NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
oleh
MUHAMMAD NUR KHOLIQ NIM 111 14 064
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
oleh
MUHAMMAD NUR KHOLIQ NIM 111 14 064
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
ْْ٣ِظَُّٱ ََُْْْْْٝحَُٞ٘ٓحَءْ َٖ ْ
َِْْ٣ ْ َٔ٣ِاْْحُٓٞـِز ُْظِرَُْْٜ٘ ِْْ ََُُُْْْٜيِجٓ َُُْٝأٍْْ ْ
َْْٓ أ٧ٱ َُُُّْْْْْٜٖٓٛٝ ْ َُٕٝضَظ
ْ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Tamsudin dan Ibu Sri Sulisni yang telah merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing, memotivasi dan memohonkan kemudahan bagi penulis dalam setiap doanya. Sungguh merupakan pengorbanan yang tak terhitung nilainya dan tak terbalas bagi penulis. Semoga bapak dan ibu senantiasa selalu dalam perlindungan, keridhaan, dan keberkahan Yang Maha Kuasa. Tanpa dukungan bapak dan Ibu tiada hal yang penulis raih kecuali hanya untuk kebahagiaanya di dunia maupun di akhirat.
2. Kedua saudara Huda dan Rifki yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis demi tercapainya cita-cita yang diinginkan oleh kedua orang tua. 3. Bapak Kyai Nur Salim Mawardi dan ahlul baitnya yang selalu penulis
tunggu Barokah Doa dan Ilmunya.
4. Teman-teman Santri pondok pesantren An-Nibros Al-Hasyim senasib seperjuangan menjadi motivasi didalam kehidupan.
5. Teman-teman PAI angakatan 2014 yang telah menjadi teman seperjuangan menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
KATA PENGANTAR ِْْ٤ِدَّغُٱِْٖ َٔ أدَّغُٱِْ َّللَّٱِْْ أـِر
ْ
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, ridha dan inayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah Karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang telah membawa petunjuk kebenaran untuk seluruh umat manusia, yang kita harapkan syafa‟atnya di akhirat kelak.
Pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati peneliti haturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhurmat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M. Ag., selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB ... xvii
ABSTRAK ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Kajian Pustaka ... 9
F. Metode Penelitian ... 12
G. Penegasan Istilah ... 14
H. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II BIOGRAFI NASKAH A. Biografi Pengarang Kitab Jawahirul Kalamiyah ... 21
1. Biografi Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi ... 21
2. Guru-guru Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ... 23
3. Murid-murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ... 23
4. Karya-karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ... 24
C. Sistematika Penulisan Kitab Jawahirul Kalamiyah ... 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH A. Pengertian Pendidikan Tauhid... 30
1. Pengertian Pendidikan Tauhid ... 30
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ... 35
3. Metode Pendidikan Tauhid ... 44
B. Isi Pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah ... 47
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI A. Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah... 84
B. Implikasi Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari ... 115
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 125
B. Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543/ b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988.
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ح Alif Tidak dilambangkan bangkan
د Ba‟ B Be
ص Ta‟ T Te
ع Tsa‟ S Es
ؽ Jim J Je
ح Ha‟ H Ha
ر Kha‟ Kh Ka dan Ha
ص Dal D De
ط Zal Z Zet (dengan titik di atas)
ع Ra‟ R
ػ Zal Zet
ؽ Sin Es
ف Syin Es dan Ye
م Sad S Es (dengan titik di bawah)
ى Da D De (dengan titik dibawah)
ٍ Ta‟ T Te (dengan titik dibawah)
ظ Z Z Zet (dengan titik dibawah)
ع „Ain „ lik di atas
ؽ Gain G Ge
ف Fa‟ F Ef
م Qaf Q Qi
ى Kaf K Ka
ٍ Lam L El
ٕ Nun N En
ٝ Wawu W We
ٙ Ha‟ H Ha
ء Hamzah , Apostrof
١ Ya‟ Y Ye
Konsonan angkap karena di tulis rangkap
سّضػ „iddah
A. Ta’ Marbutttah
1. Bila dimatikan di tulis h
شّزٛ Di tulis Hibah
ش٣ؼج Di Tulis Jizyah
(ketentuan ini tidak di berlakukan terhadap kata-kata arab yang yang sudah teresap kedalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali di kehendaki lafal aslinya).
Bila di ikuti dengan kata “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka di tulis dengan h.
ءخ٤ُٝ٧حْشٓحغً ah al-auliya‟
B. Vokal Pendek
َْح Fathah Ditulis A
ِْح Kasrah Ditulis I
ُْح Dammah Ditulis U
C. Vokal Panjang
ش٤ِٛخج Jahiliyah
Fathah+Ya‟ mati A
٠ؼـ٣ Yas‟ a
Kasrah+Ya‟ Mati I
ْ٣غً Karim
mmah+wawumati U
ىٝغك Furud
D. Vokal Rangkap
Fathah+ya‟ mati ٌْ٘٤ر h+wawu mati
ABSTRAK
Kholiq, Muhammad Nur. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah Karya Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M. Ag.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan Tauhid, kitab Jawahirul Kalamiyah
Syekh Thahir Bin Saleh adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah Jawahirul Kalamiyah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Apa saja nilai-nilai Pendidikan Tauhid yang terkandung dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi (2) Bagaimana Implikasi nilai Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab Jawahirul Kalamiyah, sumber data sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan induktif.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008: 180). Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak untuk mengembangkan potensi dan mendidik orang lain agar dapat menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Marimba (1989:19) Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Daulay (2004:153) pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta menumbuhkan hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT, manusia lain, dan alam semesta.
Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai landasan yang khas dan spesifik dibandingkan dengan agama lainnya. Karena komponen utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang kemudian dikembangkan oleh manusia dengan akal pikiran mereka yang didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang monotis (tauhid). Maksudnya agama yang hanya menyembah satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Shihab, 1996:152).
pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb al-„Alamin (Majid, 2014:4).
Tauhid merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa, 1999:43). Karena di alam ini pemimpin dan pengatur semua tatanan sistem peredaran kehidupan hanya Allah SWT. Hidup dan Mati merupakan kuasa sang pencipta yaitu Allah SWT. Kepercayaan terhadap Allah merupakan landasan bagi setiap muslim. Seorang muslim tidak dapat dikatakan sebagai umat muslim jika tidak menerima suatu ajaran Tauhid. Seorang muslim dapat menjalani kehidupannya wajib memegang ajaran tauhid dalam hati dan fikiran. Tauhid adalah prinsip ajaran agama Islam yang menegaskan bahwa Tuhan itu hanya satu dan menjadi satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin, 1992:3).
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang Allah SWT, sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh kepada-Nya (Sifat jaiz Allah) dan sifat-sifat yang sama sekali harus ditiadakan daripada-Nya serta tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan kerasulan mereka. Dapat dinamakan Ilmu tauhid karena pokok pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satu-satunya tujuan (Maslikah, 2009:90).
Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi menjadi tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu: mengesakan Allah dalam segala perbuatannya dan meyakini bahwa Allah menciptakan segala makhluk. 2) Tauhid Uluhiyyah yaitu: mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal, beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu: beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang diterangkan dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh umat-Nya (Ilyas, 1993: 23).
Tauhid tidak hanya sekedar mengenal dan mengetahui bahwa Allah pencipta alam semesta, tidak hanya mengetahui keberadaan dan keesaan-Nya, dan tidak pula mengetahui Asma‟ dan sifat-Nya. Hakikat tauhid disini adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya adalah menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuensi dengan mentaati perintah-Nya dan Menjauhi larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, dan takut kepada-Nya.
ََِْسْخََٓٝ ْْو ُْض ْ ِْْلََِّْٖٝجُْح ْْٗ ْ َّلَِّاْ َؾ ُِْْٕٝضُزْؼَ٤ُِ ٘ٙ ْ ْ
Artinya:“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-dzariat: 56) (Departemen Agama RI, 2005: 752).
Dari ayat di atas jelas, bahwa Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Tidaklah mereka diciptakan untuk bersenang-senang dan menghabiskan waktu untuk duniawinya saja. Mereka mengakui adanya Allah, tetapi mereka tidak menjalankan perintah dan bahkan melanggar apa yang dilarang Allah. Selain itu, mereka juga menunda-nunda sholat demi pekerjaanya. Padahal semua itu datangnya dari Allah SWT.
adalah manusia akan cenderung menganggap satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai materialnya saja. Sehingga mereka mengesampingkan nilai spiritualnya yang sebenarnya berfungsi sebagai penata dan pengatur hidupnya kejalan yang lurus dan benar.
Dengan adanya masalah tersebut, maka perlu adanya penanaman tauhid pada setiap individu. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid dapat diberikan di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. Di Sekolah kini menerapkan adanya kurikulum 2013 yang membentuk adanya pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter yang pertama dan utama yang perlu dibentuk adalah pendidikan tauhid itu sendiri. Apabila seseorang sudah memahami pendidikan tauhid dan berkomitmen kepada akidah biasanya terimplementasi dalam perilaku, moralitas, visi dan pola pikirnya dalam kehidupan yang nyata.
Tauhid mempunyai peran yang besar terhadap kehidupan manusia, karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti tujuan hidup mereka. Marilah kita lihat secara seksama di lingkungan sekitar kita banyak manusia yang hidup dengan tujuan yang tidak jelas, mereka bekerja siang-malam hanya untuk mengumpulkan harta yang banyak. Harta bagi mereka ibarat Tuhan yang selalu diagungkan dan nomor satukan.
Dengan demikian semakin dangkal akidah tauhid seseorang semakin tinggi pula kadar akhlak, watak dan kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai way of life. Sebagaimana bila akidah seseorang telah kokoh, maka itu akan terlihat dalam operasionalnya. Setiap konsep dari Islam pasti akan diterima secara utuh dan lapang dada, tanpa rasa keberatan dan terkesan mencari alasan-alasan untuk menolaknya, itulah sikap muslim sejati (Rasyid, 1998: 15-16).
metode penyampaian soal-jawab dan rangkain kata-kata yang dibuat secara sederhana untuk memudahkan bagi para pelajar.
Dengan di kajinya kitab Jawahirul Kalamiyah, disinilah peranan Nilai Tauhid yang akan mengembalikan manusia sebagai manusia yang sempurna. Bahwa semua nilai peribadahan hanya dikembalikan kepada Allah STW. Karena hanya Allah yang memberikan semua jalan kemudahan yang telah di hadapi manusia dalam menghadapi segala masalah didalam kehidupannya.
Dalam menyikapi semua keraguan itu, kita dapat mengatasinya dengan mendalami pemahaman tentang agama yang kita anut. Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana pendidikan tauhid melalui pendidikan yang akan penulis kemas dalam judul penelitian yaitu “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan tauhid yang terkandung dalam kitab Jawahirul Kalamiyah ?
2. Bagaimana implikasi nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan tauhid yang terkandung dalam kitab Jawahirul Kalamiyyah.
2. Untuk mengetahui implikasi nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: 1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Jawahirul Kalamiyyah karya Syekh Thahir bin Saleh Al- Jazairi serta dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian beriman kepada Allah SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis
Untuk menambah konseptual serta pemahaman penulis tentang kajian nilai pendidikan tauhid sehingga dapat dijadikan pedoman dan dapat diterapkan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam sehari-hari dalam dunia pendidikan Islam pada lembaga-lembaga pendidikan. Seperti: Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, di TPA maupun TPQ, sebagai pedoman dalam melangkah untuk mencapai keselamatan dalam perilaku kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan didunia sampai akhirat.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut khususnya dan bidang ilmu pengetahuan lain pada umumnya.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah kegiatan yang meliputi mencari, membaca, dan menelaah laporan-laporan penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal, papers, artikel, tesis, dan lain-lain (Sukardi,2003: 19).
Kajian pustaka digunakan sebagai perbandingan terhadap penelitian yang sudah ada baik dari segi kekurangan maupun kelebihan yang telah ada sebelumnya. Dengan kajian pustaka ini diharapkan dapat mempunyai andil yang besar dalam mendapatkan suatu informasi tentang teori yang kaitannya dengan judul dalam penelitian ini. Sebelum penulis memperlebar pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi, maka penulis mencoba menelaah buku yang ada untuk dijadikan sebagai perbandingan dan acuan dalam penulisannya. Sebagai acuan dalam penulisan ini, penulis menggunakan beberapa kajian pustaka tersebut diantaranya adalah:
Akhir serta keimanan kepada qadha dan qadar. Islam, Ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal, syukur, sabar. (b) Nilai Insaniyah: Silaturahim, Al-Ukhuwah, Al-Muasawah, Al-„Adalah, At- Tawadhhu‟ dan Amanah.
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
2. Skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akidah dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy, yang ditulis oleh Elfa Rafika (2016) Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidkan Agama Islam (IAIN) Salatiga. Nilai-nilai pendidikan akidah yang terkandung dalam skripsi tersebut meliputi keyakinan kepada Allah yang yang terdiri: (a) Allah Maha Esa dalam Zat-Nya (b) Allah Maha Esa dalam sifat-sifat-Nya (c) Allah Maha Esa dalam Perbuatan-perbuatan-sifat-sifat-Nya (d) Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya (d) Allah Maha Esa dalam menerima ibadah (f) Allah Maha Esa dalam menerima hajat dan hasrat manusia, keyakinan kepada Malaikat Allah, keyakinan kepada kitab-kitab Allah, keyakinan kepada Rasulullah, keyakinan kepada Hari akhir, dan keyakinan kepada qadha dan qadar. Keyakinan tersebut diperoleh dengan haqul yaqin.
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
ilmu) (c) Nilai Pendidikan Akhlak (Akhlak kepada Allah yaitu: bersyukur, tawakal, bertaubat), (Akhlak kepada diri sendiri yaitu: shidiq/jujur, syaja‟ah/berani, menutup aurat, amanah, menjaga diri, optimis, tawadhu‟, disiplin), (Akhlak kepada Orang Tua yaitu: birul walidain, sopan santun), (Akhak kepada sesama yaitu: Peduli menjaga persaudaraan, saling tolong menolong).
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
Dari sejumlah kajian pustaka yang dilakukan, penulis tidak menemukan kajian mengenai Nilai-nilai Pendidikan Tauhid didalam Kitab Jawahirul Kalamiyah yang lebih menekankan nilai-nilai pendidikan tersebut. Sehingga penelitian yang penulis tulis berbeda dengan penelitian terdahulu dan memiliki orisinilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi.
karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I, Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi.
Dan sumber data sekunder diantaranya adalah Terjemah kitab Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I, Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut :
a. Metode Deduktif
b. Metode Induktif
Yaitu metode berfikir yang berangkat dari peristiwa khusus ke konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981: 41).
Metode ini penulis gunakan untuk mengkaji pendapat Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi tentang nilai-nilai pendidikan tauhid kaitannya dengan implikasi nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan sehai-hari.
G. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut. Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang apa yang baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna.
Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik (Yunahar, 2007: 263).
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Adapun pendidikan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang berupa daya upaya atau memberikan pertolongan secara sadar kepada anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menuju kearah kedewasaan.
Secara Bahasa (Etimologi), Kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar dari kata kerja lampau yaitu wahhada – yuwahhidu – tawhiidan yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan.
Berbeda dengan Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Latif, ia menjelaskan bahwa tauhid adalah mengesakan Allah SWT, baik dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun kesempurnaan asma‟ dan sifat-Nya (Lathif, 2008:31).
Dalam pembagiaanya, tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu tauhid untuk rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟ wa shifat (Lathif, 2008:31). Setiap macam dari ketiga macam tauhid memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya.
Pertama, tauhid rububiyah. Yaitu kepercayaan yang pasti bahwa Allah adalah Rabb yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu meyakini bahwa Allah adalah dzat satu-satunya yang menciptakan segala sesuatu apa yang ada di alam semesta ini (Lathif, 2008:9).
Kedua, tauhid uluhiyah. Yaitu mentauhidkan Allah SWT melalui segala pekerjaan hamba, dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, apabila hal itu syari‟atkan oleh -Nya, seperti berdo‟a, khauf (takut), raja‟ (harap), mahabah (cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti‟anah (meminta perlindungan) dan segala apa yang disyari‟atkan dan diperintahkan Allah SWT dengan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Semua ibadah ini dan lainya harus dilakukan hanya kepada Allah semata dan tulus karena-Nya dan ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah (Jawas, 2008: 152).
Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah SWT semata.
Dengan demikian nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (ke-Esaan), aplikasi yang diimplementasikan yang dapat diambil dari suatu kajian dan ditranformasikan sebagai bahan pengajaran dan pendidikan.
2. Kitab Jawahirul Kalamiyah
Kitab Jawahirul Kalamiyah ini adalah karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi. Kitab ini berisi pelajaran ilmu tauhid dasar. Pembahasan didalam kitab ini mudah, padat, dan logis. Kitab ini disusun dengan metode Tanya-jawab, sehingga akan memudahkan pemahaman dan langsung pada tujuan pembahasan.
Isi kitab ini pada dasarnya menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat islam yang beliau sebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
Konsep yang dijabarkan Syekh Thahir secara umum sejalan dengan pernyataan Asy‟ari tentang 50 pokok Akidah Islamiyah yang beliau tulis dalam kitabnya Al-ibanah „an Ushul al-Diniyah, walaupun terdapat sedikit perbedaan terutama ketika menjelaskan sifat-sifat Allah (Sunarto, 2011: 2).
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya pembahasan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penenlitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Penegasan Istilah dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal untuk memahami skripsi ini.
BAB II BIOGRAFI NASKAH, meliputi biografi pengarang Kitab Jawahirul Kalamiyah, Setting Sosial, dan Karya-karyanya.
BAB III DESKRIPSI ANATOMI MUATAN NASKAH, meliputi Pengertian Pendidikan Tauhid, Isi pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah,
BAB IV PEMBAHASAN, meliputi Analisis Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam kitab Jawahirul Kalamiyah, Implikasi Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari.
BAB II BIOGRAFI
A. Biografi Pengarang Kitab Jawahirul Kalamiyah
1. Biografi Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi
Nama lengkap pengarang adalah Syekh Thahir bin Muhammad bin Saleh bin Ahmad bin Mauhub al-Sam‟any al-Jazairy al-Dimasyqiy. Ayahnya, seorang faqih bermadzab Maliki dan seorang mufti di Syam. Pada tahun 1263 H. Ayahnya pindah dari Al-jazair ke Damaskus.
Syekh Thahir lahir di Syam pada tahun 1268 H. bertepatan dengan tahun 1852 M. Beliau belajar di Madrasah al-Jaqmikiyah dan tamat bersama ustad Abdurrohman al-Bustany. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya belajar kepada Syekh Abdul Ghanimy al-Maidany (1222-1298). Beliau sangat suka mempelajari berbagai disiplin ilmu, antara lain Fisika, Matematika di samping keseriusannya dalam mempelajari ilmu yang berbahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman.
Ketika usianya sampai 30 tahun, beliau telah menguasai bahasa Arab, Persia, Turki dan Prancis. Beliau giat mencari dan mempelajari manuskrip-manuskrip kuno, untuk itu ia membantu berdirinya perpustakaan Dar al-Kutub al-Dzahiriyah di Damaskus dan perpustakaan al-Khalidiyah di Yerussalem.
menggabungkan antara argumen aqli dan naqli, ia mengambil inti dari setiap ilmu dan menolak bersikap tekstual sehingga ia menjadi seorang yang berilmu dalam bidang agama, peradaban, matematika, fisika, politik, bahasa, sejarah, archeology, sosiologi, psikologi, jurnalistik dan sya‟ir. Sehingga ia dikenal sebagai ensiklopedi, kunci berbagai bidang ilmu serta kamus dunia”.
Pada tahun 1325 H ia pindah ke Mesir, kemudian ia kembali lagi ke Damaskus pada tahun 1338 H. lalu ia diangkat sebagai anggota
al-majma‟ al-Ilmiy al-Araby serta ditunjuk sebagai kepala
perpustakaan Dar al-Kutub al-Dzahiry. Beliau wafat pada bulan Rabi‟ul Awwal tahun 1338 H. bertepatan pada tahun 1920 M).
(http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-buku-al-jawahir-al-kalamiyah-fi.html).
2. Guru-guru Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun guru-guru atau sanad muttashil kepada pengarang kitab Jawahirul Kalamiyah Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi diantaranya ialah:
ْٙضُحْٖٝػْ٢ٗخظٌُحْٖٔدغُحْضزػْض٤ـُحْعضذُٔحْٖػْ١ٝخظزُحْضٔهأْٖ٤ٗغوُحْٝطْ٠هحػعْؽخذُح ضذْٖٓػْ٢ٗخظٌُحْ٢ذُحْضزػْضٔذْٓض٤ـُحْعكخذُح ْغٛخٍْز٤لُحْٖػْعخط٤زُحْمحػغُحضزػّْخلُحْع
٠ُخؼطْاللهْٚٔدعْغثحؼجُحْخُخهْضٔجْٖٓر ْ (http://abulaidi.blog.spot.co.id/2013/01/bedah-buku-jawahir
al-kalamiyah fi.html).
3. Murid-Murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun muruid-murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi diantaranya ialah:
4. Syekh Muhammad Kurdiy Ali 5. Syekh Muhibudin al-Khathibiy 6. Syekh Muhammad Said al-Baniy
4. Karya-karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun karya-karya kitab Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi diantaranya adalah:
a. Al-jawahir al-Kalamiyah fi idhah al-„aqidah al-Islamiyah b. Tanbih al-Adzakiya‟ fi qishash al-„Anbiya‟
c. Al-Tibyan li ba‟dhi mabahits al-muta‟allaqot bi al-qur‟an d. Taujih al-nazhar ila „ilm al-atsar
e. Al-Tafsir al-Kabir (terdiri dari 4 jilid dan tersimpan di perpustakaan al-Zhahiriyah) (http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-buku al-jawahir-al-kalamiyahfi.html).
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Jawahirul Kalamiyah
Sesuai dengan judulnya, buku ini dengan mudah dapat dipahami bahwa isinya akan berbicara tentang konsep teologis. Dilatar belakangi kerisauan semakin jauhnya ummat dari mengenal Tuhannya, penulis telah berusaha me-reposisi pemahaman ummat tentang konsep ketuhanan sesuai dengan pemahaman salafussaleh. Oleh karena itu buku ini disusun dalam bentuk Tanya jawab dengan maksud untuk memudahkan ummat memahaminya.
dan ia menyatakan dalam kitabnya Al-Ibanah‟an Ushulu al-Diniyah ada 50 ajaran pokok akidah Ahlul Sunnah wal-Jamaah.
Di antara ajaran-ajaran yang dibahas dalam buku ini adalah: 1. Sifat-sifat Allah
Syekh Thahir menjelaskan bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang sempurna dan Maha Suci dari sifat-sifat-sifat-sifat kekurangan. Dalam hal ini ditemukan perbedaan dengan Asy‟ari yang tidak menyebutkan jumlah sifat dan hanya mnyebutkan secara simbolik, Syekh Thahir menyebutkan jumlah sifat yang harus diyakini itu sebanyak 20 sifat. Dalam hal ini agaknya Syekh Thahir mengikuti ajaran yang dikembangkan oleh Syekh Sanusi tentang sifat-sifat Allah. Dalam kitabnya Matan Ummul Barahin yang wajib dikenal juga dengan al-akidah al-Sughra beliau menjelaskan bahwa Allah mmiliki 20 sifat yang wajib, 20 sifat yang mustahil, dan 1 sifat yang Jaiz. Namun Syekh Thahir sendiri tidak mengklasifikasikan sifat-sifat Allah tersebut sebagaimana yang diklasifikasikan oleh Syekh Sanusi yakni : a) Sifat Nafsiah (Wujud)
b) Sifat Salbiyah (Qidam, Baqa‟, Mukhalifatuhu lil hawadits, Qiyamuhu bi nafsihi, Wahdaniyyah)
c) Sifat Ma‟any (Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami‟ Bashar, Kalam)
d) Sifat Ma‟nawiyah (Kaunuhu; Qadiran, Muridan, „Aliman, Hayyan, Sami‟an, Bashiran, Mutakalliman)
2. Tajassum
Segala perbuatan manusia pada hakikatnya sudah ditentukan sejak azali, namun dalam tataran pelaksanaannya sebenarnya terjadi seiring dengan iradah juziyah yang dianugerahkan Allah. Konsep ini sebenarnya hampir sama dengan teori kasbnya Asy‟ari. Intinya adalah bahwa perbuatannya manusia adalah hasil ciptaan Allah, sebab manusia tidak mampu menciptakan perbuatanya sendiri.
4. Pelaku Dosa Besar
Tentang orang mukmin yang melakukan dosa besar, Syekh Thahir sejalan dengan Asy‟ari yang mengatakan bahwa mereka tidak disebut kafir yang kekal dalam neraka, mereka tetap muslim yang berhak masuk surga, namun jika Allah tidak mengampuni dosanya di awal, maka ia masuk surga setelah disiksa dalam neraka sekedar dosa yang dilakukannya.
5. Ajaran-ajaran lainnya
Mengenai ajaran lainnya yang dijabarkan dalam kitab ini, pada dasarnya sejalan dengan pernyataan Imam Asy‟ari dalam 50 ajaran pokok Ahlus Sunnah wal Jamaah, antara lain:
a) Adanya sihir yang dikuasai manusia, namun sihir pada hakikatnya bukanlah sesuatu yang luar biasa, sebab sihir dapat dipelajari, berbeda dengan mu‟jizat dan karomah.
b) Manusia akan melihat Allah di akhirat secara kasat mata, namun caranya masih dalam konsep bila kaifa.
c) Nikmat atau azab kubur, surga dan neraka adalah benar-benar ada.
d) Isra‟ dan Mi‟raj benar-benar dialami Rasulullah.
(http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-bukual-jawahir-al-kalamiyahfi.html).
C. Sistematika Penulisan kitab Jawahirul Kalamiyah
Buku yang berjudul Al-Jawahir Kalamiyah fi idhah „aqidah al-Islamiyah ini ditulis oleh Syekh Thahir al-Jazairy dalam bentuk Tanya jawab dengan maksud untuk memudahkan bagi pembaca untuk memahaminya. Secara keseluruhan buku ini berisi 102 pertanyaan dan jawaban yang di bagi atas tujuh pokok pembahasan utama yaitu pengantar (3 soal jawab), pembahasan pertama (26 soal jawab), pembahasan kedua (3 soal jawab), pembahasan ketiga (8 soal jawab), pembahasan keempat (19 soal jawab), pembahasan kelima (19 soal jawab), pembahasan keenam (6 soal jawab), dan penutup (17 soal jawab),
Adapun isi buku ini secara ringkas adalah sebagai berikut: 1. Muqoddimah
Setelah memuji kepada Allah dan bershalawat kepada Rasulullah, penulis menyatakan pentingnya buku ini dibaca, sebab berisi hal-hal yang pokok dalam ilmu kalam yang disajikan dalam bentuk Tanya jawab serta contoh yang mudah dipahami.
2. Pengantar
Dalam pengantar akidah islamiyah ini, disebutkan tentang 3 hal yakni;
a. Makna akidah islamiyah
Akidah Islamiyah ialah perkara-perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh orang Islam.
b. Makna Islam
Islam adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati bahwa segala sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW itu haq dan benar.
Rukun akidah islamiyah ada enam perkara:
1) Beriman kepada Allah Ta‟ala
2) Beriman kepada Malaikat Allah
3) Beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah 4) Beriman kepada Rasul-Rasul Allah
5) Beriman kepada hari Kiamat
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH
A. Pengertian Pendidikan Tauhid
1. Pengertian Pendidikan Tauhid
Menurut Muhibin Syah, “kata pendidikan berasal dari kata dasar didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memelihara dan memberi latihan” (Syah, 2003:32). Di dalam kamus al-Munawwir, “kata pendidikan juga berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan,
berarti mendidik, mengasuh, dan memelihara”(Munawwir, 1989:504).
Dalam bahasa Arab, pendidikan juga sering diartikan dari kata „Allama‟ dan „Addaba‟. Kata allama berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedangkan kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, menyempurnakan akhlak (Sopan santun) dan berbudi baik (Munawwir, 1989:461&1526).
Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah, ta‟lim, dan ta‟dib.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah dipandang paling tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena kata tarbiyah mengandung arti tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga eksistensinya, kesemuanya ini telah mewakili makna „pendidikan‟ secara keseluruhan.
pendidikanlah yang membangun daya dan pengetahuan tersebut dalam jiwa manusia. Al-Qur‟an menegaskan:
َْأُْ َّللَّٱَٝ
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Qs. Al-Nahl: 78) (Departemen Agama RI, 2005: 375).
Dalam keadaan ketidaktahuan manusia tersebut, Allah membekalinya dengan indra, baik indra dhahir maupun indra batin. Melalui indra tersebut manusia dapat mengetahui sesuatu (Kadar, 2013:1).
Dalam ensiklopedia pendidikan, pendidikan dalam arti yang universal adalah “perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniyah” (Poerbakawatja, 1981: 257).
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Kata tauhid adalah bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada-yuwahhidu-tawhiidan yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan (Munawwir, 1984: 1646).
adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya dan sifat yang tidak harus ada pada-Nya (mustahil), beliau juga membahas tentang para Rasul untuk menegaskan tugas risalah-Nya, sifat-sifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya (jaiz) dan tidak boleh ada padanya (mustahil) (Abduh, 1963: 33).
Menurut perspektif al-Qur‟an, tauhid merupakan akar utama yang harus memberikan energi kepada pokok, dahan, dan daun kehidupan. Atau ia merupakan hulu yang harus menentukan gerak dan kualitas air, sebuah sungai kehidupan mestilah berangkat dari tauhid, kegiatan dan penyelenggaraan pendidikan (Kadar, 2013:2).
Kemudian menurut ahli sufi tauhid adalah menyendirikan sifat qidam (dahulu) daripada sifat qudus (baru), keluar dari tanah air, menjauh dari orang yang dicintai, dan meninggalkan yang diketahuinya atau pun tidak. Ia berkeyakinan bahwa yang ada adalah Allah di semua tempat” (Umar, 2013:447).
Manshur Al-Maghribi mengatakan, “Tauhid adalah melepaskan segala segala dalam sebagian besar kondisinya dan kembali kepada perantara dalam masalah-masalah hukum. Sesungguhnya kebaikan tidak mengubah celaka atau bahagia dalam takdirnya” (Umar, 2013: 446).
Sedangkan menururt Al-Junaid sendiri, “Ilmu tauhid itu menerangkan tentang adanya Allah. Adanya Allah tidak dapat diketahui dengan ilmunya. Ilmu tauhid itu dilipat bentangannya sejak dua puluh tahun, sedangkan orang-orang yang membicarakannya itu hanya sampai pada tepinya saja” (Umar, 2013: 447).
Dari beberapa devinisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tauhid ialah Keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah. Tidak hanya percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan seluruh alam semesta beserta pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala ketentuan tentang Allah meliputi sifat, asma‟ dan af‟al -Nya.
Setelah terlebih dahulu dijabarkan tentang tauhid beserta lingkupannya maka akan diungkapkan pula pengertian tentang pendidikan tauhid.
Menurut Hamdani (2001:10) pendidikan tauhid yang dimaksud disini adalah:
Suatu upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran, jiwa, hati dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT serta melenyapkan segala sifat, af‟al, asma‟, dan dzat yang negatif dengan yang positif (fana‟ fillah) serta mengekalkannya dalam suatu kondisi dan ruang (baqa‟ billah).
Dengan demikian pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami sebagai upaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam bahasa islamnya potensi ini disebut fitrah. Salah satu fitrah manusia adalah fitrah beragama, maka dari itu pendidikan tauhid lebih diarahkan pada pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai manusia tauhid.
Dengan demikian, secara sederhana pendidikan tauhid memiliki arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kompetensi seorang muslim dalam mengenal keesaan Allah SWT.
a) Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar pendidikan tauhid adalah serupa dengan pendidikan Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu dari pendidikan Islam sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain adalah pandangan hidup yang Islami yang pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat transedental dan universal yaitu Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Adapun uraian dasar pendidikan tauhid adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur‟an
Para ulama dalam menetapkan al-Qur‟an sebagai dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan Islam, memberikan tekanan-tekanan tersendiri untuk memperkokoh landasannya. Moh. Fadil misalnya, menandaskan bahwa pada hakikatnya al-Qur‟an merupakan perbendaharan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya adalah kitab pendidikan masyarakat, moral dan spiritual (Mufron, 2013: 14-15).
Sebagaimana firman Allah SWT,
ْْ٢ِدُْٞٗ َّلَِّاٍٍُْٞؿَّعَِْْٖٓيِِْزَهِْْٖٓخََِْ٘ؿْعَأْخََٓٝ ْ
ََُّْٚٗأِْْٚ٤َُِا ۥْ ُِْٕٝضُزْػٱَكخََٗأْ َّلَِّاَْٚ َُِاْ٥ ٕ٘
ْ
Artinya:“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku" (Qs. Al-Anbiyaa‟: 25) (Al-Qur‟an & Terjemahnya, 1990: 654).
Tugas mereka yang paling pokok dan utama adalah menyeru manusia untuk bertauhid kepada Allah, dengan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Seruan para rasul itu tentu dengan melalui proses pendidikan, yaitu dengan memberikan pengajaran tentang ketauhidan.
Pemberian pengajaran tauhid pada diri manusia, pada hakikatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan manusia dalam memahami tauhid tersebut. sebab setiap manusia sudah dibekali fitrah tauhid oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah:
ِْهَؤَك Artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Qs. Ar-Ruum: 30) (Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1990: 645).
pendidikan tauhid, agar manusia selalu ingat dan dekat kepada Tuhannya.
2) Al-Hadits
Dasar pendidikan Islam yang kedua adalah Sunnah (hadits), yaitu perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah. Sunnah menjadi sumber utama dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam pendidikan. Hal ini didasarkan pada Firman Allah SWT:
ْْضَوَُّ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”( Q.s al-ahzab:21) (Departemen Agama RI, 2005: 595).
Pengertian hadis secara luas ialah sesuatu yang disandarkan baik kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi‟in, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya (Aminuddin, 2014: 55).
Kemudian dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda:
keduanya yaitu kitab Allah (al-Qur‟an) dan Sunnah Rasul”ْ(H.R. Imam Malik) (Fuad: 899).
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Rasulullah sendiri menjadi guru dan pendidik utama. Fenomena ini dapat dilihat dari praktek-praktek edukatif Rasulullah itu sendiri. Pertama, beliau menggunakan rumah al-Arqam Ibnu Abi al-Arqam untuk mendidik dan mengajar. Kedua, beliau memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca dan tulis, dan Ketiga, beliau mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam (Mufron, 2013: 16-17).
Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh pengikutya, merupakan realisasi sunnah Nabi Muhammad sendiri.
3) Ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syari‟ah. Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah yang di olah oleh akal yang sehat oleh para ahli pendidikan Islam.
tuntunan-tuntunan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Perubahan dan dinamika zaman yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi menuntut adanya ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip dan praktek-praktek pendidikan Islam yang ada.
Dengan adanya dasar pijak ijtihad ini, pendidikan Islam diharapkan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan-tuntutan sosial budaya sekitar dengan tetap berpegang pada Nas (Mufron, 2013:18).
b) Tujuan Pendidikan Tauhid
Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan maka harus ada tujuannya, demikian pula dengan pendidikan. Suatu usaha apabila tidak mempunyai tujuan tentu usaha tersebut dapat dikatakan sia-sia. Tujuan, menurut Zakiah Daradjat ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan itu selesai(Daradjat, 1996:29).
Menurut Abdurrahman Shaleh Abdullah dalam buku Educational Theory a Qur‟anic Outlook, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Zayadi (2006:56) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dapat diklasifikan menjadi empat dimensi, sebagaimana berikut:
1) Tujuan Pendidikan Jasmani (al-ahdaf al-jismiyyah)
2) Tujuan Pendidikan ruhani (al-ahdaf al-ruhaniyyah)
Meningkatkan jiwa dan kesetiaan yang hanya kepada Allah SWT. semata dan melaksanakan moralitas islami yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan cita-cita ideal. Indikasi pendidikan ruhani adalah tidak bermuka dua, yaitu berupaya memumikan dan menyucikan diri manusia secara indivisual dari sikap negatif hal inilah yang disebut dengan tazkiyah (purification) dan hikmah (wisdom).
3) Tujuan intelektual (ahdaf al-aqliyah).
Bahwa proses pendidikan ditujukan dalam rangka mengarahkan potensial intelektual manusia untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan menelaah ayat-ayat-Nya (baik qauliyah dan kauniyah) yang membawa kepada perasaan keimanan kepada Allah. Tahapan pendidikan intelektual ini adalah: (a) pencapaian kebenaran ilmiyah (ilmual-yaqien); (b) pencapaian kebenaran empiris („ainal-yaqien; dan (c) pencapaian kebenaran metaempiris, atau mungkin lebih tepatnya kebenaran filosofi (haqqal-yaqien).
4) Tujuan sosial (ahdaf al-ijtimayah).
Bahwa proses pendidikan ditujukan dalam kerangka pembentukan kepribadian yang utuh. Pribadi disini tercermin sebagai an-nas yang hidup pada masyarakat yang plura (Gunawan, 2014: 10).
Dalam hal ini Islam menghendaki agar manusia di didik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang digariskan oleh Tuhan. Tujuan hidup manusia dalam Islam ialah beribadah. Pendidikan tauhid sebaimana salah satu aspek pendidikan Islam mempunyai andil yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan islam. Menurut Zainuddin, tujuan dari hasil pendidikan tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicita-citakan. Dengan tertatanya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai.
2) Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata.
3) Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya teori kebenaran (materi) semata. Misalnya kapitalisme, kemunisme, materialisme, kolonisme dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan Tujuan dari Pendidikan Tauhid adalah tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
3. Metode Pendidikan Tauhid
Dalam bahasa Arab kata metode digunakan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata al-tariqah, manhaj, dan al-wasilah. Tariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, wasilah berarti perantara atau mediator. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara.
Secara terminology pengertian metodologi adalah pendapat Hasan Langgulung, yang menyatakan bahwa metodologi pengajaran ialah ilmu yang mempelajari segala hal yang akan membawa proses pengajaran lebih efektif. Dengan kata lain metodologi ini menjawab pertanyaan how, what, dan who yaitu pertanyaan bagainmana mempelajari sesuatu (metode)?, apa yang harus dipelajari (ilmu)?,serta siapa yang mempelajari (peserta didik) dan siapa yang mengajar (guru)?(Mufron, 2013:85).
Dalam pembelajaran tauhid, seseorang pendidik harus mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik seseorang yang ia didik agar seseorang tersebut mampu memahami tauhid dan pembahasannya secara baik dan benar.
Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran tauhid antara lain:
a) Metode Ceramah
mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur‟an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tabligh, yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran (Mufron, 2013: 92).
b) Metode Tanya jawab dan Diskusi
Metode Tanya jawab adalah metode belajar yang memungkinkan terjadinya langsung yang bersifat (two way traffic) sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan murid. Guru bertanya dan murid menjawab atau sebaliknya (Sudjana, 2000:78)
Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah.
c) Metode Menghafal
pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat disebut juga sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan (Al-Khazin, 2009: 45).
Tujuan metode ini adalah agar peserta didik mampu mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan, dan imajinasi.
Dilihat dari beberapa metode pengajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab Jawahirul Kalamiyah, metode Tanya jawab dan Diskusi merupakan metode yang sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Karena dengan adanya metode tersebut maka, timbulah interaksi antara guru dan murid.
B. Isi Pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah
Kitab Jawahirul Kalamiyah ini berisi pelajaran ilmu tauhid dasar. Isi kitab ini pada dasarnya menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman yang terdiri dari enam pembahasan.
Konsep yang dijabarkan Syekh Thahir secara umum sejalan dengan pernyataan Asy‟ari tentang 50 pokok Akidah Islamiyah yang beliau tulis dalam kitabnya Al-ibanah „an Ushul al-Diniyah, walaupun terdapat sedikit perbedaan terutama ketika menjelaskan sifat-sifat Allah. 50 akidah itu terdiri dari, 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul dan 1 sifat jaiz bagi Rasul.
Aqidah adalah hal-hal yang harus diyakini oleh para penganutnya, yakni mereka yang telah meyakini kebenarannya. Sedangkan Islam adalah pengakun dengan lisan dan membenarkan dengan hati bahwa segala yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad SAW itu hak dan benar. Rukun aqidah Islam mencakup enam pokok pembahasan. Pertama: Iman kepada Allah SWT. Kedua: Iman kepada para Malaikat-Nya. Ketiga: Iman kepada kitab-kitab-Nya. Keempat: Iman kepada Rasul-rasul-Nya. Kelima: Iman kepada hari akhir. Keenam: Iman kepada Qadha dan Qadar (Sunarto, 2011: 10).
2. Rukun Akidah Islamiyah
Rukun akidah Islam meliputi enam pembahasan, diantaranya:
a. Pembahasan Pertama Iman Kepada Allah SWT
Menurut Syekh Thahir yang dimaksud iman kepada Allah ialah “membenarkan adanya Allah SWT dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah wajib ada-Nya karena zatnya SWT mempunyai sifat: Wujud, Terdahulu, Kekal, Berbeda dengan Makhluk, Kuasa, Berkehendak, Mendengar, Melihat, dan Berfirman. Dia Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berfirman (Ahcmad Sunarto, 2011: 13).
Dalam hal ini Syekh Thahir menjelaskan cara beriman kepada Allah secara rinci yaitu wajib bagi orang mukallaf mengenal sifat-sifat wajib bagi Allah yang jumlahnya yakni 20.
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu ada? Jawab :Yaitu kita harus meyakini bahwa Allah itu ada.
Keberadaan Allah hanya dengan Dzatnya sendiri, tidak dengan perantara apapun. Keberadaan Allah adalah merupakan suatu hal yang wajib yang tidak mungkin Allah itu tidak ada (Achmad Sunarto, 2011: 14)
Sifat wujûd itu harus ada pada zat Allah SWT, yaitu zat Allah SWT yang tidak menerima ketidak beradaan-Nya. Artinya, harus ada sifat tersebut bagi Allah SWT, baik itu dahulu, sekarang maupun yang akan datang (selamanya).
Metode untuk membuktikan atas tetapnya sifat wujud bagi Allah SWT ialah anda mengatakan: Alam, mulai dari arsy hingga bagian bumi yang paling bawah adalah perkara yang baru keberadaannya. Artinya, perkara yang ada (tercipta) setelah tidak ada. Dan setiap perkara yang baru pasti ada pencipta yang tetap wujudnya. Maka, alam jelas ada yang menciptakan. Keberadaan sang pencipta diperoleh dari dalil sifat keesaan dan dari ketetapan sifat wujud bagi Allah SWT. Dengan demikian, menjadai mustahil bila Allah SWT mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat wujud-Nya.
َْقْ٤ًَْ:ْ َؽ
sesaatpun sepanjang waktu. Sungguh keberadaan Allah SWT. tidak ada permulaannya (Achmad Sunarto, 2011: 15)
Sifat qidam wajib ada dalam zat Allah SWT. Artinya, bahwa Allah SWT tidak ada permulaan bagi-Nya dan wujud Allah SWT tidak didahului oleh sifat-Nya. Dialah yang awal dan yang akhir. Allah SWT itu terdahulu dengan zat-Nya sendiri tidak bersandar kepada yang lain. Jika barunya Allah SWT itu mustahil, maka Allah SWT itu pasti qadim, karena tidak ada perantara antara baru dan terdahulu. Jika tidak, maka akan terjadi daur (perputaran), yakni jika kita katakan, bahwa adanya Allah SWT itu tergantung adanya alam ini, atau akan terjadi tassalsul jika dikatakan, bahwa adanya Allah SWT itu bergantung pada adanya benda lain dan benda itu bergantung pada benda lain dan seterusnya, tanpa kesudahan. Adanya daur dan tasalsul itu mustahil, sehingga adanya Allah SWT baru dan bergantung pada benda lain adalah mustahil.
لَّْحَْ َقْ٤ًَْ:ؽ خِرُْصخَوِظْػ
ُْْْ َِّْ ِللَِّْءخَوَز ؟٠َُخَؼَطََُْْٝٚٗخَذْزُؿْ
:ْؽ ٍُُْْٝؼَ٣ َلَُِّّْٚٗحٌَْٝشَ٣خََُُِْْٜٗٚ َؾْ٤ََُُْٙءخورْ َِّٕحٍَْٝمخَرْ٠َُخَؼَطََُْٝٚٗخَذْزُؿَْللَّْ ََّٕحْ َضِوَظْؼَْٗ ََّٕحْ َُٞٛ
ِْصخَهَْٝ٧حْ ٍَِْٖٓضْهَْٝ٠ِكَُّْضَؼُْحَُْٚوَذَِْ٣ْ َلََّْٝ, لًْهَح ْ
١غثحؼجُحو ْمْ,
٘ .)
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu kekal?
Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena Allah SWT adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk selama-lamanya, tidak mengalami kebinasaan atau kehancuran, tidak mempunyai akhir kesudahan.
َْقْ٤ًَْ:ْ َؽ berbeda dengan makhluk?
Jawab :Meyakini bahwa Allah sesungguhnya tidak ada suatupun yang menyamainya Allah SWT baik dalam dzat, sifat atau perbuatan-Nya. Dalam hal ini Allah SWT tidak mungkin mempunyai sifat yang dimiliki oleh semua makhluk seperti berjalan, duduk, atau mempunyai susunan anggota badan. Allah SWT terlepas dari susunan anggota tubuh seperti punya mulut, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya (Ahcmad Sunarto, 2011: 17).
Soal :Bagaimana cara meyakini bila Allah SWT itu berdiri sendiri?
Jawab :Meyakini bahwa Allah SWT tidak membutuhkan sesuatu apapun, Ia tidak butuh tempat tinggal dan sama sekali tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Sebaliknya, Dialah yang dibutuhkan dan segalanya sangat membutuhkan kepada-Nya (Ahcmad Sunarto, 2011: 22).
Allah SWT itu wajib bersifat qiyamuhu binafsihi dalam arti Allah SWT itu bukan esensi dan bukan jasmani sehingga tidak membutuhkan tempat yang ditinggali atau kediaman untuk tempat tinggal. Dan juga, bahwa Allah SWT itu qadim yang tidak membutuhkan penentu yang memberi ketentuan bagi-Nya dan tidak pula membutuhkan kepada zat yang menciptakan-Nya.
َْقْ٤ًَْ:ْؽ ُْصخَوِظْػِ ْلَّح
ِْشَّ٤َِٗضْدَِٞر َِّْالله ؟٠َُخَؼَط
:ْؽ َْْٕحَُٞٛ ََّْٕحَضِوَظْؼَٗ ََّْالله ٌْضِدحَٞىَُخَؼَط ؾْ٤َُ
َُُْٚ َُْٔٓ َلََّْٝ ٌغْ٤ِظَٗ َلََّْٝ ٌيْ٣ِغَك ٌْضِٗخَؼُٓ َلٌََّّْٝضًِ َلََّْٝ ٌَِػخ
ْم,١غثحؼجُحو ٨
.)
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu esa? Jawab :Meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada yang menyekutui-Nya; tidak ada yang menyaingi-Nya dan tidak ada yang menentang-menyaingi-Nya (Ahcmad Sunarto, 2011: 24).
Yang Maha Agung kedudukan-Nya adalah Esa dalam zat-Nya, dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam wujud-Nya dan tidak pula dalam segala perbuatan-wujud-Nya.
؟٠َُخَؼَطِْ َّاللهِسَعْضُوِرُْصخَوِظْػِ ْلَّحْ َقْ٤ًَْ:ْؽ segala sesuatu. Dengan sifat qudrah ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang di langit dan di bumi. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan dengan kekuasaan-Nya, maka mustahil jika Allah SWT mempunya sifat „Ajzun (lemah) (Ahcmad Sunarto, 2011: 26).
Sifat qudrat merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Soal :Bagaimana cara meyakini bila Allah SWT itu berkehendak?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu mempunyai kehendak dan Dia Maha berkehendak dimana tidak akan terjadi sesuatu melainkan kehendak-Nya. Apapun yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi (Ahcmad Sunarto, 2011: 27).
Iradat merupakan sifat Wajib bagi Allah SWT. Iradat adalah sifat yang wujud, dahulu, dan menetap pada zat Allah SWT. Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi.
؟٠َُخَؼَطِْ َّاللهِِِْْْؼِرُْصخَوِظْػِ ْلَّحْ َقْ٤ًَْ:ْؽ ْ
َُْْٞٛ:ْؽ ِْؼُْخِرْ ٌفُْٞهَْْٞٓ٠َُخَؼَطََُْٝٚٗخَذْزُؿَْ َّاللهْ ََّٕحَضِوَظْؼَْٗ َْٕح َُِْْْؼَ٣ْ,ٌْْ٤َِِػْ ٍتْ٤َكْ ٌَُِِّرََُّْٚٗحَْٝ ِِْْ
ِْغَطَُْٔحْ ِصحَغَطَهْ َصَضَػَْٝ َََِّٓغُحْ ِصخَّزَدَصَضَػْ َُِْْؼَ٣َْٝ خٍََِٜ٘خَرَْٝ خََٛغِٛخَظخًََُِّْٜ َءخَ٤ْكَ ْلَّح ِْغَجَّلُحِْمحَعَْٝحَٝ َّْغِّـُحَُِْْْؼَ٣َٝ
،ٌشَ٤ِكخَسِْْٚ٤ََِػْ٠َلْشَط َلَّ,ْ٠َلْسَحَٝ َُُُِِْْْٚٔػَٝ
ْ،ٍذَـَظٌُِْٔرْ َؾْ٤
خَِٛصُْٞجََُْْٝزَهٍَِْػَ ْلَّحْ٠ِكِْءخَ٤ْكَ ْلَّحَُِْْْؼَ٣ََْْر ْ
ْمْ,١غثحؼجُحو ٧
.)
Soal :Bagaimana cara meyakini akan ilmu Allah SWT? Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
pengetahuan-Nya tidak dicari terlebih dahulu, bahkan Dia mengetahui segala sesuatu sejak zaman azali, yakni sebelum segala sesuatu diciptakan (Ahcmad Sunarto, 2011: 25).
Berilmu-Nya Allah SWT itu adalah termasuk hal-hal yang wajib bagi wujud-Nya, sebagaimana telah diketahui. Ilmu-Nya mengatasi segala macam ilmu, karena tinggi martabat-Nya di atas segala yang ada. Oleh karena itu, tidak dapat dibayangkan, kalau ada ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu-Nya. Maka jelaslah bahwa ilmu-Nya itu mencapai segala sesuatu yang dapat dicapai ilmu pengetahuan. Kalau tidak demikian, tentulah akal sanggup membayangkan ilmu yang lebih luas lagi. Dan hal itu adalah mustahil.
؟٠َُخَؼَطَََُْٝٚٗخذْزُؿِْ َّاللهِْسخَ٤َذِرُْصخَوِظْػِلَّحْ َقْ٤ًَْ:ْؽ ْ
َُْْٞٛ:ْؽ ََّْاللهْ ََّٕحَضِوَظْؼَْٗ َْٕح ٠َُخَؼَطََُْٝٚٗخَذْزُؿَُْٚطخَ٤َدْ ََّٕحَْٝ ٌّ٢َدْ٠َُخَؼَطْ
ْ َِّْٕخَكْ,خَِ٘طخَ٤َذًَْ ْضَـْ٤َُ
ِْشَطِؿحَِٞرْ ْضَـْ٤َُْ٠َُخَؼَطََُْٝٚٗخَذْزُؿِْ َّاللهَْسخَ٤َدَْٝ،ِؾْلَُّ٘حَْٝ َِّّضُحْ ِٕخَ٣َغَجًَََِْثخَؿَِٞرْخََ٘طخَ٤َد َْذَِْ٣ َلٌَّْشَ٤ِهخَرٌْشَْٔ٣ِضَهَْ٢ٍَِْٛٝتْ٤َك ُْغَّ٤َـَّظُحََُّْٝضَؼُحْخَُٜو
ْ لًْهح ْ ْمْ,١غثحؼجُحو ٨
.)
Soal : Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu hidup?