• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotik Parjambaran Pada Upacara Adat Saurmatua Di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Semiotik Parjambaran Pada Upacara Adat Saurmatua Di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kepustakaan yang relevan atau sering juga disebut tinjauan pustaka ialah salah

satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna tentang

informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Sedangkan pustaka adalah

kitab, buku, primbon (Alwi dkk, 2003 :912).

Kajian pustaka dalam penyusunan karya ilmiah termasuk dalam penyusunan

skripsi sangat diperlukan. Kajian pustaka adalah paparan atau konep-konsep yang

mendukung pemecahan masalah dalam penelitian yang semuanya itu bersumber

dari pendapat para ahli , empirisme (pengalaman peneliti) dokumentasi dan nalar

peneliti berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Kajian pustaka ini menjelaskan tentang kepustakaan yang relevan dan teori yang

digunakan. Dalam kepustakaan yang relevan ini sendiri akan menjelaskan

pengertian Upacara Adat Saurmatua, pengertian dan juga fungsi dan makna

parjambaran pada pengertian Upacara Adat Saurmatua.

2.1.1 Pengertian Upacara Adat Saurmatua.

Upacara adat merupakan sebuah aktivitas yang berhubungan dengan kekerabatan

▸ Baca selengkapnya: pembagian jambar adat batak

(2)

sesuatu yang disebut dengan upacara adat akan menggunakan tata aturan serta

konsep pelaksanaan yang sangat berhubungan dengan dalihan na tolu.

Pada pola kehidupan bermasyarakat, pada setiap individunya selalu di awali

dengan kelahiran dan diakhiri dengan kematian. Beberapa upacara adat yang

kerap sekali dilaksanakan oleh masyarakat Batak khususnya Batak Toba yang

masih berjalan sampai saat ini dan sangat berhubungan dengan pola kehidupan,

seperti upacara adat kelahiran (maresekesek), upacara adat perkawinan (marhasohotan) dan upacara adat kematian (monding) dan masih banyak lainnya.

Secara umum upacara adat kematian (monding) pada masyarakat Batak Toba (Tomson Hutasoit 2015:63) terdiri dari 11 jenis kematian yaitu sebagai berikut :

1. Mate Beuhan yaitu ketika yang meninggal(mati) masih belum lahir atau mati didalam kandungan.

2. Mate Dipapan yaitu kematian seseorang yang baru lahir dan belum sempat digendong ibunya.

3. Mate Dilampin yaitu kematian seseorang dimana yang meninggal sudah dipasupasu (diberkati) tulangnya dan msih diselimuti atau masih bayi dan

masih menyusui.

4. Mate Dakdanak yaitu kematian seseorang yang masih belom menikah,bisa dikategorikan dari umur anak-anak samapai dewasa tapi belum menikah.

(3)

6.Mate Purpur yaitu dimana kematian seseorang yang sudah menikah tetapi belum punya anak namun sudah berumur tua.

7.Mate Punu yaitu kematian seseorang yang sudah punya cucu tetapi dia hanya dapat cucu dari putrinya.

8.Mate Mangkar kematian seseorang yang hanya meninggalkan seorang anak yang belum menikah atau masih anak-anak.

9.Mate Sarimatua yaitu kematian seseorang yang sudah punya cucu dari anakanya akan tetapi belum semua anaknya menikah.

10.Mate Saurmatua yaitu kematian seseorang yang sudah punya cucu dari anak laki-laki dan perempuan,serta semua anaknya sudah menikah.

11.Mate Maulibulung yaitu kematian seseorang yang semua anaknya telah menikah dan sudah punya cucu baik dari laki-laki maupun perempuan.

Dari beberapa jenis kematian yang ada di suku Batak Toba memiliki perbedaan

dalam tata pelaksanaanya upacara kematian itu dan pada pelaksanaan upacara adat

itu sendiri semua keluarga akan datang, baik dari keluarga perempuan dan

keluarga laki-laki beserta tulangnya dan keluarga lainnya, begitu juga keseluruh

anak-anak yang ditinggalkan akan dikunjungi keluarga besarnya masing-masing

serta seluruh kerabat. Sehingga pada upacara adat ini sangat memiliki beragam

aturan tata istiadat.

Suatu upacara adat kematian memiliki ragam jenis dan pelaksanaanya itu

(4)

2.1.2 Pengertian Parjambaran

Parjambaran adalah bagian dari pelaksanaan suatu upacara adat pada masyarkat Batak khususnya Batak Toba. Parjambaran berasal dari kata jambar yang dibubuhi awalan par yang mengubah makna. Jambar adalah hak atau bagian,

jambar pada masyarakat Batak Toba terdiri dari jenis, yaitu

1. Jambar Hata yaitu hak berbicara yang diberikan kepada seseorang pada pelaksanaan sebuah upacara adat.

2. Jambar Juhut yaitu hak yang diberikan dalam bentuk daging yang disebut dengan parjambaran.

3. Jambar ringgit sitio suara yaitu hak yang diberikan pada seseorang dalam bentuk uang.

Jambar dalam sebuah upacara adat termasuk bagian acara yang bersifat memberi/membagikan dan menerima (jambar) hak tertentu dan yang sudah ditetapkan melalui elemen dalihan na tolu. Begitu juga dengan pelaksanaan upacara adat saur matua, jambar adalah bagian acara yang masih berjalan sampai saat ini.

(5)

memiliki hubungan langsung dengan tutur dalam masyarakat batak toba. Tidak

asal dibagikan tetapi langsung diberikan kepada orang yang sudah di tentukan.

2.2 Teori Yang Digunakan.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku

secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan

masalah yang dihadapinya. Mengingat judul penelitian ini maka teori yang

digunakan dalam menganalisis fungsi makna dan simbol pada bentuk

parjambaran pada upacara adat saurmatua adalah teori semiotik. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tanda. Teori ini menganggap dalam fenomena sosial atau

masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

2.2.1 Teori Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semion yang berarti“tanda”. Tanda merupakan alat komunikasi dalam penyampaian sebuah maksud, arti,

maupun makna yang terkandung dalam sebuah objek.

Pada perkembangan semiotika modern, muncul dua ahli yang menjadi

pelopor, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce (Amrin saragih

2011:13).

Menurut Ferdinand de Saussure semiotika adalah cabang ilmu tanda. Ferdinand de Saussure mengembangkan dasar-dasar teori lingusitik umum dan mengatakan bahwa bahasa sebagai sistem tanda, masing-masing terdiri atas dua sisi, yaitu signifian (penanda atau sesuatu yang dapat dipersepsi sebagai tanda) dan signifie (petanda atau isi atau makna tanda itu) “Amrin saragih 2011:13”

(6)

hipotesis teori Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dengan mengembangkan teori semiotika, Pierce memusatkan pada fungsinya tanda pada umumnya”.Pierce (dalam Zoest, 1992: 1)

Lebih jelasnya untuk mempermudah mengkaji sebuah tanda yang ada di dalam

masyarakat Pierce ( dalam Sobur, 2003:42) membagi tanda atas tiga bagian yaitu

ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah hubungan antara tanda dan acuannya berupa

hubungan kemiripan. Misalnya, sebuah peta geografis dengan sebuah potret.

Indeks adalah hubungan tanda dengan acuannya karena adanya hubungan sebab

akibat. Misalnya, ada api ada asap karena api umumnya penyebab asap. Simbol

adalah hubungan antara tanda dan konsepnya bersifat arbitrer dan konvensional.

Misalnya, anggukan kepala yang menandakan persetujuan dan tanda kebahasaan.

Dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pierce memandang

semiotika sebagai tanda pada umumnya dan segala sesuatu bisa menjadi tanda.

Saussure juga memandang semiotika sebagai sistem tanda yang utama.

Sesuai dengan hipotesis bahwa semiotika mengkaji semua proses

kebudayaan sebagai proses komunikasi serta merupakan suatu studi yang

mempelajari tentang tanda dan lambang yang mempunyai makna sesuai dengan

pemahaman si pengirim dan si penerima.

Penelitian ini lebih menitikberatkan kepada semiotika komunikasi.

Ferdinand de Saussure berpendapat semiotika komunikasi adalah tanda sebagai

bagian dari proses komunikasi. Artinya, dikatakan tanda adalah apabila seorang

pengirim menyampaikan sesuatu maksud dengan menggunakan kode atau benda

(7)

Oleh karena itu, setiap tanda memberi makna atau informasi apa saja yang

terkandung di dalamnya.

2.2.2 Upacara Adat

Secara etimologi ‘adat’ berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan. Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal seccara turun menurun dari generasi

ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integritasnya dengan pola-pola

perilaku masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988 : 5,6).

Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan

tertentu berdasarkan adat istiadat, agama dan kepercayaan. Upacara pada dasarnya

merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap

masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara kita dapat melacak tentang asal

usul baik tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam dan lain-lain

(Faisalmuchtar. blogspot. com).

2.2.3 Teori Makna

Ferdinan de Saussure mengatakan bahwa tanda memiliki dua entitas yaitu

signifier dan signified’ atau ‘tanda dan makna’ atau ‘penanda dan tanda’. Keduanya saling berkaitan satu sama lain.

Kombinasi keduanya dalam semiotika disebut tanda. Istilah tanda dapat pula

(8)

Makna merupakan hubungan antara penanda-penanda dan objeknya. Makna

sangat berperan dalam suatu tanda karena suatu tanda mengandung makna dan

informasi.

2.2.4 Teori Fungsi

Fungsi menurut Bascom (dalam Dananda Jaya, 1991 :19) ada tiga yaitu :

1. Sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.

3. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Danandjaja, 1991:76) mengatakan:

“Fungsi yang paling menonjol dalah sebagai penebal emosi keagamann dan kepercayaan. Hal ini disebabkan manusia yakin akan adanya mahluk-mahluk gaib yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya dan yang berasal dari jiwa orang mati, atau manusia yakin adanya dengan gejala-gejala yang tidak dapat diterangkan dan dikuasai oleh akalnya, atau manusia percaya akan adanya suatu kekuatan sakti dalam alam, atau manusia mendapat suatu firman dari Tuhan, atau semua sebab tersebut diatas.

Fungsi-fungsi ini berkaitan dengan makna dan tanda yang ada dalam upacara

tersebut. Tanda-tanda ini merupakan suatu bentuk pencerminan angan-angan

masyarakat Batak. Mereka menciptakan fungsi setiap tanda itu berdasarkan

aturan-aturan yang ada pada kebudayaan mereka. Mereka mematuhi adat sesuai

dengan ciri khas mereka sendiri dan menjaganya agar dapat diwariskan secara

turun temurun.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi S1

kotamadya Yogyakarta yang dirilis oleh Badan Informasi Geospasial sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu peta alternatif dengan analisis graf.. Di samping itu, penerapan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh efikasi diri, norma subjektif, sikap berperilaku, dan pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha pada

Untuk menentukan ruang mana yang akan ditempati oleh kombinasi antara mata kuliah, kelas mahasiswa, dosen dan waktu kuliah adalah bila ada dua titik memiliki warna yang

Dilihat dari hasil analisis tersebut maka dapat diperoleh data bahwa sebanyak 30 (56%) guru dalam pemahaman dan pelaksanaan evaluasi program bimbingan dan

Secara umum proses kerja dari sistem informasi geografis berbasis web ini adalah menampilkan informasi yang dibutuhkan user untuk mengenai informasi mengenai potensi- potensi

Namun demikian, penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) bertolak belakang dengan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode

Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks pada Golongan Ekonomi Rendah yang Mengikuti Program Kemoterapi di RSUD Dr. (Diakses pada tanggal 9