BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
3.2 Metode Penelitian
Metode dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, isolasi senyawa triterpenoid/steroid menggunakan KLT preparatif. Isolat yang diperoleh diuji kemurniannya dengan KLT satu arah dan dua arah, karakterisasi isolat dengan spektrofotometri UV dan IR.
3.3 Alat-alat dan Bahan
3.3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat-alat gelas (Iwaki Pyrex), bejana, blender (Philips), eksikator, hair dryer (Maspion), mikroskop (Olympus), neraca analitik (Vibra AJ), neraca kasar (Homeline), oven listrik (Memmert), penangas air (Yenaco), seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat penentu kadar air (Pyrex), seperangkat alat penguap vakum putar (Boeci 461), spektrofotometer inframerah (Shimadzu), spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu) dan tanur (Nabertherm).
3.3.2 Bahan-bahan
Sampel yang digunakan adalah daun tumbuhan buni (Antidesma bunius L. Spreng) dan bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah bahan yang berkualitas berkualitas pro analisa yaitu: amil alkohol, ammonia pekat, asam asetat anhidrida, asam klorida, asam nitrat, asam sulfat, benzena, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, etanol, etil asetat, iodium, kaliumiodida, kloroform, metanol, plat pra lapis silika gel F254, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat dan toluena. Air suling dan n-heksana hasil destilasi.
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan pereaksi di bawah ini menurut Dirjen POM RI, 1995 :
3.4.1 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform.
3.4.2 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml.
3.4.3 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling dan sebanyak 2 g iodium dilarutkan larutan kalium iodida dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.4.4 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N
3.4.5 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,359 g merkuri (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.Pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air suling, kemudian keduanya campur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.4.6 Pereaksi besi (III) klorida 10%
Sebanyak 10 g besi (III) klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh larutan 100 ml.
3.4.7 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml.
3.4.8 Pereaksi Dragendorff
Larutan bismut nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah sempurna. Lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air suling
secukupnya hingga 100 ml.
3.4.9 Pereaksi asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.4.10 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml.
3.5 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
3.5.1 Pengambilan sampel
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun buni yang masih segar. yang diambil dari Jalan Suwondo komplek TNI AU Medan, Sumatera Utara.
3.5.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan buni dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.
3.6 Pengolahan sampel
Daun buni disortir dan dipisahkan antara tangkai dan daunnya, dibersihkan dari pengotor, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, dan dikeringkan dengan cara diangin – anginkan pada suhu kamar. Sampel dinyatakan kering bila diremas akan hancur, kemudian sampel dihaluskan atau diserbuk menggunakan blender dan ditimbang, selanjutnya disimpan dalam wadah bersih.
3.7 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam.
3.7.1 Penetapan kadar air
terdestilasi setelah toluena mendidih, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).
3.7.2 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan rata berdasarkan rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan sampai kering pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI, 1995).
3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
3.7.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam kurs porselen yang telah terlebih dahulu dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijarkan perlahan-lahan sampai bobot tetap kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI, 1995).
3.7.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dibilas dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI, 1995).
3.8 Skrining Fitokimia
3.8.1 Pemeriksaan glikosida
anhidrat, kemudian disaring, lalu filtrat diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ºC. sisa penguapan dilarutkan dengan 2 ml metanol (Ditjen POM RI, 1995).
3.8.1.1 Uji terhadap senyawa gula
Sari air dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air suling dan 5 tetes LP Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, maka akan terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, reaksi ini menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen POM RI, 1995).
3.8.1.2 Uji terhadap senyawa non gula
Sari pelarut organik diuapkan diatas penangas air, kemudian dilarutkan sisa penguapan dengan 5 tetes asam asetat anhidrida, kemudian ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, maka terjadi warna biru, hijau, merah ungu atau ungu (LP Liebermann-Burchard) (Ditjen POM RI, 1995).
3.8.2 Pemeriksaan alkaloida
3.8.3 Pemeriksaan triterpenoid/steroid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam kemudian disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa filtrat ditambahkan pereaksi Liebermann – Burchard (LB) (Farnsworth, 1966). Timbulnya warna merah ungu atau hijau biru menunjukkan adanya triterpenoid / steroid (Harbone, 1984).
3.8.4 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g simplisia ditimbang, dihaluskan, dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml air suling panas, diinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika senyawa yang diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air suling dan dikocok kuat-kuat selama 10 menit, hasil positif dengan menunjukkan buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm kemudian pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, diamati apakah buih/busa tidah hilang, hasil positif dengan menunjukkan buih/busa tidak hilang (Ditjen POM RI, 1995).
3.8.5 Pemeriksaan flavonoida
3.8.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g simplisia ditimbang disari/dimaserasi dengan air suling 10 ml selama 15 menit. Kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
3.8.7 Pemeriksaan glikosida antrakuinon
10%. Perhatikan warna yang terjadi, warna biru menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin (Ditjen POM RI, 1995).
Sebanyak 200 mg simplisia ditambahkan 2 ml larutan FeCl3 dan 8 ml air
suling serta 5 ml HCl pekat, dididihkan 5 menit, dinginkan. Ditambahkan 5 ml benzena dikocok, dibiarkan lapisan benzena memisah, dicuci 2 kali dengan masing-masing 2 ml air suling sampai lapisan benzena berwarna kuning. Ditambahkan 2 ml NaOH 2 N dan dikocok. Lapisan benzena tidak berwarna dan lapisan air berwarna merah menunjukkan adanya antrakuinon (Ditjen POM RI, 1995).
3.9 Pembuatan Ekstrak n-Heksana
3.10 Analisis Ekstrak n-Heksana Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak n-heksana dianalisis secara KLT menggunakan plat pra lapis silika gel F254 dan fase gerak n-heksana-etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40) dan benzene-etilasetat (80:20), (70:30). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi LB.
Cara kerja:
Ekstrak n-heksana daun buni ditotolkan pada plat lapis silika gel GF254 yang sebelumnya telah diaktifkan dengan cara dipanaskan di oven pada suhu 100°C selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase gerak dan ditutup rapat. Dikeluarkan plat setelah elusi selesai dan diangin-anginkan, plat disemprot dengan larutan penampak bercak pereaksi Liebermann-Burchard (LB) dan dipanaskan dioven pada suhu 110°C selama 10 menit. Warna bercak yang terjadi diamati dan dihitung harga Rf-nya.
3.11 Isolasi Senyawa Triterpenoid/Steroid Secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Isolasi senyawa triterpenoid/steroid dilakukan secara KLT preparatif, sebagai fase gerak digunakan n-heksana-etilasetat (70:30) perbandingan yang memberikan pemisahan terbaik dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Bouchard.
Cara kerja:
dibiarkan naik membawa komponen yang ada. Saat setelah mencapai batas pengembang plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan pereaksi LB. Bercak senyawa triterpenoid/steroid pada sisi kiri dan kanan dihubungkan, dan yang berada pada bagian tengah plat dikerok dan dikumpulkan. Silika yang mengandung senyawa triterpenoid/steroid dielusi dengan pelarut metanol, diuapkan dan kristal yang terbentuk direkristalisasi dengan metanol dingin.
3.12 Uji Kemurnian Isolat
3.12.1 Uji kemurnian isolat dengan KLT satu arah
Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan KLT satu arah menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel GF 254 dan dua fase gerak dengan pelarut dan perbandingan yang berbeda n-heksana-etilasetat (70:30) dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi LB.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 F254 yang sebelumnya telah diaktifkan, kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan uap pengembang dan ditutup rapat. Saat sesudah elusi selesai plat dikeluarkan dari bejana kromatografi dan dikeringkan di udara, kemudian plat disemprot dengan larutan penampak bercak LB. Warna bercak yang terjadi diamati dan dihitung harga Rf-nya.
3.12.2 Uji kemurnian isolat dengan KLT dua arah
n-heksana-etilasetat (70:30), fase gerak kedua benzena-etilasetat (90:10), dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi LB.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 GF254 yang sebelumnya telah diaktifkan, kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh uap fase gerak pertama dan ditutup rapat. Saat sesudah elusi selesai plat dikeluarkan dari bejana kromatografi, lalu diputar 90°C dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh uap fase gerak kedua dan ditutup rapat. Saat setelah selesai elusi plat dikeluarkan dan dikeringkan di udara, kemudian plat disemprot dengan larutan penampak bercak pereaksi LB. Warna bercak yang terjadi diamati dan dihitung harga Rf-nya.
3.13 Karakterisasi Isolat
Karakterisasi senyawa triterpenoid/steroid hasil isolasi dilakukan dengan spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR.
3.13.1 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri UV
Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan dengan cara melarutkan senyawa hasil isolasi dengan metanol kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.
3.13.2 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri IR
Karakterisasi isolat dengan spektrofotometi inframerah dilakukan dengan cara mencampur isolat dengan kalium bromida menggunakan alat mixture vibrator, kemudian dimasukkan kedalam alat spektrofotometer inframerah lalu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Identifikasi Simplisia
Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Lembaga Imu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi-Bogor (LIPI) terhadap tumbuhan buni adalah Antidesma bunius (L.) Spreng suku Phyllanthaceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 44.
4.2 Simplisia
Berat daun buni segar yang didapat adalah 8 kg. Setelah dikeringkan, berat simplisia daun buni adalah 5,3 kg. Persen rendemennya adalah 33,75%. Hal ini diakibatkan tingginya kadar air pada daun buni segar sehingga persentase kehilangan air pada daun yang sudah dikeringkan menjadi cukup tinggi.
4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil karakterisasi simplisia daun Antidesma bunius L. Spreng meliput i dari pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun buni
No. Karakteristik Simplisia Hasil (%)
1. Kadar air 7,32 %
2. Kadar sari larut dalam etanol 52,70 % 3. Kadar sari larut dalam air 23,25 %
4. Kadar abu total 6,68%
Hasil karakterisasi penetapan kadar air diperoleh 7,32%. Kadar air simplisia memenuhi persyaratan umum pada MMI yaitu tidak lebih dari 10%, karena kadar air yang melebihi persyaratan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan jamur. Tujuan penetapan kadar air adalah untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hasil karakterisasi kadar sari larut dalam air ialah 23,23% dan kadar sari larut dalam etanol adalah 52,70%. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dilakukan untuk mengetahui zat-zat yang tersari dalam pelarut air misalnya glikosida, gula, gom, enzim, zat warna dan asam organik. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan zat- zat yang tersari dalam pelarut etanol antara lain yaitu glikosida, antrakinon glikosida, triterpenoid / steroid, flavonoid, klorofil dalam jumlah sedikit lemak dan saponin (Ditjen POM RI, 1999).
Diperoleh hasil karakterisasi penetapan kadar abu sebesar 6,68%, dan penetapan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,94%. Penetapan kadar abu dilakukan untuk mendestruksi serta menguapkan senyawa organik dan turunannya sehingga yang tersisa senyawa anorganik, misalnya logam K, Ca, Na, Pb dan silika sedangkan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silika (Ditjen POM RI, 2000).
4.4 Hasil Skrining Fitokimia
Tabel 4.2 Hasil skrining senyawa kimia simplisia Antidesma bunius (L.) Spreng
No Nama Senyawa Hasil
1. Alkaloid -
2. Flavonoid +
3. Steroid/Triterpenoid +
4. Tanin -
5. Glikosida +
6. Saponin +
7. Glikosida antrakuinon -
Keterangan : (+) = mengandung golongan senyawa (-) = tidak mengandung golongan senyawa
Dari hasil skrining fitokimia yang dilakukan didapatkan hasil bahwa daun buni mengandung sejumlah glikosida, flavonoid, saponin dan titerpenoid/steroid. Menurut (Elya, dkk., 2012) daun buni mengandung sejumlah tanin, triterpenoid, glikosida, saponin dan antrakuinon. Variasi senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan dapat disebabkan oleh : tempat tumbuh, iklim, rekayasa agronomi dan waktu panen (Ditjen POM RI, 2000).
Skrining flavonoida dengan serbuk magnesium, amil alkohol dan asam klorida pekat memberikan hasil warna kuning pada amil alkohol, hal ini menunjukkan bahwa simplisia mengandung flavonoida. Logam Mg dan HCl pekat pada uji ini berfungsi untik mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada inti flavonoid sehingga terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga (Setyowati, dkk., 2014). Menurut Farnsworth (1966), apabila memberikan warna merah, jingga ataupun kuning pada amil alkohol menunjukkan adanya flavonoida.
Skrining triterpenoid/steroid menggunakan pereaksi Liebermann-Burcard sehingga menyebabkan oksidasi pada golongan triterpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi. Prinsip reaksi dalam uji ini adalah pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses
hidrogen beserta elektronnya mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi sebagai karbaokation dimana serangan ini menyebabkan adisi elektrofilik dan pelepasan hidrogen. Gugus hidrogen dan elektronnya dilepas akibatnya senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan perubahan warna (Setyowati, dkk., 2014). Menurut Harborne (1984), senyawa triterpenoid/steroid dianggap positif jika terdapat warna hijau biru atau merah ungu. Hasil skrining glikosida positif yaitu ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat, dimana terbentuk cincin ungu. Pereaksi Molisch merupakan pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi adanya gula (Depkes RI, 1995). Skrining saponin positif ditunjukkan adanya busa yang stabil dengan tinggi 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2 N (Ditjen POM RI, 1995).
4.5 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia
Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut n-heksana, dari 500 g serbuk simplisia setelah diuapkan dengan alat penguap vakum putar diperoleh ekstrak n-heksana daun buni 5,05 g.
4.6 Hasil Analisis Ekstrak n-heksana Secara KLT
merah ungu yang lebih dominan dan lebih terang dan memiliki jarak antara noda. Harga Rf dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Harga Rf ekstrak n-heksana daun buni dengan beberapa perbandingan fase gerak.
NO
Harga Rf Fase gerak n-heksan:etil asetat, fase diam
plat lapis tipis silika gel F
benzena :
Hasil KLT menunjukkan perbandingan fase gerak n-heksana-etilasetat (70:30) memiliki jumlah noda dan variasi harga Rf yang tidak jauh berbeda. Alasan penggunaan n-heksana-etilasetat dengan perbandingan (70:30) adalah bercak noda yang dihasilkan memiliki warna yang lebih terang, bentuk bercak noda yang dihasilkan lebih baik, selain itu jarak dari satu noda ke noda lainnya lebih baik dibandingkan dengan perbandingan fase gerak yang lain. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 6,7 pada halaman 51 dan 52
4.7 Hasil KLT Preparatif pada Ekstrak n-Heksana
Dilakukan pemisahan terhadap senyawa triterpenoid/steroid dengan KLT preparatif menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak n-heksana :
senyawa triterpenoid/steroid dalam jumlah lebih banyak. Hasil KLT yang dikerok adalah Rf 0,90 terlihat pada lampiran 6 halaman 53. Setelah itu silika hasil kerukan dielusi dengan metanol dingin.
4.8 Hasil Uji Kemurnian Isolat
Pada isolat dilakukan uji kemurnian dengan KLT 1 arah menggunakan fase gerak n-heksana-etilasetat (70:30) dan KLT 2 arah menggunakan fase gerak I n-heksana-etilasetat (70:30), fase gerak II benzena-etilasetat (90:10), fase diam plat pra lapis silika gel GF 254 dan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil KLT dua arah menunjukkan noda berwarna merah ungu, fase gerak II dengan harga Rf 0,90. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa triterpenoid / steroid yang diperoleh sudah murni hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 55.
4.9Hasil Karakterisasi Isolat Dengan Spektrofotometri UV dan IR
4.9.1 Hasil analisis isolat dengan spektrofotometri ultraviolet (UV)
Gambar 4.1 Hasil spektrofotometri UV
4.9.2 Hasil Analisis Isolat dengan Spektrofotometri Inframerah (IR)
Penafsiran hasil analisis spektrofotometer inframerah (IR) adalah adanya gugus –OH (3425,58 cm-1), gugus -CH alifatik (2920,23 cm-1), ikatan C=C (1570,06 cm-1), gugus –CH2 (1415,75 cm-1) dan gugus C-O (1114,86 cm-1)
(Dachriyanus, 2004). Isolat ini diduga adalah senyawa triterpenoid / steroid. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.2.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Simplisia daun buni mengandung senyawa triterpenoid /steroid, glikosida, flavonoid dan saponin dengan uji skrining fitokimia.
b. Senyawa triterpenoid/steroid dapat diisolasi dengan KLT preparatif dengan hasil noda berwarna merah ungu dengan penampak bercak LB.
c. Isolat dapat diidentifikasi dengan spektrofotometri UV dengan menghasilkan panjang gelombang maksimum sebesar 203.20 nm dan karakterisasi dengan spektrofotometri IR menunjukkan adanya gugus –OH (3425,58 cm-1), gugus -CH alifatik (2920,23 cm-1), ikatan C=C (1570,06 cm-1), gugus –CH2 (1415,75
cm-1) dan gugus C-O (1114,86 cm-1).
4.2 Saran