10 Gambar 3. Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Pra Siklus, Silus 1 dan Siklus 2 3.1.4 Keterlaksanan Pembelajaran Menggunakan Model Discovery
Keterlaksanan pembelajaran menggunakan model discovery dilakukan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh observer saat pembelajaran berlangsung.
Gambar 4. Persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model discovery
3.2 Pembahasan
3.2.1 Deskripsi Siklus
3.2.1.1 Deskripsi Siklus 1
Pada tahap perencanaan dilakukan penyusunan RPP, LKS dan soal evaluasi baik soal kognitif maupun soal berpikir kreatif. Tahap pelaksanaan siklus dilakukan dengan menerapkan RPP menggunakan model discovery yang disertai dengan observasi menggunakan lembar observasi (LO) kemudian pada akhir siklus dilakukan refleksi. Pada tahap pelaksanaan pertemuan 1 dan 2 siswa belajar tentang ciri dan struktur jamur melalui pengamatan lingkungan sekitar sekolah dan sekitar rumah. Siswa secara berkelompok diminta untuk mencari jamur
32.29
Berpikir Lancar Berpikir Luwes Berpikir Original Berpikir Memerinci
11 kemudian dicatat ciri-ciri jamur berdasarkan tempat ditemukannya serta membawa jamur dari rumah untuk digunakan untuk praktikum. Pengamatan jamur kemudian dilanjutkan di ruang laboratorium dengan menggunakan mikroskop dan lup untuk mengamati jamur mikroskopis. Selanjutnya siswa diminta untuk menulis hasil pengamatan dan praktikum pada LKS yang telah disediakan dan melengkapi macam-macam struktur jamur dengan mencari jawaban menggunakan buku teks. Pertemuan 3 dan 4 siswa belajar mengenai perkembangbiakan masing-masing divisi jamur melalui pembuatan bagan reproduksi, selanjutnya dipresentasikan dan kelompok lain mencatat pada LKS yang disediakan serta menanyakan apabila ada yang belum dipahami. Pada siklus 1 model discovery bertujuan agar siswa menemukan sendiri konsep tentang struktur dan reproduksi jamur. Hasil refleksi dari siklus 1 yaitu guru masih kurang memberikan penegasan pada materi yang dianggap penting. Kelemahan dari siklus 1 siswa masih bingung dalam tahap verification dan generalization serta siswa kurang serius dalam mengerjakan soal evaluasi
3.2.1.2 Deskripsi Siklus 2
12 intensif sehingga siswa tidak kebingungan pada kedua tahapan tersebut. Selain itu pada saat evaluasi guru mengelola tempat duduk siswa agar siswa lebih serius dalam mengerjakan soal. Dari hasil refleksi siswa sudah mulai termotivasi untuk aktif dan kreatif dibandingkan pada siklus sebelumnya. Kelemahan dari siklus 2 adalah tahapan siswa untuk memresentasikan setiap hasil perkerjaan disertai dengan tanya jawab sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Ketuntasan hasil kognitif dan KBK pada siklus 1 telah mencapai indikator kerja yaitu 75% siswa tuntas KKM dan 75% kategori KBK tinggi, kemudian dilakukan pemantapan pada siklus 2 yang kembali meningkat, sehingga dari hasil tersebut penelitian dihentikan pada siklus 2.
3.2.2 Ketuntasan Klasikal
Hasil belajar kognitif diukur menggunakan soal evaluasi dalam bentuk pilihan ganda dan uraian dengan tingkat kesulitan soal mulai C1-C6
.
Target penelitian hasil belajar kognitif adalah 75% siswa telah mencapai KKM yaitu 70. Hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan dari setiap siklusnya. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi antara pra siklus dan siklus 1. Persentase pra siklus sebelum dilakukan perlakuan mencapai 8.33% yang telah mencapai ketuntasan, kemudian pada siklus 1 siswa yang mencapai ketuntasan 75%. Pada siklus 2 semua siswa telah mencapai ketuntasan sehingga persentase siklus 2 menjadi 100%.13 3.2.3 Kemampuan Berpikir Kreatif
Kemampuan berpikir kreatif siswa dinilai menggunakan soal evaluasi yang didalamnya dimasukkan indikator berpikir kreatif, angket berpikir kreatif serta wawancara dengan siswa dan guru. Target penelitian adalah 75% siswa telah berada dalam kategori berpikir kreatif ti ggi, yaitu e eroleh ilai kreatif ≥61. Berdasarkan Gambar 2 kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan dari pra siklus sebesar 4.35% meningkat pada siklus 1 menjadi 75%. Setelah dilakukan kembali perlakuan pada siklus 2, kemampuan berpikir kreatif siswa kembali meningkat menjadi 100% siswa yang telah dikatakan kreatif.
Dari data tersebut pembelajaran menggunakan model discovery mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Faktor yang mendukung peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara lain guru memberikan dorongan kepada siswa untuk lebih aktif mencari informasi secara mandiri dalam kelompok dan memaksimalkan setiap tahapan model discovery untuk melatih aspek kemampuan berpikir kreatif. Menurut Rahayu dkk (2011) tahapan saat siswa menyadari masalah, mengajukan pertanyaan dan menghimpun informasi sebelum mengambil keputusan merupakan suatu teknik pemikiran divergen. Teknik pemikiran divergen merupakan proses berpikir menyebar yang berfokus pada penemuan banyak alternatif jawaban (Kurniawan, 2013). Tahapan yang dikemukakan oleh Rahayu dkk tercantum dalam tahapan discovery, sehingga model discovery mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Menurut Khasnis dan Manjunath (2011) model discovery mampu memberikan pengalaman belajar sehingga meningkatkan berpikir kreatif siswa.
3.2.4. Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif
14 3.2.4.1 Kemampuan berpikir lancar (fluency)
Dari setiap aspek kemampuan berpikir kreatif, setiap siklusnya mengalami peningkatan seperti yang ditampilkan pada gambar 3. Kemampuan berpikir lancar (fluency) merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan banyak gagasan atau pertanyaan. Pada proses pembelajaran aspek ini dilatih dengan siswa mengungkapkan banyak pertanyaan yang dilakukan pada tahap problem statement. Tahap ini akan membiasakan siswa untuk mengungkapkan banyak ide/pertanyaan yang kemudian dirumuskan menjadi hipotesis. Cara ini ternyata mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir lancar dibuktikan dengan peningkatan persentase dari pra siklus 32.29% meningkat menjadi 70.83% kemudian 94.79%. Hal ini sesuai dengan pendapat Widhiyantoro dkk (2012) yang menyatakan saat siswa memberikan pendapat melalui pertanyaan yang diajukan dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif aspek berpikir lancar (fluency). Selain itu kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan merupakan salah satu kemampuan berpikir kreatif (Mahmudi, 2009).
3.2.4.2 Kemampuan berpikir luwes (flexibility)
Kemampuan berpikir luwes (flexibility) dikembangkan melalui tahap stimulation yaitu siswa dilatih untuk mengiterpretasikan suatu gambar atau fenomena. Selain itu siswa juga dilatih untuk memberikan jawaban yang bervariasi dalam bentuk mind map. Flexibility siswa juga dikembangkan melalui diskusi sehingga siswa mampu memberikan pendapat/ide dari sudut pandang yang berbeda. Kegiatan diskusi pada siklus 1 dan 2, dilakukan baik antar teman, kelompok maupun secara klasikal. Siswa dapat memberikan sumbang saran terutama pada pembuatan rancangan produk fermentasi sehingga akan diperoleh rancangan yang lebih sempurna. Melalui cara tersebut kemampuan berpikir luwes siswa meningkat dari pra siklus 22.92% meningkat menjadi 71,83% di siklus 1 dan meningkat kembali 98,96% pada siklus 2. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnamaningrum (2012) bahwa mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan diskusi dapat melatih siswa berpikir kreatif terutama aspek flexibility.
3.2.4.3 Kemampuan berpikir original (originality)
15 siswa diminta untuk membuat rancangan produk fermentasi dan pemanfaatan jamur yang belum pernah ada. Dari cara ini kemampuan siswa untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda dengan produk yang pernah ada menjadi lebih terlatih dan terlihat dengan rancangan produk dan solusi yang tidak biasa, hal ini ditunjukkan juga dengan peningkatan hasil kemampuan berpikir kreatif aspek originality. Menurut Awang dan Ishak (2008) saat siswa diberikan kesempatan untuk mencoba konsep-konsep yang berbeda, persepsi berbeda dan cara pandang yang berbeda maka akan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
3.2.4.4 Kemampuan berpikir memerinci (elaboration)
Kemampuan berpikir memerinci (elaboration) siswa dikembangkan melalui tahap data collection dan data processing dimana siswa mencari arti yang lebih mendalam terhadap objek yang dipelajari dan menganalisis data yang diperoleh. Pada siklus 1 untuk mendapatkan solusi pengemasan makanan dari kontaminasi jamur siswa harus memerinci terlebih dahulu struktur dan cara hidup jamur agar diperoleh solusi yang efektif.
Pada siklus 2 siswa dilatih dengan menganalisis peranan jamur berdasarkan artikel dan juga studi pustaka siswa secara mandiri dalam kelompok. Selanjutnya dalam pembuatan rancangan produk menggunakan jamur siswa dilatih untuk memerinci alasan pemilihan bahan produk misalnya kandungan gizi, ketersediaan bahan di lingkungan dan perbandingan antara penggunaan bahan yang dipilih dengan bahan yang sudah ada. Selain perincian dalam pemilihan bahan, siswa juga dilatih untuk memerinci alasan pemilihan jamur yang akan dimanfaatkan dalam pembuatan produk. Siswa juga diperbolehkan untuk membuat rancangan pemanfaatan jamur dari yang semula dianggap jamur merugikan, kemudian dicari kandungan jamur yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan.
16 3.2.5 Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan Model Discovery
Keterlaksanan model discovery dilakukan menggunakan Lembar Observasi yang diisi oleh observer saat pembelajaran berlangsung, respon siswa dan wawancara dengan guru dan siswa. Pembelajaran menggunakan model discovery dikatakan sudah baik dan berjalan dengan lancar ditunjukkan yang ditunjukkan pada gambar 4. Pendahuluan guru mengucap salam dan memimpin doa sebelum dilakukan pembelajaran. Pada tahap stimulation guru menampilkan gambar dan video untuk merangsang siswa untuk belajar, menyampaikan tujuan pembelajaran namun kurang menggali pengetahuan awal siswa. Pada tahap problem statement guru telah memberi kesempatan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi masalah dan siswa membuat hipotesis jawaban. Data collection siswa secara berkelompok mengumpulkan data, guru membimbing siswa dalam pengumpulan data, guru memantau kegiatan siswa, guru merangsang interaksi antar siswa agar terlibat aktif dalam pengumpulan informasi, siswa menanyakan apabila ada kesulitan dan guru tidak langsung memberikan jawaban saat siswa bertanya. Data processing siswa menganalisis informasi yang diperoleh dengan bimbingan guru, guru memberikan umpan balik apabila ada kesalahan dalam pemrosesan informasi. Verification siswa menyelidiki hipotesis awal dengan hasil yang diperoleh dengan bimbingan guru dan guru memberikan klarifikasi apabila terjadi kesalahan penafsiran. Generalization guru membimbing siswa menarik kesimpulan, kemudian mencatat hasil kesimpulan. Pada tahap penutup guru memberikan penugasan untuk pertemuan selanjutnya dan menutup pembelajaran. Pada siklus 2 persentase keterlaksanaan mengalami penurunan dikarenakan setiap pertemuan sebelumnya siswa diberikan penugasan dan siswa mengerjakan di luar jam pelajaran sehingga pembimbingan guru di kelas tidak begitu terlihat.
Respon siswa terhadap model pembelajaran antara lain siswa lebih aktif dalam mencari tahu informasi, siswa menjadi lebih mandiri untuk mencari pengetahuanya baik dengan bimbingan ataupun di luar bimbingan guru. Rasa keingintahuan siswa menjadi meningkat dan terjadi pembelajaran dimana siswa yang lebih mengetahui memberitahukan kepada yang belum tahu. Namun siswa mengeluhkan adanya penugasan-penugasan yang digunakan untuk pembelajaran di pertemuan selanjutnya.
17 meningkat. Belajar melalui penemuan dimana siswa langsung bersentuhan dengan objek yang dipelajari menjadikan mereka lebih paham terhadap apa yang dipelajari.
Hasil wawancara dengan guru Biologi model discovery efektif untuk meningkatkan pemahanan siswa. Hal ini karena model pembelajaran menuntut siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya baik melalui pengamatan lingkungan sekitar sekolah dan lingkungan sekitar rumah maupun praktikum di laboratorium. Model discovery juga efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, salah satunya dapat dilihat saat siswa mulai menciptakan suatu rancangan produk
.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
4.1.1 Penerapan model discovery dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa X MIA 2 SMA Negeri 1 Pabelan tahun pelajaran 2016/2017.
4.1.2 Hasil belajar kognitif siswa yang telah mencapai KKM pada pra siklus adalah 8.33% kemudian meningkat pada siklus satu menjadi 75% dan 100% siklus dua. Siswa yang termasuk dalam kategori kemampuan berpikir kreatif tinggi pada pra siklus adalah 4.35% kemudian meningkat pada siklus satu menjadi 75% dan 100% siklus dua.
4.2 Saran
Setelah dilakukan proses pembelajaran menggunakan model discovery, saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Pembelajaran menggunakan model discovery membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga perlu adanya pengelolaan waktu agar sesuai dengan perencanaan.
2. Guru perlu menggali pengetahuan awal siswa agar pembagian kelompok sesuai dengan kemampuan siswa yang beragam.