• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH DI KELAS X PUTRI PONDOK PESANTREN

DAARUL AHSAN TANGERANG BANTEN

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)

Oleh :

SITI NURBIANTI NIM 16311756

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ) JAKARTA 2020

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten.”

Disusun oleh Siti Nurbianti, NIM 16311756, jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah layak dan memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.

Tangerang, 23 Juli 2020 Pembimbing

Dr. Syahidah Rena, M. Ed

(3)
(4)
(5)

iv MOTTO

اَّلِّا ُرَّك َّذَي اَمَو

ۗ

اًْيِْثَك اًْيَْخ َِتِوُأ ْدَقَ ف َةَمْكِْلْا َتْؤُ ي ْنَم َو

ۚ

ُءاَشَي ْنَم َةَمْكِْلْا ىِتْؤُ ي )٢٦٩ : ةرقبلا( ِباَبْلَْلْا اْوُلْوُأ

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi banyak kebaikan. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat “. (QS. Al- Baqarah: 269)

(6)

v

ميِحَّرلا ِنَْحَّْرلا َِّللَّا ِمْسِب

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ilahi Rabbul Izzati, yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh sidang skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan program S1 Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Fikih di Kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten”

Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulisan, skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi semua pihak yang berkenan memanfaatkannya.

Pada proses penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Dr. Syahidah Rena, M.Ed Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan dan pengarahan sampai terselesaikan skripsi ini.

Selain itu juga penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta yang telah memimpin dan mengayomi kami semua dengan sangat bijaksana.

(7)

vi

2. Ibu Dr. Nadjematul Faizah, SH.M.Hum selaku warek I bidang Akademik dan Ketua Sidang yang telah mengayomi dan memberikan saran-saran terbaik bagi kami semua.

3. Ibu Reksiana, MA, Pd selaku Kaprodi Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta yang telah mengayomi dan memberikan saran- saran terbaik bagi kami semua

4. Ibu Dr. Syahidah Rena, M.Ed, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, petunjuk, juga saran-saran serta meluangkan waktu yang banyak senantiasa untuk memberikan motivasi, ilmu secara tulus, penuh kesabaran, dan membimbing agar skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sebaik-baiknya.

5. Terimakasih kepada segenap dosen Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta dengan ketulusan mentransfer ilmunya kepada kami, pengalaman serta motivasi selama perkuliahan berlangsung, semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan berkah.

6. Kepada seluruh Instruktur Tahfidz tercinta yang begitu sabar dalam menyimak hafalan kami semua, dan terus memotivasi untuk selalu murajaah dan menghafal Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.

7. Terimakasih kepada seluruh jajaran staff Tata Usaha di Fakultas Tarbiyah yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan keperluan administrasi kampus.

8. Kepada orang yang penulis cinta sayangi dunia dan akhirat kedua Orang Bapak H. Madtosi dan ibunda Hj. Nunung Nurhayati, kaka Hj.

Siti Annisah serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil terhadap penulis selama ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat, inayah, dan Maghfirahnya kepada kalian semua.

9. Untuk Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten terutama kepada pimpinan yayasan yaitu Bapak KH. Maman Lukman Hakim,

(8)

vii

MA beserta para Asatidz terutama Ustad Ahmad Rajab S. S.Kom, Ustad Hasani, S.Pd.I dan Ustad Jailani AB, S.Pd. I yang telah banyak membantu dan memudahkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi tepat waktu.

10. Yang penulis banggakan sahabat seperjuangan angkatan 2016 kelas Tarbiyah C. Khususnya Puspa Sari, Dhitya Keke Fauziah, Aminatul Mahpia, terimaksih karena telah membagi informasi dan pengetahuan serta pengalaman yang tak henti memberi dukungan dan motivasi kepada penulis. Semoga kalian sukses dan menjadi kebanggaan agama, bangsa dan negara.

11. Dan untuk orang terdekatku Rifad Rifa’i dan seluruh teman-teman terutama Siti Husnawati Solihah, Fitri Amalia Andifa, Risa Aulia Halim dan Siti Nuraini dan pihak yang telah banyak membantu dan memberi motivasi dalam penyusunan skri ini. Terimakasih atas semuanya

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya selalu. Amiin. Disamping itu, penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir (skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak amiin.

Tangerang, 23 Juli 2020 Penulis

Siti Nurbianti NIM: 16311756

(9)

viii DAFTAR IS

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penulisan ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Tinjauan Pustaka ... 12

H. Hipotesis Penelitian ... 15

I. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 17

A. Konsep Pola Asuh Orang Tua ... 17

(10)

ix

B. Konseptualisasi Berpikir Kritis ... 34

C. Optimalisasi Pola Asuh Orang Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Fikih... 40

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

B. Jenis dan pendekatan Penelitian... 47

C. Variabel Penelitian ... 49

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

E. Sumber Data... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

G. Teknik Analisis Data... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 67

B. Hasil Temuan ... 76

C. Pembahasan... 89

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 102

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua ...54

Tabel 3.2 Blue Print Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...57

Tabel. 3.3 Item Total Statistik (X) ...59

Tabel 3.4 Item Total Statistik (Y) ...60

Tabel 3.5 Reliabilitas Statistik (X) ...62

Tabel 3.6 Reliabilitas Statistik (Y) ...62

Tabel 3.7 Rumus Uji Normalitas ...65

Tabel 4.1 Uji Deskriptif Pola Asuh Demokratis ...76

Tabel 4.2 Uji Deskriptif Pola Asuh Otoriter ...77

Tabel 4.3 Uji Deskriptif Pola Asuh Permisif ...78

Tabel 4.4 Rekapitulasi Rata-Rata Skor Variabel Pola Asuh Orang Tua ...80

Tabel 4.5 Uji Deskriptif Kemampuan Berpikir Kritis ...81

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas ...85

Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana ...86

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis ...87

(12)

xi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan yang dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tuanya. Dengan ini peneliti dapat mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif.

Populasi pada penelitian ini sebanyak 82 siswa yang dijadikan objek adalah seluruh siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang dengan jumlah sampel 82. Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan angket/kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada uji regresi linier sederhana ada pengaruh signifikan antara variabel X dengan Y. Yaitu < 0,05 = 0,000. Artinya jika nilai signifikan kurang dari 0,05 dapat dinyatakan signifikan. Dan dapat diketahui pula bahwa pola asuh orang tua memberikan kontribusi 19,9% dalam pembentukan kemampuan berpikir kritis siswa selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata kunci : Pola Asuh Orang tua, Kemampuan Berpikir Kritis

(13)

xii

ABSTRACK

This study aims to determine the critical thinking skills of 10th grade female students in Daarul Ahsan islamic boarding schools which is influenced by parenting patterns. With this researcher an find out whether or not the influence of parenting parents on students’ critical thinking skills. This research includes quantitative research with descriptive methode. The population in this study as many as 82 students who made the objects are all students of class 10 as many 82 students.as for the data collection techniques using a questionnaire. The results showed that in the simple linier regression test there was a significant influence between the variables X and Y variables.

That is < 0,05 = 0,000. Meaning that if significant value of less than 0,05 an be declared significant and it can also be seen that parenting parents contribute 19,9% in the formation students’ critical thinking skills that are influenced by other factors.

Keywords : parenting style, critical thinking skills

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode- metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1 Definisi pendidikan bisa dilihat dari dua sudut pandang, yakni pendidikan sebagai proses dan pendidikan sebagai hasil. Sebagai proses, pendidikan didefinisikan sebagai suatu aktivitas interaksi manusia dengan lingkungannya. Sementara sebagai hasil, bahwa pendidikan sebagai perubahan yang merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya yakni perubahan perilaku.2

Fungsi dan Tujuan pendidikan dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3 disebutkan sebagai berikut, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang dempkratis serta bertanggung jawab.3

Berdasarkan Undang-Undang Tahun 2003 Nomor 20 Bab VI Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa di Indonesia terdapat tiga jalur pendidikan yaitu pendidikan formal, non formal dan informal dimana ketiganya saling

1 Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.10

2 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 38

3 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan,..., hlm. 49

(15)

2

melengkapi satu sama lain. Istilah jalur formal terdapat pada pasal 1 ayat 11 adalah “pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi”.4

Selanjutnya yaitu Pendidikan nonformal, pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan yang tujuannya untuk mengganti, menambah dan melengkapi pendidikan formal. Pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh lembaga khusus yang ditunjuk oleh pemerintah dengan berpedoman pada standar nasional pendidikan. Dan karena berpedoman pada standar nasional pendidikan maka hasil dari pendidikan non formal tersebut dapat dihargai setara dengan pendidikan formal.5

Adapun jenis pendidikan lainnya yaitu pendidikan informal, menurut UU SISDIKNAS pendidikan informal ialah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional.6

Ketiga jalur pendidikan ini merupakan satu kesatuan (paket pendidikan terintegrasi) dalam proses penyelenggaraan pendidikan, tidak terpotong-potong per jalur. Kesuksesan penyelenggaraan pendidikan formal ditentukan oleh non formal dan informal, ketiganya saling mengait dan tidak dapat dipisahkan

4 Urip Triyono, Kepemimpinan Transformasional Dalam Pendidikan (Formal, Non Formal, dan Informal),(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019), hlm. 14

5 Dosen Pendidikan (2019), “ Pendidikan Non Formal ”, diakses pada tanggal 28 November 2019 dari https://www.dosenpendidikan.co.id/pendidikan-non-formal/

6 Dosen Pendidikan (2019), “ Pendidikan Informal ”, diakses pada tanggal 31 November 2019 dari https://www.dosenpendidikan.co.id/pendidikan-informal/

(16)

3

Tanpa adanya Pendidikan informal maka pendidikan yang lainnya tidak akan berjalan dengan baik. Karena pendidikan informal merupakan pendidikan pemula, sebelum melangkah kepada pendidikan formal.

Berhasil atau tidaknya pendidikan formal bergantung pada pendidikan dalam keluarga. Karena didalam keluarga anak pertama mendapatkan stimulus dan juga banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, dari lingkungan itulah terbentuknya karakter utama anak.

Dengan begitu informasi yang anak dapatkan merupakan suatu pengetahuan yang mana termasuk hasil dari sebuah pendidikan. Desmita mengatakan bahwa keluarga adalah unit sosial yang terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi dasar bagi perkembangan psikososial anak dalam konteks sosial yang lebih luas.7

Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang bersifat pembiasaan, spontanitas, unik dan mengesankan. Pendidikan dalam keluarga berbeda dengan pendidikan formal yang semua unsur aktifitas pendidikannya didasarkan pada pengorganisasian baik rencana pembelajarannya, materi, metode, strategi hingga kurikulumnya.8

Akan tetapi pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang paling utama karena materi pendidikannya berisi pengalaman kehidupan, media dan metodenya disesuaikan dengan keadaan atau kondisi setiap keluarga tanpa harus memerlukan biaya yang besar serta pengajar yang formal bahkan bisa dilakukan dalam waktu 24 jam.

7 Desmita, Psikologi Perkembangan Pesera Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 219

8 Safrudin Aziz, Pendidikan Keluarga: Konsep dan Strategi,(Yogyakarta: Gava Media, 2015), hlm. 20

(17)

4

Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Bahkan, pola asuh ini bisa menentukan apakah perkembangan dan pertumbuhan anak berjalan dengan baik atau tidak.

Oleh karena itu, orang tua memegang peranan penting bagi pendidikan anak. Mengasuh, mendidik dan membesarkan anak merupakan tugas yang mulia yang dilakukan oleh orang tua. Keberhasilan seseorang dapat dilihat dari bagaimana seorang ibu dan ayah mengasuh dan mendidik anaknya. Oleh karena itu, orang tua seharusnya memahami jenis-jenis pola asuh yang sesuai dengan kriteria anak.

Pola asuh orang tua merupakan suatu keseluruhan interaksi orang tua dan anak, dimana orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat dan berorientasi untuk sukses.9

Menurut Diana Baumrind (1967) seorang psikolog klinis dan perkembangan ada empat tipe pola asuh yang dikembangkan dalam pengasuhan, yaitu: Pola asuh Demokratis, Pola asuh Otoriter, Pola asuh Permisif dan Pola asuh Penelantar. Adapun menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga kecenderungan dari pola asuh orang tua yaitu: Pola asuh Otoriter, Pola asuh Demokratis, dan Pola asuh Permisif.10

9 Al Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 5

10 Al Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 11-12

(18)

5

Namun, Secara umum pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pola asuh orang tua:

a. Pola asuh otoriter (Authoritarian Parenting) b. Pola asuh permisif (Permissive Parenting) c. Pola asuh demokratis (Authoritative Parenting)

Setiap jenis pola asuh orang tua terdapat dampak positif dan negatifnya. Dampak positif dari pola asuh otoriter ialah keberhasilan orang tua dalam mengajarkan ideologi pada anak, namun dampak negatif yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter anak memiliki sifat dan sikap seperti mudah tersinggung, penakut, pemurung, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas dan tidak bersahabat.11

Pola pengasuhan orang tua juga dapat berpengaruh dengan Kemampuan berpikir anak. Berpikir atau yang biasa kita kenal dengan kata thinking dalam bahasa Inggris, dapat diartikan menelaah suatu hal dengan nalar atau pikiran. Berpikir melibatkan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Tujuan berpikir adalah untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif dan memecahkan masalah.12

Karena aktivitas manusia tidak terlepas dari berpikir. Dan berpikir juga merupakan ciri yang membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan. Berpikir ternyata mampu

11 Al Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 13

12 Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi 3, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm. 7

(19)

6

menyiapkan peserta didik untuk berbagai disiplin serta pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik.13

kemampuan berpikir terbagi atas dua bagian yaitu kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skill atau bisa disingkat LOTS) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HigherOrder Thinking Skill dapat disingkat menjadi HOTS) atau dapat dikatakan berpikir kritis.

Dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang Berpikir kritis atau HigherOrder Thinking Skil.l

Adapun pengertian Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal.14

Dengan demikian kemampuan berpikir kritis anak dapat dipengaruhi dari pola asuh orang tua. Pengaruh tersebut dapat kita lihat dari bagaimana seorang ayah dan ibu memilih jenis pola pengasuhan.

Karena setiap jenis pola asuh memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Di Indonesia sendiri sebagian anak Indonesia dibesarkan dengan pola asuh yang tradisional. “Dengan kata lain, orang tua masih khawatir dengan

13 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2013), hlm. 121

14 Ahmad Susanto, Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar,.. hlm. 121

(20)

7

adaptasi anak di dunia modern dan mereka fokus pada pencapaian akademis di sekolah,”15

Dari penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa orang tua di Indonesia masih menggunakan pola asuh tradisional karena mereka tidak mengetahui lebih banyak penjelasan mengenai jenis pola asuh serta pengaruhnya yang dapat mereka gunakan untuk mengasuh dan mendidik anak mereka. Dari pola pengasuhan tersebut komunikasi antara orang tua dan anak sebaiknya berjalan dengan baik. Karena dengan komunikasi yang baik antara keduanya dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak.

Dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fikih, mata pelajaran fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari- hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.

Disamping itu pembelajaran fikih menghendaki adanya diskusi secara mendalam mengenai apa yang mereka pelajari dari pelajaran fikih.

Dengan diskusi tersebut dapat mengasah kemampuan berpikir kritis siswa.

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman siswa yang bermakna. Kesempatan tersebut dapat berupa kesempatan berpendapat secara lisan maupun tulisan.

15 Aghnia Khairi (2016), CNN Indonesia: Sebagian Anak Indonesia ‘Salah Asuh’, diakses pada tanggal 14 April 2016 dari https://www.cnnindonesia.com/gaya- hidup/20160413202151-255-123787/sebagian-besar-anak-indonesia-salah-asuh

(21)

8

Dengan ini peneliti mendapatkan pengamatan di lapangan yang menunjukkan bahwa pembelajaran fikih di Pondok Pesantren Daarul Ahsan lebih mengarah kepada pemahaman mengenai pengertian, rukun, syarat dan juga hukum suatu persoalan. Pembelajaran Fikih Pada kelas X Putri ini menjelaskan tentang kurban dan aqiqah.

Dengan begitu, peneliti melakukan penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis terhadap siswa kelas X Putri pada mata pelajaran fikih, peneliti melakukan observasi pada tanggal 30 Juni 2020, peneliti melakukan observasi ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung (KBM) dengan menemui kepala yayasan Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten oleh Kh. Maman Lukman Hakim, MA untuk menerima peneliti dalam penelitian ini. Setelah penerimaan surat tersebut keesokan harinya peneliti melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran fiqih, karena peneliti bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fiqih tersebut.

Hasil dari wawancara dengan guru fikih yaitu menunjukkan bahwa siswa kelas X Putri memiliki kemampuan berpikir kritis sebesar 50%.

Persentase tersebut dapat dilihat ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung (KBM). Guru fiqih yang bernama Ustad Zailani AB, S.Pd.I, beliau mengatakan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fikih lebih rendah dibandingkan dengan kelas X Putra karena mereka hanya sebatas bertanya saja kepada guru tersebut setelah dijawab tidak adalagi pertanyaan atau diskusi lain yang berlanjut.

Dari hasil wawancara tersebut peneliti dapat melihat kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fikih dapat dikatakan cukup baik . Peneliti juga mengamati bagaimana pola pengasuhan yang mereka terima dari orang tuanya melalui penyebaran angket. Karena kemampuan berpikir

(22)

9

kritis juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain terutama pola asuh orang tua terhadap anaknya. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dan menyebar angket atau kuesioner kepada siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten.

Dengan demikian, dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, anak dan orang tua harus berperan sebagai pemain bersama, dengan kata lain orang tua sebagai motivator dan anak harus diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki dalam memecahkan suatu permasalahan. Orang tua dan anak harus saling mengajar dan belajar, diantara keduanya harus saling berdialog dan komunikasinya secara horizontal. Karena dengan berdialog inilah dapat membangkitkan kesadaran berpikir kritis pada anak. 16

Dengan demikian pola asuh yang baik bagi anak sangatlah dibutuhkan agar anak mampu mengembangkan semua kemampuan dan potensi yang ia miliki terutama kemampuan berpikir kritis anak baik dalam menghadapi permasalahan di rumah ataupun di sekolah. Karena tidak semua anak mampu berpikir kritis ketika dalam proses pembelajaran di sekolah ataupun di lingkungan lainnya disebabkan oleh komunikasi yang tidak berjalan dengan baik antara anak dan orang tuanya.

Mengacu pada paparan di atas, maka penulis tertarik membahas dan menelaah sikap dan perilaku orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan mendidik anak, karena dalam pola asuh yang baik dapat berpengaruh langsung terhadap kemampuan yang dimiliki anak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata

16 Unita Sukma Zuliani Nasution, “ Pengaruh Pengasuhan Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Anak dalam Pembelajaran “, Jurnal Sintaksis, Vol. 1, No. 1 Desember 2019

(23)

10

Pelajaran Fikih di kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten.”

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Pola asuh orang tua akan berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Rendahnya pengetahuan tipologi pola asuh ideal bagi orang tua siswa.

3. Pola asuh kepada anak masih kurang tepat yang menyebabkan kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Orang tua kurang menyadari pengaruh pola asuh yang baik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

5. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fikih 6. Rendahnya kemauan siswa untuk berdiskusi ketika pembelajaran fikih C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, penulis perlu membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Pola asuh orang tua yang dimaksud adalah pola asuh yang diberikan kepada anaknya, pada penelitian ini penulis membatasi pada tiga tipologi pola asuh yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif.

2. Berpikir kritis dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa yang diperoleh dari cara berpikir siswa dalam menanggapi beberapa permasalahan dalam kesehariannya.

3. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan

(24)

11

4. Orang tua kurang menyadari bahwa pengaruh pola asuh yang baik dapat mengembangkan kemampuan berpikir anak.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang telah dikemukakan, peneliti memutuskan bahwa adanya keterkaitan pola asuh orang tua yang dapat menjadikan anak mampu berpikir kritis. Maka rumusan masalah pada penelitian ini ialah “Apakah pola asuh orang tua berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fikih di kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan? ”

E. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan diadakannya penelitian yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan pada studi fikih.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah keilmuan sebagai upaya pencegahan hal-hal yang negatif khususnya dalam rangka mengembangkan pendidikan keluarga dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Secara Praktis

a. Dapat digunakan pada penelitian lain yang relevan dengan penenlitian ini dan untuk meneliti lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

(25)

12

b. Sebagai motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan orang tua dapat memilih atau memperbaiki pola pengasuhan yang lebih baik.

G. Tinjauan Pustaka

a. Hasil penelitian R. Rahaditya dan Agoes Dariyo dalam jurnal Psikologi Pendidikan Vol. 9 No. 1, 1-20 tahun 2017, halaman 12-17 dengan judul :”Peran Pola Pengasuhan Orang tua Terhadap Sikap Nasionalisme Remaja”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pola pengasuhan orang tua terhadap sikap nasionalisme remaja di masyarakat.

Adanya perbedaan sikap nasionalisme ditinjau dari pola asuh orangtua.

Pola asuh demokratis dan otoriter memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pola asuh permisif. Dengan jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode analisis varians (anova) dan hasil menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan sikap nasionalisme dan tidak adanya hubungan antara pola asuh otoriter dengan sikap nasionalisme.17

Persamaan dari penelitian ini ialah untuk menentukan sikap nasionalisme remaja perlu dilihat dari pola asuh orang tuanya, sama halnya dengan penulis meneliti kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya.

Perbedaannya terdapat pada metode yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan analisis varians yaitu suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Sedangkan penulis meneliti menggunakan penelitian kuantitatif yang mempunyai teknik pengambilan keputusan berupa data pertanyaan secara tertulis maupun

17 R. Rahaditya dan Agoes Dariyo,Peran Pola Pengasuhan Orang tua Terhadap Sikap Nasionalisme Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan Vol. 9 No. 1, 1-20 tahun 2017

(26)

13

lisan. Kemudian perbedaan yang lainnya terdapat pada variabel ke 2 yang mana penulis membahas kemampuan berpikir kritis siswa sedangkan pada penelitian ini menjelaskan tentang sikap nasionalisme remaja.

b. Winda Khadijah Ashareni Tanjung dari State University of Medan, 2019 halaman 3-4 dengan judul :“Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Pembelajaran Matematika”. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kepustakaan yang mana peneliti menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian, informasi tersebut dapat diperoleh dari buku- buku, jurnal, tesis, majalah, internet, karya imliah dan sumber-sumber yang lainnya.

Hasil dari penelitian ini ialah pembelajaran Matematika dengan pendekatan CTL (contextual teaching and learning) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran Matematika dengan pendekatan konvensional. Pada penelitian ini adanya persamaan mengenai pembahasan yang digunakan yaitu pembahasan tentang berpikir kritis. Dan perbedaan pada penelitian ini terdapat pada jenis penelitian, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif sedangkan penulis menggunakan penelitian kuantitatif.

c. Siti Rofiah fakultas Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, dalam skripsi yang berjudul:

“Pengaruh Pola Asuh Dan Komunikasi Orang Tua Terhadap Perilaku Keberagamaan Siswa Di MTS Nrurul Huda Kebagusan Jakarta Selatan”. Pentingnya pemilihan pola asuh orang tua dalam

(27)

14

mendidik anaknya dapat memberikan dampak yang baik untuk masa depan anaknya.18

Pada penelitian ini terdapat Persamaan mengenai pembahasan tentang pola asuh orang tua terhadap anaknya. Persamaan yang lainnya terdapat pada penggunaan jenis penelitian yaitu penelitian kuantitatif. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel 2. Pada penelitian ini membahas tentang perilaku keberagaman siswa sedangkan peneliti sendiri membahas tentang kemampuan berpikir kritis siswa.

d. Hasil penelitian Rabiatul Adawiah, dalam jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 1, Mei tahun 2017 dengan judul : “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak (studi pada masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kab.

Balangan)“ Penemuan dari penelitian ini ialah pola asuh orang tua yang diterapkan masyarakat Dayak di Kab. Balangan ialah pola asuh permisif dan pola asuh demokratis.19 Metode penelitiannya menggunakan field research (penelitian lapangan) yang mana peneliti memperoleh data dari para informan atau masyarakat setempat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Persamaan dari penelitian ini ialah teori yang membahas tentang pola asuh. Perbedaannya terdapat pada jenis penelitian yang mana penulis sendiri menggunakan penelitian kuantitatif sedangkan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Namun persamaan yang lainnya terdapat pada teknik pengambilan data yang melalui wawancara.

e. Deti Ahmatika Prodi Pendidikan Matematika di Unswagati Cirebon dengan judul :”Peningkatan kemampuan Berpikir Kritis Siswa

18 siti Rofiah, “Pengaruh Pola Asuh Dan Komunikasi Orang Tua Terhadap Perilaku Keberagamaan Siswa Di MTS Nrurul Huda Kebagusan Jakarta Selatan”, skripsi Fakultas Tarbiyah, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, 2018

19 Rabiatul Adawiah, “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak (studi pada masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kab. Balangan)“. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 1, Mei tahun 2017

(28)

15

dengan Pendekatan Inquiry/Discovery” penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Pembelajaran Matematika yang menggunakan pembelajaran Inquiry/Discovery dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa karena perkembangan kognitif siswa lebih terarah.

Pada penelitian ini terdapat persamaan mengenai teori yang dibahas yaitu kemampuan berpikir kritis. Perbedaannya terdapat pada jenis penelitian.

Pada penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen sedangkan penulis menggunakan penelitian kuantitatif.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang dihadapi dan perlu diuji kebenarannya dengan data yang lebih lengkap dan menunjang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir anak. Berikut ini perumusan hipotesis dari penelitian ini:

Ha : Terdapat pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan Ho : Tidak terdapat pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X Putri Pondok Pesantren Daarul Ahsan

I. Sistematika Penulisan

Penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta Tahun Ajaran 2017. Hasil akhir dari penulisan ini akan dituangkan dalam laporan tertulis dengan sistematika sebagai berikut.

(29)

16

BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini Berisi latar belakang yang menjelaskan tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan berpikir kritis anak.

BAB II : KAJIAN TEORI. Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir, beserta hipotesis penelitian.

BAB III : METODELOGI PENELITIAN. Bab ini meliputi pendekatan penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, pengumpulan data penelitian, uji instrumen, uji validitas, uji reliabilitas, metode analisis data dan prosedur penelitian.

BAB IV : HASIL PENELITIAN. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai gambaran umum Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang Banten diantaranya letak geografis, visi, misi dan sejarah berdirinya, struktur organisasi, data guru, sarana dan prasarana serta presentasi dan analisis data. Terdiri dari gambaran umum responden, kategorisasi responden dan hasil uji hipotesis.

BAB V : PENUTUP. Membahas tentang kesimpulan dan saran.

(30)

17 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh” yang berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tepat.

Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau satu lembaga.20 Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan hubungan sehingga orang tetap hadiri dan menjalani hidup secara sehat.21

Pola asuh dapat diartikan sebagai proses interaksi total antara orang tua dengan anak, yang mencakup proses pemeliharaan (pemberian makan, membersihkan dan melindungi) dan proses sosialisasi mengajarkan perilaku yang umum dan sesuai dengan aturan dalam masyarakat.22 Dengan kata lain pola asuh ini meliputi kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani anak.

Pola asuh menurut Walgito adalah suatu model atau cara yang digunakan pendidik untuk mendidik anak dalam usaha membentuk

20 TIM Penyusun Kamus Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) Cet 1, hlm. 692

21 Eleine Donelson, Asih, Asah, Asuh dan Keutamaan Wanita (Yogyakarta: Kanisius, 1990) Cet 1, hlm. 5

22 Seto Mulyadi, dkk, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Teori-Teori Baru dalam Psikologi, (Depok: Rajawali Pres, 2017), hlm. 184

(31)

18

pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakatpada umumnya.23 Dengan demikian sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana pola asuh yang baik.

Menurut John W Santrock “Pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan moral mengenai tugas ini”. 24 dalam pengasuhan anak, orang tua kebanyakan mengeluarkan sisi emosi yang besar seperti emosi positif yaitu bahagia dan tertawa namun tidak jarang pula orang tua yang mengeluarkan emosi negatif dengan cara marah dan bersikap kasar.

Menurut Hasnida dalam bukunya Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini “Pola Asuh merupakan suatu ara pendidik dan pembinaan yang diberikan orang tua atau pendidik terhadap anak adalah mengasuh dan mendidiknya dengan penuh pengertian.”

Adapun Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan pernikahan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak- anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia dan menjawab secara jelas tentang suatu yang tidak dimengerti oleh anak.

23 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta: Penerbit Andi, 2010), hlm.

217

24 John W Santrock, Child Development, Terj Mila Rahmawati dkk, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2017), hlm. 163

(32)

19

Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya.25

Atas pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah upaya orang tua dalam mengasuh, merawat, membesarkan dan mendidik seorang anak yang dapat mempengaruhi kualitas anak baik biologis, psikologis, atau sosial. Dimana orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat dan berorientasi untuk sukses.26

Dasar pengasuhan anak terdapat dalam firman Allah SWT.

Sebagai berikut:

َع ُةَراَجِحْلاَو ُساذنلا اَهُدْوُقَو اًر َنَ ْ ُكُْيِلْهَأَو ْ ُكُ َسُفْنَأ ْوُق اْوُنَماَء َنْيِ ذلَّا اَ هيَُّأَي لَم اَ ْيَْل

ٌدا َد ِش ٌظَلاِغ ٌةَكِئ

ًن ْو ُرَمْؤُي اَم َن ْوُلَعْفَيَو ْ ُهُ َرَمَأ اَم َالله َن ْو ُصْعَي ذلَّ

۶

“ Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“ (Qs.

At-Tahrim {66} : 6).

25 Adil Patawai Anar (2017), Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, diakses pada tanggal 06 Mei 2017 dari http://news.rakyatku.com/read/47833/2017/05/06/pengertian- orang-tua-serta-tanggung-jawabnya-terhadap-anak

26 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 5

(33)

20

Dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak dan saudara, kerabat, sahaya wanita dan laki-laki untuk taat kepada Allah. Kamu larang dirimu beserta keluargamu untuk tidak melakukan kemaksiatan. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada dibawah tanggung jawabnya segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah SWT kepada mereka.27

Dari penafsiran Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan untuk menjaga keluarga dari api neraka. Orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh anak yaitu mendidik, menjaga, membimbing, mengajarkan dan mengarahkan anak-anak agar berperilaku baik sesuai dengan perintah agama.

2. Tipologi Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Dalam hal ini sejumlah penelitian telah mengkaji beragam jenis pola asuh yang digunakan para orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Pola asuh yang berbeda-beda berkaitan erat dengan sifat kepribadian yang berbeda-beda pada anak.28

27 Ibnu Katsir, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Terj. Muhammad Nasib ar-Rifa’i, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 751

28 Eva Latifah, Psikologi Dasar, (Bandung: PT Reamaja Rosdakarya, 2017), hlm.

220

(34)

21

Menurut Elizabeth B Hurluck, sebagai ahli psikologi perkembangan mengatakan bahwa ada 3 pola asuh yaitu: Pola Asuh Otoriter, Pola Asuh Demokratis dan Pola Asuh Laisses Fire. Menurut Diana Baumrind (1967), seorang psikolog klinis dan perkembangan ada empat tipe pola asuh yang dapat dikembangkan dalam pengasuhan, yaitu: Pola Asuh Otoriter, Pola Asuh Demokratis, Pola Asuh Permisif, dan Pola Asuh Penelantar. Adapun menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga kecenderungan dari pola asuh orang tua yaitu: Pola Asuh Otoriter, Pola Asuh Demokratis dan Pola Asuh Permisif.29

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sesuai dengan beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya menurut Hurlock. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga pola asuh tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pola asuh otoriter (Authoritarian Parenting)

Menurut Santrock (2011) pola asuh otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketika orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Hurlock menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter sebagai disiplin orang tua secara otoriter yang bersifat disiplin tradisional. Dalam disiplin yang otoriter orang tua menetapkan peraturan dan memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut. Anak tidak diberikan penjelasan mengapa harus

29 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 11-12

(35)

22

patuh dan tidak diberi kesempatan mengemukakan pendapat meskipun peraturan yang ditetapkan tidak masuk akal.30

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.31 Sesuai namanya, pola asuh otoriter merupakan pola asuh di mana orang tua membuat suatu peraturan sepihak yang harus dilakukan dan dituruti oleh anak tanpa melihat apakah anak menyukainya atau tidak. Dengan kata lain, pola asuh semacam ini terlihat seperti memaksakan kehendak pada anak.32

Banyak aspek yang menyebabkan orang tua menetapkan pola asuh ini terhadap keluarga dan anaknya. Beberapa aspek penyebab tersebut bisa karena kurangnya pengetahuan tentang pengasuhan anak, menegakkan wibawa dan kekuasaan, sikap tidak mau disalahkan, menghentikan argumentasi, membungkam sikap kritis anak, atau karena memang memiliki keinginan untuk memaksakan kehendak.33

Pola asuh otoriter lebih banyak menerapkan pola asuhnya dengan aspek-aspek sebagai berikut:34

1) Orang tua mengekang anak untuk bergaul dan memilih-milih orang yang menjadi teman anaknya.

30 Nur Istiqomah Hidayati, Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Keerdasan Emosi, dan Kemandirian Anak SD, Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 3, No. 01, Januari 2014, hlm. 3

31 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 12

32 Shantika Ebi CH, Golden Age Parenting, (Bantul: PT Anak Hebat Indonesia, 2017), hlm. 52

33 Shantika Ebi CH, Golden Age Parenting,..., hlm. 53

34 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 13

(36)

23

2) Orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk berdialog, mengelola dan mengemukakan pendapat, anak harus menuruti kehendak orang tua tanpa peduli keinginan dan kemampuan anak.

3) Orang tua menentukan aturan bagi anak dalam berinteraksi baik di rumah maupun di luar rumah. Aturan tersebut harus ditaati oleh anak walaupun tidak sesuai dengan keinginan anak.

4) Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif dalam bertindak dan menyelesaikan masalah.

5) Orang tua melarang anaknya untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.

6) Orang tua menuntut anaknya untuk bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya tetapi tidak menjelaskan kepada anak mengapa anak harus bertanggung jawab.

Pola pengasuhan yang seperti ini dapat berdampak buruk pada anak, dengan mengikuti semua peraturan yang dibuat oleh orang tuanya dapat menjadikan anak kurang percaya diri, menjadi pribadi yang pendiam, kurang kreatif dan inisiatif bahkan tidak menutup kemungkinan anak dengan pola pengasuhan otoriter dapat mengalami stres dan depresi berat karena hidup dibawah tekanan.

Jika dilihat dari segi positif pola pengasuhan otoriter ini dapat menjadikan anak menjadi penurut dan cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan yang terapkan orang tua. Namun, ketika beranjak dewasa, anak dengan pola pengasuhan otoriter juga bisa menentang dan tidak mau menuruti permintaan orang tuanya. Bisa jadi juga si anak menyimpan dendam dan rasa benci karena orang tua

(37)

24

yang slalu menghukum dan memaksanya. Karena itu pola asuh otoriter sebaiknya kita hindari.35

b. Pola asuh permisif (Permissive Parenting)

Menurut Dariyo (2011:207) bahwa “Pola asuh permisif ini orang tua justru merasa tidak peduli dan cenedrung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya.” Sedangkan menurut Yatim dan Irwanto (1991:96-97) bahwa : Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan kepada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya anak berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Keadaan lain pada pola asuh ini adalah anak-anak bebas bertindak dan berbuat.36

Pola asuh permisif dapat diartikan juga dengan pola asuh orang tua pada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memberikan pengawasan yang sangat longgar dan memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Adapun kecenderungan orang tua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

35 Shantika Ebi CH, Golden Age Parenting, (Bantul: PT Anak Hebat Indonesia, 2017), hlm. 5

36 Isni Agustiawati,2014 Pengaruh pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Akuntansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26 Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. 2014. Hlm. 14-15

(38)

25

Sifat-sikap dimiliki orang tua adalah hangat sehingga sering kali disukai oleh anak.37

Pola asuh ini sering dimiliki oleh orang tua yang sibuk bekerja. Orang tua cenderung menyerahkan tanggung jawabnya kepada baby sitter dan hanya berkomunikasi dengan anak seperlunya saja. Saat anak ingin bercerita tentang teman ataupun sekolahnya, orang tua akan lebih memilih untuk mengerjakan berbagai pekerjaan kantornya.

Padahal, sejatinya seorang anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Karena itulah, anak yang hidup dengan pola asuh seperti ini biasanya kekurangan perhatian dan kasih sayang yang membuatnya memiliki perilaku yang salah. Ada anak yang menjadi pribadi tertutup dan ada juga yang justru menjadi pribadi yang keras. Selain itu, anak dengan pola pengasuhan ini dapat menjadi pribadi yang bebas dalam bergaul karena tidak ada orang yang memerhatikannya atau menegurnya saat ia melakukan kesalahan.38

Pada pola pengasuhan permisif, orang tua menerapkan pola pengasuhannya dengan aspek-aspek sebagai berikut:39

1) Orang tua tidak peduli terhadap pertemanan atau persahabatan anaknya.

2) Orang tua kurang memberikan perhatian terhadap kebutuhan anaknya. Jarang sekali melakukan dialog terlebih untuk mengeluh dan meminta pertimbangan.

37 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,...hlm. 14

38 Shantika Ebi CH, Golden Age Parenting, (Bantul: PT Anak Hebat Indonesia, 2017), hlm. 55

39 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,...hlm. 15

(39)

26

3) Orang tua tidak eduli terhadap pergaulan anaknya dan tidak perlu menentukan norma-norma yang harus diperhatikan dalam bertindak.

4) Orang tua tidak peduli dengan masalah yang dihadapi anaknya.

5) Orang tua tidak peduli dengan kegiatan kelompok yang diikuti anaknya.

6) Orang tua tidak peduli anaknya bertanggung jawab atau tidak atas tindakan yang dilakukannya.

Orang tua tipe permisif akan menerima, responsif, sedikit memberikan tuntutan pada anaknya. Namun dengan begitu dampak yang ditimbulkan dari pola asuh ini membawa pengaruh atas sikap- sifat anak, seperti :40

a) Bersikap impulsif dan agresif b) Suka memberontak

c) Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri d) Suka mendominasi

e) Tidak jelas arah hidupnya f) Prestasinya rendah

c. Pola asuh demokratis (Authoritative Parenting)

Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan acara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional atau pemikiran-pemikiran.41

40 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 15

41 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,..., hlm. 16

(40)

27

Menurut ahli dan akademisi, polo asuh demokratis merupakan pola asuh paling ideal diantara pola asuh lainnya. Orang tua dengan pola asuh demokratis memiliki cara dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan sesuatu yang anak ingin lakukan, namun tetap dalam pengawasan, kontrol dan juga bimbingan dari orang tua.

Pada umumnya pola asuh demokratis menunjukkan ekspresi penuh cinta dan tanggap kepada anak-anaknya. Mereka menunjukkan kehangatan, kepekaan pada kebutuhan anak-anak, serta mampu mengembangkan pola komunikasi yang baik sejak dini. Batasan- batasan perilaku selalu didiskusikan, disesuaikan dan diterapkan secara tegas tetapi hukuman yang diberikan tidak keras. Orang tua dengan pola asuh ini cenderung menghindari teknik-teknik yang mengedepankan kekuasaan.42

Pola asuh demokratis menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak (win win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengasuhan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan.43

42 Janet Kay, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), hlm. 42

43 Helmawati, Pendidikan dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 139

(41)

28

Orang tua yang memilih pola pengasuhan demokratis selalu menerapkan pola pengasuhannya dengan aspek-aspek sebagai berikut:44

1) Orang tua bersikap acceptance dan mengontrol tinggi.

2) Orang tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak.

3) Orang tua mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.

4) Orang tua memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.

5) Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak.

6) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan.

7) Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi anak.

8) Orang tua hangat dan berupaya membimbing anak.

9) Orang tua melibatkan anak dalam membuat keputusan.

10) Orang tua berwenang untuk mengambil keputusan akhir dalam keluarga, dan

11) Orang tua menghargai disiplin anak.

Adapun dampak dari pola asuh ini dapat membentuk perilaku anak seperti:

a) Memiliki rasa percaya diri b) Bersikap bersahabat

c) Mampu mengendalikan diri (self control) d) Bersikap sopan

e) Mau bekerja sama

44 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 17

(42)

29

f) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

g) Mempunyai tujuan atau arah hidup yang jelas h) Berorientasi terhadap prestasi

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan ataupun menghambat kemampuan berpikir kritis anak. Seorang anak yang dibiasakan dengan suasana keluarga yang terbuka, saling menghargai, saling menerima dan mendengarkan pendapat-pendapat anggota keluarganya, maka ia akan menjadi generasi yang terbuka, fleksibel, penuh inisiatif dan percaya diri.

Lain halnya jika seorang anak dibesarkan dengan pola asuh yang mengutamakan kedisiplinan yang tidak diimbangi dengan toleransi, wajib mentaati peraturan dan selalu memaksakan kehendak.

Maka generasi yang muncul adalah generasi yang tidak memiliki visi di masa depan, tidak memiliki keinginan untuk maju di masa depan.45

Begitu pula dengan kemampuan berpikir kritis anak dapat diukur dari pola pengasuhan orang tua dalam kesehariannya. Dalam pola pengasuhan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi serta melatarbelakangi orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak-anaknya. Menurut Hurlock, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, antara lain:

45 Yeni Rahmawati, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 8

(43)

30 a) Tingkat sosial ekonomi

Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi rendah. Orang tua dengan status sosial ekonomi niasanya lebih memberikan kebebasan kepada si anak untuk explore atau mencoba hal-hal yang lebih bagus. Sementara orang tua dengan status ekonomi lebih rendah lebih mengajarkan anak kerja keras.46

b) Tingkat pendidikan

Latar belakang pendidikan orang tua atau tinggi rendahnya pendidikan orang tua akan cenderung berbeda dalam menerapkan pola asuh terhadap anak.47 Orang tua memiliki banyak informasi tentang pengasuhan tentu saja melalui buku, seminar dan lain-lain akan lebih terbuka untuk mencoba pola asuh yang baru di luar didikan orang tuanya.

c) Kepribadian orang tua

Kepribadian orang tua meliputi bagaimana pengalaman pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Terkadang orang tua bisa mempraktekkan hal-hal yang pernah ia dengar dan rasakan dari orang tuanya sendiri.

46 Aku Ibu Sehat (2018), 10 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlok, diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari

https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Tips-si-Kecil/3-6-Tahun/10-Faktor- Yang-Mempengaruhi-Pola-Asuh-Orang-Tua-Menurut-Hurlock

47 Dessy Izzatun Nisa, 2019 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Perilaku Sosial Emosional Anak Usia Dini (Studi Kasus Wali Murid Pada Kelas B1 Di RA Permata Belia Kalipancur Ngaliyan Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018). Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. 2019. Hlm. 11

(44)

31 d) Jumlah anak

Jumlah anak menentukan pola asuh yang diterapkan orang tua.

Orang tua yang memiliki banyak anak cenderung mengasuh dengan pola asuh yang berbeda-beda. Sedangkan orang tua yang hanya memiliki sedikit anak, maka orang tua akan cenderung lebih intensif dalam mengasuh anak.48

e) Agama atau keyakinan

Nilai-nilai agama juga mempengaruhi pola asuh anak. Mereka akan berbicara tentang apa yang dia ketahui benar-benar akan dilakukan dengan baik, sopan, terima kasih atau syarat. Semakin kuat keyakinan orang tua, semakin kuat pula pengaruhnya kompilasi mengasuh si kecil.49

f) Pengaruh Lingkungan

Orang tua muda atau yang baru memiliki anak, akan menjadikan suatu pengalaman itu sebagai pembelajaran. Pengalaman dari orang-orang di sekitarnya baik keluarga atau teman-teman. Baik atau buruk pendapat yang dia dengar akan dia balikan untuk dipraktekkan ke anak-anaknya.

48 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Masa edisi ke V, (Jakarta: Erlangga, 1997), hlm.. 234

49 Aku Ibu Sehat (2018), 10 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlok, diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Tips-si-Kecil/3-6-Tahun/10-Faktor- Yang-Mempengaruhi-Pola-Asuh-Orang-Tua-Menurut-Hurlock

(45)

32

Sedangkan menurut Santrock, menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orang tua dalam keluarga, diantaranya:50

a) Penurunan metode pola asuh yang didapatkan sebelumnya

Orang tua menerapkan pola asuh kepada anak berdasarkan pola pengasuhan yang didapatkan sebelumnya.

b) Perubahan budaya

Dalam hal pengasuhan seperti nilai, norma serta adat istiadat antara dahulu dan sekarang.

Berdasarkan beberapa faktor tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua antara lain: status sosial ekonomi, kepribadian orang tua, tingkat pendidikan, jumlah anak, agama atau keyakinan, pengaruh lingkungan, pengalaman pola asuh orang tua dan pengaruh budaya.

4. Ciri-ciri Pola Asuh Orang Tua

Dari Pola pengasuhan yang sudah disebutkan sebelumnya, setiap pola asuh memiliki ciri khas tersendiri. Berikut akan dijelaskan ciri-ciri dari masing-masing pola asuh.

Pola asuh Otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua.

• Pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak sangat ketat.

50 Dessy Izzatun Nisa, 2019 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Perilaku Sosial Emosional Anak Usia Dini (Studi Kasus Wali Murid Pada Kelas B1 Di RA Permata Belia Kalipancur Ngaliyan Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018). Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. 2019. Hlm. 12

(46)

33

• Anak hampir tidak pernah memberi pujian.

• Orang tua yang tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.

Lain halnya dengan pola asuh permisif yang memiliki ciri sebagai berikut:

• Orang tua bersikap aeptance tinggi namun kontrolnya rendah, anak diizinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri.

• Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya.

• Orang tua kurang menerapkan hukuman pada anak, bahkan hampir tidak pernah menggunakan hukuman.

Selain kedua pola asuh di atas, pola asuh demokratis juga memiliki ciri sebagai berikut:

• Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal.

• Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

• Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua menggunakan hukuman fisik, dan diberikan jika terbukti anak secara sadar menolak melakukan apa yang telah disetujui bersama, sehingga lebih bersikap edukatif.

• Memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.

• Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak.

(47)

34

• Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan.

• Pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Inilah ciri dari tiap-tiap pola asuh diatas. Setiap pola asuh memiliki cara dan ciri yang berbeda. Oleh karena itu, orang tua harus lebih teliti dalam memilih jenis pola asuh yang akan diterapkan kepada anaknya. Memilih pola asuh yang baik dapat dilihat dari ciri dan dampak yang akan ditimbulkan pada anak sesuai dengan jenis pola pengasuhan tersebut.

B. Konseptualisasi Berpikir Kritis 1. Pengertian Berpikir Kritis

Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini. Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari alasan.

Kemampuan berpikir seseorang menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya. Contohnya kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi karena berpikir ialah memanipulasi atau mengelola dan mentransfer informasi-informasi dalam memori kita.

Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian gangguan fungsi paru akibat paparan debu, umur, masa kerja, status gizi, lama kerja, kebiasaan merokok,

Seoarang anak yang tumbuh dengan penerapan pola asuh permisif dari orang tuanya akan menjadi anak yang tidak mandiri sebab kontrol orang tua terhadap anak sangat

Orang yang menyakini allah memiliki sifat al-akhir akan menjadiakn allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selainnya, tidak ada permintaan kepada selainnya,

Tanggungjawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang

Disebabkan oleh proliferasi ke atas sumber maklumat seperti Risalah Data Keselamatan Bahan (RDKB) pengilang tertentu, kami tidak akan dan tidak boleh bertanggungjawab terhadap

MATEMATIKA.. Operasi Hitung Bilangan ... Bilangan Ribuan ... Perkalian dan Pembagian Bilangan ... Kelipatan dan Faktor Bilangan ... Segitiga dan Jajaran Genjang ...

Ini termasuk faktor yang mempengaruhi bacaan yaitu faktor guru, pemahaman harfiah adalah pemahaman pertama yang harus dikuasai, karena merupakan pemahaman membaca tahap

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh perbedaan konsentrasi detergen terhadap frekuensi bukaan operkulum dan kelangsungan hidup ikan mas yang terpapar