayah Provinsi Banten adalah Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Banten adalah
Mewujudkan Ruang Wilayah Banten sebagai Pintu Gerbang Simpul Penyebaran Primer
Nasional-Internasional yang Aman, Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan melalui pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan yang mendukung ketahanan pangan, industri, dan pariwisata. Tujuan tersebut
kemudian dijabarkan kedalam bentuk kebijakan dan strategi pengembangan wilayah Provinsi Banten
untuk mewujudkan pola dan struktur ruang wilayah Provinsi Banten. Adapun kebijakan dan strategi
pengembangan dimaksud diuraikan pada sub bab berikutnya.
a.3.1.2 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
3.1.2.1 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
Kebijakan penataan ruang ini meliputi kebijakan pengembangan struktur ruang, kebijakan
pengembangan pola ruang, serta kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten.
A. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi Banten meliputi:
1. Peningkatan kualitas fungsi-fungsi penlayanan pada pusat-pusat pelayanan dalam wilayah
Provinsi Banten;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah Provinsi Banten yang merata dan
berhierarki, dan peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Provinsi Banten;
3. Peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah Provinsi Banten.
B. Kebijakan Pengembangan Pola Ruang
Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah Provinsi Banten akan meliputi kebijakan pengembangan
kawasan lindung dan kebijakan pengembangan kawasan budidaya.
a. Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Meliputi :
1. Peningkatan kualitas kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi perlindungannya;
2. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup;
3. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup.
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 17
b. Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi :
1. Peningkatan produktivitas kawasan budidaya;
2. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya;
3. Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan.
c. Kebijakan pengembangan kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil meliputi :
1. Pelestarian lingkungan pesisir dan laut termasuk sempadan pantai sebagai kawasan
lindung, serta memberikan hak masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai;
2. Peningkatan kualitas lingkungan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil;
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan laut, pesisir, dan
pulau-pulau kecil;
4. Peningkatan pemerataan nilai tambah melalui pemanfaatan sumberdaya laut, pesisir, dan
pulau-pulau kecil secara berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat lokal;
5. Peningkatan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil; dan
6. Pengembangan wisata bahari di pulau peruntukan pariwisata dan di pulau yang ada
permukimannya.
C. Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis
Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten meliputi:
1. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan
dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya nasional dan daerah;
2. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar
biosfer, dan ramsar;
3. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional
dan daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional dan
internasional;
4. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 18
5. Pelestarian dan peningkatan sosial budaya bangsa;
6. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
7. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
3.1.2.2 STRATEGI PENATAAN RUANG
Seperti halnya kebijakan penataan ruang, strategi penataan ruang inipun meliputi strategi
pengembangan struktur ruang, strategi pengembangan pola ruang, serta strategi pengembangan
kawasan strategis Provinsi Banten
A. Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan kualitas fungsi-fungsi pelayanan pada
pusat-pusat pelayanan dalam wilayah Provinsi Banten, meliputi :
1. Mengembangkan dan meningkatkan fasilitas dan sarana yang sesuai dengan fungsi dan hierarki
pusat-pusat pelayanan;
2. Mengembangkan fungsi atau kegiatan baru pada pusat-pusat pelayanan yang dapat meningkatkan
kualitas pelayanannya.
3. Mensinergikan pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Provinsi Banten dengan sistem pusat pelayanan
nasional (PKN dan PKW);
4. Mewujudkan pusat kegiatan wilayah baru yang dipromosikan (PKWp) pada pusat-pusat
pertumbuhan wilayah sebagai upaya sinergitas sistem pelayanan perkotaan nasional dan
pengembangan wilayah provinsi dan pengembangan wilayah kabupaten/kota.
Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah
Provinsi Banten yang merata dan berhierarki, dan peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Provinsi
Banten, meliputi:
1. Meningkatkan keterkaitan antar pusat atau antar kawasan perkotaan, keterkaitan antara pusat
atau kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan
kawasan sekitarnya;
2. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 19
3. Mengendalikan perkembangan kota atau perkotaan yang terletak di pesisir pantai utara;
4. Mewujudkan kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif
dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
5. Mengembangkan pusat penyebaran primer pelabuhan hub internasional bojonegara yang
didukung dengan berfungsinya kawasan-kawasan strategis provinsi dan jaringan jalan cincin
Provinsi Banten;
6. Mewujudkan jembatan selat sunda sebagai jalur transportasi nasional penghubung jawa
Sumatera yang terhubung dengan sistem jaringan jalan nasional lintas utara, tengah, dan selatan pulau
jawa di wilayah Provinsi Banten.
Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan
jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah
Provinsi Banten, meliputi:
1. Meningkatkan jaringan prasarana transportasi dan keterpaduan pelayanan transportasi darat,
laut, dan udara;
2. Meningkatkan jaringan energi listrik dengan pengembangan pembangkit tenaga listrik melalui
memanfaatkan sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan secara optimal;
3. Mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan jaringan energi/kelistrikan termasuk jaringan pipa
dan kabel dasar laut;
4. Mengembangkan prasarana telekomunikasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah;
5. Meningkatkan kuantitas dan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem
jaringan sumber daya air;
6. Mewujudkan sistem jaringan transportasi yang aman melalui perbaikan dan peningkatan
infrastruktur, penanganan kawasan banjir di permukiman wilayah Tangerang
(Jabodetabekpunjur), pengendalian ruang kawasan Bandara Soekarno Hatta, tertatanya sistem
jaringan energi, minyak dan gas alam, pengelolaan panas bumi, dan pemanfaatannya secara
aman;
7. Mewujudkan interaksi infrastruktur jaringan transportasi (jalan dan kereta api) di Provinsi Banten
yang nyaman sesuai ketentuan teknis, dan terhubung dengan sistem jaringan prasarana wilayah
provinsi/kabupaten/kota dan simpul transportasi antar moda di Kota Cilegon, Tangerang, dan
Bandara Panimbang melalui pembangunan jaringan jalan tol;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 20
pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.
B. Strategi Pengembangan Pola Ruang
Strategi pengembangan pola ruang wilayah Provinsi Banten terdiri atas strategi pengembangan kawasan
lindung dan strategi pengembangan kawasan budidaya.
1. Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Strategi pengembangan kawasan lindung berupa peningkatan kualitas kawasan lindung agar sesuai
dengan fungsi perlindungannya meliputi :
1. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budidaya dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan
ekosistem wilayah;
2. Meningkatkan kualitas kawasan hutan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, yaitu kawasan
hutan lindung dan kawasan hutan konservasi;
3. Mengendalikan bentuk-bentuk kegiatan yang berada di dalam kawasan lindung yang tidak sesuai
dengan fungsi perlindungan dan/atau dapat merusak fungsi perlindungan kawasan lindung.
4. Mewujudkan kawasan lahan pangan berkelanjutan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung;
5. Mewujudkan kawasan taman nasional dan kawasan lindung khususnya di wilayah banten selatan
yang memberi manfaat kepada masyarakat sekitarnya dan mendukung pengembangan lingkungan
hidup nasional dan internasional dalam rangka pengendalian perubahan iklim.
Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan
hidup meliputi :
1. Menetapkan kawasan lindung dan/atau fungsi perlindungan di ruang darat, ruang laut, ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi;
2. Menetapkan proporsi luas kawasan berfungsi lindung dalam wilayah Provinsi Banten paling sedikit
30% dari luas wilayah.
Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, meliputi :
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 21
2. Meningkatkan daya dukung lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya;
3. Meningkatkan kemampuan daya tampung lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lainnya yang dibuang ke dalamnya;
4. Mengendalikan terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan
perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam
menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
5. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan
generasi masa kini dan generasi masa depan;
6. Mewujudkan sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfatannya secara bijaksana,
dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya
7. Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan
bencana
Strategi pengembangan kawasan lindung berupa Perwujudan keterpaduan pemanfaatan dan
pengendalian ruang, meliputi:
a. Mengelola sempadan sungai untuk menjamin tidak terjadinya kerusakan pada pinggiran sungai dan
tidak terganggunya aliran sungai dan beban di kawasan sekitarnya;
b. Mengamankan, memelihara, dan mengembangkan hutan mangrove sebagai pengamanan terhadap
abrasi dan erosi pantai;
c. Mempertahankan kawasan cagar alam, kawasan hutan lindung, taman nasional, kawasan
konservasi laut bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan keberlanjutan; dan
d. Meningkatkan fungsi perlindungan kawasan setempat dan kawasan perlindungan bawahnya.
2. Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa peningkatan produktivitas kawasan budidaya,
meliputi :
1. Memanfaatkan lahan yang tidak atau kurang produktif yang berada di luar kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya sesuai dengan sifat dan kondisi lahannya;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 22
diversifikasi pertanian;
3. Mewujudkan kawasan budidaya melalui pengembangan hutan produksi, pertanian, perkebunan,
perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, dan kawasan peruntukan lainnya
secara produktif melalui pemberdayaan masyarakat di perkotaan dan perdesaan.
Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antar kegiatan budidaya, meliputi:
1. Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan budidaya beserta prasarana
pendukungnya secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian
kawasan dan wilayah sekitarnya dengan mengalokasikan ruang dan akses masyarakat
2. Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan,
sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mendukung
perwujudan ketahanan pangan;
4. Mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya
saing dan mewujudkan skala ekonomi;
5. Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di
wilayah laut kewenangan Provinsi Banten.
Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar
tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, meliputi:
1. Mengendalikan perkembangan kegiatan budidaya terbangun pada kawasan rawan bencana untuk
meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
2. Mengembangkan kawasan perkotaan dengan bangunan bertingkat terutama untuk
kegiatan-kegiatan dengan fungsi komersial atau bernilai ekonomi tinggi guna penghematan ruang dan
memberikan ruang terbuka pada kawasan tersebut;
3. Mengembangkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas wilayah kota;
4. Mengendalikan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat
pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 23
3. Strategi Pengembangan Kawasan Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa Pelestarian lingkungan pesisir dan
laut termasuk sempadan pantai sebagai kawasan lindung, serta memberikan hak masyarakat untuk
mendapatkan akses ke sempadan pantai meliputi :
1. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya secara terpadu melalui penyusunan tata ruang pesisir dan
laut dengan memperhatikan keterkaitan ekosistem darat dan laut dalam satu bioekoregion;
2. Mengoptimalkan dukungan pemda dan meningkatkan koordinasi antar pemda untuk mengantisipasi
perkembangan aktivitas ekonomi dan industri di wilayah pesisir dan laut banten yang berpotensi
merusak lingkungan;
3. Meningkatkan koordinasi antar sektor terkait dalam monitoring, pengawasan dan penegakan hukum
di bidang pengelolaan lingkungan;
4. Meningkatkan koordinasi penataan ruang, menata kembali peraturan perundangan dan penegakan
hukum dalam rangka pengendalian dampak negatif pencemaran yang diakibatkan oleh segenap
aktivitas ekonomi di wilayah pesisir dan laut;
5. Menyediakan sebagian kawasan sebagai kawasan lindung yang berfungsi sebagai penyangga
kehidupan;
6. Meningkatkan pendanaan pengelolaan lingkungan melalui penerapan pajak lingkungan terhadap
aktivitas ekonomi di wilayah pesisir;
7. Menyeimbangkan peningkatan dan pengembangan aktivitas ekonomi dan kelestarian sumberdaya
dan lingkungan pesisir dan laut;
8. Mengintegrasikan wilayah hulu dan hilir dalam rangka melindungi kawasan muara sungai, estuari,
dan kawasan lain di daerah pesisir.
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa Peningkatan kualitas
lingkungan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, meliputi :
1. Mengendalikan penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan pesisir dan laut melalui implementasi
tata ruang yang telah dilegalisasi;
2. Mewujudkan rehabilitasi kawasan yang terdegradasi dan kawasan penyangga.
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa Peningkatan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, meliputi:
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 24
mengelola lingkungan dan sumberdaya pesisir dan laut;
2. Mengupayakan mendorong masyarakat untuk menjadi bagian dari lembaga kontrol sosial untuk
monitoring aktivitas yang merusak lingkungan;
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa Peningkatan pemerataan nilai
tambah melalui pemanfaatan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan bagi
kesejahteraan masyarakat lokal, meliputi :
1. Mengoptimalkan dukungan pemda untuk memanfaatkan posisi strategis dan pertumbuhan ekonomi
bagi pembangunan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan;
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya berbasis karakteristik ekosistem dan lingkungan
lokal.
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa Peningkatan pengelolaan
kawasan pulau-pulau kecil, meliputi :
1. Mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulaupulau kecil;
2. Mengendalikan berbagai kegiatan yang mengakibatkan terganggunya ekosistem pada kawasan
pulau-pulau kecil;
3. Meningkatkan daya saing pulau-pulau kecil sesuai dengan potensinya serta meminimalkan
aspek-aspek penyebab ketertinggalan;
4. Mengembangkan sistem transportasi pembuka akses wilayah tertinggal dan terisolir khususnya
pada kawasan pulau-pulau kecil;
5. Mengalokasikan ruang untuk kepentingan umum pada pulau-pulau kecil sebagai upaya menghindari
penguasaan tanah secara keseluruhan.
Strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupaPengembangan wisata bahari di
pulau peruntukan pariwisata dan di pulau yang ada permukimannya, meliputi:
1. Memanfaatkan peluang pasar pada kawasan wisata bahari Daerah untuk pembangunan wilayah
pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil;
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi wisata bahari untuk menangkap peluang pasar domestik dan
internasional di Daerah sebagai pintu gerbang keluar dan masuk wilayah Ibukota DKI Jakarta;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 25
sumberdaya untuk menangkap peluang dan minat investasi di wilayah pesisir dan laut Daerah;
4. Mengoptimalkan ketersediaan infrastruktur yang memadai untuk menangkap pertumbuhan ekonomi
pada kawasan wisata bahari Daerah;
5. Meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai pelaku dan fungsi kontrol kegiatan pariwisata yang
ramah lingkungan;
6. Meningkatkan peran daerah sebagai regulator kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan;
7. Meningkatkan aktivitas pariwisata yang ramah lingkungan di lokasi strategis untuk menangkap
peluang pasar domestik dan internasional.
Untuk lebih jelasnya mengenai strategi pengembangan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil dituangkan
dalam arahan zonasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
C. Strategi Pengembangan Kawasan Strategis
Strategi pengembangan kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pelestarian dan peningkatan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional
dan daerah, meliputi :
1. Menetapkan kawasan strategis Provinsi Banten yang berfungsi lindung;
2. Mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan strategis Provinsi Banten yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan dan/atau menurunkan kualitas kawasan lindung;
3. Mengendalikan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis Provinsi Banten yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan dan/atau menurunkan kualitas kawasan lindung;
4. Mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis
Provinsi Banten yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;
5. Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis Provinsi Banten
yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan
budidaya terbangun; dan
6. Mewujudkan rehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 26
7. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang secara produktif dan berkelanjutan melalui
pengendalian pembangunan kawasan-kawasan strategis dan pengendalian ruang terbuka hijau di
wilayah kabupaten/kota.
Strategi pengembangan kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pelestarian dan peningkatan
nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar, meliputi :
1. Melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan ekosistemnya;
2. Meningkatkan kepariwisataan;
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4. Melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup.
Strategi pengembangan kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pengembangan dan
peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional dan daerah yang produktif,
efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional dan internasional, meliputi:
1. Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam, kegiatan budidaya
unggulan, dan posisi atau letak strategisnya sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;
2. Menciptakan iklim investasi yang kondusif;
3. Mengintensifkan promosi peluang investasi;
4. Memanfaatkan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;
5. Mengendalikan kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan dan efisiensi
pemanfaatan kawasan;
6. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi;
7. Mewujudkan penataan kawasan andalan melalui pemanfaatan ruang untuk pengembangan
kawasan industri dan pariwisata secara produktif;
8. Mewujudkan terbentuknya sinergisitas interaksi ekonomi wilayah hulu dan hilir pada pusat-pusat
pertumbuhan dengan pemasaran regional dan nasional melalui sistem jaringan transportasi wilayah
dan nasional.
Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten dari sudut kepentingan pengembangan
kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan
antar kawasan, meliputi:
1. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan;
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 27
3. Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat;
4. Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan;
5. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan kegiatan ekonomi;
6. Mewujudkan terselenggaranya interaksi kawasan-kawasan strategis nasional di Provinsi Banten
dengan penataan struktur ruang dan pola ruang di wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota
Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten dari sudut kepentingan pelestarian dan
peningkatan sosial budaya bangsa, meliputi:
1. Meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya bangsa yang mencerminkan jati diri yang
berbudi luhur;
2. Mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat;
3. Melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten dari sudut kepentingan pemanfaatan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
meliputi:
1. Mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau kegiatan turunan dari pemanfaatan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi;
2. Meningkatkan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
dengan kegiatan penunjang dan/atau turunannya;
3. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi
lingkungan hidup, dan keselamatan masyarakat.
Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Banten dari sudut kepentingan peningkatan fungsi
kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, meliputi:
1. Mendelineasikan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan kemanan
negara yang terletak di wilayah Provinsi Banten;
2. Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis untuk
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
3. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan
strategis sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis dengan kawasan budidaya
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 28
1. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang adalah :
1. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan
kepada arahan peraturan zonasi 28nsure provinsi, arahan perizinan, arahan pemberian insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.
2. Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan Kabupaten/Kota
berpedoman pada RTRWP.
4. Pemberian izin pemanfaatan ruang oleh Kabupaten/Kota yang berdampak besar dan/atau
menyangkut kepentingan nasional dan/atau provinsi, dikoordinasikan dengan Gubernur.
Strategi pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui penyelenggaraan koordinasi penataan
ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten.
3.1.2.3 RENCANA STRUKTUR RUANG PROVINSI BANTEN
Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi meliputi 28nsure perkotaan atau pusat permukiman dalam
wilayah, dan 28nsure jaringan prasarana wilayah yang mendukung. Pendekatan yang dipakai untuk
melakukan kajian dan penetapan 28nsure perkotaan atau pusat permukiman tersebut, adalah perpaduan
antara model frontier mercantile dan model staple export dalam teori organisasi pusat-pusat atau
organisasi kota-kota (JW Simmons, The Organization of The Urban System).
a. Model Frontier Mercantile, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau berhierarki
berdasarkan pola distribusi aliran barang atau jasa, dari pusat yang lebih tinggi hierarkinya hingga
pusat yang terendah hierarkinya.
b. Model Staple Export, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau berhierarki
berdasarkan pola pemasaran atau koleksi dari produksi di perdesaan dari pusat yang terendah
hierarkinya hingga ke pusat pemasaran yang lebih tinggi hierarkinya.
c. Model Industrial Specialization, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau
berhierarki berdasarkan keterkaitan antar 28nsure28y (input-output), keterkaitan 28nsure28y
dengan bahan baku, dan keterkaitan 28nsure28y dengan outlet pemasaran.
d. Model Social Change, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau berhierarki yang
karena perubahan 28nsure mengalami perubahan. Perubahan 28nsure disini terutama dikaitkan
dengan 28nsure-unsur amenity (penikmatan) yang banyak dijumpai di wilayah dengan kegiatan
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 29
Secara grafis, penjelasan tentang kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Dengan
memadukan antara kajian menurut masing-masing model tersebut, selanjutnya dapat disusun suatu pola
hierarki antar pusat-pusat tersebut sebagaimana contoh pada Gambar 3.2
Terkait dengan adanya penetapan PKN, PKW, dan PKL dalam RTRW, maka atas dasar pola hierarki
tersebut dapat diidentifikasikan penetapannya. Kemudian dengan melihat functional economic area atau
functional service area yang terbentuk menurut masing- masing pusat tersebut, dapat pula diindikasikan
wilayah pengaruh atau wilayah pengembangan yang “dilayani” oleh pusat tersebut. Sehubungan dengan
antisipasi atau prediksi ke depan yang hendak dituangkan dalam program pengembangan struktur ruang
tersebut, maka terhadap masing-masing pusat terlebih dahulu dapat dikaji kelengkapan sarana/fasilitas
dan fungsi-fungsi yang diembannya, seperti dengan metode skalogram. Pembandingan antara hasil
kajian dengan metode skalogram tersebut, dengan rencana yang akan ditetapkan, akan mengindikasikan
substansi pengembangan yang diperlukan di masa datang untuk masing-masing pusat tersebut.
Untuk kajian mengenai fungsi-fungsi yang diemban oleh pusat-pusat tersebut, dapat didekati dari fungsi
kawasan perkotaan (NUDS, 1985), yang terdiri atas:
8. Hinterland services, atau pusat pelayanan wilayah, yang mencakup pelayanan sosial, pelayanan
ekonomi, dan pelayanan administrasi pemerintahan; sesuai dengan pola hierarki masing-masing
pelayanan tersebut.
9. Interregional Communication, atau pusat perhubungan antar wilayah, berdasarkan jangkauan atau
skala pelayanan (misalnya sejak dari skala internasional, nasional, regional, sampai lokal).
10. Processing/Manufacturing, atau industri pengolahan/manufaktur yang akan mempunyai kegiatan
dengan sumber-sumber bahan baku disatu pihak dan dengan market atau pasar produksinya di lain
pihak.
Kajian mengenai fungsi ini akan menjadi masukan penting dalam penetapan sistem pusat- pusat wilayah
yang akan membentuk struktur ruang wilayah, yang lebih jelasnya mengenai kerangka pendekatan
perumusan/penetapan struktur ruang dapat dilihat pada Gambar 3.3. Sementara jaringan prasarana
wilayah yang mendukung sistem pusat-pusat tersebut akan disesuaikan atau diselaraskan dengan
hierarki pusat-pusat yang akan didukung atau dilayaninya.
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 30
Sumber : JW Simmons, The Organization of The Urban System
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 31
Gambar 3.3 : Contoh Pola Hubungan dan Hierarki Antar Pusat (2)
Gambar 3.4
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 32
Perumusan/Penetapan Struktur Ruang
Rencana struktur ruang wilayah provinsi merupakan rencana kerangka tata ruang wilayah provinsi yang
dibangun oleh konstelasi pusat-pusat kegiatan (sistem perkotaan) yang berhirarki satu sama lain dan
SISTEM PERKOTAAN NASIONAL dari "desa" terus ke atas, atau mulai dari hirarki
terendah hingga hirarki tertinggi
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 33
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah provinsi meliputi sistem jaringan transportasi,
energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan sistem jaringan lainnya yang mengintegrasikan dan
memberikan layanan bagi pusat- pusat kegiatan yang ada di wilayah provinsi. Untuk lebih jelasnya
M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 35
1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Arahan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah sebagai upaya dalam rangka penyebaran
pertumbuhan ekonomi sedemikian rupa sehingga memberikan peluang kepada penduduk yang
secara geografis tinggal di kawasan perdesaan untuk berpartisipasi secara lebih efektif dalam
menghasilkan kegiatan-kegiatan produktif serta memperoleh manfaat lebih besar dalam proses
pembangunan wilayahnya. Sehubungan dengan tujuan tersebut maka terdapat beberapa hal yang
perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut :
3. Melakukan identifikasi permukiman-permukiman yang dapat secara efektif bertindak sebagai
pusat pelayanan, pusat produksi, dan pusat perdagangan bagi penduduknya maupun bagi
wilayah sekitarnya.
4. Menentukan kekuatan keterkaitan di antara pusat-pusat permukiman tersebut dan di antara
pusat-pusat permukiman dengan kawasan perdesaan yang menjadi wilayah belakangnya.
5. Melakukan deliniasi kawasan-kawasan tersebut yang penduduknya memiliki kemudahan yang
sedikit atau tidak memiliki kemudahan sama sekali terhadap pelayanan dan fasilitas perkotaan.
Dalam kaitannya dengan ketiga uraian di atas, pada uraian di bagian sebelumnya telah disusun
pendekatan sistem pusat berdasarkan jumlah penduduk dan kelengkapan fasilitasnya. Selanjutnya
dilakukan pula analisi gravitasi dalam rangka identifikasi tingkat keterkaitan antar pusat serta antar
pusat dengan wilayah belakangnya dalam rangka mendukung struktur perwilayahan.
Berdasarkan pendekatan-pendekatan di atas, maka sistem pusat perwilayahan di Provinsi Banten
serta deliniasi wilayah belakangnya dapat ditentukan dan igambarkan,
sebagaimana disajikan dalam gambar pada halaman selanjutnya.
Arahan Sistem Pusat tersebut mengidentifikasikan bahwa di Provinsi Banten akan
terdapat beberapa jenjang sistem pusat, yaitu sebagai berikut :
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang meliputi perkotaan antara lain Kawasan Perkotaan
Tangerang dan Tangerang Selatan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54
tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, selain itu Kawasan
Perkotaan Serang dan Cilegon sesuai ketentuan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang
M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 36
PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasional, atau beberapa provinsi.
2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang meliputi perkotaan antara lain Pandeglang dan
Rangkasbitung sesuai ketentuan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional serta RTRW Provinsi Banten 2002-2017. PKW tersebut merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota. Penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung sesuai jenjangnya diperlukan
dalam rangka penguatan fungsi kota-kota tersebut. Adapun yang diusulkan sebagai PKW
Promosi (PKWp) antara lain perkotaan Panimbang, Bayah, Maja, Balaraja dan Teluk Naga.
3) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang meliputi perkotaan antara lain Labuan, Cibaliung, Malingping,
Tigaraksa, Kronjo, Anyar, Baros, Kragilan. Dengan demikian, maka kota-kota tersebut perlu
didorong sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung
sesuai jenjangnya diperlukan dalam rangka penguatan fungsi kota-kota tersebut sebagai Pusat
Kegiatan Lokal (PKL).
Potensi perkembangan jumlah penduduk dan potensi perkembangan luasan kawasan perkotaan
mengindikasikan pola perkembangan yang berbeda. Beberapa kawasan kota dan perkotaan
menyatu melalui proses penyatuan antar kawasan (konurbasi) sedangkan kawasan perkotaan
mengalami pemekaran secara monosentris. Berdasarkan potensi perkembangan kota – perkotaan
tersebut hirarki kota – perkotaan di Banten berdasarkan tipe kota – perkotaan diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Perkotaan Metropolitan meliputi : Perkotaan Tangerang sebagai bagian dari Metropolitan
Jabodetabekpunjur
2) Perkotaan Menengah meliputi : Perkotaan Serang, Perkotaan Cilegon
3) Perkotaan Kecil meliputi: Perkotaan Rangkasbitung, Pandeglang, Saketi, Panimbang jaya,
Labuan, Malingping, Bayah, Maja, Kaduagung Timur, Balaraja, Cikupa, Cikande, Cikupa,
Anyer, Kasemen, Petir
Perwilayahan Provinsi Banten direncanakan dalam Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) dengan
M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 37
perkembangan kawasan perkotaan yang berkembang cenderung terus membesar dan berpotensi
mendorong perkembangan mega urban di WKP I, menyeimbangkan perkembangan perkotaan lain di
wilayah Banten dan mengendalikan perkembangan kawasan terbangun di perkotaan sesuai daya dukung
dan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penataan Satuan Wilayah Pengembangan dengan
kedalaman hingga penataan struktur pusat permukiman perkotaan, adalah upaya untuk mendorong
perkembangan perkotaan yang serasi dengan kawasan perdesaan secara optimal dan berkelanjutan.
Untuk mendorong perkembangan wilayah maka perkotaan menengah dan kota kecil perlu didorong
perannya melalui penyediaan berbagai fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Efisiensi pelayanan
perkotaan ditentukan melalui skala pelayanan wilayah dengan membentuk perwilayahan, dimana
masing-masing WKP memiliki satu pusat. Untuk itu, maka Propinsi Banten dibagi menjadi 3 Wilayah Kerja
Pembangunan (WKP), yakni: WKP I meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan, WKP II meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon, WKP III meliputi
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.
Adapun arahan fungsi dan peranan masing-masing Wilayah Kerja Pembangunan (WKP)
tersebut meliputi :
a. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I diarahkan untuk pengembangan kegiatan industri, jasa,
perdagangan, pertanian, dan permukiman/ perumahan;
b. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II diarahkan untuk pengembangan kegiatan pemerintahan,
pendidikan, kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan, pergudangan, pariwisata, jasa, perdagangan,
dan pertambangan;
c. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III diarahkan untuk pengembangan kegiatan kehutanan,
pertanian, pertambangan, pariwisata, kelautan dan perikanan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.5. Satuan wilayah pengembangan tersebut di atas
memiliki fungsi :
a. Menciptakan keserasian dan keterpaduan struktur ruang secara berhirarkhi dari tingkat pelayanan
lokal, regional dan nasional.
b. Mendukung strategi kebijakan keruangan dalam pembangunan wilayah Banten.
c. Mendukung rencana struktur ruang wilayah Banten yang tidak terpisahkan dari struktur tata ruang
M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9
Bab. III | RPI2JM KOTA TANGERANG 3- 38
Struktur pusat permukiman perkotaan yang menjadi bagian dari perwilayah di dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Banten dibedakan atas struktur pusat permukiman perkotaan di Metropolitan
Jabodetabekpunjur serta di luar metropolitan. Struktur pusat permukiman perkotaan wilayah Metropolitan
merupakan upaya untuk memecah sentralisasi pusat pelayanan, dan orientasi pelayanan serta kegiatan
yang monosentris kearah Tangerang dan sekitarnya.
Struktur pusat permukiman perkotaan di metropolitan diarahkan tetap dengan konsep pertumbuhan.
Konsep penataannya dengan membentuk pusat pertumbuhan di masing- masing Satuan Wilayah
Pengembangan. Untuk memperbesar efek pertumbuhan di setiap SWP, maka konsep keterkaitan antar
wilayah perlu diintensifkan dengan pola networkSystem.
1.1.Arahan Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan perkotaan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Wilayah dengan fungsi pemanfaatan ruang sebagai kawasan perkotaan, baik yang telah ada
maupun yang akan ditetapkan pengembangannya, yang mempunyai kepadatan penduduk tertentu,
kelengkapan jenis fasilitas perkotaan, dan sarana-prasarana transportasi.
2. Wilayah yang merupakan satu kesatuan wilayah perkembangan kota dan atau direncanakan
sebagai kesatuan wilayah pengembangan perkotaan.
3. Wilayah yang memiliki kemudahan untuk penyediaan infrastruktur perkotaan dengan membentuk
kesatuan sistem kawasan dengan kawasan perkotaan yang ada.
4. Wilayah yang mempunyai jarak tertentu dari kawasan perkotaan lainnya yang ada.
5. Wilayah yang mempunyai jenis dan besaran kegiatan utama budidaya bukan pertanian.
6. Wilayah yang mempunyai daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan
fungsi perkotaan.
7. Wilayah yang terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis dan
bukan kawasan rawan bencana.
8. Wilayah yang sesuai dengan sistem perkotaan nasional berdasarkan RTRWN.