Universitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)
Martinus Agung Priyanto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017) dan membuat usulan topik-topik bimbingan.
Jenis penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang disusun terdiri dari 42 item berdasarkan klasifikasi manajemen konflik. Subyek penelitian berjumlah 60 mahasiswa, serta reliabilitas instrumen 0,926. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 16.0 dan teknik pengkategorisasian manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 mahasiswa (10%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik, 33 mahasiswa (55%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup dan 21 mahasiswa (35%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang kurang baik. Analisis capaian skor item-item kuesioner terindifikasi bahwa 4 item (9,52%) mencapai skor baik, 30 item ( 71,43%) mencapai skor cukup, 8 item (19,05%) mencapai skor kurang baik. Peneliti mengusulkan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling tahun ajaran 2016/2017 Topik-topik bimbingan, yaitu: mengelola emosi, mandiri dalam mengambil keputusan, mengelola pikiran dan perasaan, kesadaran diri, mampu berempati, berfikir positif, manajemen waktu, konsep diri.
CONFLICT MANAGEMENT IN DATING
(Descriptive Study of Guidance and Counseling Study Program Student of Sanata Dharma University year 2016/2017)
Martinus Agung Priyanto
ABSTRACT
This study aimed to get an illustration about conflict management in dating (descriptive study of guidance and counseling study program student of Sanata Dharma University year 2016/2017) and made suggestion about guidance topics.
This study was a descriptive quantitative. In collecting the data, this research used questionnaire method. The questionnaires were consisted of 42 items based on the conflict management clarification. There were 60 university students as the subject of this study, as well as the instrument reliability was 0,926. In analyzing the data, this study used SPSS program 16.0 and used categorization technique of conflict management in dating (descriptive study of guidance and counseling study program student of Sanata Dharma University year 2016/2017).
The research findings revealed that 6 university students (10%) have good conflict management in dating, 33 university students (55%) have adequate conflict management in dating, and 21 university students (35%) have bad conflict management in dating. The analysis of the questionnaire items score achievements was indicated that 4 items (9.52%) reached high score, 30 items (71,43%) reached medium score, 8 items (19,05%) reached low score. The researcher suggested the guidance topics to increase the conflict management in dating to the Guidance and Counseling study program students in academic year 2016/2017. The guidance topics were: managing the emotion, being independent in making decisions, managing thought and feeling, being aware, being able to empathy, positive thinking, time management, and self-concept.
i
MANAJEMEN KONFLIK DALAM BERPACARAN
(Studi Deskriftif Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan KonselingUniversitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Martinus Agung Priyanto
NIM : 121114004
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,
sebab Ia yang memelihara kamu.
( Petrus 5:7)
Bermimpilah seolah-olah anda hidup selamanya.
Hiduplah seakan-akan inilah hari terakhir anda.
(James Dean)
Jalan terbaik untuk bebas dari masalah
adalah dengan memecahkannya
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan bagi....
Tuhan Yesus Kristus.
Para Dosen dan Staf Prodi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma
Semua orang terkasih yang telah memberikan seluruh
kasih sayang yang tulus, perhatian, dan cintanya dalam
mendampingi dan memotivasi hingga sekarang.
Orang tua tercinta,
Bapak Anastasius Suripto dan Ibu Elisabeth Anik
Kakak dan Adik tersayang
Florentina S Erna S. S.Pd dan Sisilia Putri D
Pacar,
Katharina Ariezsa Eka Yudharini S.Psi
Seluruh Kepeter’s,
viii
MANAJEMEN KONFLIK DALAM BERPACARAN
(Studi Deskriftif Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan KonselingUniversitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)
Martinus Agung Priyanto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017) dan membuat usulan topik-topik bimbingan.
Jenis penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang disusun terdiri dari 42 item berdasarkan klasifikasi manajemen konflik. Subyek penelitian berjumlah 60 mahasiswa, serta reliabilitas instrumen 0,926. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 16.0 dan teknik pengkategorisasian manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 mahasiswa (10%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik, 33 mahasiswa (55%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup dan 21 mahasiswa (35%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang kurang baik. Analisis capaian skor item-item kuesioner terindifikasi bahwa 4 item (9,52%) mencapai skor baik, 30 item ( 71,43%) mencapai skor cukup, 8 item (19,05%) mencapai skor kurang baik. Peneliti mengusulkan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling tahun ajaran 2016/2017 Topik-topik bimbingan, yaitu: mengelola emosi, mandiri dalam mengambil keputusan, mengelola pikiran dan perasaan, kesadaran diri, mampu berempati, berfikir positif, manajemen waktu, konsep diri.
ix
CONFLICT MANAGEMENT WITHIN DATING
(Descriptive Study of Guidance and Counseling Study Program Student of Sanata Dharma University 2016/2017)
Martinus Agung Priyanto
ABSTRACT
This research aimed to get the illustration of conflict management within dating (descriptive study of Guidance and Counseling Study Program student of Sanata Dharma University 2016/2017) and made suggestions of guidance topics.
This research was a quantitative descriptive research. In collecting the data, this research used questionnaire method. The questionnaires were consisted of 42 items according to the conflict management clarification. There were 60 university students as the subject of this research. The reliability of the instrument was 0.926. In analyzing the data, this research used SPSS program 16.0 and used descriptive technique.
The research findings revealed that 6 university students (10%) had good conflict management in dating, 33 university students (55%) had enough conflict management in dating, and 21 university students (35%) had bad conflict management in dating. The analysis of score achievements of the questionnaire items was indicated that 4 items (9.52%) reached high score, 30 items (71,43%) reached medium score, 8 items (19,05%) reached low score. The researcher suggested the guidance topics to increase the conflict management within dating to the students of Guidance and Counseling study program in academic year 2016/2017. Guidance topics were: managing the emotion, being independent in making decisions, managing thought and feeling, being aware, being able to empathy, positive thinking, time management, and self-concept.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga, penelitian tugas akhir dengan judul “Manajemen Konflik dalam Berpacaran (Studi Deskriftif, Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Selama penelitian tugas akhir ini, peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang peneliti jalani. Oleh karenanya, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendampingi dengan penuh kesabaran, telaten, selalu
memberikan saran, motivasi, petunjuk kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan pendampingan selama peneliti menempuh studi.
5. Mas Moko atas pelayanan yang diberikan dengan ramah dan sabar selama
xii DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...Error! Bookmark not defined.
HALAMAN MOTTO ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ...vi
LEMBAR PERNYATAAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Batasan Istilah ... 8
BAB II ... 9
A. Hakikat Manajemen Konflik ... 9
xiii
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik ... 10
3. Klasifikasi Manajemen Konflik ... 11
B. Hakikat Berpacaran ... 14
1. Pengertian berpacaran ... 14
2. Karakteristik Berpacaran... 15
3. Dampak Pacaran ... 19
C. Hakikat Masa Dewasa Awal ... 20
1. Definisi Dewasa Awal ... 20
2. Karakteristik Dewasa Awal ... 22
D. Hakikat Manajemen Konflik dalam Berpacaran pada Dewasa Awal ... 24
BAB III ... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Subyek Penelitian ... 27
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 28
D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 31
1. Validitas Kuesioner ... 31
2. Reliabilitas Kuesioner ... 34
E. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV ... 40
A. Hasil Penelitian ... 40
1. Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 40
xiv
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 47
1. Deskripsi Manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling ... 47
2. Berdasarkan analisis butir kemampuan manajemen konflik yang teridentifikasi rendah ... 50
3. Usulan Topik-topik Bimbingan Manajemen Konflik Dalam Berpacaran ... 53
BAB V ... 56
A. Simpulan ... 56
B. Keterbatasan Penelitian ... 57
C. Saran ... 57
Daftar Pustaka ... 55
LAMPIRAN ... 57
KUESIONER ... 72
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Jumlah Subyek Penelitian ... 27
Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 29
Tabel 3. 3 Norma Skoring Inventori Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 30
Tabel 3. 4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 33
Tabel 3. 5 Realibitas ... 35
Tabel 3. 6 Kriteria Guilford ... 35
Tabel 3. 7 Norma Kategorisasi ... 38
Tabel 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 41
Tabel 4. 3 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 43
Tabel 4. 4 Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah ... 46
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 42
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 58
Lampiran 2 2Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik Valid dan Gugur ... 59
Lampiran 3 Analisi Data dari SPSS ... 60
Lampiran 4 ... 72
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri (kebutuhan afiliasi). Kebutuhan berafiliasi dapat menimbulkan ketertarikan dan membawa suatu hubungan yang lebih serius, yaitu pacaran. Berpacaran adalah suatu hubungan intim yang dijalani oleh dua orang yang saling bertemu dan melakukan aktivitas bersama, sehingga dapat saling mengenal satu sama lain. Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan (DeGenova & Rice dalam Hakim, 2015).
keterlibatan dalam pacaran secara berkelompok, (c) Mengkonsolidasi keterikatan romantis dyadic; pada tahap ini relasi romantis pada masa dewasa awal semakin serius yang dicirikan dengan ikatan emos yang kuat serta stabil dan juga lebih tahan lama dibandingkan dengan ikatan sebelumnya.
Rasa memiliki yang ada pada individu dan seringnya bertemu akan menimbulkan keterikatan emosional. Hal ini bertujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian satu sama lain dalam menjalin relasi berpacaran. Akan tetapi, hal ini juga menyebabkan timbulnya suatu konflik yang ada pada relasi tersebut. Konflik dapat timbul akibat sering terjadinya ketidakcocokan dalam penyampaian sebuah pendapat ataupun komunikasi yang terjalin dalam berpacaran kurang begitu baik, maka dari itu konflik akan lebih cepat muncul.
Sebuah konflik yang terjadi dimanapun memiliki unsur-unsur yang sama. Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah konflik, antara lain: adanya ketegangan yang diekspresikan, adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan yang berbeda atau bertentangan, tidak terpenuhinya kebutuhan, terhambatnya pencapaian tujuan oleh pihak lain, adanya ketergantungan. Konflik dapat terjadi jika unsur-unsur tersebut terjadi dalam sebuah relasi, baik dalam berpacaran, keluarga, dan lain-lainnya (Chandra dalam Hendry, 2015).
3
melakukan wawancara singkat untuk mengetahui konflik apa saja yang terjadi dalam relasi yang dijalani olehnya. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan peneliti dengan tiga mahasiswa terdiri dari mahasiswa angkatan 2014, 2015 dan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling pada tanggal 21 dan 22 Oktober 2015 di lorong Farmasi dan di kelas, memperkuat dugaan bahwa dalam relasi berpacaran pada dewasa awal terdapat konflik yang muncul. Mahasiswa pertama mengatakan sering mengalami konflik dalam hubungan yang sedang dijalaninya. Konflik yang terjadi tersebut disebabkan oleh kurang baiknya komunikasi di dalam hubungan dan juga kurangnya waktu bertemu dikarenakan kesibukan masing-masing.
Mahasiswa kedua mengatakan bahwa konflik yang sering dialami dalam relasi berpacarannya adalah kurangnya keterbukaan dari pasangannya. Hal ini mengakibatkan subyek menjadi kebingungan akan pengambilan keputusan berupa sikap terhadap pasangannya. Sedangkan, mahasiswa ketiga mengatakan bahwa konflik yang sering dialami olehnya dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian dari pasangan. Hal ini disebabkan banyaknya kesibukkan yang dimiliki oleh pasangannya. Oleh sebab itu, subyek merasa tidak dicintai dan juga marah.
pada teman-temannya) yang dilakukan peneliti. Hasil analisa menunjukkan bahwa ketiga pasangan memiliki waktu bertemu yang kurang, yaitu seminggu sekali. Masing-masing pasangan memiliki kegiatan yang berbeda-beda, sehingga waktu bertemu diantara mereka semakin berkurang. Hal ini menyebabkan masing-masing individu kurang mampu berkomunikasi dengan baik secara langsung mengenai keadaan diri mereka dan tidak memiliki kualitas waktu bersama yang baik dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing. Teori yang mendukung hasil wawancara dan hasil pengamatan adalah milik Chandra (dalam Hendry, 2015), yang mengatakan bahwa sumber konflik dapat berasal dari komunikasi yang kurang baik dan juga tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam diri individu.
Pemilihan manajemen konflik yang tepat akan membantu individu dalam memecahkan konflik yang terjadi dalam hubungan berpacaran. Manajemen konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: pemecahan masalah (problem solving), tujuan tingkat tinggi (libsardinate goal), perluasan sumber (expansion of resources), menghindari konflik (avoidance), melicinkan konflik (smoothing), kompromi (compromise), perintah dari wewenang (authoritative commands), mengubah variabel manusia (altering the human
variables), mengubah variabel struktural (altering the structural
variables), dan mengidentifikasi musuh bersama (identifying a
5
Anoraga (2006) mengatakan bahwa konflik dapat diselesaikan dengan cara kerjasama, mengenali secara pasti sumber-sumber konflik. Hal ini dapat membantu individu untuk mengetahui masalah masing-masing, serta melakukan mediasi dengan membawa kedua belah pihak yang mengalami konflik berhadapan satu sama lain untuk mengeluarkan pendapat dan pandangannya dan juga perasaannya masing-masing tanpa mempersoalkan siapa yang benar dan mana yang salah.
Konflik yang terjadi juga dapat diungkapkan dalam sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu (Chandra dalam Hendry, 2015).
Berdasarkan menajemen konflik dalam berpacaran yang telah dipaparkan, maka penelitian ini ingin mengetahui manajemen konflik yang dipakai para dewasa awal dalam menangani konflik yang datang dalam relasi berpacaran mereka, khususnya pada mahasiswa program bidang studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma.
B. Identifikasi Masalah
1. Konflik timbul akibat sering terjadinya ketidakcocokan dalam penyampaian sebuah pendapat dan komunikasi yang kurang begitu baik dalam berpacaran.
2. Konflik yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
komunikasi dan waktu bertemu.
3. Tidak adanya suatu keterbukaan hubungan dalam
berpacaran akan menimbulkan suatu konflik yang menyebabkan kebingungan sikap dalam menghadapi pasangan masing-masing.
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan diteliti adalah mengenai sikap mahasiswa dalam manajemen konflik dalam hubungan berpacaran, khususnya pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang ingin diteliti adalah:
1. Seberapa baik manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling?
7
berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling, berdasarkan butir-butir yang teridentifikasi rendah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui manajemen konflik dalam berpacaran
mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling.
2. Merumuskan topik-topik program yang sesuai untuk
membantu meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang manajemen konflik dalam berpacaran pada Bimbingan dan Konseling.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi dosen pendamping akademik dapat memperoleh
b) Bagi mahasiswa, dapat memahami pentingnya manajemen konflik dalam berpacaran.
G. Batasan Istilah
1. Manajemen konflik dalam berpacaran adalah kecenderungan
seseorang dalam menata atau mengatur suatu konflik yang bersifat menghambat atau mempersulit seserang dalam sikap dan perilaku.
2. Mahasiswa adalah individu yang sedang menempuh pendidikan di
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan hakikat manajemen konflik, faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik, aspek-aspek sikap, hakikat berpacaran, karakteristik pacaran.
A. Hakikat Manajemen Konflik 1. Pengertian manajemen konflik
Manajemen konflik atau lazim disebut mengelola konflik adalah kecenderungan seseorang dalam menata atau mengatur pertentangan dalam sikap dan perilaku. Masalah yang lahir dari pertentangan merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai maksud tertentu (Moore dalam Trifiani & Margaretha, 2012). Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt dan Ladd (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) menyatakan bahwa proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajemen konflik.
dilakukan dengan cara lisan, tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu.
Selain itu Menurut Collins & Laursen (dalam Hakim, 2015), kemampuan manajemen konflik banyak didukung oleh karakteristik-karakteristik seperti keterbukaan akan pendapat,
hubungan yang hangat, serta kebiasaan untuk tidak
menyelesaikan masalah sepihak.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah cara seseorang dalam menyelesaikan sebuah konflik yang terjadi dengan komunikasi atau kerangka pemahaman kebutuhan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik
Pengambilan sikap dalam menghadapi sebuah konflik dapat dipengaruhi oleh keadaan dalam diri individu (internal) dan kondisi eksternal. Selain itu kepentingan dari tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain menjadi salah satu pertimbangan dalam penyelesaian masalah.
11
adalah kecenderungan agresif, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati dan kemampuan menemukan alternatif penyelesaian konflik. Ia juga mengatakan bahwa faktor jenis kelamin dan sikap etnosentrik sangat berpengaruh pada proses penyelesaian dan akhir konflik. Sikap etnosentrik adalah cara pandang yang menggunakan norma kelompok sebagai tolak ukur dalam memandang segala sesuatu serta mengukur atau menilai orang lain.
3. Klasifikasi Manajemen Konflik
Menurut Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) dengan pertimbangan bahwa klasifikasi dari kedua ahli tersebut mewakili berbagai macam manajemen konflik yang ada dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti :
A. Manajemen konflik destruktif adalah bentuk
penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan.
a. Conflict engagement (menyerang dan lepas control).
Manajemen konflik ini lebih sering
dengan cara yang bersifat perdamaian tanpa menyerang lawan yang berkonflik.
b. Withdrawal (menarik diri).
Pada manajemen konflik ini penyelesaian konflik, pihak yang berkonflik tidak menarik diri, tetapi lebih berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan diri, guna menyelesaikan konflik yang terjadi.
c. Compliance (menyerah dan tidak membela diri).
Manajemen konflik ini penyelesaian konflik lebih bersifat tidak menyerah dan berusaha terus dalam penyelesaian konflik yang terjadi. B. Manajemen konflik konstruktif adalah upaya untuk
menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan
hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih
terjaga dan masih memungkinkan
individu-individunya untuk berinteraksi secara harmonis. Manajemen Konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan
13
a. Kompromi
Merupakan suatu bentuk akomodasi dimana
pihak-pihak yang terlibat mengurangi
tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya
b. Negosiasi
Merupakan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
B. Hakikat Berpacaran 1. Pengertian berpacaran
Pada masa pertengahan (mid-adolescence), remaja mengalami transisi dari interaksi antara kelompok lawan jenis menjadi interaksi antar lawan jenis. Selanjutnya pada masa akhir remaja (late adolescence), hubungan intim dalam remaja memiliki karakteristik yang relatif bertahan lama, serius dan berkomitmen. Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan.
Teori kelekatan romatis dewasa dikembangkan oleh Hazan dan Shaver (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) berdasarkan kelekatan anak dan orang tua. Ia mendefinisikan kelekatan sebagai sebuah proses natural yang terbentuk antara
seseorang dengan figur lekat yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan. Fraleydan Shaver (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) mendefinisikan gaya kelekatan romantis sebagai pola dari harapan, kebutuhan, emosi dan perilaku sosial sebagai hasil dari pengalaman kelekatan masalalu (dalam konteks ini, figur kelekatannya adalah pacar).
15
mengenal satu sama lain yang bertujuan untuk mengambil keputusan pantas atau tidaknya menjadi pasangan hidup dalam konteks sosial (DeGenova & Rice dalam Hakim, 2015). Meier & Allen (dalam Hakim, 2015) menambahkan definisi pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan memiliki keterikatan emosi, konflik dan keintiman seksual. Papalia, Olds & Feldman (2009) mengemukakan bahwa proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah hubungan erat yang didalamnya terdapat elemen emosi antara lain kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk mengenal satu sama lain.
2. Karakteristik Berpacaran
Dalam buku Life Span, Conolly & Mc. Isaac (Santrock, 2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 tahapan perkembangan yang mencirikan perkembangan relasi romantis di masa remaja menurut, yaitu :
a. Mulai memasuki afiliasi dan atraksi romantik
dan hal ini mendominasi percakapan dengan kawan sesama gender. Remaja muda mungkin atau mungkin tidak berinteraksi dengan individu yang
disukainya, namun ketika kencan biasanya
berlangsung dalam setting kelompok.
b. Mengeksplorasi relasi romantis
Terjadi pada usia sekitar 14-16 tahun. Pada tahap ini terjadi dua jenis keterlibatan romantis pada remaja. Pertama, pacaran biasa (casual dating). Pacaran ini terjadi antara individu yang saling tertarik dan biasanya pengalaman pacarannya berjangka pendek. Kedua, pacaran secara berkelompok (dating in groups). Biasa terjadi dan mencerminkan keterkaitan
dengan kawan sebaya.
c. Mengkonsolidasi keterikatan romantis dyadic
17
Konsep intim dalam penelitian tentang masa remaja di sini tidak berkaitan dengan hubungan seks, melainkan pada ikatan emosional antara dua orang yang saling perhatian, keinginan untuk dekat secara pribadi dan keinginan untuk berbagi kesenangan dan kegiatan. Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa saat individu menjalin hubungan dalam pacaran, individu akan menunjukkan beberapa tingkah laku seperti memikirkan pasangannya dan ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan pasangan. Bowman & Spanier (1978) berpendapat bahwa dalam hubungan pacaran individu terkadang memiliki banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri pasangannya di dalam sebuah pernikahan.
Selain itu, pacaran memiliki komponen penting
didalamnya. Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran
komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan
mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
a. Saling Percaya (Trust each other)
kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.
b. Komunikasi (Communicate your self)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995).
Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi
merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
c. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.
d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
19
pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
3. Dampak Pacaran
Selama masa peralihan dari masa remaja, dewasa awal mengalami emosi yang kuat secara kognitif (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010). Dalam hal ini, Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.
Disisi lain, Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).
Hal ini menyebabkan dewasa awal membutuhkan kestabilan emosi yang baik.
C. Hakikat Masa Dewasa Awal 1. Definisi Dewasa Awal
Menurut definisi sosiologis, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia sudah mandiri atau telah memiliki karirnya sendiri, telah menikah atau membangun hubungan romantis yang signifikan atau telah membentuk sebuah keluarga. Sedangkan dari segi kematangan fisiologis, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia sudah mencapai berbagai hal, seperti menemukan identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan suatu system nilai, dan membangun hubungan.
Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).
21
transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.
Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.
yang tergolong dewasa awal ialah individu yang berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun (Santrock, 2002).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan masa dewasa awal adalah masa individu memulai menjalin hubungan yang lebih intim dengan lawan jenisnya dan masa dewasa awal berada pada usia antara 20 tahun hingga 40 tahun.
2. Karakteristik Dewasa Awal
Pada hakikatnya, masa dewasa awal ditandai dengan perkembangan fisik dan kognitif, serta psikososial seseorang. Pada kondisi fisik, seseorang yang dalam tahap dewasa awal berada dalam kondisi prima. Kebanyakan orang dewasa awal berada di puncak kesehatan, kekuatan, energy, daya tahan, dan fungsi motorik mereka (Papalia, Olds & Feldman, 2009).
23
adalah pemikiran pascaformal. Pemikiran pascaformal
merupakan suatu pemikiran yang membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan intuisi, emosi dan juga logika, juga menerapkan berbagai hasil pengalaman yang ia miliki (Papalia, Olds & Feldman, 2009).
Individu dalam masa dewasa awal juga mengalami
perkembangan psikososial, termasuk didalamnya yaitu
perkembangan kepribadian yang berujung pada kebutuhan akan keintiman. Menurut Erickson, tahap keenam perkembangan psikososial dalam teorinya yaitu intimacy versus isolation. Apabila dewasa awal tidak dapat menjalin komitmen pribadi dengan orang lain, maka akan beresiko menjadi terpaku pada diri sendiri (self-ansorbed) (Papalia, Olds & Feldman, 2009).
Hubungan yang intim dianggap sebagai tugas penting dalam masa dewasa awal. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan untuk membentuk hubungan yang kuat, stabil, dekat dan penuh perhatian sebagai motivator penting dalam tingkah laku manusia. Unsur penting dalam keintiman ini adalah pengungkapan diri, yaitu membuka informasi terhadap diri sendiri kepada orang lain (Collins & Miller dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009).
D. Hakikat Manajemen Konflik dalam Berpacaran pada Dewasa Awal
Hubungan intim atau berpacaran dalam masa dewasa awal menjadi suatu kebutuhan yang penting bagi inidividu. Akan tetapi, apabila individu tidak dapat untuk berkomitmen secara pribadi dengan orang lain, maka individu akan terisolasi dan terpaku hanya pada diri sendiri. Hal ini, membutuhkan keterampilan yang seharusnya sudah ada ketika individu menjalani hubungan berpacaran bersama orang lain, seperti kepekaan, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, serta menyelesaikan konflik yang terjadi dalam hubungan berpacaran tersebut. Oleh karena itu, manajemen konflik dalam hubungan berpacaran sangat memiliki peran penting, sehingga individu dapat menentukan atau memutuskan arah dari hubungan yang mereka jalani.
Adanya Manajemen konflik dalam berpacaran menjadi berguna untuk mengelola konflik yang terjadi pada suatu hubungan berpacaran, khususnya pada dewasa awal. Contohnya: pada zaman sekarang, banyak mahasiswa dewasa awal yang menjalani suatu hubungan berpacaran. Konflik yang sering timbul dalam hubungan berpacaran biasanya seperti: perbedaan pendapat antar pasangan,
ketidakstabilan emosional yang mengakibatkan pengambilan
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan jenis penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, dan teknik analisis prosedur pengumpulan data.
A. Jenis Penelitian
27
B. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014, 2015, dan 2016 yang berpacaran. Jumlah subyek penelitian terdapat dalam Tabel 3.1
Tabel 3. 1 Jumlah Subyek Penelitian
Subyek Jumlah
Mahasiswa 60
Peneliti menggunakan subyek sebanyak 60 orang dikarenakan keterbatasan subyek yang berpacaran pada mahasiswa angkatan 2014, 2015, dan 2016 prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Peneliti mengambil subyek penelitian menggunakan metode sampling purposive. Sampling purposive adalah metode pengambilan
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
29
Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran
Aspek Indikator No Item Jumla
h
Menarik Diri 1. Menghindari Konflik
2,22 12,32 4
2. Menampilkan diri untuk mempertahankan diri
42,38 48,28 4
Menyerah dan Tidak Membela Diri
1. Menyerahkan masalah
pada orang lain 8,3 18,13 4
2. Tindakan yang akan
dilakukan dimasa mendatang
26,44,24 9,36,34, 6
Instrumen yang disusun dimasukkan dalam empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Menurut Hadi (dalam Sumanto, 1990) modifikasi lima alternatif jawaban pada skala Likert menjadi empat alternatif jawaban dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima tingkat. Skala lima tingkat mengandung kategori netral yang memiliki arti ganda. Arti netral bisa berarti belum dapat memutuskan atau ragu-ragu. Terjadinya jawaban tengah juga menimbulkan kecenderungan jawaban netral (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas
kecenderungan jawaban. Subyek diminta memilih satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan pada setiap pernyataan, dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom altermatif jawaban. Norma skoring inventori manajemen konflik dalam berpacaran terdapat dalam tabel 3.3.
Tabel 3. 3 Norma Skoring Inventori Manajemen Konflik dalam Berpacaran
Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfavourable
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
31
D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Validitas Kuesioner
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2010). Gay (dalam Sukardi, 2003) mengungkapkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Keterangan:
r xy = Koefisien korelasi antara x dan y N = Jumlah
X = Skor item tertentu yang diuji validitasnya
Y = Skor total sub aspek yang memuat item yang diuji validitasnya
Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,30. Bila korelasi di bawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang (Arikunto, 2010).
Teknis pengujian validitas isi dibantu dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen atau matriks pengembangan instrumen. Pada kisi-kisi itu terdapat veriabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pernyataan yang telah dijabar dari indikator. Berpedoman pada kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas rasional by expert judgement dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Uji
33
Tabel 3. 4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Manajemen Konflik dalam Berpacaran
mempertahankan diri 42, 38*
48, 28
Menyerah dan Tidak Membela
Diri
1. Menyerahkan masalah pada
orang lain 8,3 18,13
2. Putus asa 23, 43*, 21 33, 11, 41
Kompromi
1.Mengurangi tuntutan 5, 30 10, 40
2. Merasakan dan memahami
keadaan pihak lainnya. 49, 19, 4 39*, 29, 14*
Negosiasi
1. Keputusan yang disepakati 6, 46 16, 31
2. Tindakan yang akan dilakukan dimasa
perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2 dan hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 3.
2. Reliabilitas Kuesioner
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach (α) menguji reliabilitas. Perhitungan koefisien Alpha Cronbach dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:
α = 2[1- S 2 2 S + 2 S
x i x
]
Keterangan rumus :
S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Sx2 : varians skor skala
35
Tabel 3. 5 Realibitas
Cronbach's Alpha N of Items
.926 42
Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995) terdapat dalam tabel 3.6.
Tabel 3. 6 Kriteria Guilford
No Koefisien Korelasi Kualifikasi
1 0,91 – 1,00 Sangat tinggi
2 0,71 – 0,90 Tinggi
3 0,41 – 0,70 Cukup
4 0,21 – 0,40 Rendah
5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah
E. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2011) mengatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Berikut langkah-langkah teknik analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini:
1. Penentuan skoring item kuesioner
Penentuan dilakukan dengan cara memberikan skor dari angka 1 sampai 4 berdasarkan norma skoring yang berlaku dengan melihat sifat pernyataan favorable atau unfavorable. Selanjutnya memasukkannya ke dalam
tabulasi data dan menghitung total jumlah skor serta jumlah skor item. Tahap selanjutnya adalah menganalisis validitas dan reliabilitas data secara statistik menggunakan program aplikasi SPSS.
2. Menentukan Kategorisasi
37
konseling dalam lima kategori, yakni rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kategorisasi ini menurut Stoltz (2000), dimana penggunaan kategorisasi ini berdasarkan 50 item inti yang dianalisis.
Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2009). Kontinum jenjang pada penelitian ini adalah dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi.
Tabel 3. 7 Norma Kategorisasi
Norma/Kriteria Skor Kategori
+ 1,5 X Sangat tinggi
+ 0,5 X + 1,5 Tinggi
- 0,5 X + 0,5 Sedang
- 1,5 X - 0,5 Rendah
X - 1,5 Sangat Rendah
Keterangan:
Skor maksimum teoritik :
Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian berdasarkan perhitungan skala.
Skor minimum teoritik :
Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian berdasarkan perhitungan skala.
Standar deviasi (/sd) :
Luas jarak rentangan yang dibagi dalam satuan deviasi sebaran.
(mean teoritik) :
Rata-rata teoritis skor maksimum dan minimum.
Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam
39
Capaian skor subyek dengan jumlah item 42 diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Skor maksimum teoritik : 4 x 42 = 168
Skor minimum teoritik : 1 x 42 = 42
Luas jarak : 168-42 = 126
Standar deviasi (/sd) : 126:6 = 21
(mean teoritik) : (168+42):2 = 105
Berdasarkan norma yang ditetapkan pengelompokan baik tidaknya Manajemen konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dengan jumlah subyek 60 mahasiswa, diperoleh unsur perhitungan sebagai berikut:
Skor maksimum teoritik : 4 x 60 = 240
Skor minimum teoritik : 1 x 60 = 60
Luas jarak : 240-60 = 180
Standar deviasi (/sd) : 180:6 = 30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini bersisi uraian hasil penelitian mengenai Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling.
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 60 mahasiswa disetiap angkatan program studi bimbingan dan konseling. Berikut paparan deskripsi hasil kuesioner terhadap manajemen konflik dalam berpacaran :
1. Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
41
Tabel 4. 1Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Norma/Kriteria Skor Rentang
Skor Kategori f persentase
+ 1,5 X 136,5 Sangat tinggi 0 0
+ 0,5 X + 1,5 116,5-136,5
Tinggi
6 10%
- 0,5 X + 0,5 95,5-115,5 Sedang 33 55 %
- 1,5 X - 0,5 74,5-94,5 Rendah 21 35 %
X - 1,5 73,5 Sangat
Rendah 0 0 %
Grafik 4.2
Gambar 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:
a. Terdapat 0 mahasiswa (%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran sangat baik.
b. Terdapat 6 mahasiswa (10%), yang memiliki manajemen konflik dalam
berpacaran yang baik.
c. Terdapat 33 mahasiswa (55%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup baik.
d. Terdapat 21 mahasiswa (35%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran kurang baik.
43
Jadi, mahasiswa yang memiliki manajemen konflik dalam
berpacaran dalam kategori sangat baik 0%, kategori baik 10%, kategori cukup baik 55%, kategori kurang baik 35%, dan kategori sangat kurang baik 0%.
2. Hasil Analisis Capaian Skor Item Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan hasil perhitungan dengan penghapusan item yang gugur atau tidak valid maka, analisis skor item manajemen konflik dalam berpacaran diperoleh hasil yang disajikan dalam tabel 4.3 dan grafik 4.4.
Tabel 4. 2 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Norma/Kriteria Skor Rentang
Skor Kategori F Prosentase
+ 1,5 X 196 Sangat Tinggi 0 0%
+ 0,5 X + 1,5 166-195 Tinggi 4 9,52%
- 0,5 X + 0,5 136-165 Sedang 30 71,43%
- 1,5 X - 0,5 106- 135 Rendah 8 19,05%
X - 1,5 105 Sangat
Kategorisasi item manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling ditampilkan pada grafik berikut ini:
Grafik 4.4
Gambar 4. 2 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:
a. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang sangat baik.
b. Terdapat 4 item (9,52%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik.
c. Terdapat 30 item (71,43%), yang memiliki manajemen konflik dalam
berpacaran yang cukup baik.
45
e. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran sangat kurang baik.
Berdasarkan pemaparan di atas sebagian mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Sanata Dharma memiliki manajemen konflik dalam berpacaran dalam kategori sangat baik 0%, kategori baik 9,52%, kategori cukup baik 71,43%, kategori kurang baik 19,05%, dan kategori sangat kurang baik 0%.
Tabel 4. 3 Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah
No Aspek Indikator Pernyataan
1. Menyerang
dan Lepas Kontrol
Agresif Saya mencoba memeluk
pacar, agar dapat meredam emosinya.
Memaksakan Kehendak
Saya lebih baik diam saja ketika saya dan pacar sedang bertengkar
2. Menarik diri Menampilkan diri
untuk
mempertahankan diri
Saya membiarkan pacar memaki dan meyalakan saya ketika kami bertengkar
3. Menyerah dan
tidak
membela diri
Putus asa Saya menyalahkan diri saya
ketika kita bertengkar.
4. Kompromi Merasakan dan
memahami keadaan
5. Negosiasi Tindakan yang
dilakukan dimasa mendatang
47
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Deskripsi Manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling
Berdasarkan paparan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa prodi BK sudah baik, hal tersebut sebenarnya sudah dapat dilihat dari komunikasi dan waktu bertemu yang dilakukan oleh pasangan yang berada di sekitaran lingkungan kampus. Melihat hal tersebut mengindikasikan bahwa pasangan sudah mampu atau memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang sudah baik.
Menjalin sebuah hubungan, harus memiliki sebuah manajemen yang baik antar pasangan agar tidak terjadi sebuah konflik dalam sebuah hubungan. Hal utama dalam menjalin hubungan berpacaran dalam mengatasi sebuah konflik berpacaran harus ada manajemen berpacaran yang baik dari pasangannya, manajemen yang baik meliputi keterbukaan, komunikasi langsung atau tidak langsung. Oleh sebab itu, diharapkan manajemen konflik dalam berpacaran khususnya mahasiswa program studi bimbingan dan konseling sudah menuju ke tingkat yang lebih baik lagi.
tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu.
Memiliki sebuah manajemen konflik yang baik dalam menjalin sebuah hubungan, maka dibutuhkan sebuah komunikasi yang baik juga antar pasangan. Pasangan diharapkan mampu memanajemen konflik berpacaran lebih optimal lagi (dewasa) dalam menyikapi sebuah permasalahan yang di alaminya dalam sebuah hubungan.
Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
e. Saling Percaya (Trust each other)
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya. f. Komunikasi (Communicate your self)
49
situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
g. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Feldman dalam Hakim, 2015). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.
h. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
2. Berdasarkan analisis butir kemampuan manajemen konflik yang teridentifikasi rendah
Tugas perkembangan seseorang pasti memiliki kepribadian atau karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang satu dengan yang lainnya memiliki sebuah pemikiran yang berbeda-beda. Hal ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam sebuah hubungan dengan orang lain khususnya dalam manajemen konflik dalam berpacaran. Pada penelitian ini, pasangan yang memiliki kategori kurang baik adalah yang memiliki ego yang tinggi antara pasangan satu dengan yang lainnya, agresif, memaksakan kehendak, tidak terbuka dengan pasangannya, tidak memiliki sebuah komunikasi yang baik dengan pasangannya. Hal ini menyebabkan pasangan tersebut tidak dapat memiliki manajemen yang baik dalam memahami sebuah konflik yang terjadi dalam sebuah hubungan (berpacaran).
51
Ketiga, mengelola pikiran dan perasaan. Pasangan diharapkan mampu menggunakan akal dan perasaan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang terjadi. Keempat, kesadaran diri. Pasangan agar memiliki manajemen yang baik baik harus mampu mengakui sebuah kesalahan yang diperbuat dan mau meminta maaf. Kelima, mampu berempati. Pasangan diharapkan bisa merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Keenam, berfikir positif, pasangan diharapkan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pasangannya. Ketujuh, manajemen waktu. pasangan diharapkan mampu membagi waktu dengan kegiatan yang lainnya.
Kedelapan adalah konsep diri. Pasangan diharapkan memiliki sebuah tujuan yang jelas dalam hubungannya. Hal ini dikarenakan dalam menjalin sebuah hubungan yang paling utama adalah seorang pasangan harus memiliki sebuah komitmen awal (manajemen) yang baik. Hal tersebut bertujuan agar sebuah hubungan berjalan dengan baik. Dengan demikian, pasangan yang memiliki sebuah manajemen yang kurang baik tidak akan optimal dalam menjalin sebuah hubngan dengan baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan kategorisasi sedang terdapat 30 item (71,43%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup baik. Dari hasil penelitian diatas manajemen konflik dalam berpacaran sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil
hubungannya. Dengan demikian, pasangan tersebut sudah mampu untuk mengatasi masalah yang akan terjadi di dalam sebuah hubungan.
Hasil Manajemen konflik dalam berpacaran yang baik pada pasangan prodi BK terdapat 4 item (9,52%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pasangan tersebut sudah memiliki manajemen yang baik dalam hubungannya. Dengan demikian, pasangan satu dengan yang lain sudah memiliki sebuah komitmen yang mengarah kesebuah hubungan yang lebih matang lagi. Hal ini mengartikan bahwa pasangan tersebut sudah mampu mereda konflik yang bakalan terjadi di dalam sebuah hubungan yang sedang di jalani.
Hasil penelitian ini didukung dengan teori yang mengatakan bahwa pada masa dewasa awal, individu mengalami emosi yang kuat secara kognitif (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010). Akibatnya, dewasa awal akan cenderung untuk melakukan hal secara sembarangan dan melakukan segala tindakan berdasarkan dengan respon emosional yang dimilikinya (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010; Gunarsa, 2003).
Pernyataan tersebut sesuai dengan teori di atas bahwa, setiap orang memiliki sebuah emosi yang berbeda-beda. Dengan demikian, apabila pasangan tidak bisa menyikapi dengan baik maka manajemen konflik dalam berpacaran juga tidak optimal.
53
3. Usulan Topik-topik Bimbingan Manajemen Konflik Dalam Berpacaran
Berdasarkan perhitungan uji item, maka item-item yang termasuk dalam kategori kurang baik dijadikan landasan dalam membuat usulan program bimbingan pada Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Usulan program bimbingan, tertuang dalam konsep program bimbingan yang dapat dilihat pada
No Aspek Indikator Pernyataan Topik Metode
1. Menyerang dan
Lepas Kontrol
Agresif Saya mencoba
memeluk pacar, agar
dapat meredam
emosinya.
Mengelola Emosi
Weekend dengan dosen pendamping akademik,
Dinamika kelompok dengan
menggunakan game
2. Menarik diri Menampilkan diri
untuk
Putus asa Saya menyalahkan
diri saya ketika kita bertengkar.
Kesadaran Diri Dinamika kelompok, dengan membuat
simbol diri sendiri kemudian
menceritakannya
Sunday Morning dengan dosen
55
Saya mampu untuk menyelesaikan
masalah tanpa harus dengan pacar.
Berfikir positif Dinamika kelompok, menggunakan
game banana/ gedang
5. Negosiasi Tindakan yang
dilakukan dimasa mendatang
Saya mampu
membagi waktu
antara pacar dengan teman.
Manajemen Waktu
Weekend dengan dosen pendamping
Saya acuh mengenai
pembicaraan orang
lain mengenai pacar saya.
Konsep diri Dinamika kelompok dengan
menggunakan buah-buahan yang
diartikan sebagai dirnya
56 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini bersisi uraian kesimpulan dan saran. Bagian kesimpulan memuat proses dan hasil penelitian, sedangkan bagian saran diberikan sesuai dengan hasil penelitian yang ditunjukan dengan pihak terkait.
A. Simpulan
Beberapa kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian
adalah:
1. Hasil penelitian yaitu, secara deskriptif Manajemen Konflik dalam Berpacaran
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling sudah baik. Hal ini
tampak dari hasil perolehan kategori yang menunjukkan bahwa mahasiswa
yang mempunyai manajemen konflik dengan kategori sedang sudah baik,
namun ada beberapa mahasiswa yang manajemen konfliknya rendah.
2. Hasil analisis butir instrumen manajemen konflik dalam berpacaran diperoleh
delapan item dengan skor berada pada kategori rendah. Delapan item tersebut
digunakan sebagai dasar penyusunan topik. Adapun topik tersebut adalah
sebagai berikut Mengelola emosi Mandiri dalam mengambil keputusan,
Mengelola pikiran dan perasaan, Kelebihan dan Kekurangan Kesadaran Diri,
57
Item yang diperoleh berdasarkan kategori yang rendah tersebut akan dijadikan topil bimbingan untuk mahasiswa supaya dapat membantu dalam meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran.
B.Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang kiranya dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Item pada skala yang digunakan belum cukup untuk mewakili seluruh indikator dalam penelitian ini
2. Pada variabel manajemen konflik, item kurang baik dan kurang maksimal, sehingga terdapat beberapa item yang gugur.
C. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, adalah:
1. Bagi program studi Bimbingan dan Konseling, diharapkan program studi
mampu menjadi wadah mendapatkan ilmu mengenai manajemen konflik yang
baik dan juga memberikan pengarahan yang tepat bagi mahasiswa, sehingga
para mahasiswa memiliki dasar managemen konflik yang baik, yang mampu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan agar lebih memperhatikan item pada
penelitian, sehingga mampu untuk mewakili setiap indikator yang dipakai
dalam penelitian ini dan juga tidak menyebabkan banyak item yang gugur,
diharapkan pula agar penyebaran skala dapat diperluas, sehingga lebih
mendapatkan hasil yang diharapkan dan mewakili permasalahan yang dicari
3. Bagi mahasiswa, diharapkan dengan penelitian ini memberikan pengetahuan
mengenai manajemen konflik dalam berpacaran, sehingga mahasiswa mampu
55
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Anoraga, P. (2006) Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bowman, H.A & Spanier, G.B.(1978). Modern Marriage (8th ed). New York: McGraw Hill Co. DeGenova, M. K. & Rice, F. P. (2005). Intimate Relationship, Marriages, and Families. New
York: McGraw-Hill.
Feldman, L. H. (1996). Jew and Gentile in the ancient world: attitudes and interactions from Alexander to Justinian. Princeton University Press.
Gunarsa, Singgih, D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
Hakim, N.S. (2015) Komunikasi yang Berkualitas Orangtua pada Anak dalam Mengajarkan Pengelolaan Konflik. Journal of Management Communication Conflict
Hendry. B. (2015). Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hassanudin. 1
Http://www.psychoshare.com/file-119/psikologi-dewasa/perkembangan-dewasa-awal.html Hurlock,E.B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Karsner. (2001). Belief about partners personal qualities that facilitate intimacy. Journal of marriage & the family. 7, 35-36.
Lai, C. W. (2010). How financial attitudes and practices influence the impulsive buying behavior of college and university students. Social Behavior and Personality: an international journal, 38(3), 373-380. Lai, C. W. (2010). How financial attitudes and practices influence the impulsive buying behavior of college and university students. Social Behavior and Personality: an international journal, 38(3), 373-380.
56
Mada. Jurnal Psikologi. 2
Masidjo. (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius. Monks, F. J. Knoers, dan Haditono, SR (2001). Psikologi Perkembangan.
Muspai. M. (2004). Jurnal Manajemen Konflik. Upaya Penyelesaian konflik dalam Organisasi. 41-46.
Nasution. (2003). Metode Research, Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Pappalia. (2008). Human Development Eds 10. Jakarta : Salemba Humanika.
Papalia, Olds & Feldman. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika. Santrock. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Santrock. (2012). Life-span Development. 13 th Edition. University of Texas, Dallas : Mc Graw-Hill
Shumway, B. (2004). The effect of distance on intimacy,passion dan commitment in romantic relationship in college students. Saint anselm college.
Spanier, G. B., & Bowman, H. A. (1978). Modern marriage.
Sternberg, R. J. & Barnes, M. L. (1988). The psychology of love. New Haven & London: Yale University Press.
Stoltz. (2000). Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Grasindo: Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta. Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Sumanto, M.A. (1995). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Supratiknya, A. (1995). Tinjauan Psikologi Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius
(Anggota IKAPI).
Thontowi. N. S. (2015). Manajemen Konflik. Journal Of Management Conflict. 34-38 Trifiani. R.N & Margaretha. (2012). Pengaruh Gaya Kelekatan Romantis Dewasa (Adult