TINJAUAN PUSTAKA
Tahu
Tahu mempunyai sejarah panjang di Tiongkok, tempat asalnya sejak 3.000
tahun lalu. Teknologi pembuatan tahu secara cepat menyebar ke Jepang, Korea,
dan Asia Tenggara. Meskipun hanya merupakan salah satu produk olahan kacang
kedelai, tahu merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi secara umum.
Tahu merupakan unsur penting dalam makanan sehari-hari di Indonesia dan
dimasak dengan variasi sesuai daerah setempat (Suprapti, 2005).
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar
air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu.
Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi
dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah
protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat
tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein
agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai
daya awet rendah (Hamid, 2012).
Tahu memiliki macam dan ukuran yang sangat bervariasi. Pada umumnya
kita mengenal tahu biasa, tahu cina, tahu pong dengan ukuran 4 x 4 x 2,5 cm
untuk tahu goreng dan 5,5 x 5,5 x 2,5 cm untuk tahu sayur. Warna tahu ada 2
pilihan yaitu putih dan kuning dalam berbagai gradasi warna. Tahu merupakan
suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai
Komposisi Zat Gizi Tahu
Tahu merupakan bahan makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang baik yang diperlukan oleh tubuh. Komposisi zat gizi tahu ditampilkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi nilai gizi pada 100 gram tahu segar
Komposisi Jumlah
Energi (kal) 63
Air (g) 86,7
Protein (g) 7,9
Lemak (g) 4,1
Karbohidrat (g) 0,4
Serat (g) 0,1
Abu (g) 0,9
Kalium (mg) 150
Besi (mg) 0,2
Vitamin B1 (mg) 0,004 Vitamin B2 (mg) 0,02
Niacin (mg) 0,4
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tahu mempunyai daya cerna yang tinggi yaitu mendekati 95% sehingga
dapat dikomsumsi oleh semua golongan umur, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan. Kandungan karbohidrat dan kalorinya rendah menjadikan
tahu baik sebagai menu bagi orang yang menjalani diet karbohidrat. Setiap 200
gram tahu hanya memberikan 7,2% dari kebutuhan kalori orang dewasa perhari
(Mien, dkk, 1990).
Tahu yang baik adalah tahu yang memiliki karakteristik sesuai syarat mutu
tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Syarat mutu tahu berdasarkan
Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1998
Manfaat Tahu
Tahu sarat dengan kandungan asam folat yang bermanfaat mencegah
penyakit jantung, stroke, alzheimer (pikun), dan pembentukan sel darah merah.
Tahu kaya akan kandungan protein dan asam amino. Kedua zat gizi ini sangat
baik untuk pembentukan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh, pembentukan
antibodi, dan meningkatkan kecerdasan otak anak. Tahu berbahan dasar kedelai
yang banyak mengandung isoflavonoid, genestein yang merupakan sebagai
antioksidan dan fitosterol yang merupakan sangat baik untuk menurunkan kadar
kolesterol total, dan meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), sedangkaan
saponin, asam fitat, dan protease inhibitor pada tahu dapat menyebabkan
kaya akan mineral, seperti magnesium, kalsium, dan zat besi. Zat-zat gizi ini
sangat penting untuk kesehatan saraf, perkembangan otak dan pertumbuhan
(Anggraini dan Surbakti, 2008).
Pembuatan Tahu
Cara pembuatan tahu yaitu pertama dipilih kedelai yang bersih, kemudian
dicuci. Direndam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1
kg kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam lalu dicuci berkali-kali.
Apabila kurang bersih maka tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam.
Setelah itu kedelai ditumbuk dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit
hingga berbentuk bubur. Memasak bubur jangan sampai mengental yakni pada
suhu 70o-80oC yang mana ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil.
Bubur kedelai disaring dan diendapkan sari kedelai dengan menggunakan batu
tahu atau kalsium sulfat (CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1
liter sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan-lahan. Setelah itu
dicetak dan dipres 2012).
Kerusakan pada Tahu
Meskipun teknologi pembuatan tahu dan tempe sangat berbeda, tetapi
kedua hasil tersebut memiliki daya simpan yang sama-sama singkat dan cepat
membusuk serta mudah terkontaminasi. Tahu mempunyai pH relatif 6,2-6,8
dengan kadar air tinggi umumnya dapat di tumbuhi semua jenis mikroorganisme,
tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dari pada kapang dan khamir, maka
kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai (Winarno, 1993).
Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan bahan
(Fardiaz, 1983). Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air
menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba
sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono & Saragih 2003).
Tahu yang berkualitas baik adalah tahu yang bergizi dan tidak cepat
mengalami kerusakan yang dapat menurunkan nilai gizi bahkan sampai tahu tidak
memenuhi syarat sebagai makanan. Misalnya tahu menjadi basi, tahu menjadi bau
yang tidak disenangi, tahu cepat ditumbuhi jamur yang menghasilkan toksin atau
racun yang dapat menganggu kesehatan tubuh bagi yang memakannya. Adapun
faktor-faktor yang menentukan mutu tahu yaitu, kualitas kedelai yang digunakan,
proses pembuatan tahu, dan pemakaian bahan-bahan pembantu yang lainnya
(Tim Pengajar Pendidikan/Latihan Industri Tahu, 1988).
Pengawetan Tahu
Salah satu cara pengawetan tahu yaitu dengan menggunakan zat-zat kimia seperti natrium benzoat, vitamin C (asam askorbat), dan asam sitrat. Zat-zat kimia
tersebut dilarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu. Hasilnya, tahu dapat
dipertahankan kesegarannya selama 1 sampai 2 hari dalam suhu kamar. Misalnya,
dengan larutan natrium benzoat 1000 ppm, tahu dapat bertahan 3 hari pada suhu
kamar, dengan larutan vitamin C 0,05% dapat bertahan selama 2 hari pada suhu
kamar, dan dengan larutan asam sitrat 0,05% dapat bertahan selama 2 hari pada
Kunyit
Kunyit termasuk salah satu tanaman suku temu-temuan (Zibgiberacecae)
yang banyak ditemukan di pekarangan, kebun, dan di sekitar hutan jati. Kunyit
dikenal sebagai penyedap, penetral bau anyir pada makanan dan juga sering
dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Saat ini kunyit sudah dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan,
minuman, obat-obatan, kosmetik, dan tekstil (Winarto, 2003).
Salah satu jenis tanaman obat yang patut mendapat perhatian adalah
tanaman kunyit (Curcuma domestica). Kunyit merupakan tanaman yang
mempunyai potensi cukup tinggi untuk dibudidayakan. Selain itu kunyit juga
bermanfaat sebagai analgesik-antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antikanker,
serta antitumor (Nugroho, 1988).
Kandungan Rimpang Kunyit
Rimpang kunyit kering mengandung kurkuminoid sekitar 10%, kurkumin
1-5% dan sisanya terdiri dari demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.
Selain itu juga mengandung minyak atsiri (volatil oil) 1-3%, lemak 3%,
karbohidrat 30%, protein 8%, pati 45-55% dan sisanya terdiri atas vitamin C,
garam mineral seperti zat besi, fosfor, dan kalsium (Nugroho, 1998).
Minyak atsiri (volatil oil) pada kunyit mengandung 60% turmerone dan
komponen lain 25% minyak zingiberen dan sisanya terdiri dari 𝛼-felandrin,
𝛼-sabinen, borneol dan sineol yang memberikan bau khas yaitu bau kunyit
(Rismunandar, 1996). Kandungan kimia dari rimpang kunyit dapat dilihat pada
Tabel 3. Kandungan kimia dalam rimpang kunyit per 100 gram bahan yang
Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan
pigmen kurkumin (C12H20O6) dan kandungan minyak volatilnya. Kandungan
pigmen kunyit (dinyatakan dengan kurkumin) dan minyak volatil dari berbagai
jenis kunyit yang diperdagangkan berkisar antara 0,5-6,0% dan 1,3-6,0%
(Pursgelove, dkk, 1981).
Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu
Lactobacillus fermentum, L. Bulgaricus, Bacillus cereus, B. Subtilis, dan B.
Megaterium, dan diduga kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang
bersifat bakterisidal, dan salah satu senyawa tersebut disebabkan oleh senyawa
kurkumin yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin
fenol simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena. Senyawa fenol
menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membran sel yang akan
menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel
Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta
berbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan
berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur
yang keras tetapi rapuh (Winarto, 2003).
Banyak tanaman yang memiliki potensi dalam bentuk tepung, ekstrak atau
minyak atsiri sebagai pengendali patogen, diantaranya tanaman kunyit
(Curcuma domestica) beberapa penelitian secara in vitro, membuktikan bahwa
senyawa aktif terdapat dalam rimpang (Syamsudin, 2003).
Kunyit mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik
gram positif maupun gram negatif seperti Escherchia coli, Klebsiela pneumoniae
dan Staphylococcus aereus beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang
telah diketahui, yaitu minyak atsiri (Hidayati, 2002).
Bubuk Kunyit
Umumnya kunyit dipasarkan dalam bentuk kering, bubuk atau tepung
kunyit, bumbu masak segar dan kemasan, minyak kunyit, sari kunyit, dan zat
warna kurkuminoid. Tepung atau bubuk kunyit umumnya dibuat dari rimpang jari
(finger) kering, umbi (bulb) atau rimpang belah (split), dan irisan keringnya.
Kunyit kering akan digunakan sebagai bahan baku tepung kunyit adalah kunyit
yang memiliki kadar kurkumin tinggi, tetapi kadar air dan minyak atsiri rendah.
Bentuk fisik atau penampakan luar tidak terlalu penting (Winarto, 2003).
Kunyit juga digunakan sebagai pewarna makanan, pewarna kain katun dan
sutra, dan anyaman tikar. Di Eropa rimpang kunyit digunakan sebagai pewarna
berbagai jenis makanan seperti keju, pewarna mentega, dan mustard
(Rukmana, 2001).
Cita rasa tahu dan kecepatannya mengalami penyimpangan bau sangat
bergantung pada kualitas kedelai, sumber air untuk pembuatan, sanitasi alat-alat
pembuatan tahu, dan pekerjanya. Jika semua unsur itu diperhatikan baik, maka
kualitas tahu dapat dipertahankan 1-2 hari dengan cara disimpan di lemari es.
Sering juga tahu yang sudah jadi ini direndam dalam air bersih untuk mencegah
pengeringan dan menghalangi pencemaran mikroba pembusuk dari udara. Bila air
perendamnya tidak higienis, justru dapat mempercepat kerusakan tahu
(http://kompas.com., 2012).
Untuk menghindari kerusakan pada tahu kebanyakan industri tahu di
Indonesia menambahkan bahan pengawet yang tidak aman seperti formalin
sehingga perlu dicarikan alternatif pengawet yang aman, alami dan mudah
diperoleh serta terjangkau harganya. Salah satu pengawet makanan yang aman
dan mungkin dikembangkan pada produk tahu adalah bubuk kunyit karena
mengandung aktivitas antibakteri yang berasal dari minyak atsiri dan senyawa
fenolik lainnya (Yuliana, 2008).
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat
dan kimia makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis
bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan
daya tarik produk pengawetan makana
dikembangkan dalam skala
yang dikembangkan untuk memperpanjang masa
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan sehingga
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas
dari pengaruh racunnya (Buckle, dkk, 1987).
Proses pengawetan makanana dengan menggunakan larutan kunyit sudah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya untuk mengawetkan mie
basah, mengawetkan tahu dan ikan dendeng. Penggunaan kunyit dalam hal ini
selain untuk menekan pertumbuhan mikrooeganisme juga digunakan untuk
menambah cita rasa dari bahan pangan tersebut (Santoso, 2006).
Pengawetan tahu dengan bahan pengawet alami sudah banyak dilakukan,
seperti pengawetan dengan menggunakan larutan kitosan yang berasal dari kulit
udang dan ektrak jeruk nipis, dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa
konsentrasi kitosan jeruk nipis 0,5% merupakan konsentrasi terbaik untuk mutu
tahu segar, karena dapat menekan pertumbuhan mikroba dan juga memberikan