• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KARAKTERISTIK TRAUMA MATA PADA ANAK DI RUMAH SAKIT ADAM MALIK PERIODE TAHUN Oleh : SUGAMA GINTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI KARAKTERISTIK TRAUMA MATA PADA ANAK DI RUMAH SAKIT ADAM MALIK PERIODE TAHUN Oleh : SUGAMA GINTING"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ADAM MALIK PERIODE TAHUN 2014-2015

Oleh :

SUGAMA GINTING 130100362

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

Proposal Penelitian dengan Judul:

Karakteristik Trauma Mata Pada Anak di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

Yang dipersiapkan oleh:

SUGAMA GINTING 130100362

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke seminar hasil skripsi

Medan, 19 Desember 2016 Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(DR.dr. Mashita Dewi Sari M.ked(Oph), Sp.M(K)) (dr. Sabri Sp.BS)

(3)

Pendahuluan: Trauma mata adalah suatu kejadian yang umum sering terjadi di masyarakat, terutama pada anak-anak. Meskipun dapat dicegah, trauma mata ini dapat menyebabkan kebutaan, bahkan kematian pada penderitanya. Trauma mata dapat dibedakan berdasarkan jenis traumanya, seperti trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi.

Metode: penelitianini bersifat deskriptif dengan metode potong lintang (Cross sectional). Pengambilan data dilakukan dengan observasi rekam medis pasien trauma mata pada tahun 2014-2015, dengan sampel penelitian diambil dengan cara total sampling.

Hasil: Dari hasil penelitian diperoleh 32 sampel penelitian lebih banyak didapati pada laki-laki yaitu 26 anak (81.3%) dengan kelompok umur lebih banyak pada kelompok usia 8-15 tahun yaitu sebanyak 23 anak (71.9%). Para subjek

terdiagnosa trauma mata paling banyak terjadi pada jenis trauma mata tumpul, yaitu sebanyak 17 kasus (53.1%). Mata yang paling sering terkena trauma adalah mata sebelah kanan yaitu sebanyak 17 kasus (53.1%).

Kesimpulan: Dari penelitian ini disimpulkan pasien trauma mata lebih sering terjadi pada laki-laki dengan kelompok usia 8-15 tahun. Jenis trauma yang lebih sering terjadi adalah trauma tumpul disertai mata sebelah kanan yang lebih sering terkena.

Kata kunci: Mata, Trauma Mata, Usia, Jenis Trauma.

(4)

Although it can be prevented, eye injury could lead to blindness even death depends on the types of eye injury.

Method : This study is a descriptive study with a cross sectional design. Data taken with the observation to 2014-2015 patient medical record with a total sampling method.

Result : 32 study samples show that 26 of them are male (81,3%) which 23 of them belong to age group 8-15 years old (71,9%). 17 of cases are blunt force eye trauma (53,1%) which 17 of the trauma happen to right eye (53,1%).

Conclusion : This study concluded that eye trauma happen mostly to the male belong to age group 8-15 years old. The type of trauma that often occur is blunt force eye trauma and most of it happen in the right eye.

Key Word : Eye Trauma, Eye, Ages, Type of Trauma

(5)

telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul “Karakteristik Trauma Mata Pada Anak di RSUP H. A. Malik periode 2014-2015”.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Terima kasih dan cinta saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Ayah tercinta, dr. Suara Ginting SpPD dan juga Ibu tercinta, Ida Tiurma Magdalena, yang telah memberi dukungan penuh dan semangat tiada henti kepada saya dalam menyelesaikan tahap-tahap pendidikan, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Abang kakak saya, dr. Suhenda Ginting dan Sugma Ginting yang selalu mendukung dan menyemangati dalam proses pengerjaan skripsi ini. Serta maktua saya yang selalu mendoakan proses pengerjaan skripsi saya.

3. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S. (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Mashita Dewi Sari M.ked(Oph), Sp.M(K) selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. dr. Sabri Sp.BS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi banyak masukan dan arahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(6)

skripsi ini.

8. Buk Ester, selaku perawat penanggung jawab Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Hj. Adam Malik Medan yang selalu memberikan saran, nasehat dan motivasi sampai penulis selesai dalam mengambil data penelitian.

9. Teman-teman dan sahabat saya Grup TPM, Glory, Diko, Erwin S, Erwin T, Hendri, Johannes, Kristian, Oky, Oscar, Peter, Stevanus, Yohandri, Zuriel, yang selalu ada disaat saya membutuhkan dan selalu memberi dorongan dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Salah satu pendamping saya selama ini yang selalu memberi dukungan pada saya yaitu Elrica Stella Tambunan

11. dr. Harry Agustaf Asroel M.ked Sp.T.H.T.K.L, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis hasil penelitian ini.

Medan, 19 Desember 2016 Hormat Saya,

Penulis

(7)

ABSTRAK ……….. ii

ABSTRACT ……… iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

BAB 1... PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2.. TINJAUAN PUSTAKA………. 4

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata ... 4

2.2. Trauma Mata... 8

2.2.1 Trauma tumpul ... 9

2.2.2 Trauma tembus pada mata ... 16

2.2.3 Trauma radiasi elektromagnetik ... 17

2.2.4 Trauma kimiawi ... 19

2.2.5 Trauma akibat gigitan serangga ... 21

2.2.6 Perbedaan kebutaan ... 21

2.2.7 Pencegahan ... 22

BAB 3. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 23

3.1. Kerangka Teori ... 23

3.2. Kerangka Konsep ... 24

BAB 4. METODE PENELITIAN……….. 25

4.1. Rancangan Penelitian ... . 25

4.2. Defenisi Operasional ... 25

4.3. Pemilihan Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

4.4. Populasi Penelitian ... 25

4.5. Sampel Penelitian ... 25

4.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 26

4.7. Identifikasi Variabel ... 26

4.8. Cara Kerja ... 26

4.9. Analisis DataKerja ... 26

(8)

5.2. Pembahasan……….. 33

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN……… 36

6.1. Simpulan……… 36

6.2. Saran……….. 38

DAFTAR PUSTAKA……… 39 LAMPIRAN

(9)

Tabel Judul Halaman Tabel 5.1. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan usia ……… 27 Tabel 5.2. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan jenis

kelamin ………..…27 Tabel 5.3. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan jenis

trauma ………... 28 Tabel 5.4. Karakteristik Trauma Mata berdasarkan mata yang

terlibat……….... 28 Tabel 5.5. Gejala Klinis pada jenis Trauma Mata ………..29 Tabel 5.6. Prevalensi Mata Merah pada Trauma Mata ……….. 30 Tabel 5.7. Prevalensi Nyeri pada Mata pada Trauma Mata …………... 30 Tabel 5.8. Prevalensi Bengkak pada Mata pada Trauma Mata ……….. 31 Tabel 5.9. Prevalensi Gangguan Penglihatan pada Trauma Mata ……. 31 Tabel 5.10. Prevalensi Buta pada Trauma Mata …...………... 32 Tabel 5.11. Mata yang terlibat kebutaan ...………... 32

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi mata...………... 5

Gambar 2.2 Pembentukan dan aliran cairan pada mata ... 6

Gambar 2.3 Anatomi badan siliaris ... 6

Gambar 2.4 Mekanisme akomodasi mata ... 7

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar, selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip. Walaupun seperti itu, mata masih sering terkena trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata serta rongga orbita. Kerusakan mata akan menyebabkan gangguan pada penglihatan. Trauma mata butuh penanganan yang cepat dan tepat agar menghindarkan serta mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.1

Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami trauma mata. Trauma mata yang berat dapat menyebabkan cedera pada palpebrae, bola mata, dan jaringan lunak orbita. Trauma yang paling sering terjadi adalah trauma mekanis, yaitu trauma yang dibedakan atas trauma mata tumpul dan trauma tembus mata.2,3

Kemajuan teknologi dan bertambahnya kawasan industri meningkatkan kecelakaan akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas, serta perkelahian yang semuanya dapat merugikan mata juga.

Pada anak-anak mainan seperti ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan yang lain juga sering menyebabkan trauma pada mata.4

Pada penelitian yang dilakukan di Amerika serikat dari tahun 1999 sampai 2001 oleh NCHS (Nationale Centre for Health Statistic) ditemukan sekitar 2 juta mata mengalami trauma mata yang mana 4 ribu mengalami gangguan tajam penglihatan yang menetap. Selama periode ini

(12)

trauma mata berkisar antara 8,2 sampai 13,0 dalam 1000 populasi penduduk yang diberdasarkan kelompok usia, jenis kelamin dan ras. Usia yang paling sering mengalami trauma mata 19 – 39 tahun dan laki – laki lebih sering dibandingkan perempuan.2

Prevalensi trauma mata dan kebutaan akibat trauma secara nasional belum diketahui secara pasti, akan tetapi pada Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993 – 1996, trauma mata dimasukkan dalam kelompok penyebab kebutaan lain – lain dan didapatkan prevalensinya sekitar 0,15 % dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%.5

Trauma mata pada anak juga sering terjadi, dan pada umumnya menyebabkan gangguan pada penglihatan pada anak. Secara global, lebih dari setengah juta kebutaan terjadi setiap tahunnya yang disebabkan trauma mata.6

Diperkirakan 1.6 juta orang buta karena trauma mata, 2.3 juta mengalami gangguan penglihatan, dan 19 juta mengalami hilangnya penglihatan pada satu bagian mata6,7. Pada anak - anak trauma mata telah menjadi hal yang paling umum menyebabkan kebutaan pada satu bagian mata ( unilateral blindness ) yang tercatat 8 – 14 % dari seluruh kejadian.8,9

Kurangnya data yang tercatat di Indonesia tentang trauma mata pada anak terutama di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di RSUP H.

Adam Malik Medan menjadi latar belakang peneliti untuk mencari karakteristik trauma mata pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah karakteristik trauma mata pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

(13)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui karakteristik trauma mata pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui jenis – jenis trauma mata yang terjadi di RSUP H.

Adam Malik Medan

2. Mengetahui gambaran klinis trauma mata terkhususnya pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan

3. Mengetahui gambaran sosio-demografi penderita trauma mata di RSUP H. Adam Malik Medan

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat berguna sebagai informasi bagaimana karakteristik pada kejadian trauma mata pada anak di RSUP H.

Adam Malik Medan

2. Data – data yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

3. Pengalaman penelitian

(14)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi mata

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.11

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan

1. Lapisan fibrosa (sklera, kornea)

Sklera merupakan jaringan ikat protektif yang kuat disebelah luar, yang membentuk bagian putih mata

Kornea, lapisan luar anterior yang transparan tempat lewatnya berkas- berkas cahaya ke interior mata.12

2. Lapisan vaskulosa (khoroid, badan siliar, iris)

Koroid merupakan lapisan tengah dibawah sklera yang sangat berpigmen dan mengandung banyak pembuluh darah untuk memberi makan retina, lapisan koroid disebelah anterior mengalami spesialisasi menjadi badan siliaris dan iris.12

3. Lapisan nervosa (retina)

Retina, lapisan paling dalam dibawah koroid, yang terdiri dari sebuah lapisan berpigmen disebelah luar dan sebuah lapisan jaringan saraf

(15)

dibagian dalam. Retina memiliki fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik, yaitu sel batang dan sel kerucut.12

Gambar 2.1 Anatomi mata.10

Bagian dalam mata terdiri dari dua ruang yang terpisahkan oleh lensa, ruang anterior berisi aqueous humor (dihasilkan sekitar 5 ml/hari oleh jaringan kapiler didalam badan siliaris) dan ruang posterior berisi vitreous humor.12

(16)

Gambar 2.2 Pembentukan dan aliran cairan pada mata13.

Gambar 2.3 anatomi badan siliraris13.

Iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin (otot sirkuler untuk miosis dan otot radialis untuk midriasi) yang berfungsi untuk mengatur banyak jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara mengatur

(17)

ukuran pupil (lubang bundar dibagian tengah iris tempat masuknya cahaya) dan berfungsi menentukan warna mata.13

Akomodasi dikendalikan oleh saraf parasimpatis. Otot siliaris dikendalikan hampir seluruhnya oleh sinyal saraf parasimpatis ditransmisikan ke mata melalui saraf kranial ketiga dari saraf ketiga nukleus di batang otak.

Stimulasi kontraksi saraf parasimpatis pada otot siliaris, yang merenggangkan ligamen lensa, sehingga memungkinkan lensa menjadi lebih tebal dan meningkatkan daya biasnya . Dengan peningkatan bias ini, listrik mata berfokus pada objek dekat dibandingkan dengan ketika mata memiliki daya bias yang lebih kecil. Akibatnya, sebagai objek yang jauh bergerak ke arah mata, jumlah impuls parasimpatis yang masuk otot siliaris harus semakin meningkat pada mata untuk focus. 13

Gambar 2.4 Mekanisme akomodasi mata.13

(18)

2.2 Trauma mata

Trauma mata adalah suatu kejadian yang umum sering terjadi di masyarakat, terutama pada anak-anak. Meskipun dapat dicegah, trauma mata ini dapat menyebabkan kebutaan, bahkan kematian pada penderitanya. Trauma mata pada anak dapat mempengaruhi sosio ekonomi dan psikologi dikemudian hari.

Pengawasan yang extra ketat haruslah diterapkan pada anak-anak agar dapat terhindar dari trauma yang tidak diinginkan.3

Trauma mata dapat digolonggkan menjadi 15:

 Trauma tumpul

 Trauma tembus bola mata

 Trauma kimia

 Trauma radiasi

 Trauma akibat gigitan serangga

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan mata, seperti14 : - Kelopak

- Konjungtiva - Kornea - Uvea - Lensa - Retina

- Papil saraf optik - Orbita

(19)

2.2.1 Trauma tumpul

A. Trauma tumpul pada mata

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras tumpul atau benda yang tidak keras yang tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.15

B. Hematoma palpebra

Hematoma palpebra merupakan kelainan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan atau penimbunan darah dibawah kulit kelopak.14

Hematoma kelopak merupakan kelainan yang disebabkan trauma tumpul pada kelopak, salah satu contohnya adalah pukulan tinju yang mengenai kelopak mata. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat menjadi tidak berbahaya maupun sangat berbahaya disebabkan keras atau tidaknya trauma yang terjadi.14

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak mata, maka ini disebut sebagai hematoma kaca mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan yang sangat gawat. Hematoma kacamata disebabkan pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya a.oftalmika maka darah memasuki kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan terbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang menggunakan kacamata.14

Pada hematoma kelopak yang dini, dapat diberi kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa sakit. Bila hematoma yang telah berlangsung lama, untuk memudahkan absorbsi darah diberikan kompres air hangat.16

(20)

C. Trauma tumpul konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Bila konjungtiva terpajan dunia luar secara langsung tanpa mengedip, hal ini dapat menyebabkan edema konjungtiva. Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya. Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.14

D. Hematoma subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.

Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca mata) atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah. Pembulu darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis, dan anemia. Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul. Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalah dengan kompres hangat.

Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.14

E. Trauma tumpul pada kornea - Edema kornea

Trauma mata yang keras atau cepat dapat menyebabkan edema kornea.

Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya

(21)

pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 – 8%, glukosa 40%

dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.14

- Erosi kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.14

Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu diperhatikan adanya infeksi yang akan timbul.14

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.14

- Erosi kornea rekuren

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya

(22)

pelepasan membran basal epitel kornea sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea.

Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder. Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya.14

F. Trauma tumpul uvea - Iridoplegia

Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau midriasis.

Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar. Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.14

- Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.

Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong, dan biasanya terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian, maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.14

G. Hifema

Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien

(23)

akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam bola ata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ptisis bulbi dan kebutaan. Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.14

H. Trauma tumpul pada lensa - Subluksasi Lensa

Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.14

Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.14

- Luksasi Lensa Anterior

Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut

(24)

yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.14

Penanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan untuk mengambil lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata.14

- Luksasi Lensa Posterior

Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam didataran bawah fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Penanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa.

Bila terjadi penyulit maka diatasi penyulitnya.14 I. Trauma tumpul retina dan koroid - Edem Retina

Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun.14

Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.14

- Ablasi Retina

Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma.

Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti

(25)

adanya retinitis sanata, miopia dan proses degenerasi retina lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok- kelok. Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.14

J. Trauma koroid - Ruptur Koroid

Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar apil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid.Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan.14

K. Trauma tumpul saraf optik - Avulsi papil saraf optik

Saraf optik terlepas dari pangkalnya didalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.14

- Optik neuropati traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada serat optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu di pertimbangkan untuk pembedahan.14

(26)

2.2.2 Trauma tembus pada mata

Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai dari palpebra, kornea, uvea sampai mengenai lensa. Trauma mata juga dapat menyebabkan robekan pada konjungtiva saja, jika robekan tidak melebihi 1cm, maka tidak perlu pembedahan. Akan tetapi jika robekan lebih dari 1cm, diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah granuloma.14,15

Benda tajam seperti pisau akan menyebabkan luka laserasi yang jelas pada mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang, beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetiknya. Contohnya pada peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan tidak terlalu besar tetapi memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan pada mata yang cukup parah.17

Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari dasar tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan. Tanda – tanda lainnya adalah kemosis hemoragik laserasi konjungtiva, kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksenrtrik, hifema, atau perdarahan korpus vitreus.3

Trauma tembus bola mata dapat dengan atau tanpa masuknya benda asing intraocular. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sclera dengan perdarahan badan kaca. Dapat juga perforasi sclera ini disertai dengan prolaps badan siliar.18

Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti14 :

- Tajam penglihatan yang menurun - Tekanan bola mata yang rendah

(27)

- Bilik mata dangkal

- Bentuk dan letak pupil yang berubah

- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera

- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina

- Konjungtivis kemotis

Penatalaksanaan diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik secara sistemik melalui oral atau intravena, anti tetanus profilaktik, analgetik dan sedatif bila perlu steroid lokal dan bebat tidak boleh diberikan. Pengeluaran benda asing setidaknya dilakukan di rumah sakit yang memadai.19

Adanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokuler dan ptisis bulbi.19 Pasien yang terkena trauma tembus mata harus diberitahu agar tidak menekan atau memegang mata yang terkena trauma. Mata yang terkena trauma sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiography, dan CT-scan jika diperlukan untuk melihat letak trauma yang terjadi.21

2.2.3 Trauma radiasi elektromagnetik - Trauma Sinar Inframerah

Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditangkap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan mengakibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar inframerah yang sering didapatkan adalah dari sinar matahari dan dari tempat pekerjaan pemanggangan. Seseorang yang sering terpajan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas.14

(28)

Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali mencegah sering terpapar oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.14

-. Trauma Sinar Ultra Violet

Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 – 295 nM. Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari. Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.14

Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 – 6 jam post trauma, pasien akan merasakan mata sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Kornea akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaanya yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis.16

Pengobatan yang diberikan adalah binocular patch dan pemberian 1 – 2 tetes dari cyclopentolate 1% untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan yang di akibatkan spasme otot siliar. Semua pasien akan membaik dalam selang waktu 24- 28 jam tanpa komplikasi. Anastesia disarankan tidak diberikan, karena akan memperlambat penyembuhan dari epitel kornea.21

- Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X 21

Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:

- Sinar alfa yang dapat diabaikan

- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan - Sinar gamma

- Sinar X

(29)

Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambaran dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.18

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.18

2.2.4 Trauma kimiawi

Trauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia. Taruma kimia pada mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat. Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama 15 – 30 menit.14 Komplikasi yang dapat terjadi berupa kehilangan cairan mata, luka pada jaringan kornea dan konjungtiva, terjadi adhesi antara tarsal dan bulba konjungtiva (symblepharon), obstruksi saluran air mata, dan infeksi pada mata.

Pemeriksaan silt-lamp sangat di perlukan untuk menilai keparahan trauma mata.21 - Trauma Asam14

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam. Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun.

Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan selama mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik

(30)

minimal selama 15 menit. Antibiotika topikal untuk mencegah infeksi sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam.

Prognosis baik bila konsentrasi asam tidak terlalu tinggi dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja.

- Trauma Basa14

Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata.

Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi.

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan menjadi :

 Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata.

 Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel kornea.

 Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.

 Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.

Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan suasana alkalis.15

Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa dan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh post trauma.14

(31)

Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak disertai dengan terjadinya ftisis bola mata.14,15

2.2.5 Trauma akibat gigitan serangga

Biasanya gigitan serangga hanya bisa menyebabkan pembengkakan kelopak mata tanpa mengenai daerah bola mata (bulbus oculi). Pengobatan dilakukan dengan memberikan anti histamin dan untuk mengurangi rasa nyeri/gatal dapat dilakukan kompres dingin pada daerah kelopak mata.20

2.2.6 Perbedaan kebutaan akibat trauma mata dengan trauma kepala13,22

Trauma mata yang terjadi dapat menyebabkan kebutaan. Akan tetapi trauma kepala dapat juga menyebabkan kebutaan. Perbedaan kebutaan yang terjadi dapat di dilihat dari:

A. Pupil

Pemeriksaan pada pupil dapat menentukan apakah seseorang mengalami kebutaan atau tidak. Itu dilihat dari pemeriksaan refleks cahaya. Pada trauma tembus maupun trauma tumpul pada mata, gangguan refleks cahaya hanya terjadi pada mata yang terkena trauma. Pada trauma kepala atau otak, refleks cahaya dapat terjadi pada kedua mata sekaligus, karena terdapatnya lesi pada visual pathway pada otak.

B. Visual Field

Pada pemeriksaan lapangan pandang, gangguan yang terjadi pada trauma pada bola mata terjadi bergantung pada bola mata yang terkena. Pada trauma otak, salah satu contohnya adalah Hemianopsia bitemporal atau nasal.

(32)

C. Papil

Pada pasien yang sadar dapat dilakukan berbagai pemeriksaan untuk melihat apakah pasien tersebut mengalami kebutaan atau tidak. Pemeriksaan pada papil ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk pasien yang tidak sadarkan diri atau tidak. Dengan menggunakan opthalmoscope dapat dilihat apakah terdapat papila edema atau tidak. Papila edema yang terjadi pada kedua mata dapat di pastikan karena adanya trauma pada otak. Tetapi pada papila edema yang terjadi pada satu mata, itu dapat disebabkan karena tingginya tekanan intra okular pada mata.

(33)

2.2.7 Pencegahan14

Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti:

- Diperlukan perlindungan terhadap anak untuk menghindarkan terjadnya trauma tajam akibat alat-alat rumah tangga

- Setiap orang tua yang mempunyai bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimawi apa yang dipakainya, asam atau basa.

- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.

- Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainnya, harus melindungi bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat pelindung.

- Hindari perkelahian pada anak.

(34)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka teori

Trauma Mata Uniteral / Bilateral Benda Tajam

Trauma Kimia

1. Trauma tumpul pada mata 2. Hematoma

palpebral 3. Trauma tumpul

konjungtiva 4. Hematoma

konjungtiva 5. Trauma tumpul

kornea 6. Trauma uvea 7. Hifema

8. Trauma tumpul lensa

9. Trauma tumpul retina

10. Trauma saraf optic 11. Trauma tumpul

Bahan Kimia Radiasi

Benda Tumpul

Trauma Radiasi Trauma

Tumpul Trauma

Tembus Bola Mata

Gigitan Serangga Sosidemografi

- Perforasi Sclera - Trauma Asam - Trauma Basa

- Trauma Sinar Infra Merah

- Trauma Sinar UV

(35)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional yang retrospektif dengan menggunakan catatan rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2 Definisi Operasional

 Trauma mata adalah : cedera yang mengenai mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata.

 Cara ukur : Observasi

 Alat ukur : Check list

 Skala ukur : Ordinal

 Hasil ukur : 1. Jenis – jenis trauma mata : cedera pada mata yang dibagi berdasarkan penyebab yang mengenai matanya, seperti bahan kimia, benda tajam, benda tumpul, elektrik.

2. Penyebab trauma mata : benda – benda ataupun bahan kimia yang bisa menyebabkan trauma mata

3. Gambaran klinis Trauma Mata : gambaran atau gejala yang didapati pada pasien trauma mata

4.3 Pemilihan Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian rekam medis dan dilakukan pada jam kerja di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.4 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien trauma mata yang datang ke poliklinik rawat jalan dan tercatat pada rekam medis di rumah sakit H.Adam Malik Medan periode 2014-2015

4.5 Sampel Penelitian

Besar sampel ditentukan dengan metode total sampling yaitu semua subjek yang datang berusia < 16 tahun selama periode 2014-2015

(36)

4.6 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi Kriteria Inklusi

• Semua penderita trauma mata dan trauma kepala yang berusia <16 tahun yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan.

Kriteria Eksklusi

• Data rekam medis yang tidak lengkap 4.7 Identifikasi Variabel

1.Variabel terikat adalah : - pasien trauma mata 2. Variabel bebas adalah : - jenis trauma mata

- mata yang terlibat - sosio –demografi 4.8 Cara Kerja

Data penderita trauma mata diambil dari bagian rekam medik RSUP.H. Adam Malik Medan selama 2 tahun ( periode 2014-2015). Data dikumpulkan meliputi umur, jenis kelamin, mata yang terkena, jenis trauma, dan gambaran klinis pasien trauma mata

4.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam tabulasi data.

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, dari bulan Agustus sampai November 2016.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang ada dapat dibedakan menjadi umur, jenis kelamin, jenis trauma mata , dan mata yang terkena trauma

Tabel 5.1. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan usia

Umur Jumlah Persentase

1 – 7 9 28.1%

8 – 15 23 71.9%

Total 32 100%

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa mayoritas sampel berusia 8 – 15 tahun dengan jumlah 23 orang ( 71.9% ), sedangkan sampel paling sedikit berusia 1 – 7 tahun ( 28.1% ).

Tabel 5.2. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 26 81.3%

Perempuan 6 18.7%

Total 32 100%

(38)

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa Trauma Mata lebih banyak didapati pada Laki-laki dengan jumlah 26 orang ( 81.3% ), sedangkan pada Perempuan sebanyak 6 orang ( 18.7% ).

Tabel 5.3. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan jenis trauma

Jenis Trauma Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 17 53.1%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

Trauma Radiasi

14 1 0

43.8%

3.1%

0%

Total 32 100%

Berdasarkan Tabel 5.3. dapat diketahui bahwa Trauma Tumpul paling banyak dijumpai sebanyak 17 kasus (53.1%), sedangkan Trauma Tembus Bola Mata sebanyak 14 kasus (43.8%), Trauma Kimiawi sebanyak 1 kasus (3.1%), dan tidak ada dijumpai kasus Trauma Radiasi (0%).

Tabel 5.4. Karakteristik Trauma Mata berdasarkan mata yang terlibat Mata Yang Terlibat Jumlah Persentase

Mata Kanan 17 53.1%

Mata Kiri Kedua Mata

12 3

37.5%

9.4%

Total 32 100%

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat Mata kanan yang menjadi kasus terbanyak yaitu 17 kasus (53.1%), sedangkan Mata Kiri sebanyak 12 kasus (37.5%), dan Kedua Mata 3 kasus (9.4%).

(39)

5.1.3. Gambaran Klinis Trauma Mata

Pada penelitian ini dapat mengetahui berbagai gejala klinis yang dapat terjadi pada jenis-jenis trauma mata. Gejala klinis yang dibedakan adalah mata merah, gangguan penglihatan, kebutaan, dan bengkak pada mata.

Tabel 5.5. Gejala klinis pada jenis Trauma Mata

Jenis Trauma

Gejala Klinis Mata

merah

Nyeri Pada Mata

Bengkak Pada mata

Gangguan Penglihatan

Buta

Trauma Tumpul

17 17

14

1

14 13 4

Trauma Tembus Bola Mata

13 0 7 7

Trauma Kimiawi

1 0 1 0

Jumlah 31 32 14 21 11

Dari Tabel 5.5 didapati bahwa gejala mata merah paling banyak terjadi pada jenis Trauma Mata Tumpul sebanyak 17 kasus. Selain mata merah juga didapati Nyeri pada Mata dengan Trauma Tumpul yang terbanyak yaitu 17 kasus.

Lalu pada gejala klinis yang lainnya yaitu bengkak pada bagian mata hanya terjadi pada kasus Trauma Tumpul sebanyak 14 kasus. Gejala lainnya yaitu gangguan penglihatan dan buta. Pada gangguan penglihatan didapati paling banyak ditemukan pada Trauma Mata Tumpul sebanyak 13 kasus, sedangkan kebutaan paling banyak didapati pada jenis Trauma Tembus Bola Mata sebanyak 7 kasus.

(40)

Tabel 5.6. Prevalensi Mata Merah pada Trauma Mata

Jenis Trauma Mata Merah

Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 17 54.8%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

13 1

41.9%

3.3%

Total 31 100%

Pada gambaran klinis mata merah, yang dibahas pada Tabel 5.6 didapati kasus yang terbanyak adalah Trauma Tumpul sebanyak 17 kasus (54.8%).

Gambaran mata merah paling sedikit didapati pada Trauma Kimiawi hanya 1 kasus (3.3%)

Tabel 5.7. Prevalensi Nyeri pada Mata pada Trauma Mata

Jenis Trauma Nyeri Pada Mata

Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 17 53.1%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

14 1

43.8%

3.1%

Total 32 100%

Pada gambaran klinis berikutnya adalah Nyeri pada Mata. Pada Tabel 5.7 dijumpai Trauma Tumpul mengalami gambaran klinis nyeri pada mata yang terbanyak yaitu 17 kasus (53.1%). Dan Trauma Tembus Bola Mata hanya 14 kasus (43.8%) dan Trauma Kimiawi 1 kasus (3.1%)

(41)

Tabel 5.8. Prevalensi Bengkak pada Mata pada Trauma Mata

Jenis Trauma Bengkak Pada Mata

Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 14 100%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

0 0

0%

0%

Total 14 100%

Tabel 5.8 menunjukkan Bengkak pada Mata hanya terjadi pada Trauma Tumpul dengan angka kejadian sebanyak 14 kasus (100%)

Tabel 5.9. Prevalensi Gangguan Penglihatan pada Trauma Mata

Jenis Trauma Gangguan Penglihatan

Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 13 61.9%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

7 1

33.3%

4.8%

Total 21 100%

Tabel 5.9 membahas tentang Gangguan Penglihatan pada Trauma Mata.

Pada gangguan penglihatan paling banyak terjadi pada kasus Trauma Tumpul sebanyak 13 kasus (61.9%).

(42)

Tabel 5.10. Prevalensi Buta pada Trauma Mata

Jenis Trauma Buta

Jumlah Persentase

Trauma Tumpul 4 36.4%

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

7 0

63.6%

0%

Total 11 100%

Dari Tabel 5.10 insiden kebutaan paling banyak terjadi pada Trauma Tembus Bola Mata sebanyak 7 kasus (63.6)% dan pada Trauma Tumpul 4 kasus (36.4%)

Tabel 5.11. Mata yang terlibat kebutaan

Jenis Trauma Kebutaan

Satu Mata Kedua Mata

Trauma Tumpul 3 1

Trauma Tembus Bola Mata Trauma Kimiawi

7 0

0 0

Total 10 1

Dari Tabel 5.11 didapat 3 kasus pada Trauma Tumpul yang mengalami kebutaan pada 1 mata saja dan 1 kasus yang mengenai kedua mata. Pada Trauma Tembus Bola Mata didapati 7 kasus yang terjadi pada 1 mata saja dan tidak ada kasus pada kedua mata. Pada Trauma Kimiawi tidak didapati adanya kasus kebutaan pada mata.

(43)

5.2. Pembahasan

Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada satu mata yang dapat dicegah.23 Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extraocular foreign body, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma. Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di tempat kerja, maupun di jalan raya.23-24

Penyebab terjadinya trauma okular pada populasi anak berbeda dengan pada orang dewasa. Trauma okular yang terjadi pada anak yang lebih kecil biasanya disebabkan saat bermain dengan anak yang lain. Sedangkan pada anak yang lebih tua dan remaja banyak disebabkan oleh kegiatan olah raga.25 Penyebab lain trauma okular termasuk peluru senjata mainan, tongkat, dan benturan dengan benda tetap.27 Kejadian trauma okular pada anak-anak dapat dihindari dengan pengawasan orang dewasa dan penggunaan alat pelindung mata saat berolah raga.26 Pada penelitian ini trauma tumpul merupakan kasus trauma mata yang terbanyak yaitu dengan penyebab jatuh dan terkena barang sekitarnya, adapun penyebab lainnya alat tulis, mainan anak, dan lain-lain.

Menurut American Academy of Ophthalmology, perbandingan gender pada angka trauma mata adalah 3 atau 4 banding 1, dengan anak yang berusia 8 sampai 15 tahun merupakan kelompok usia terbanyak mengalami trauma mata yang berat dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya.26 Sama halnya dengan penelitian yang saya lakukan yaitu angka kejadian Trauma mata lebih banyak terjadi pada kelompok usia 8-15 tahun yaitu sebanyak 23 kasus (71.9%) sedangkan pada kelompok umur 1-7 hanya terdapat 9 kasus (28.1%). Hal ini dikarenakan anak laki-laki memiliki perilaku lebih agresif dibandingkan dengan anak perempuan. Anak-anak lebih rentan terhadap cedera mata karena mereka belum matang keterampilan, akal sehat terbatas, kecenderungan untuk meniru orang dewasa tanpa memahami risiko, kurangnya emosional kontrol, ketidaktahuan, dan rasa ingin tahu yang alami.26

(44)

Pada penelitian ini peneliti mencoba mencari angka kejadian yang terjadi pada anak-anak oleh karena Trauma Mata. Terdapat 32 kasus yang tercatat pada tahun 2014-2015 dengan angka kejadian sebanyak 26 pada anak laki-laki dan 6 kasus pada perempuan, yang di antaranya terjadi pada umur 1-7 tahun sebanyak 9 kasus dan 23 kasus pada kelompok umur 8-15 tahun. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian lain di Australia, Madison, dan Baltimore yang menyatakan bahwa laki- laki lebih banyak mengalami trauma okuli dibandingkan perempuan.28

Pada penelitian ini juga dibahas tentang jenis trauma yang terkena. Pada penelitian ini didapati bahwa Trauma Tumpul yang menjadi kasus terbanyak terjadi, yaitu sebanyak 17 kasus (53.1%) sedangkan Trauma Tembus Bola Mata sebanyak 14 kasus (43.8%), dan Trauma Kimiawi sebanyak 1 kasus (3.1%).

Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nirmalan dan Badrinath dalam penelitiannya di India menyatakan bahwa jenis trauma yang paling banyak terjadi adalah trauma tumpul masing-masing sebesar 54% dan 46.94%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vats, yang melakukan penelitian di Rural South Indian mendapatkan bahwa trauma okuli yang paling sering terjadi adalah Extraocular Foreign Body sebesar 37.5%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 29.2%.24,29

Trauma okuli umumnya mengenai satu mata tetapi keterlibatan kedua mata dapat pula terjadi. Penelian ini mendapatkan mata kanan (53.1%) lebih banyak daripada mata kiri (37.5%) maupun kedua mata (9.4%). Pada penelitian sebelumnya melaporkan 72,2% trauma okuli mengenai mata kanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebanyakan penderita menggunakan tangan kanan untuk melakukan aktivitas.23

(45)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat di ambil kesimpulan :

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan usia ditemukan lebih banyak pada kelompok usia 8-15 tahun

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin lebih banyak didapati pada laki-laki.

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan jenis trauma lebih banyak terjadi kasus Trauma Tumpul yaitu sebanyak diikuti dengan Trauma Tembus Bola Mata, dan Trauma Kimiawi.

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan Mata yang terlibat lebih banyak terjadi pada mata sebelah kanan, diikuti pada mata kiri, dan kedua mata.

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan Gambaran Klinis paling banyak terjadi pada Nyeri pada mata diikuti Mata merah, Gangguan penglihatan, Bengkak pada mata, dan yang terakhir kebutaan.

(46)

6.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya

 Pada penelitian ini tidak terlalu banyak dijumpai pasien yang menglalami Trauma Mata, oleh karena itu pihak sarana kesehatan seperti rumah sakit dan lainnya harus tetap memberi edukasi yang baik bagi orang tua agar anaknya terhindar dari Trauma Mata

 Rumah sakit serta instansi kesehatan lainnya juga diharapkan untuk meningkatkan lagi kualitas Rekam Medik untuk penelitian selanjutnya

2. Bagi masyarakat luas

 Masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan dari anak-anaknya, terutama dengan memperhatikan lingkungan tempat tinggal dan bermain anak

 Bagi orang tua yang anaknya telah terkena trauma mata agar lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap anaknya

3. Bagi peneliti selanjutnya

 Pada penelitian ini peneliti hanya melihat angka kejadian serta beberapa karakteristik pada pasien Trauma Mata yang terjadi pada anak melalui data yang diperoleh dari data rekam medik. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat ukur lainnya seperti kuesioner, microfilament, dan lain sebagainya sebagai acuan serta menambah variabel-variabel lain.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Apuranto, H. Luka akibat benda tumpul dalam : Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Surabaya : Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

2010. p. 36-38.

2. Asbury, T. Trauma mata dalam : Oftalmologi umum edisi XVII. Jakarta.

Widya Medika. 2008; 373 - 80

3. Khun, F. Piramici, JD. in : Emergency management of trauma ocular, Departement of Opthalmology University of Pecs. Hungary. 2002. p. 71 - 86.

4. Wijana, N. Ilmu penyakit mata. Jakarta: ECG. 1993. 312-26.

5. Parver, L. Eye trauma in : The Neglected Disorder. Arch Ophthalmol.

United States. 1986 ;104 :1452-3.

6. Negrel, AD. Thylefors, B. The global impact of eye injuries. Ophthalmic Epidemiol. Geneva, Switzerland. 1998 ; 5 : 143-69.

7. Scribano, P. Nance, M. Reilly, P. Pediatric nonpowder firearm injuries in : Outcomes in an urban paediatric setting 5th edition. Paediatrics. 1997. 100 : 1-3.

8. Takvam , J. Midefart, A. Survey of eye injuries in Norwegian children in : Acta Ophthalmol. 1993. 71 : 500-505.

9. Aldy, F. Prevalensi kebutaan akibat trauma mata di kabupaten Tapanuli Selatan. Medan. 2009.

10. Netter, FH. bola mata dalam : Atlas anatomi manusia. edisi ke 5. singapore : elsevier. 2013. p. 87.

11. Mescher, AL. Mata dan telinga : organ perasa khusus dalam : Histologi dasar Junquiera teks & atlas. edisi ke 12. jakarta : ECG. 2009. p. 403-404 12. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit

Buku kedokteran EGC, 2001. p. 161-163.

13. Guyton, AC. Hall, JE. The eye: 1 optics of vision in : Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 13th Edition. jackson, Mississipi:

Elsevier. 2015. p. 639 - 645.

14. Ilyas, S. Yulianti, SR. Trauma mata dalam : Ilmu Penyakit Mata. edisi ke 5.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. p. 279 - 297.

15. Vaughan, DG. Asbury, T. Eva, PR. oftalmology umum. Jakarta: Widya medika 2000; 372 – 80.

16. Djelantik, S. Andayani, A. Widiana IGR. The relation of onset of trauma and visual acuity on traumatic patient in : Jurnal Oftalmology Indonesia.

2010 Juni. 7(3): 85-90

17. Berson, FG. Ocular and Orbital injuries. in : Basic opthalmology. 6th ed.

American Academy of Opthalmology. 1993. p. 82 - 87.

18. Leisegang, TJ. SLento, GL. Fundamental and principles of othalmology. in Basic and clinical science cours. international opthalmology. section 2.

USA. AAO; 2002-223. p. 30-70.

19. Radjiman, T. ilmu penyakit mata. penerbit airlangga. Surabaya. 1984. p. 1- 8.

(48)

20. Hassan, R. Alatas, H. Trauma mata dalam : Ilmu kesehatan anak edisi ke 4.

Jakarta : fakultas kedokteran universitas indonesia. 2007. p. 900.

21. McPhee, SJ. Papadakis, MA. Ocular Trauma. In: Current Medical Diagnosis & Treatment 48th edition. United States of America. 2009. P.

165-166.

22. Cockherham GC, Goodrich GL, Weichel ED, Orcutt JC, Rizzo JF, Bowe KS, et al. Eye and Visual Function in Traumatic Brain Injury. J Reha Rese

& Dev [internet]. 2009 [cited 2016 Jun23];46(6). Available from:

http://www.rehab.research.va.gov/jour/09/46/6/Cockerham.html

23. Wong TY, Klein BEK, Klein R. The Prevalence and 5-year Incidence of Ocular Trauma. Ophthalmology 2000; 107: 2196–2202.

24. Nirmalan PK, Katz J, Tielsch JM, Robin AL, Thulasiraj RD, Krishnadas R, et al. Ocular Trauma in a Rural South Indian Population. Ophthalmology 2004; 111: 1778–1781

25. Wong TY, Tielsch JM. A Population-Based Study on the Incidence of Severe Ocular Trauma in Singapore. Am J Ophthalmol 1999; 128: 345–

351.

26. Edward LR, Aaby AA, Bloom JN, Edmond JC, Lueder GT, Olitsky SE, Phillips PH, Wiggins RE. Pediatric ophthalmology and strabismus: Ocular Trauma in Childhood section 6. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. p 404-11.

27. Lawrence M. Levine, MD : Pediatric ocular trauma and shaken infant syndrome Pediatr Clin N Am 50 .2003. p 137– 148.

28. Katz J, Tielsch JM. Lifetime prevalence of ocular injuries from the Baltimore Eye Surgery. Arch Ophthalmol 1993; 111: 1564–8.

29. Badrinath SS. Ocular trauma. Indian J ophthalmol 1987; 35: 110–1.

(49)

LAMPIRAN 1

(50)

LAMPIRAN 2

(51)

LAMPIRAN 3

(52)

LAMPIRAN 4

(53)

LAMPIRAN 5

umurkelompok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-7 9 28,1 28,1 28,1

8-15 23 71,9 71,9 100,0

Total 32 100,0 100,0

jenistrauma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid trauma tumpul 17 53,1 53,1 53,1

trauma tembus bola mata 14 43,8 43,8 96,9

trauma kimiawi 1 3,1 3,1 100,0

Total 32 100,0 100,0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 26 81,3 81,3 81,3

perempuan 6 18,8 18,8 100,0

Total 32 100,0 100,0

matayangterkena

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid mata kanan 17 53,1 53,1 53,1

mata kiri 12 37,5 37,5 90,6

kedua mata 3 9,4 9,4 100,0

Total 32 100,0 100,0

(54)

matamerah * traumatumpul Crosstabulation Count

traumatumpul

Total

ya tidak

matamerah ya 17 14 31

tidak 0 1 1

Total 17 15 32

matamerah * traumatembus Crosstabulation Count

traumatembus

Total

ya tidak

matamerah ya 13 18 31

tidak 1 0 1

Total 14 18 32

matamerah * traumakimia Crosstabulation Count

traumakimia

Total

ya tidak

matamerah ya 1 30 31

tidak 0 1 1

Total 1 31 32

buta * traumatumpul Crosstabulation Count

traumatumpul

Total

ya tidak

buta kedua mata 1 0 1

satu mata 3 7 10

tidak 13 8 21

Total 17 15 32

(55)

buta * traumatembus Crosstabulation Count

traumatembus

Total

ya tidak

buta kedua mata 0 1 1

satu mata 7 3 10

tidak 7 14 21

Total 14 18 32

buta * traumakimia Crosstabulation Count

traumakimia

Total

ya tidak

buta kedua mata 0 1 1

satu mata 0 10 10

tidak 1 20 21

Total 1 31 32

gangguanpenglihatan * traumatumpul Crosstabulation Count

traumatumpul

Total

ya tidak

gangguanpenglihatan terganggu 13 8 21

buta 4 7 11

Total 17 15 32

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi mata. 10
Gambar 2.2 Pembentukan dan aliran cairan pada mata 13 .
Gambar 2.4  Mekanisme akomodasi mata. 13
Tabel 5.2. Karakteristik pasien Trauma Mata berdasarkan jenis kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevelansi kebutaan akibat retinopati diabetik yaitu berapa banyak kasus kebutaan yang terjadi pada penderita retinopati

diatas menunjukkan distribusi penderita trauma kepala berdasarkan trauma murni atau multipel dengan insidensi yang paling tinggi adalah trauma murni yaitu sebanyak 143 orang dengan

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Soraya pada tahun 2011 di RSUP Haji Adam Malik Medan, didapatkan 59 kasus polip hidung, dimana kejadian polip hidung paling sering didapati pada

Hasil penelitian ini menunjukan usia yang paling banyak mengalami trauma abdomen adalah pada kelompok usia 12-25 tahun (41.5%) dan sering dijumpai pada laki-laki dengan

Dari survey awal yang peneliti lakukan, didapati 980 kunjungan pasien rinosinusitis yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.. Banyaknya kasus rinosinusitis

Menurut penelitian Jurnal Respirologi Indonesia, dari 57 sampel penelitian sitologi jaringan, didapati Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) sebanyak 2 kasus

Hasil penelitian: Distribusi penderita trauma mata berdasarkan jenis kelamin lebih banyak diderita pada laki-laki yaitu sebanyak 81 orang (86.2 %) dan perempuan 13 orang (13.8

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari data rekam medis pasien trauma toraks di RSUP HAM Medan pada tahun 2015.. Data