• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Manthuq dan Mafhum Penulis, Ahmad Sarwat 25 hlm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Manthuq dan Mafhum Penulis, Ahmad Sarwat 25 hlm"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Manthuq dan Mafhum Penulis, Ahmad Sarwat 25 hlm

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku Manthuq dan Mafhum

Penulis Ahmad Sarwat Lc, MA

Editor Al-Fatih

Setting & Lay out Al-Fayyad

Desain Cover Al-Fawwaz

Penerbit Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan

Setiabudi Jakarta Selatan 12940

(4)

Daftar Isi

Daftar Isi ... 4

Bab 1 : Manthuq ... 6

A. Pengertian... 6

B. Jenis ... 7

1. Manthuq Nash ... 7

2. Manthuq Zhahir ... 8

3. Manthuq Muawwal ... 8

4. Manthuq Iqtidha’ ... 9

5. Manthuq Isyarah ... 10

Bab 2 : Mafhum ... 13

A. Pengertian... 13

1. Bahasa ... 13

2. Istilah ... 13

Bab 3 : Mafhum Sebagai Dalil Syar’i ... 14

A. Mafhum Muwafaqah ... 14

1. Pengertian ... 14

2. Jenis Mafhum Muwafaqah ... 15

a. Mafhum Muwafaqoh Awlawi ... 15

b. Mafhum Muwafaqoh Musawi ... 16

B. Mafhum Mukhalafah ... 17

1. Pengertian ... 17

2. Syarat Mafhum Mukhalafah ... 18

(5)

3. Jenis-jenis Mafhum Mukhalafah ... 19

a. Mafhum Shifat ... 19

b. Mafhum Haal ... 21

c. Mafhum Zaman ... 22

d. Mafhum Syarth ... 22

e. Mafhum Ghoyah ... 23

f. Mafhum Hashr ... 23

g. Mafhum Laqab ... 24

h. Mafhum ‘Illat ... 24

(6)

Bab 1 : Manthuq

A. Pengertian

Manthuq berasal dari bahasa Arab ( قطني- قطن ) yang berarti berbicara, berkata, mengucapkan.1

Sedangkan menurut istilah Manthuq adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz, yang ada (disebutkan) pada lafazh tersebut.2

Dan menurut Ma’bad, Manthuq merupakan suatu (makna) yang ditunjukan oleh lafaz menurut ucapannya yakni penunjukkan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.3

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa apabila suatu makna yang ditunjukkan oleh suatu lafazh menurut ucapan (makna tersurat) yakni berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan disebut pemahaman secara manthuq. Sebagai contoh:

انِ ِبِ ْ ُتُْلَخَد ِتِ الَّلا ُ ُكُِئا َسِن ْنِم ْ ُكُِروُجُح ِفِ ِتِ الَّلا ُ ُكُُبِئ َبَ َرَو

1 Abdul Mujib AS, Kamus al-Azhar (Tangerang: Bintang Terang) tt, hal.280

2 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyyah (Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra) 1927, hal.14

3 Muhammad Ahmad Ma’bad, Nafahaat min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Dar as-Salam) 2008, hal.88 )

(7)

Diharamkan bagi kamu (menikahi) anak-anak tiri yang berada dalam asuhan kamu dari istri-istri yang telah kamu gauli… (QS. An-Nisa’ : 23)

Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa manthuq nya ialah menunjukan secara jelas bahwa haram menikahi anak-anak tiri yang berada dalam asuhan suami dari istri-istri yang sudah digauli.

B. Jenis

Ma’bad dalam kitabnya Nafahaat min ‘Ulum al- Quran membagi Manthuq kepada lima macam, yakni manthuq nash, zhahir, muawwal, iqtidha’ dan isyarah. Uraiannya sebagai berikut :

1. Manthuq Nash

Manthuq nash (صنلا قوطنم) adalah lafadz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (sharih) dan tidak mengandung kemungkinan makna lain.

Dengan pengertian lain manthuq nash yaitu manthuq yang tidak memungkinkan ta’wil padanya1, Hal ini seperti firman Allah :

ُماَي ِصَف ِةَث َلََّث م ايََّأ ِفِ

ِ جَحْلا ةَعْب َ سَو اَذ ا ِ

ُْتُْعَجَر

ۗ َ ْ ةَ َشََع لِت َلِم َكَ

Maka wajib berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna...” Q.S alBaqarah (2):

196.

Penyipatan “sepuluh” dengan “sempurna ( ٌ لَة ما

َ

ك )” telah mematahkan kemungkinan “sepuluh” ini

1 Abdul Hamid Hakim, as-Sulam, (Jakarta: Maktabah as- Sa’adiyyah Putra) tt, hal 29)

(8)

diartikan lain secara majaz. Inilah yang dimaksud dengan Nash.

2. Manthuq Zhahir

Manthuq zhahir (رهاظلا قوطنم) ini memungkinkan dua makna dari satu lafaz, tetapi salah satu dari makna tersebut segera dipahami ketika diucapkan dan yang lainnya lemah.

Manthuq zhahir ini sama dengan mafhum nash dari segi mengambil petunjuk dari apa yang diucapkan. Hal ini seperti firman Allah SWT,

ِنَمَف ار ُط ْضا َْيَغ غ َبَ

َل َو داَع َلََّف َْث ا ِ ِهْيَلَع ان ۚ

ِ ا َاللّا روُفَغ يِحَر

Maka barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkan nya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.

Sungguh Allah maha pengampun maha penyayang” Qs. al-Baqarah (2) :173.

Lafaz baghin ( غاب) digunakan untuk dua makna yaitu (1) al-Jahil yang berarti bodoh atau tidak tahu, dan (2) azh-zhalim dalam arti melampaui batas.

Namun arti yang kedua yaitu azh-zhalim atau melampaui batas nampaknya lebih jelas dan lebih umum digunakan1.

3. Manthuq Muawwal

Manthuq Muawwal (لوؤم قوطنم) ialah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh (tidak diunggulkan) karena ada satu dalil yang menghalangi di

1 Manna’ Khalil al-Qattan, Mabaahits Fi Ulum al-Qur’an (Kairo:

Maktabah Wahbah) 1995, hal 242)

(9)

maksudkannya makna yang rajih (diunggulkan). Hal ini seperti firman Allah SWT:

ْضِفْخاَو اَمُهَل

َحاَنَج ِ ل ُّلذا َنِم ِةَ ْحْارلا ْلُقَو ِ بَر اَمُهْ َحْْرا ََكَ

ِناَيابَر

َص اًيِغ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-Isra : 24)

Makna dzulli (لذلا) pada ayat tersebut dipalingkan kepada makna tunduk, patuh, tawadlu’, dan bermu’amalah yang baik terhadap kedua orang tua karena mustahil manusia mempunyai sayap untuk diperintahkan tunduk kepada keduanya.

4. Manthuq Iqtidha’

Manthuq Iqtidha’ (ءاضتقإ قوطنم) adalah pengertian kata yang disisipkan secara tersirat (dalam pemahaman) pada redaksi tertentu yang tidak bisa dipaami secara lurus kecuali dengan adanya penyisipan itu. Contohnya hadits riwayat Abu Dzar al- Ghiffari dimana Rasulullah SAW bersabda:

ََت َالله ان

ِ ا ْهَيلَعوُهِرْكُت ْ سااَمَو َناَي ْ سِ نلاَو َأ َطَلخا ِتِامُأ ْنَع َزَوا

Sesungguhnya Allah mengangkat dari umatku tersalah, lupa dan keterpaksaan. (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut secara jelas menunjukkan bahwa tersalah, lupa dan keterpaksaan diangkatkan dari umat Muhammad SAW.

(10)

Pengertian tersebut sudah jelas tidak lurus, karena bertentangan dengan kenyataan. Untuk meluruskan perlu disisipkan secara tersirat kata al- ism (dosa) atau al-hukm (hukum), sehingga demikian arti hadits ini menjadi :

Diangkatkan dari umatku (dosa atau hukum) perbuatan tersalah, karena lupa atau karena keterpaksaan.

5. Manthuq Isyarah

Manthuq isyarah (ةراشإ قوطنم) adalah suatu pengertian yang ditunjukkan oleh suatu redaksi, namun bukan pengertian aslinya, tetapi merupakan suatu kemestian atau konsekuensi dari hukum yang ditunjukkan oleh redaksi itu.

Contohnya dalam ayat berikut :

اَنْي اص َوَو َنا َسْن ِ ْلا

ِهْي َ ِلِاَوِب ُهْتَلَ َحْ

ُهُّمُأ اًنْهَو ىَلَع نْهَو ُُلا َصِفَو ِفِ

ِ ْيَماَع ِنَأ ْرُك ْشا َكْي َ ِلِاَوِلَو ِل

اَل ا ِ ُي ِصَمْلا

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (QS. Luqman : 14)

Contoh lainnya di ayat berikut

الِحُأ ُْكَُل ََلْيَل ِماَي ِ صلا ُثَفارلا ىَل ا ِ ُْكُِئا َسِن انُه ۚ

ساَبِل ُْكَُل ُْتُْنَأَو ساَبِل

انُهَل َِلَع ۗ ُاللّا ُْكُانَأ ُْتُْنُك َنوُناَتْ َتَ

ُْكُ َسُفْنَأ َباَتَف

ُْكُْيَلَع اَفَعَو ُْكُْنَع

ۖ

َنآ ْلاَف انُهوُ ِشِ َبَ

َتْباَو اوُغ اَم َبَتَك ُاللّا ُْكَُل اوُ ُكَُو ۚ اوُبَ ْشِاَو ى اتَّح

َ ايَبَتَي

ُُكَُل

ُطْيَخْلا ُضَيْبَ ْلا

َنِم

ِطْيَخْلا ِدَو ْسَ ْلا

َنِم

ِرْجَفْلا

(11)

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui, bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima thaubatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar”. (QS Al-Baqarah : 187)

Ayat ini menunjukan sah nya puasa orang yang junub pada waktu subuh, karena dibolehkan bercampur sampai terbitnya fajar pada bulan Ramadhan tanpa meluaskan waktu mandi janabah, dan ini mengharuskan mandi pada waktu subuh dan sah lah pusanya.1

1 Muhammad Ahmad Ma’bad, hal.89)

(12)
(13)

Bab 2 : Mafhum

A. Pengertian 1. Bahasa

Lafaz mafhum berasal dari bahasa Arab (مهفي- مهف) yang berarti memahami. Mafhum merupakan isim maf’ul yang berarti ‘yang dipahami’.

2. Istilah

Sedangkan menurut istilah mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz, yang tidak disebutkan pada lafazh tersebut.1

َلََّف ْلُقَت اَمُهَل فُأ َل َو اَ ُهُْرَ ْنَْت ْلُقَو اَمُهَل ًل ْوَق اًيمِرَك

Jangan kamu mengucapkan kepada kedua ibu bapakmu ucapan “uf” dan janganlah kamu membentak keduanya.(QS. Al-Isra’ : 23)

Hukum yang tersurat dalam ayat tersebut adalah larangan mengucapkan kata kasar “uf” dan menghardik orang tua. Dari ayat itu juga dapat dipahami adanya ketentuan hukum yang tidak disebutkan (tersirat) dalam ayat tersebut, yaitu haramnya memukul orang tua dan perbuatan lain yang menyakiti orang tua.

1 Muhammad Ahmad Ma’bad, hal. 89)

(14)

Bab 3 : Mafhum Sebagai Dalil Syar’i

Mayoritas ulama berpendapat bahwa mafhum merupakan dalil syar’i dan hujjah syar’iyyah yang dapat menjadi landasan sebuah hukum.

Sebagaimana telah dikemukakan, mafhum secara terminologi Ushul Fiqih adalah suatu makna lafal yang diambil bukan berdasarkan makna eksplisitnya.

Selanjutnya mafhum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: mafhum muwafaqoh dan mafhum mukholafah.

Kita akan rinci kedua jenis mahfum ini pada bab berikutnya.

A. Mafhum Muwafaqah 1. Pengertian

Pengertian mafhum muwafaqah adalah :

ام توكسلا لمح فِ ظفللا لولدم نوكي

لمح فِ لولدلم اقفاوم

قطنلا

Makna mafhum suatu lafal yang hukumnya sesuai dengan manthuq. 1

Mafhum muwafaqah itu bila keadaan makna yang tidak disebutkan itu sesuai dengan makna yang disebutkan. Bilamana yang tidak disebut itu lebih

1 Abd al-Karim an-Namlah, al-Muhazzab …, hlm. 4/1743.

(15)

utama hukumnya daripada makna yang disebutkan, maka dinamakan fahwal khithab.1

Dari aspek nama, mafhum muwafaqoh juga disebut dengan beberapa istilah, yaitu: dalalah an- nash menurut al-Hanafiyyah, mafhum khithob menurut Ibnu Fawrak dan Abu Ya’la; qiyas jaliy menurut imam asy-Syafi’i, dan dalalah at-tanbih al- awla, fahw al-lafzi, lahn al-khithob, dan lahn al-qawl menurut ulama lainnya.2

2. Jenis Mafhum Muwafaqah

Selanjutnya, mafhum muwafaqoh ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu mafhum muwafaqoh awlawi, dan mafhum muwafaqoh musawi.

a. Mafhum Muwafaqoh Awlawi

Mafhum muwafaqoh awlawi (يولوأ ةقفاوم موهفم) adalah pemahaman implisit yang diambil dari manthuq, di mana pemahaman tersebut lebih utama hukumnya dari pada yang diucapkan.

Para ulama juga menyebutnya dengan istilah fahwa al-khithob dan at-tanbih bi al-adna ‘ala al-a’la.

Contoh: QS. Al-Isra’: 23, sebagai dalil haramnya memukul dan menghina orang tua.

فُأ اَمُهَل ْلُقَت َلََّف

1 Abdul Hamid Hakim, hal. 29

2 Abd al-Karim an-Namlah, al-Muhazzab …, hlm. 4/1743-1745, al-Anshari, Fawatih ar-Rahamut, hlm. 1/413-414, as-Subki, Jam’u al-Jawami’, hlm. 1/240-241, asy-Syaukani, Irsyad al Fuhul, hlm. 178, Ibnu Qudamah, Raudhah an-Nazhir, hlm.

2/202.

(16)

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’…” (QS. Al-Isra’:

23)

Dilalah manthuq dalam ayat ini menunjukkan bahwa haram berkata ‘ah’ kepada kedua orang tua, maka berdasarkan mafhum muwafaqoh awlawi, perbuatan yang lebih jelek dari ucapan ‘ah’ tentu lebih diharamkan, seperti menghina atau memukul.

b. Mafhum Muwafaqoh Musawi

Mafhum muwafaqoh musawi (واسم ةقفاوم موهفم) adalah pemahaman implisit yang diambil dari manthuq, di mana kesimpulan hukum atas pemahaman tersebut, memiliki kualitas yang sama dari pada yang diucapkan. Para ulama juga menyebutnya dengan istilah lahn al-khithob.

Contoh: QS. An-Nisa: 10, sebagai dalil keharaman menzalimi kepemilikan harta anak yatim dengan membakar atau membuangnya.

اًر َنَ ْمِ ِنِو ُطُب ِفِ َنوُ ُكُْأَي اَمان ا اًمْل ُظ ىَماَتَيْلا َلاَوْمَأ َنوُ ُكُْأَي َنيِ الذا ان ِ ا ِ اًيِع َس َن ْوَل ْصَي َ سَو

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan dijebloskan ke dalam neraka.” (QS.

An-Nisa: 10)

Berdasarkan ayat ini, maka haram hukumnya menzalimi kepemilikan harta anak yatim dengan membakar atau membuang dan yang semisalnya.

Sebab hal-hal tersebut secara substansi adalah sama dengan memakan harta mereka secara zalim.

(17)

B. Mafhum Mukhalafah 1. Pengertian

Mafhum al-mukholafah (ةفلاخملا موهفم) sebagai jenis kedua dari mafhum didefinisikan sebagaimana berikut:1

فلاخم هنع توكسملل مكح توبث لىع ظفللا ةللاد

مكحلل

ً اتابثإو ً

ايفن قوطنملا هيلع َّلد يذلا

Suatu pengertian lafal yang dipahami berbeda dari pada ucapan (manthuq), apakah sebuah penegasan atau penegasian sebuah hukum.

Para ulama Ushul Fiqih menyebut mafhum mukholafah dengan beberapa istilah, yaitu dalil al- khithob menurut jumhur dan takshish as-syai’i bi az- zikri menurut al-Hanafiyyah.2

Mafhum mukhalafah adalah bila keadaan makna yang tidak disebutkan itu merupakan kebalikan dari makna yang disebutkan dalam hukumnya, pada itsbat dan nafyinya.

Mafhum ini disebut juga dalil khitab. Seperti tidak ada kewajibana zakat dari kambing yang tidak digembalakan, sebagai mafhum dari sabda Rasulullah Saw.,

َس ِفِ

َم ِة ِئا َِن َغلا ََكَز ة

Pada kambing yang digembalakan itu ada kewajiban zakat. (HR. Asy-Syafi’i)

1 Abd al-Karim an-Namlah, al-Muhazzab …, hlm. 4/1765.

2 Abd al-Karim an-Namlah, al-Muhazzab …, hlm. 4/1765-1766.

(18)

Dan seperti tidak wajibnya haji bukan pada bulan-bulan yang ditentukan (syawal, dzulqa’dah dan dzulhijjah), sebagai mafhum dari firman Allah SWT :

ُّجَحْلا رُه ْشَأ تاَموُلْعَم

(musim) haji adalah beberapa bulan yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah : 197)

Dan seperti bolehnya jual beli pada hari jum’at ketika mu’adzin belum adzan, sebagai mafhum dari firman Allah SWT :

َيَّ اَ ُّيَُّأ َنيِ الذا اوُنَمآأ اَذ ا ِ َيِدوُن ِة َلَّ اصلِل ْنِم

ِمْوَي ِةَعُمُجْلا اْوَع ْساَف

ىَل ا ِ

ِرْكِذ ِاللّا اوُرَذَو َعْيَبْلا

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. ( QS. Al-Jumu’ah : 9)

2. Syarat Mafhum Mukhalafah

Pada mafhum mukhalafah ada 6 syarat:

a. Tidak bertentangan dengan yang lebih rajih darinya, baik berupa manthuq maupun mafhum muwafaqah.

b. Yang disebutkan bukan dalam rangka menyebut ni’mat (imtinan).

c. Manthuq bukan suatu kejadian yang khusus.

d. Yang disebutkan bukan dalam rangka meng- agungkan atau menguatkan keadaan

e. Manthuq disebutkan secara terpisah, bukan mengikuti urusan lain.

(19)

f. Manthuq bukan dalam rangka menyebut keghaliban.

3. Jenis-jenis Mafhum Mukhalafah

Mafhum mukholafah kemudian dibedakan menjadi beberapa jenis, di antaranya: (1) mafhum shifat, (2) mafhum haal, (3) mafhum zaman, (4) mafhum syarth, (5) mafhum ghoyah, (6) mafhum

‘adad, (7) mafhum hashr, dan (8) mafhum laqab.

a. Mafhum Shifat

Mafhum shifat (ةفصلا موهفم) adalah pemahaman terbalik berdasarkan sifat maknawi.

Contoh: QS. Al-Hujurat (49): 6, sebagai dalil bahwa informasi dari orang yang dikenal adil dan jujur dapat langsung diterima tanpa harus diperiksa.

اوُنَّ يا با تا ف ٍإابا نِب ٌقِسااف ْمُكاءااج ْنِإ اوُنامآ انيِذَّلا ااهُّ ياأ ايَ

“Wahai orang-orang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti…” (QS. Al-Hujurat:

6)

Secara eksplisit ayat ini menegaskan bahwa informasi dari orang fasik mesti dicek kebenarannya, maka mafhum mukholafah-nya adalah jika yang membawa berita bukanlah orang fasik (adil) tidak diwajibkan untuk diteliti kebenarannya.1

1 Para ulama sepakat bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dapat diterima dan diamalkan dalam perkara hukum. Namun mereka berbeda pendapat, apakah khabar ahad dapat diterima sebagai landasan dalam perkara-perkara akidah. (lihat: asy-Syinqithi,

(20)

Contoh lainnya: QS. Al-Maidah (05): 95, sebagai dalil bahwa seseorang yang membunuh hewan buruan di tanah haram secara tidak sengaja, tidak diwajibkan menggantinya dengan yang semisal.

اَزَجَف اًدِ مَعَتُم ْ ُكُْنِم ُ َلََتَق ْنَمَو ِمَعانلا َنِم َلَتَق اَم ُلْثِم ء

“Barangsiapa di antara kamu membunuhnya (binatang buruan dalam kondisi ihram haji) dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya…” (QS. Al-Maidah (05): 95)

Secara eksplisit, ayat ini menetapkan bahwa bagi yang membunuh binatang buruan dengan sengaja di tanah haram diwajibkan untuk membayar denda yang seimbang dangan hewan yang dibunuh, maka mafhum mukholafah-nya adalah jika membunuhnya karena sebab ketidak sengajaan, maka tidak diwajibkan menggantinya.1

Contoh lain misalnya pada sabda Rasulullah SAW:

Mudzakkirah Ushul al-Fiqh, hlm. 103, Muhammad az- Zuhaili, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh al-Islamy, (Damaskus: Dar al-Khair, 1427 H/2006 M), cet. 2, hlm. 209).

1 Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban mengganti bagi yang melakukannya tanpa sengaja, dalam hal ini ulama Hanafiyyah yang menolak legelitas mafhum berpendapat sengaja atau pun tidak sengaja tetap diwajibkan mengganti. Pendapat berbeda diwakili oleh mayoritas ulama. (al-Marginani, al-Hidayah, hlm. 1/169, an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, 2/139, asy-Syairazi, al-Muhazzab, 1/211, al-Mawwaq al- Maliki, at-Taj wa al-Iklil, hlm. 3/171, an-Nafrawi, al-Fawakih ad-Dawani, hlm. 1/435.

(21)

َس ِفِ

َم ِة ِئا َِن َغلا ََكَز ة

Pada binatang yang digembalakan itu ada kewajiban zakat.

Mafhum mukhalafahnya adalah binatang yang diberi makan, bukan yang digembalakan. Mafhum al- Washfi terbagi kepada tiga, yaitu musytaq dalam ayat, hal (keadaan) dan’adad (bilangan)

b. Mafhum Haal

Mafhum haal (لاحلا موهفم) adalah petunjuk lafal yang berkaitan dengan kondisi tertentu dalam rangka menetapkan hukum yang berbeda dengan lafal tersebut.

Contoh: QS. Al-Baqarah (02): 187, sebagai dalil bolehnya menggauli istri di malam hari bulan Ramadhan dalam kondisi sedang tidak melakukan i’tikaf di masjid.

ِد ِجا َسَمْلا ِفِ َنوُفِكاَع ْ ُتُْنَأَو انُهوُ ِشِاَبُت َلَو

“…Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf1 dalam mesjid…” (QS. Al-Baqarah (02): 187)

Secara eksplisit ayat ini merupakan larangan untuk mencampuri istri ketika beri’tikaf, maka mafhum mukholafah-nya adalah dibolehkan

1 I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. (lihat pengertian dan hukum-hukum seputar i’tikaf: Haysiah al-Bujairami ‘ala al-Manhaj, hlm.

2/591, Ibnu al Hammam, Fath al-Qadir, hlm. 305, al-Fatawa al-Hindiyyah, hlm. 1/211, Ibnu Qudamah, al-Mughni, hlm.

2/183, ad-Dirdir, asy-Syarh ash-Shaghir, hlm. 1/725).

(22)

mencampurinya ketika kondisi tersebut (i’tikaf) tidak ada lagi.

c. Mafhum Zaman

Mafhum zaman (نامزلا موهفم) adalah petunjuk lafal yang berkaitan dengan waktu tertentu dalam rangka menetapkan hukum yang berbeda dengan lafal tersebut.

Contoh: QS. Al-Baqarah (02): 197, sebagai dasar ketentuan masa ibadah haji yang terbatas hanya pada bulan Syawal, Zulqa’dah dan Zulhijjah.

تاَموُلْعَم رُه ْشَأ ُّجَحْلا

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS. Al-Baqarah (02): 197)

Secara eksplisit, ayat ini menjelaskan bahwa pelaksaan haji hanya pada bulan-bulan tertentu (Syawal, Zulqa’dah dan Zulhijjah), dengan demikian mafhum mukholafahnya adalah bahwa ibadah haji tidak sah dilakukan di bulan-bulan selain yang telah ditentukan.

d. Mafhum Syarth

Mafhum syarth (طرشلا موهفم) adalah petunjuk lafal yang berkaitan dengan syarat tertentu menggunkan kata (نإ) atau semisal dalam rangka menetapkan hukum yang berbeda dengan lafal tersebut.

Contoh: QS. Ath-Thalaq: 06, sebagai dalil tidak wajibnya seorang laki-laki menafkahi istrinya yang telah ditalak dan tidak dalam kondisi hamil.

انُهَلْ َحْ َنْع َضَي اتَّح انِ ْيَْلَع اوُقِفْنَأَف لْ َحْ ِتلوُأ انُك ْن

ِ اَو

(23)

“Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin...” (QS. Ath- Thalaq: 06)

Secara eksplisit, ayat ini menetapkan kewajiban atas suami untuk menafkahi istrinya yang ditalak/cerai dan dalam kondisi hamil. Dengan demikian, mafhum mukholafah-nya adalah istri yang ditalak dan tidak dalam kondisi hamil, tidak berhak mendapatkan nafkah dari mantan suaminya.

e. Mafhum Ghoyah

Mafhum ghoyah (ةياغلا موهفم) adalah petunjuk lafal untuk menetapkan hukum berdasarkan batas tertentu dengan menggunakan kata ilaa (ىلإ), hatta (ىتح) dan semisalnya.

Contoh: QS. Al-Baqarah (02): 230, sebagai dalil akan bolehnya laki-laki untuk menikahi mantan istrinya yang telah dithalaq tiga kali, setelah sang istri menikah dengan orang lain secara sah pula.

ُدْعَب ْنِم ُ َل ُّلِ َتَ لََّف اهَقال َط ْن اَف ِ اتَّح

ُهَ ْيَغ ًاج ْوَز َحِكْنَت

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain…” (QS. Al-Baqarah (02): 230)

f. Mafhum Hashr

Mafhum hashr (رصحلا موهفم) adalah petunjuk lafal untuk menetapkan hukum yang berbeda berdasarkan pembatasan pada lafal manthuq-nya.

Contoh: QS. Al-Fatihah (01): 5.

(24)

ُيِعاتْسان اكَّيَِإاو ُدُبْعا ن اكَّيَِإ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”

(QS. Al-Fatihah (01): 5)

Secara eksplisit, ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah.

Dengan demikian, mafhum mukholafah-nya adalah, selain Allah swt. tidak berhak disembah dan dimintai pertolongan.

g. Mafhum Laqab

Mahfum laqab (pemahaman dengan julukan) adalah menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fiil.

ْتَمِ رُح ُْكُْيَلَع

ُْكُُتاَهامُأ

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu.

(QS. An-Nisa’ : 24)

Mafhum mukhalafahnya adalah selain para ibu.

Seluruh mafhum mukhalafah bisa dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.

h. Mafhum ‘Illat

Mafhum illat adalah menghubungkan hukum sesuatu karena illatnya. Seperti mengharamkan minuman keras karena memabukkan.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

bahkan sekelas Al-Imam Asy-Syafi’I pun baru saja dilahirkan dan baru berusia setahun. Namun kalau kita membaca langsung kitab ini, tentu susunannya masih belum nyaman

Allah tidak antusias mendengarkan sesuatu sebagaimana antusiasnya mendengarkan seorang Nabi yang mempunyai suara yang bagus, melagukan Al-Qur'an, memperdengarkan

Akan tetapi jika ia mengetahui bahwa ayat ini turun bagi orang yang berpergian atau pun orang yang salat dengan hasil ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah

Masih juga dalam pengertian pujian yaitu tasbih atau mensucikan Allah SWT dari hal-hal yang tidak sepantasnya. Al-Kirmani dalam kitab Mutasyabih Al-Quran menyebutkan

Tafsir bi al-ra’yi al-madzmum adalah tafsir yang menggunakan pendapat semata, mengikuti hawa nafsu, tidak menggunakan ilmu, dan tidak melihat pendapat ulama lain atau

Kalau ternyata tidak punya sama sekali latar belakang dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir, dan ternyata dia banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, maka bisa kita cek

Kita bisa juga membagi dan mengelompokkan kisah-kisah di dalam Al-Quran berdasarkan tokoh- tokohnya, seperti para nabi dan rasul, orang-orang shaleh di masa

Dari kelima periode ini, kita akan masuk ke periode ketiga dan keempat, yaitu masa dimana tafsir masih merupakan riwayat-riwayat dari Nabi SAW, para shahabat