• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA TAHUN DENGAN PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA TAHUN DENGAN PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

2010–2018 DENGAN PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

OLEH

ANDIKA PRATAMA 170523013

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia tahun 2010-2018. Di mana permintaan uang (M1) sebagai variabel terikat. Sedangkan inflasi, kurs, suku bunga kredit dan alat pembayaran menggunakan kartu sebagai variabel bebas di dalam penelitian ini.

Data yang digunakan adalah data sekunder bulanan selama kurun waktu Januari 2010 sampai dengan Desember 2018. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Sedangkan teknik analisisnya menggunakan Error Correction Model (ECM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel kurs dan alat pembayaran menggunakan kartu berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Sedangkan variabel inflasi berpengaruh negatif dan suku bunga kredit berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Dalam jangka panjang variabel inflasi dan suku bunga kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia, sedangkan varibel kurs dan alat pembayaran menggunakan kartu berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.

Kata Kunci: Permintaan Uang (M1), Inflasi, Kurs, Suku Bunga Kredit dan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu.

(6)

INDONESIA PERIOD OF 2010-2018 APPROACH ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

This research aim to analyze the factors that influence money demand in Indonesia in 2010-2018. Where Money Demand (M1) as dependent variable.

inflation, exchange rates, credit interest rates and payment instruments use the card as an independent variables.

This research used data time series of mounth, data for the period January 2010 to December 2018. The model used in this study is to use the econometric model. The analysis technique uses the Error Correction Model (ECM).

The results showed that in the short term variable exchange rates and payment instruments using card had a positive and significant effect on money demand in Indonesia. While inflation has a negative effect and credit interest rates have a positive but not significant effect on money demand in Indonesia. In the long run, inflation and lending rates have a negative and significant effect on money demand in Indonesia, while the exchange rate variable and card payment instruments have a positive and significant effect on money demand in Indonesia.

Keywords: Money Demand (M1), Inflation, Excange Rates, Credit Interest Rates and Payment Instruments Use the Card.

(7)

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia Tahun 2010-2018 dengan Pendekatan Error Correction Model (ECM)”. Penulisan skripsi ini guna untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dan memberi dukungan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun material, sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang mana banyak sekali menemukan kendala-kendala yang cukup berarti dalam penyusunannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, diantaranya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Winarno dan Ibunda Rita Susiana, yang telah mendidik, merawat dan memberikan saya cinta, doa, dan kasih sayang yang sangat besar kepada saya.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, SE., MP, selaku Ketua Program Studi S1 dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Wahyu Sugeng Imam Soeparno, SE., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada saya selama masa pendidikan.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku dosen penguji I dan Bapak Syarief Fauzie, SE., M.Ak., Ak. selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staf Adminitrasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Kepada keluarga saya yang telah memberikan doa dan dukungan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kepada seluruh teman-teman serta kepada seluruh pihak lainnya yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

Medan, 13 Desember 2019 Penulis

Andika Pratama NIM : 170523013

(9)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Teori Kuantitas Uang ... 8

2.1.2 Teori Permintaan Uang Keynes ... 12

2.1.3 Teori Baumol-Tobin... 17

2.1.4 Teori Inflasi ... 17

2.1.5 Teori Kurs ... 18

2.1.6 Teori Suku Bunga ... 19

2.1.7 Teori Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)... 22

2.2 Penelitian Terdahulu ... 23

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian ... 25

2.3.1 Hubungan Inflasi dengan Permintaan Uang ... 26

2.3.2 Hubungan Kurs dengan Permintaan Uang ... 27

2.3.3 Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Permintaan Uang ... 28

2.3.4 Hubungan APMK dengan Permintaan Uang ... 29

2.4 Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 31

3.3 Jenis Variabel Penelitian ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5 Defenisi Operasional ... 32

3.6 Analisis Data ... 34

(10)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 39

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 39

4.1.1 Perkembangan Permintaan Uang di Indonesia .... 39

4.1.2 Perkembangan Inflasi di Indonesia ... 41

4.1.3 Perkembangan Kurs ... 43

4.1.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit di Indonesia . 45 4.1.5 Perkembangan Transaksi APMK di Indonesia .... 47

4.2 Pengujian dan Hasil Penelitian... 49

4.2.1 Uji Stasioneritas ... 49

4.2.2 Uji Derajat Integrasi ... 50

4.2.3 Uji Kointegrasi ... 51

4.2.4 Analisis Error Correction Model (ECM) ... 52

4.2.5 Analisis Jangka Panjang ... 55

4.3 Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN

(11)

Periode 2010-2018... 2

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu... 24

4.1 Hasil Uji Akar Unit dengan PP-Fisher Pada Tingkat Level... 50

4.2 Hasil Uji Akar Unit dengan PP-Fisher Pada Tingkat 1 Different... 51

4.3 Hasil Uji Kointegrasi... 52

4.4 Hasil Analisis Jangka Pendek ... 53

4.5 Hasil Analisis Jangka Panjang... 55

(12)

Berjaga-Jaga... 14

2.2 Permintaan Uang Untuk Spekulasi... 16

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian... 26

4.1 Grafik Permintaan Uang di Indonesia 2010-2018... 39

4.2 Grafik Pertumbuhan Permintaan Uang di Indonesia 2010- 2018... 40

4.3 Grafik Inflasi di Indonesia 2010-2018... 42

4.4 Grafik Pertumbuhan Inflasi di Indonesia 2010- 2018... 42

4.5 Grafik Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 2010-2018.. 44

4.6 Grafik Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 2010-2018... 44

4.7 Grafik Suku Bunga Kredit di Indonesia 2010-2018... 46

4.8 Grafik Pertumbuhan Suku Bunga Kredit di Indonesia 2010-2018... 46

4.9 Grafik Nilai Transaksi APMK di Indonesia 2010-2018... 48

4.10 Grafik Pertumbuhan Nilai Transaksi APMK di Indonesia 2010-2018... 48

(13)

Kredit, dan APMK 2010 M1-2018 M12

2 Hasil Uji Akar Unit dengan PP-Fisher Pada Tingkat Level

3 Hasil Uji Akar Unit dengan PP-Fisher Pada Tingkat 1 Different

4 Hasil Uji Kointegrasi

5 Hasil Analisis Jangka Pendek 6 Hasil Analisis Jangka Panjang

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada setiap negara tidak terlepas dari sektor moneter, termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Kebijakan moneter merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi di Indonesia.

Dalam literatur yang ada, permintaan uang yang spesifik untuk implementasi kebijakan moneter adalah hal yang sangat penting. Goldfeld (1994) menganggap bahwa hubungan antara permintaan uang dan penentu utamanya adalah blok bangunan penting dalam teori ekonomi makro dan merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Akibatnya, permintaan uang adalah salah satu masalah topikal yang telah menarik perhatian paling besar dalam literatur baik di negara maju maupun negara berkembang. Dalam konteks negara-negara maju dikatakan bahwa ketidakseimbangan dalam permintaan uang (didefinisikan sebagai perbedaan antara stok uang riil dan stok uang riil keseimbangan jangka panjang) dapat memengaruhi efektivitas kebijakan suku bunga dalam jangka panjang berdampak pada inflasi. Peranan uang dalam perekonomian sangat mempengaruhi faktor moneter juga dapat mempengaruhi sektor riil yang mencakup pasar barang dan jasa.

Keynes menjelaskan ada tiga motif permintaan uang yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Pertama, Keynes menyatakan bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi tergantung pada pendapatan (Nopirin,

(15)

2013). Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan, maka semakin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi.

Dengan mengetahui jumlah permintaan uang di masyarakat maka dapat membantu Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam hal mengedarkan uang ke masyarakat. Dengan melihat hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa permintaan uang mempunyai peranan yang penting terutama berkaitan dengan pemilihan kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral. Jika melihat kondisi yang terjadi di Indonesia jumlah uang beredar (JUB) dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini menandakan bahwa kebutuhan akan uang oleh masyarakat terus meningkat tiap tahunnya hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Perkembangan Jumlah Uang Beredar (JUB) di Indonesia Periode 2010-2018 Tahun Permintaan Uang (Jumlah Uang

Beredar Miliar Rp)/M1

2010 605.411

2011 722.991

2012 841.652

2013 887.084

2014 942.221

2015 1.055.440

2016 1.237.643

2017 1.390.807

2018 1.457.150

Sumber: Statistik Kementrian Perdagangan

Ketidakpastian global yang tinggi dan memberikan tekanan terhadap neraca pembayaran Indonesia (NPI) banyak memengaruhi dinamika nilai tukar Rupiah pada tahun 2018. Ketidakpastian tersebut dipicu oleh berlanjutnya kenaikan Federal Funds Rate (FFR) dan ketidakpastian pasar keuangan global.

Kondisi ini mengakibatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang

(16)

berkurang, termasuk Indonesia. Akibatnya, nilai tukar Rupiah mengalami tekanan sampai dengan Oktober 2018, dengan tekanan terbesar terjadi pada Juli 2018.

Tekanan depresiasi terhadap Rupiah juga searah dengan pelemahan banyak mata uang negara berkembang lain, sejalan dengan dampak ketidakpastian global yang meningkat tersebut (Bank Indonesia, 2018).

Bank Indonesia menempuh langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas perekonomian, khususnya nilai tukar Rupiah. Kebijakan moneter ditempuh secara pre-emptive, front loading, dan ahead of the curve guna menjaga daya tarik aset pasar keuangan Indonesia dan mengendalikan defisit transaksi berjalan berada pada level yang sehat. Suku bunga kebijakan, Bank Indonesia 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR), naik 175 basis points (bps) sepanjang 2018. Kebijakan nilai tukar juga ditempuh untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, dengan tetap mendorong mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar turut didukung oleh inisiatif pendalaman pasar keuangan termasuk pemberlakuan transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) mulai 1 November 2018, yang secara tidak langsung memengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah menjadi lebih stabil. Kebijakan nilai tukar ditopang pula upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas domestik sehingga meminimalkan risiko lanjutan kepada nilai tukar Rupiah. Terakhir, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan mendukung serangkaian kebijakan Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk pengendalian defisit transaksi berjalan melalui peningkatan ekspor dan pengendalian impor.

(17)

Respon kebijakan yang ditempuh dalam perkembangannya mendukung terkendalinya nilai tukar Rupiah pada triwulan IV 2018. Aliran masuk modal asing kembali meningkat pada triwulan IV 2018 sejalan dengan interest rate differential yang tetap menarik dan prospek perekonomian domestik yang stabil.

Impor juga mulai melambat sejalan dengan dampak penyesuaian ekonomi terhadap nilai tukar yang bergerak fleksibel. Perkembangan ini pada gilirannya mendorong NPI triwulan IV 2018 mencatat surplus dan akhirnya mendorong Rupiah kembali dalam tren menguat. Secara keseluruhan tahun, Rupiah pada 2018 secara rerata melemah 6,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang lain dan diikuti dengan volatilitas yang lebih terkendali.

Di tengah kondisi meningkatnya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, inflasi 2018 tetap rendah dan terkendali dalam sasaran 3,5±1%. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada akhir 2018 tercatat 3,13% (yoy), sehingga dalam 4 tahun berturut-turut berada dalam kisaran sasaran. Di satu sisi, faktor siklikal seperti harga komoditas pangan global yang menurun dan permintaan yang terkendali memengaruhi tekanan inflasi yang terus menurun. Di sisi lain, perbaikan struktural karakter inflasi Indonesia juga berpengaruh positif, seperti kebijakan moneter yang konsisten, struktur pasar yang semakin kompetitif, serta distribusi dan logistik barang yang lebih lancar. Selain itu, koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Daerah yang semakin erat juga berkontribusi pada perbaikan karakter inflasi tersebut. Perbaikan struktur inflasi pada gilirannya memengaruhi perilaku inflasi seperti ekspektasi yang makin rendah, dampak lanjutan kenaikan inflasi volatile food (VF) dan administered prices (AP) terhadap

(18)

inflasi yang semakin rendah, serta dampak pelemahan kurs terhadap inflasi yang menurun (Bank Indonesia, 2018).

Dengan demikian, fenomena yang dipaparkan tersebut menarik untuk dikaji. Melalui kajian teori, studi empiris, dan fenomena data akan menghasilkan model estimasi yang baik. Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan pengkajian ilmiah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia. Atas dasar fenomena tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia Tahun 2010–2018 dengan Pendekatan Error Corection Model (ECM) ”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan pada sub- bab sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang?

2) Bagaimana pengaruh Kurs terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang?

3) Bagaimana pengaruh Suku Bunga Kredit terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang?

4) Bagaimana pengaruh Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang?

(19)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1) Pengaruh Inflasi terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2) Pengaruh Kurs terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3) Pengaruh Suku Bunga Kredit terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4) Pengaruh Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1) Diperoleh hasil pengaruh Inflasi terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2) Diperoleh hasil pengaruh Kurs terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3) Diperoleh hasil pengaruh Suku Bunga Kredit terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

(20)

4) Diperoleh hasil pengaruh Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) terhadap permintaan uang di Indonesia tahun 2010–2018 dalam jangka pendek dan jangka panjang.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Kuantitas Uang 1) Teori Irving Fisher

Teori kuantitas yang terkenal adalah teori permintaan uang yang dikemukakan oleh Irving Fisher. Teori ini mendasarkan diri pada falsafah hukum Say yaitu ekonomi akan selalu berada dalam keadaan full employment. Secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

MV = PT Di mana:

M = Jumlah uang beredar.

V = Rata-rata perputaran setiap unit uang yang digunaka dalam transaksi jual beli.

P = Harga barang.

T = Volume barang yang diperdagangkan.

Persamaan di atas merupakan suatu identitas, sebab selalu benar. Artinya, jumlah unit barang yang ditransaksikan (T) dikalikan dengan harganya (nilai barang tersebut) harus/selalu sama dengan jumlah uang (M) dikalikan dengan perputarannya (total pengeluaran transaksi). Dengan kata lain, total pengeluaran (MV) sama dengan nilai barang yang dibeli (PT) (Nopirin, 1992: 73).

2) Teori Kuantitas Sederhana

Teori ini dikemukakan oleh David Hume pada tahun 1752. Inti dari teori ini adalah bahwa “ harga barang berbanding lurus (proporsional) dengan jumlah

(22)

uang”. Salah satu faktor yang menentukan harga barang tersebut adalah jumlah uang yang beredar, di mana perbandingannya adalah proporsional.

P= f(M) Di mana:

P = Harga barang- barang M = Jumlah uang yang beredar

Maka apabila jumlah uang beredar naik 2 kali maka harga-harga akan naik 2 kali pula. Dalam hal ini, naik turunnya nilai uang (purchasing power) ditentukan oleh turun naiknya harga barang. Di mana naik turunnya harga dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah uang beredar.

Anggapan yang dipakai dalam teori ini adalah bahwa:

a) Uang hanya untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga.

b) Velocity uang adalah tetap.

c) Barang-barang dan jasa tetap, karena asumsi full employment (Iswardono, 1981: 87).

3) Teori Kuantitas Uang Modern/Teori Milton Friedman

Teori kuantitas modern, tidak lain adalah upaya dari Milton Friedman terkait dengan interpretasi kembali tentang teori kuantitas moneter yang dikemukakan oleh Irving Fisher, yang selanjutnya dikenal dengan teori kuantitas modern. Analisis permintaan uang ini cenderung mengarah pada pendekatan Keynes dan Cambridge. Menurut Milton Friedman, orang memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang memberikan manfaat kepada pemegangnya.

(23)

Friedman mengemukakan bahwa pada prinsipnya uang merupakan salah satu bentuk dari kekayaan. Permintaan akan uang mirip dengan permintaan barang yaitu tergantung pada tiga hal yakni total kekayaan yang dimiliki, harga dan keuntungan dari bentuk kekayaan, dan selera pemilik kekayaan. Menurut Friedman uang dapat dianggap sebagai salah satu dari 5 (lima) cara pemegang kekayaan yaitu: uang, obligasi, saham, barang-barang fisik, dan kekayaan humani.

Secara sederhana fungsi permintaan uang Milton Friedman dapat dituliskan sebagai berikut:

M = f(P,r,Yp,u) Di mana:

P = harga barang-barang r = tingkat bunga Yp = permanent income u = faktor preferensi

Menurut Iswardono implikasi dari teori kuantitas Friedman adalah sebagai berikut:

a) JUB merupakan variabel kunci di dalam penentuan kebijakan untuk mengontrol tingkat harga dan pendapatan.

b) Inflasi atau deflasi dapat dicegah dan ditanggulani hanya jika JUB per unit output dapat dijaga kenaikan dan penurunannya.

c) “Velocity” masih dianggap stabil dan di sini terlepas dari JUB.

d) “Velocity”-nya Friedman lebih stabil daripada fungsi konsumsinya Keynes.

(24)

Efektifitas kebijakan fiskal tergantung pada dari mana pembiayaannya dalam artian jumlah defisit APBN itu dibiayai oleh pinjaman dari masyarakat tanpa kenaikan JUB. Jika defisit itu dibiayai dengan meminjam uang dari masyarakat akibat langsung dari defisit akan dapat diimbangi. Tetapi jika defisit itu dibiayai dengan pencetakan uang maka akibat langsungnya tidak dapat (sulit) diimbangi.

4) Teori Cambridge/Marshall

Marshall memandang persamaan Irving Fisher dengan sedikit berbeda.

Marshall tidak menekankan pada perputaran uang (velocity) dalam suatu periode melainkan pada bagian pendapatan (PDB) yang diwujudkan dalam bentuk uang kas. Secara matematika sederhana, teori Marshall dapat dituliskan sebagai berikut:

M = k Py

Di mana k adalah proporsi/bagian dari PDB yang diwujudkan dalam bentuk uang kas, jadi besarnya sama dengan , Marshall tidak menggunakan

volume transaksi (T) sebagai alat pengukur jumlah output, tetapi diganti dengan Y (untuk menunjukkan PDB riil). Jadi, T pada umumnya lebih besar daripada Y, sebab dalam pengertian T termasuk juga total transaksi barang akhir dan setengah jadi yang dihasilkan beberapa tahun lampau. Sedang dalam PDB hanyalah mencakup barang akhir dan jasa yang dihasilkan pada tahun tertentu saja. Juga, dalam PDB tidak termasuk barang setengah jadi. Persamaan Marshall sudah dapat dikatakan merupakan persamaan yang menunjukkan adanya permintaan akan uang, di mana masyarakat menghendaki sebagian tertentu dari pendapatannya dalam bentuk uang kas (ditunjukkan dengan k). Dengan demikian persamaan

(25)

Marshall tidak lagi merupakan persamaan pertukaran identitas (seperti halnya pada persamaan Irving Fisher), tetapi telah merupakan persamaan teori kuantitas uang (Nopirin, 1992: 73-74).

2.1.2 Teori Permintaan Uang Keynes

Perumusan teori permintaan uang Keynes dikenal sebagai teori “Liquidity Preference”. Di dalam teorinya Keynes membagi permintaan uang atas 3 (tiga) kategori yaitu:

1) Permintaan untuk tujuan transaksi.

2) Permintaan untuk tujuan berjaga-jaga.

3) Permintaan untuk tujuan spekulasi.

Permintaan uang untuk transaksi meningkat karena uang diperlukan untuk pembayaran-pembayaran, permintaan untuk berjaga-jaga, dan spekulasi meningkat karena kebutuhan yang tak terduga. Keynes menganggap bahwa permintaan uang kas untuk memenuhi permintaan motif pertama dan kedua (transaksi dan berjaga-jaga), yang berubah karena perubahan di dalam pengeluarannya, tetapi permintaan untuk kedua motif ini tidak dipengaruhi oleh berubahnya tingkat bunga.

1) Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga

Perlunya seseorang ataupun masyarakat (pemerintah) selalu menginginkan memegang uang kas untuk tujuan-tujuan ini disebabkan karena penerimaan tidak selalu selaras (sepadan) dengan pengeluaran. Hal ini disebabkan adanya kesenggangan waktu (time lag) antara penerimaan dan pengeluaran. Permintaan uang untuk tujuan transaksi meningkat jika penerimaan dan pengeluaran tidak

(26)

sinkron dan pada berbagai keadaan, utang-utang tidak secara sempurna dapat dibagi atau ada biaya (transaksi) untuk membuat utang. Dan permintaan uang untuk transaksi dianggap tergantung pada tingkat pendapatan.

= f(Y), Di mana:

= Permintaan uang untuk transaksi Y = Pendapatan

Artinya, semakin tinggi pendapatan, semakin banyak uang diperlukan oleh perusahaan dan perseorangan untuk tujuan transaksi. Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga merupakan refleksi dari ketidaktentuan yang menyangkut (berkaitan dengan) pendapatan dan pengeluaran. Mengikuti pendapat Keynes, dianggap bahwa permintaan uang kas untuk tujuan berjaga-jaga adalah fungsi dari tingkat pendapatan. Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga dikaitkan dengan pendapatan adalah sejalan bahwa adanya cadangan untuk sesuatu hal yang tak terduga dikaitkan dengan skala operasinya.

= f(Y), Di mana:

= Permintaan uang untuk berjaga-jaga Y = Pendapatan

(27)

Penggabungan permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjagajaga adalah

0 Y

Gambar 2.1

Penggabungan Permintaan Uang untuk Transaksi dan Berjaga-Jaga Jika permintaan uang untuk tujuan kedua hal ini dikaitkan dengan “ tingkat bunga”, maka dianggap bahwa kedua permintaan ini adalah “inelastis”

terhadap tingkat bunga.

Anggapan di atas dimaksudkan untuk menyederhanakan analisis lebih lanjut. Karena sebenarnya (berdasarkan bukti-bukti), permintaan untuk transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi juga oleh tingkat bunga, semakin membuat orang tertarik pada hasil (yield) kekayaan dan individu-individu mungkin akan menginginkan memegang uang kas untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga lebih kecil agar tidak menanggung risiko (Iswardono, 198: 97-101).

2) Permintaan uang untuk tujuan spekulasi

Keynes menyadari bahwa masyarakat menghendaki jumlah uang kas yang melebihi untuk keperluan transaksi, karena keinginan untuk menyimpan kekayaannya dalam bentuk yang paling lancar (uang kas). Uang kas yang disimpan ini memenuhi fungsi uang sebagai alat penimbun kekayaan (store of

(28)

value). Dalam istilah yang lebih modern sering disebut : permintaan uang untuk penimbun kekayaan ( asset demand for money).

Permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini, menurut Keynes ditentukan oleh tingkat bunga. Makin rendah tingkat bunga makin rendah keinginan masyarakat akan uang kas untuk tujuan/motif spekulasi. Alasannya, pertama apabila tingkat bunga naik, berarti ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money) makin besar/tinggi, sehingga keinginan masyarakat akan uang kas akan makin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkat bunga makin besar keinginan masyarakat untuk menyimpan uang kas. Kedua, hipotesis Keynes bahwa masyarakat menganggap akan adanya tingkat bunga “normal” berdasar pengalaman, terutama pengalaman tingkat bunga yang baru-baru terjadi.

Fungsi permintaan uang untuk tujuan spekulasi dapat ditulis sebagai berikut:

M2 = f (i) Di mana:

M2 = Permintaan uang untuk tujuan spekulasi i = Tingkat bunga

Terdapat hubungan negatif antara permintaan uang untuk spekulasi dan tingkat bunga. Hal ini berarti ketika ada kenaikan tingkat bunga maka permintaan uang untuk spekulasi akan berkurang. Sebaliknya jika tingkat bunga turun maka permintaan uang untuk spekulasi akan naik. Terdapat hubungan yang terbalik antara permintaan uang untuk tujuan spekulasi dan suku bunga. Hal ini di karenakan adanya hubungan yang terbalik antara surat berharga dan suku bunga.

(29)

N = Di mana:

N = harga surat berharga

R = pendapatan dari surat berharga i = suku bunga dari surat berharga

Persamaan di atas mempunyai arti, bila suku bunga naik maka harga surat berharga akan turun. Orang akan memilih membeli surat berharga (obligasi) karena harganya yang murah pada saat itu. Sebaliknya bila suku bunga turun maka harga surat berharga akan naik, sehingga orang tak berminat untuk membeli surat berharga. Kurva permintaan uang untuk spekulasi jika digambarkan secara grafik adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2

Permintaan Uang Untuk Spekulasi

Liquidity trap adalah daerah yang suku bunga sangat rendah sehingga harga surat berharga sangat tinggi. Pada daerah liquidity trap ini dianggap bahwa suku bunga tak akan turun lagi, sehingga harga surat berharga berada pada level tertinggi. Pada keadaan ini orang akan lebih suka memegang uang tunai,

(30)

karena orang akan memperkirakan akan kenaikan suku bunga di masa mendatang.

Sehingga orang akan menunggu membeli surat berharaga di masa mendatang.

Dari motif permintaan uang yang dikemukakan Keynes dapat dijelaskan bahwa permintaan uang adalah penjumlahan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga (m1) dengan permintaan uang untuk spekulasi (m2).

Md = m1 + m2

2.1.3 Teori Baumol-Tobin

Model Baumol-Tobin menganalisis biaya dan manfaat dari memegang uang. Manfaatnya adalah kenyamanan; orang memegang uang agar mereka tidak perlu lagi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu. Biaya kenyamanan ini adalah hilangnya bunga yang akan mereka terima jika uang tersebut mereka simpan di bank.

Model ini bertitik tolak dari anggapan bahwa seseorang menerima pendapatan tertentu secara reguler setiap waktu, dan untuk penyederhanaan orang tersebut selalu membelanjakan sejumlah tertentu (tetap) setiap harinya. Dengan kata lain kebutuhan uang tunai setiap per satuan waktu adalah konstan. Pemilik pendapatan tersebut juga dapat memilih memegang hasil pendapatannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi.

Uang tunai dianggap tidak menghasilkan apapun, tetapi dipegang karena bisa digunakan untuk transaksi. Sedangkan obligasi menghasilkan tingkat bunga, tetapi bila ingin digunakan untuk transaksi harus terlebih dahulu ditukarkan ke dalam bentuk uang tunai. Selanjutnya dianggap bahwa setiap kali menjual obligasi, ada biaya (tetap) yang dibebankan. Oleh karena uang tunai tidak

(31)

menghasilkan apapun, maka orang akan cenderung memegang pendapatan totalnya sebanyak mungkin dalam bentuk obligasi. Keputusan ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya yang paling menguntungkan. Biaya yang paling menguntungkan ini adalah dengan memilih nilai/jumlah obligasi yang akan dijual dengan tujuan memenuhi kebutuhan uang tunai untuk transaksi dalam jangka waktu tertentu yang akan menimbulkan biaya total dari pemegangan stok.

2.1.4 Teori Inflasi

Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari arang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu.Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan moneter) terhadap barang-barang/komoditas dan jasa (Karim, 2013: 135).

Inflasi yaitu kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus, memengaruhi individu, pengusaha, dan pemerintah (Mishkin, 2008: 13).

Sedangkan menurut Milton Friedman dalam proporsinya yang terkenal mengatakan “inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter”. Ia menganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin, 2008: 339).

Inflasi menurut Bank Indonesia adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

(32)

dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa yang dimaksud inflasi ialah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai uang dalam suatu periode tertentu.

Kenaikan harga-harga itu nantinya juga akan berimbas pada kenaikan harga pada barang-barang yang lain.

2.1.5 Teori Kurs

Kurs adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara degan mata uang negara asing atau perbandingan nilai tukar valuta antar negara. Kurs bank indonesia (kurs standar = kurs pajak) adalah kurs yang ditetapkan oleh bank indonesia pada bursa valas di jakarta. Kurs jual adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara asing jika bank yang akan menjualnya atau masyarakat yang akan membelinya. Kurs beli adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara asing jika bank yang akan membelinya atau masyarakat yang akan menjualnya.

Sistem kurs yang diterapkan pada setiap negara tidaklah sama, tergantung kepada keijakan moneter negara yang bersangkutan. Sistem kurs ini terdiri dari.

(33)

1) Sistem Kurs Tetap

Sistem kurs tetap atau fixed exchange rate system adalah suatu sistem kurs dimana nilai kurs yang berlaku adalah tetap antara uang suatu negara terhadap mata uang negara asing, misalnya terhadap dolar amerika (USD).

2) Sistem Kurs Mengambang

Sistem kurs mengambang atau floating exchange rate adalah kurs atau harga valuta asing dibiarkan bebas dan dibentuk atas dasar kekuatan pasar (supply and demand – hukum pasar J.B.say).

3) Sistem Kurs Mengambang Terkendali

Sistem kurs mengambang terkendali atau managed floating exchange rate system adalah sistem kurs yang ditentukan terlebih dahulu nilai tukar tetapnya terhadap mata uang asing (misalnya USD) dan kemudian dibiarkan mengambang terhadap mata uang asing lainnya.

2.1.6 Teori Suku Bunga

Modal merupakan perpindahan dana dari masyarakat, unit bisnis dan pemerintah ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini bank menjadi kreditur dalam titik perputaran dana. Dana yang telah di terima dari masyarakat akan di gunakan untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana. Dalam hal ini masyarakat yang kekurangan dana mempunyai alternatif untuk meminjam dana dari bank. Begitupun sebelumnya masyarakat yang kelebihan dana akan menyimpan dana ke bank atau lembaga keuangan lainnya.

Masyarakat yang meminjam dana di bebankan bunga sebagai harga dana yang di pinjam. Jadi, tingkat bunga adalah harga dari pinjaman.

(34)

Menurut Kasmir (2006: 133) bahwa: “tingkat bunga adalah harga yang harus di bayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus di bayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman)”. Menurut Sunariyah (2006: 80) bahwa: “tingkat suku bunga di nyatakan sebagai persentase uang pokok perunit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumberdaya yang di gunakan oleh debitur yang di bayarkan kepada kreditur”.

Berdasarkan defenisi oleh penulis di atas dapat di simpulkan bahwa tingkat suku bunga adalah balas jasa yang harus di bayar dari pemakaian uang untuk jangka waktu tertentu. Menurut Sunariyah (2006: 81) Ada dua teori dalam penentuan tingkat bunga yaitu:

1) Teori Klasikal

Menurut ekonomi klasikal, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan permintaan investasi. Adapun tingkat bunga itu sendiri di tentukan oleh dua kekuatan yaitu: penawaran tabungan dan permintaan investasi modal terutama dari sektor bisnis.

2) Teori Keyness

Keyness mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan pembayaran untuk pengguna sumber daya yang langka (uang). Tingkat bunga adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka tersebut. Akan tetapi, uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut menerima kemungkinan adanya kerugian berupa resiko tidak di terimanya tingkat bunga tertentu.

(35)

Menurut Kasmir (2008: 37) Dalam kegiatan perbankan konvensional sehari-hari ada 2 macam bunga yang di berikan bank kepada nasabahnya yaitu:

1) Bunga Simpanan

Bunga simpanan merupakan bunga yang diberikan sebagai ransangan atau balas jasa kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan ini merupakan harga beli yang harus di bayar bank kepada nasabah pemilik simpanan.

2) Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman merupakan bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus di bayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bunga pinjaman dan biaya merupakan pendapatan bank yang di terima dari nasabah.

Baik bunga simpanan maupun pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, jika bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman kredit ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

2.1.7 Teori Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

Sistem pembayaran pada dasarnya adalah hanya sebuah persetujuan mengenai cara mentransfer sejumlah nilai uang antara pembeli (buyer) dan penjual (seller) dalam sebuah transaksi (Humphrey. 2001:13). Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam. Mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem

(36)

pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

Dalam menjalankan mandat tersebut, Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran. yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses, dan perlindungan konsumen. Dasar hukum dari sistem pembayaran nasional Indonesia adalah KUHD (Kitab Undang Undang Hukum Dagang) dan UU No. 3 tentang Bank Sentral. Lembaga yang melayani jasa pembayaran di lndonesia dapat digolongkan sebagai Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non tunai sejak tahun 1960-an (Pramono, dkk, 2006: 15). Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non tunai instrumen yang digunakan berupa alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang elektronik (electronic money).

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun hasil penelitian sebelumnya oleh peneliti dari beberapa negara telah di ringkas seperti berikut ini:

(37)

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Variabel

Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian 1 Widodo

(2015) Variabel Terikat:

Permintaan Uang (M1) Variabel Bebas: Inflasi, PDB, Suku Bunga dan Kurs.

Error Correction Model (ECM)

Jangka pendek: Produk Domestik Bruto terhadap Permintaan Uang dengan model Error Correction Model baik jangka pendek tidak berpengaruh terhadap permintaan uang. Sedangkan dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.

Jangka panjang: Pengaruh Kurs terhadap permintaan uang berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan dalam jangka pendek. Sementara itu, dalam jangka panjang variabel Kurs mempunyai pengaruh yang negatif dan siginifikan terhadappermintaan uang di Indonesia.

Tingkat Suku Bunga Deposito berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Inflasi berpengaruh terhadap Permintaan Uang dengan model Error Correction Model baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2 Priscylia

(2014) Variabel Terikat:

Permintaan Uang (M1) Variabel Bebas:

SBI Rate, Pembayaran Non Tunai

Error Correction Model

Pembayaran non tunai atau APMK memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap permintaan uang atau jumlah uang beredar (M1).

3 Skrabic

(2009) Variabel Terikat:

Permintaan Uang (M1)

Vector Error Correction Model

Jangka pendek: Suku Bunga memiliki pengaruh siginifikan terhadap permintaan uang di Croatia dengan hubungan negatif,

(38)

No Nama

Peneliti Variabel

Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian Variabel

Bebas: IHK, PDB, Suku Bunga dan Kurs.

sedangkan variabel lain seperti PDB dan Nilai Tukar tidak mempengaruhi dalam jangka pendek.

Jangka panjang: Terindikasi bahwa PDB dan nilai tukar mempengaruhi permintaan uang dengan pergerakan yang lambat, sedangkan suku bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Croatia.

IHK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.

4 Hussain

(2006) Variabel Terikat:

Permintaan Uang (M1 dan M2).

Variabel Bebas:

PDB, Kurs, IHK,

Suku bunga.

Error Correction Model dan CUSUM Stability Test.

Jangka pendek: Dalam jangka pendek Nilai tukar memiliki pengaruh signifiikan terhadap permintaan uang (M2) sehingga kemungkinan akan dapat memberi sugesti terhadap M1 di Malaysia dalam jangka pendek.

Sumber: The IUP Journal of Applied Economics, World Academy of

Science, Engineering Technology International Journal of Economics 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, penulis menggambarkan kerangka berpikir bahwa permintaan uang dipengaruhi oleh inflasi, kurs dan suku bunga kredit dan Nilai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Adapun gambaran kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut.

(39)

Gambar 2.3

Kerangka Konseptual Penelitian 2.3.1 Hubungan Inflasi dengan Permintaan Uang

Hubungan antara permintaan uang dengan inflasi dapat dilihat dari persamaan permintaan uang. Masyarakat ingin memegang uang untuk tujuan transaksi barang dan jasa. Jika harga barang dan jasa naik, kecenderungan yang terjadi adalah masyarakat akan lebih senang untuk memegang uang. Saat inflasi

(40)

terjadi berarti jumlah uang beredar dalam masyarakat melimpah sehingga mengakibatkan nilai mata uang akan turun.

Hubungan antara inflasi dan permintaan uang adalah bersifat positif jika inflasi naik maka jumlah uang beredar atau permintaan uang akan naik juga.

Begitu juga sebaliknya jika inflasi turun maka jumlah uang yang beredar dalam masyarakat juga turun. Milton Friedman mengembangkan suatu teori mengenai permintaan atas uang dalam artikelnya yang terkenal The Quantity Theory of Money: A Restatement. Walaupun Friedman sering merujuk pada Irving Fisher dan teori kuantitas, analisisnya mengenai permintaan atas uang selebarnya lebih dekat dengan teorinya Keynes (Mishkin, 2008). Seperti pendahulunya Friedman mengajukan pertanyaan tentang mengapa orang memilih memegang uang.

Daripada menganalisis motif-motif tertentu untuk memegang uang, seperti yang dilakukan Keynes, Friedman secara menyatakan bahwa permintaan atas uang harus dipengaruhi oleh faktor yang sama yang juga mempengaruhi permintaan uang untuk suatu aset. Friedman kemudian mengaplikasikan teori permintaan aset untuk uang. Teori permintaan aset menunjukkan bahwa permintaan atas uang seharusnya merupakan fungsi dari sumber daya yang tersedia pada individu (kekayaan mereka) dan perkiraan tingkat pengembalian dari aset relatif terhadap perkiraan tingkat pengembalian pada uang. Seperti Keynes, Friedman mengakui bahwa masyarakat ingin memegang sejumlah tertentu dari saldo uang riil.

2.3.2 Hubungan Kurs dengan Permintaan Uang

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2015). Menunjukkan bahwa Pengaruh Kurs/ nilai tukar rupiah terhadap permintaan uang berpengaruh positif

(41)

dan signifikan terhadap permintaan dalam jangka pendek. Sementara itu, dalam jangka panjang variabel nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang negatif dan siginifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Menurut Hussain (2006) telah melakukan penelitian bahwa dalam jangka pendek Nilai tukar memiliki pengaruh signifiikan terhadap permintaan uang (M2) sehingga kemungkinan akan dapat memberi sugesti terhadap M1 di Malaysia dalam jangka pendek.

Peningkatan jumlah uang beredar dalam nilai tukar mengambang akan berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Karena dengan meningkatnya jumlah uang beredar, bank-bank memberikan pinjaman lebih banyak sehingga suku bunga turun. Penurunan suku bunga ini berakibat pada meningkatnya pengeluaran dan sebagai modal lari ke luar negeri. Menurunnya pengeluaran akan membuat neraca perdagangan memburuk sehingga mata uang merosot dan pada akhirnya pengeluaran akan makin meningkat. Salah satu penyebab melemahnya nilai tukar karena upaya para pelaku bisnis di pasar melakukan hedging terhadap posisi utang US Dollar mereka dengan membeli US Dollar. Dengan membeli US Dollar tersebut maka jumlah uang beredar dimasyarakat berubah yaitu jumlah rupiah yang beredar akan bertambah. Oleh sebab itu pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk memperketat ruang bagi spekulasi terhadap mata uang rupiah.

Memperketat spekulasi ini bisa dilakukan dengan memperketat transaksi yang bersifat spekulasi di inter-bank.

2.3.3 Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Permintaan Uang

Penelitian yang dilakukan oleh (Hasanah et al, 2008), menunjukkan bahwa goncangan suku bunga menyebabkan pengaruh yang negatif dan permanen

(42)

terhadap M1 konvensional. Dalam penelitian tersebut suku bunga memberikan andil cukup besar (+20%) dalam perilaku permintaan uang M1. Dengan demikian permintaan M1 dipengaruhi oleh fluktuasi suku bunga. Tingkat bunga dengan permintaan uang dalam masyarakat berkaitan erat dan memiliki hubungan yang negatif. Hal ini dapat terlihat dari semakin tinggi tingkat bunga maka permintaan uang (jumlah uang beredar) akan semakin berkurang, dan sebaliknya semakin rendah tingkat bunga dalam masyarakat, maka permintaan uang (jumlah uang beredar) akan semakin meningkat.

2.3.4 Hubungan APMK dengan Permintaan Uang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Priscylia, 2014), hasil menunjukkan bahwa Pembayaran Non Tunai memiliki hubungan yang positif terhadap Permintaan Uang, hal ini bertentangan dengan teori karena di sebagian besar periode pengamatan Bank Indonesia menambah permintaan uang melalui penambahan uang kartal guna mewujudkan strategi kebijakan pengedaran uang yang diarahkan untuk meningkatkan keandalan pengedaran uang dan penyempurnaan kualitas uang (www.bisniskeuangan.kompas.com ). Selain itu, Pembayaran Non Tunai memiliki hubungan yang positif terhadap Permintaan Uang dikarenakan masyarakat Indonesia belum mengarah kepada cash less society yang ditandai dengan antara substitusi uang tunai dengan pembayaran non tunai di Indonesia belum terjadi seperti yang diharapkan oleh Bank Indonesia.

Penggunaan pembayaran non tunai oleh masyarakat Indonesia untuk transaksi masih sebagai komplementer dari penggunaan uang tunai. Contoh kongkretnya, apabila masyarakat tidak memiliki uang cukup untuk membeli barang

(43)

kebutuhannya, maka pada saat itu masyarakat baru menggunakan pembayaran non tunai (Muttaqin, 2006 :74).

2.4 Hipotesis

Berdasarkan teori penelitian terdahulu dan kerangka berfikir yang telah dipaparkan pada gambar 2.3, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) Dalam jangka pendek dan jangka panjang inflasi berpengaruh positif terhadap permintaan uang di Indonesia.

2) Dalam jangka pendek dan jangka panjang Kurs berpengaruh positif terhadap permintaan uang di Indonesia.

3) Dalam jangka pendek dan jangka panjang Suku Bunga Kredit berpengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia.

4) Dalam jangka pendek dan jangka panjang APMK berpengaruh positif terhadap permintaan uang di Indonesia.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, di dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan ilmiah terhadap keputusan manajerial dan ekonomi. Pendekatan ini berangkat dari data, yang kemudian data ini diproses menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan (Hasan, 2002: 132). Obyek penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia tahun 2010-2018. Periodisasi penelitian dipandang cukup mewakili sejauh mana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian menitikberatkan pada pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia tahun 2010-2018 yakni permintaan uang, inflasi, kurs dan suku bunga kredit.

3.3 Jenis Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel terikat dan tiga variabel bebas. Variabel-variabel tersebut antara lain:

1) Variabel terikat meliputi permintaan uang di Indonesia,

2) Variabel bebas meliputi inflasi, kurs, suku bunga kredit dan alat pembayaran menggunakan kartu.

(45)

Data yang digunakan adalah data time series. Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari: BI, BPS Indonesia, dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi, yaitu suatu cara untuk memperoleh data informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis, baik berupa angka ataupun keterangan (Hasan, 2002: 17). Selain data-data tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini, misalnya dari studi kepustakaan, internet, maupun media massa.

3.5 Defenisi Operasional

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka defenisi operasional yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1) Permintaan Uang (Y)

Permintaan Uang merupakan jumlah uang beradar (M1) atau Narrow Money meliputi uang kartal dan uang giral yang dipegang oleh masyarakat pada periode 2010-2018. Data merupakan data time series bulanan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

(46)

2) Inflasi (X1)

Inflasi merupakan pergerakan perubahan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat atau Indeks Harga Konsumen pada periode bulanan 2010-2018 yang diperoleh dari Bank Indonesia.

3) Kurs (X2)

Kurs merupakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD/Rp) selama tahun 2010–2018 yang diperoleh dari Bank Indonesia. Data merupakan data time series bulanan yang diperoleh dari Bank Indonesia.

4) Suku Bunga Kredit (X3)

Suku Bunga Kredit merupakan beban biaya yang dinyatakan dengan prosentase tertentu dalam meminjam uang dengan jangka waktu tertentu, merupakan biaya kredit dari bank kepada nasabah (interest rate). Data adalah data time series suku bunga kredit konsumsi bank umum pada periode bulanan 2010-2018 yang diperoleh dari Bank Indonesia.

5) Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (X4)

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) merupakan alat pembayaran berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) atau Kartu Debet. Indikator variabel yang digunakan pada APMK ialah Nilai Transaksi yakni nilai dari transaksi penarikan tunai, pembelanjaan, transfer dana interbank dan transfer dana antarbank yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM/

Debet pada periode bulanan 2010-2018 yang diperoleh dari Bank Indonesia.

(47)

3.6 Analisis Data

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia dengan menggunakan Error Corection Model. Error Correction Model adalah suatu bentuk model yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel bebas terhadap variabel terikat. Selain dapat mengetahui pengaruh model ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang model ECM juga memiliki kegunaan diantaranya mengatasi data yang tidak stasioner dan masalah regresi lancung. Ciri- ciri regresi lancung adalah ditandai dengan adanya yang tinggi namun memiliki nilai Durbin Watson yang rendah (Shocrul, 2011: 137). Menurut Insukindro (1999: 2) model ECM relatif baik digunakan karena kemampuan yang dimiliki oleh ECM dalam meliput lebih banyak variabel dalam manganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang dan mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori ekonomi, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (non stationary) dan regresi lancung (spurious regression) atau korelasi lancung (spurious correlation) dalam analisis ekonometrika.

3.6.1 Pengujian Stasioneritas

Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah menguji data apakah data tersebut stasioner atau tidak. Uji stasioneritas diperlukan karena, untuk menghindari regresi lancung (spurious regression). Data dikatakan stasioner jika rata-rata dan varian konstan selama periode penelitian. Misalnya regresi, yang dapat memberikan dampak kurang baiknya model yang diestimasi

(48)

akibat autokorelasi dan heteroskedastisitas. Mengingat tidak stasionernya data mempunyai sifat seperti salah satu atau kedua hal tersebut, maka tentunya tidak stasioneritasnya data akan mengakibatkan pula kurang baiknya model yang diestimasi (Widarjono, 2009: 315).

Uji stasioneritas terdiri dari:

1) Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Uji akar unit ini dilakukan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model autoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah pertama adalah menaksir model autoregresif dari masing-masing variabel yang digunakan (Siagian, 2003: 5). Untuk menguji perilaku data, di dalam penelitian ini digunakan uji Phillips-Perron (PP).

Langkah pertama untuk uji PP ini menaksir model dari masing-masing variabel yang digunakan. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner (Widarjono, 2009:

322).

Untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan stasioner atau tidak stasioner, digunakan uji akar unit (unit roots test). Uji akar unit dilakukan dengan menggunakan metode PP, dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: terdapat unit root (data tidak stasioner) H1: tidak terdapat unit root (data stasioner)

(49)

Hasil t statistik hasil estimasi pada metode akan dibandingkan dengan nilai kritis McKinnon ada titik kritis 1%, 5%, dan 10%. Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai kritis McKinnon maka H0 diterima, artinya data terdapat unit root atau data tidak stasioner. Jika nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis McKinnon maka H0 ditolak, artinya data tidak terdapat unit root atau data stasioner.

Pengujian data dilakukan dengan menggunakan unit root test yang dikembangkan oleh Phillips-Perron (PP).

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi keberapa data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini dilakukan pada uji akar unit, jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukrindo,1992), pengujian dilakukan pada bentuk diferensi pertama. Pengujian berikut adalah pengujian stasioneritas dengan uji PP pada tingkat diferensi pertama. Untuk efisiensi dan efektifitas waktu, pengujian akan dilakukan menggunakan software Eviews.

2) Uji Derajat Integrasi

Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit dan hanya diperlukan apabila seluruh datanya belum stasioner pada derajat nol atau 1 (0). Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui pada derajat berapa data akan stasioner. Apabila data belum stasioner pada derajat satu, maka pengujian harus tetap dilanjutkan sampai masing-masing variabel stasioner (Shochrul, 2011: 138).

Untuk menguji derajat integrasi ini, masih menggunakan uji Phillips- Perron (PP). Prosedur pengujian uji PP untuk menguji derajat integrasi hampir

(50)

sama dengan uji PP untuk uji akar unit. Yang membedakan hanya dengan memasukkan berbagai derajat integrasi sampai data yang dihasilkan stasioner.

Menurut Siagian (2003: 5) apabila data yang diamati belum stasioner pada uji akar unit, maka dilakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa data tersebut akan stasioner. Uji ini juga dilakukan dengan PP dengan derajat kepercayaan 5% sampai data yang dihasilkan stasioner. Untuk efisiensi dan efektifitas waktu, pengujian akan dilakukan menggunakan software Eviews 10.

3.6.2 Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Untuk melakukan uji kointegrasi (Cointegration Test) sebelumnya variabel yang diuji harus lolos uji akar unit (Unit Root Test). Uji kointegrasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Uji Kointegrasi dimaksudkan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak.

Untuk menguji kointegrasi antara variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini, digunakan metode residual based test. Metode ini dilakukan dengan memakai uji statistik PP, yaitu dengan melihat residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Syarat untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu dengan menggunakan metode Error Correction Model residual harus stasioner pada tingkat level. Untuk menghitung nilai PP terlebih dahulu adalah membentuk persamaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) (Widarjono, 2009: 326). Untuk efisiensi dan efektifitas waktu, pengujian akan dilakukan menggunakan software Eviews 10.

(51)

3.6.3 Model Koreksi Kesalahan ( Error Corection Model )

Penelitian ini merupakan penelitian data time series dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model. Error Correction Model adalah teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang (Nachrowi & Usman, 2006: 371).

Jika terbukti ada kointegrasi antara variabel, maka berikutnya adalah membuat error correction model untuk menguji apakah memang tidak terdapat hubungan antar variabel tersebut atau hanya terdapat disekuilibrium error dari sampel yang diobservasi. Error correction model adalah model yang menunjukkan apakah error atau deviasi dari Long Run ekuilibrium akan dikoreksi secara gradual melalui a series of partial Short Run adjustment. Artinya, jika proses koreksi berjalan, maka hubungan kedua variabel tersebut akan converge ke cointegrating relationship dengan tetap membiarkan Short Run dynamics.

Model ECM dapat dibentuk apabila terjadi kointegrasi antara peubah bebas dan peubah terikat yang menunjukan adanya hubungan jangka panjang atau equilibrium antara peubah bebas dan peubah terikat yang mungkin dalam jangka pendek terjadi ketidakseimbangan atau keduanya tidak mencapai keseimbangan.

ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan menguji apakah pengumpulan data yang dilakukan sesuai. Apabila parameter ECT (Error Correction Term) signifikan secara statistik, maka spesifikasi model dan cara pengumpulan data sudah sesuai. Untuk efisiensidan efektifitas waktu, pemodelan akan dilakukan menggunakan software Eviews 10.

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

4.1.1 Perkembangan Permintaan Uang di Indonesia

Perkembangan permintaan uang dengan data jumlah uang beredar (M1) di Indonesia pada tahun 2010 bulan Januari hingga 2018 bulan Desember secara keseluruhan mengalami perkembangan adanya trend naik. Gambaran permintaan uang dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4.1

Grafik Permintaan Uang di Indonesia 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

(53)

Gambar 4.2

Grafik Pertumbuhan Permintaan Uang di Indonesia 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

Pertumbuhan permintaan uang atau jumlah uang beredar (M1) pada bulan kedua 2010 mengalami penurunan dari bulan sebelumnya adalah sebesar 1,3%.

Pada Desember 2010 permintaan uang mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya hingga mencapai 6%. Pada Desember 2011 permintaan uang mengalami kenaikan signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya hingga mencapai 8,3% yaitu sebesar Rp722.991,17 Milyar. Untuk penurunan permintaan uang signifikan pada Januari 2013 hingga mencapai 6,4% yaitu sebesar Rp787.859,68 Milyar dari bulan sebelumnya yaitu sebesar Rp841.652,68 Milyar.

Bank Indonesia (BI) merilis jumlah uang yang beredar (M2) selama Agustus 2015 tumbuh 13,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) setelah tumbuh 12,5 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. M2 merupakan akumulasi antara uang kartal (M1) dan uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka

(54)

dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.

Menurut BI meningkatnya pertumbuhan M2 tersebut terutama dipengaruhi oleh akselerasi penyaluran kredit perbankan yang tumbuh lebih tinggi (10,8 persen yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya (9,6 persen yoy), setelah mengalami perlambatan sejak September 2013. Hal ini memberikan sinyal positif bagi pertumbuhan ke depan. Akselerasi pertumbuhan kredit tersebut terutama terjadi pada pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Berdasarkan komponennya, peningkatan pertumbuhan M2 tersebut bersumber dari komponen M1, Uang Kuasi, maupun Surat Berharga Selain Saham. Komponen M1 (uang kartal dan giro rupiah) mengalami kenaikan pertumbuhan dari 12,3 persen (yoy) pada Juli 2015 menjadi 14,6 persen (yoy) pada Agustus 2015. Hal ini sejalan dengan perkiraan membaiknya konsumsi sebagaimana terindikasi dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada Agustus 2015. Selain itu, komponen Uang Kuasi (simpanan berjangka dan tabungan dalam rupiah dan valas serta simpanan giro valuta asing) dan Surat Berharga Selain Saham pada Agustus 2015 masing-masing tumbuh sebesar 12,7 persen (yoy) dan 94,7 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,4 persen (yoy) dan 69,0 persen (yoy).

4.1.2 Perkembangan Inflasi di Indonesia

Inflasi yang terjadi di Indonesia mengalami fluktuasi karena adanya faktor dari dalam negeri dan luar negeri termasuk permasalahan pada ekonomi global.

(55)

Gambar 4.3

Grafik Inflasi di Indonesia 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

Gambar 4.4

Grafik Pertumbuhan Inflasi di Indonesia 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

Pada tahun 2010 tingkat inflasi cukup stabil dengan rata-rata bernilai 5%

walaupun tidak mencapai target bank Indonesia. Tidak lama Inflasi mulai

(56)

meningkat pada tahun berikutnya yaitu sebesar 7% di Januari 2011, 8,79% di Agustus 2013 hal ini cukup jauh dari target inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kenaikan yang cukup signifikan ini disebabkan oleh kenaikan harga bakar BBM bersubsidi yang memberi andil inflasi sebesar 1,17%. Kenaikan BBM juga membuat harga beberapa komoditas lainnya merangkak naik yang memberi andil inflasi sebesar 1,75%. Hal ini disampaikan oleh kepla BPS kala itu Suryamin berikut adalah pendorong inflasi terbesar di tahun 2013 yaitu harga bawang merah 0,38% dan tarif listrik 0,38%. Berikutnya mulai tahun 2014 inflasi cukup terkendali di area target inflasi bernilai rata-rata perbulannya diantara 4,5±1%, 4±1% di tahun 2015, 3,5±1% di tahun 2018.

4.1.3 Perkembangan Kurs

Pergerakan Kurs Rupiah terhadap US Dollar mulai Januari 2010 hingga Desember 2018 menunjukkan trend naik pada setiap tahunnya yang artinya bahwa mata uang Rupiah melemah pada hampir setiap tahunnya. Terlihat hanya di tahun 2011 Rupiah sedikit menguat terhadap US Dollar yakni Rp8.508/USD, selanjutnya dari tahun ketahun rupiah melamah hingga mencapai Rp15.227/USD pada Oktober 2018. Fenomena ini adalah yang terlemah dari tahun 2010 hingga tahun 2018. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.5.

(57)

Gambar 4.5

Grafik Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

Gambar 4.6

Grafik Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 2010-2018 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan E-views 10

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Terkait perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini didasarkan pada empat permasalahan, yaitu : (1) Bagaimana persepsi siswa mengenai nasionalisme dalam pembelajaran PKn, (2) Bagaimana tanggapan siswa mengenai

Tetapi tidak ada satu kecamatan pun yang unggul untuk melinjo; (2) kondisi fisik lahan yang sesuai di tiap wilayah pengembangan komoditas pertanian terdiri atas

Lagu tersebut berisi banayak tentang nilai spiritual, hak asasi manusia, dan kesadaran hukum yang bertujuan untuk menyikapi materi dalam pembelajaran PKn, Sedangkan sumber

3.3 Menyelesaikan masalah yang  Menghafal satuan waktu, berkaitan dengan satuan panjang dan berat. waktu panjang dan berat  Menjawab soal cerita yang

Kata Pengantar ... Pengertian Lukisan dan Gaya Lukisan ... Tema Seni Rupa Murni ... Alat dan Bahan Berkarya Seni Lukis ... Jenis lukisan berdasarkan teknik dan bahan yang

Hasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x20 menit didapatkan dua diagnosa keperawatan yaitu risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah : syok hyperglikemi

Keterbukaan dalam membuat perubahan jaminan harga sapronak dan hasil produksi dalam perjanjian kerjasama oleh perusahaan inti diperlukan, dengan tujuan untuk menjaga

The present research is focused on investigating translation methods and strategies used in translating news online articles related to Middle East in a media