• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan keperawatan kolesistitis Pada S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan keperawatan kolesistitis Pada S"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN

KEPERAWATAN

DENGAN KASUS

KOLESISTITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VII

1. NURNANINGSIH

2. YUNIANINGSIH RORO INGGRIANI

3. SRI IRAYANTI

(2)

5. VIVI YULIYANTI

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS

KOLESISTITIS

(Radang Kandung Empedu)

A. DEFINISI

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).

Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Klasifikasi :

a. Kolesistitis Kalkulus

Adalah batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu akan

menimbulkan suatu reaksi kimia, terjadi otolisis serta edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terrganggu. Sebagai konsekwensinya dapat terjadi gangren pada kandung empedu disertai perforasi.

b. Kolesistitis Akalkulus

Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh batu empedu. Kolesistitis Akalkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor, trauma berat atau luka bakar. Faktor lain yang berkaitan dengan tipe ini mencakup : obstruksi duktus sistikus akibat torsi, infeksi primer bakterial pada kandung empedu, dan transfusi darah yang dilakukan berkali-kali. Kolesistitis akalkukus terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran darah regional dalam sirkulasi viceral. (Bruner & Suddarth, 1996).

B. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:

(3)

2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) 3. Usia lebih dari 40 tahun .

4. Kegemukan (obesitas). 5. Faktor keturunan 6. Aktivitas fisik

7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) 8. Hiperlipidemia

9. Diet tinggi lemak dan rendah serat 10. Pengosongan lambung yang memanjang 11. Nutrisi intravena jangka lama

12. Dismotilitas kandung empedu

13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

C. ETIOLOGI

1. Statis cairan empedu

2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium). 3. Iskemik dinding kandung empedu.

4. Kepekatan cairan empedu. 5. Kolesterol.

6. Lisolesitin.

7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi supurasi dan inflamasi.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :

1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.

2. Pasien akan menderita panas,

3. teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , 4. rasa nyeri disertai mual dan muntah, dan akan bertambah hebat dalam waktu

beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar.

5. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.

6. Adanya nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam. 7. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah

(4)

dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.

8. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

9. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu

pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

E. PATOFISIOLOGI

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:

 Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.

 Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.

 Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, danKlebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.

Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

(5)

a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.

b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.

c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang

berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah

pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu. d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu

bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.

e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah

fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara

spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan

a. Intervensi bedah dan sistem drainase.

b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.

c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.

d. Kolesistektomi laparaskopi

e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus.

3. Pendidikan pasien pasca operasi :

a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.

(6)

c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan sekitarnya

d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

A. 1 Pengkajian pasien Pre operasi meliputi :

1. Identitas klien/pasien

2. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Kelemahan. Tanda : Gelisah.

3. Sirkulasi

Tanda : Takikardia, berkeringat.

4. Eliminasi

Gejala : Perubahan warna urin dan feses.

Tanda : Distensi abdomen, Teraba massa pada kuadran kanan atas, Urine gelao, pekat, Feses warna tanah liat, steatorea.

5. Makanan/ cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembuat gas”; regurgitas berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.

Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

6. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.

Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.

Nyeri mulai tiba – tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit. Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan ;

tanda Murphy positif.

7. Pernapasan

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan.

Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.

8. Keamanan

Tanda : Demam,menggigil.

Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (puritus). Kecendrungan perdarahan (kekurangan Vitamin K).

9. Penyuluhan/ pembelajaran

(7)

Adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.

Pertimbangan : DRG menunjukkan rata – rata lama dirawat 3 – 4 hari.

Rencana pemulangan : Memerlukan dukungandalam perubahan diet/ penurunan berat badan.

A. 2 Pengkajian pasien Post operasi meliputi :

1. Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit

vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

2. Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.

3. Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

4. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

5. Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi

transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

6. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,

antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Laboratorium

Darah lengkap : lekositosis sedang ( akut), Bilirubin dan amilase serum meningkat, enzim hati serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat, alkali fosfat dan 5-nukleuttidase : ditandai peningkatan obstruksi bilier.

Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K.

2) USG

(8)

3) Kolangiopankreatografi Retrograd Endoscopik

Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui doedonum.

4) Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus

Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pangkreas (bila ikterik ada)

5) Kolesistogram (untuk kolesistitis kronis)

Menyatakan batu pada sistim empedu. Catatan : kontra indikasi [pada kolesistitis karena pasien lemah untuk menelan zat lewat mulut)

6) CT scan

Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan membedakan antara ikterik obstruksi/non obstruksi

7) Scan Hati (dengan zat radio aktif)

Menunjukkan obstruksi perrcabangan bilier.

8) Foto abdomen (multiposisi)

Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikassi dinding atau pembesaran kandung empedu.

9) Foto Dada :

Menunjukkan pernafasan yang menyebabkan nyeri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Diagnosa Pre Operasi :

1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

2. Resiko tinggi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan, muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

(9)

1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.

3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak

normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

D. INTERVENSI (RENCANA, TUJUAN, KRITERIA HASIL)

A. INTERVENSI DIAGNOSA PRE OPERASI :

1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

Tujuan : klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang,Nyeri terkontrol dan teradaptasi. Klien dapat mengkompensasi nyeri dengan baik.

Kriteria hasil :

a) skala nyeri mengalami penurunan (Skala nyeri 0-4), b) tanda vital dalam batas normal,

c) klien tampak tenang

d) pasien akan menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas distraksi.

Intervensi Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala1-10) dan karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).

Rasional : Membedakan penyebab nyeri dan memberikan informassi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.

2. Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.

Rasional : Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menun jukkan terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut

(10)

Rasional : Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah.

4. Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam.

Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.

5. Kolaborasi :

a. Pertahankan status puasa, pasang NGT dan penghisapan NG sesuai dengan indikasi.

Rasional : Membuang sekret gaster yang merangsang pengeluaran kolesistokinin dan erangsang kontraksi kandung empedu.

b. Berikan obat sesuai indikasi : anti biotik, anti kolinergik, sedatif seperti phenobarbital, narkotik seperti meperidin hidoklorida.

Rasional : Anti biotik mengobati proses infeksi. Antikolinergik

menghilangkanspasme/kontraksi otot halus dan membantu menghilangkan nyeri. Sedatif meningkatkan istirahat dan relaksasi otot. Narkotikmenurunkan nyeri hebat.

2. Diagnosa : Resiko tinggi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat  Kriteria hasil :

a) Tanda vital dalam batas normal, b) mukosa membran lembab, c) turgor kulit baik,

d) pengisian kapiler baik, e) Eliminasi urin normal, f) tidak ada muntah.

Intervensi Dx 2: Resiko tinggi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

1. Observasi intake dan output, kaji menbran mukosa, observasi tanda-tanda vital Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.

(11)

Rasional : Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.

3. Ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman dan tidak berbau. Rasional : Menurunkan ragsangan pada pusat syaraf.

4. Lakukan Oral hygiene

Rasional : Menurunkan kekeringan membran mukosa dan menurunkan resiko perdarahan.

5. Kaji perdarahan yang tidak biasanya seperti perdarahan terus menerus pada lokasi injeksi, epitaksis, perdarahan gusi, ptekie, hematemesis, melena

Rasional : Protombim darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko perdarahan.

6. Kolaborasi :

a. Pasang NGT, hubungkan ke penghisapan dan pertahankan patensi sesuai indikasi Antiemetik.

Rasional : Menurunkan sekresi dan motilitas gaster dan Menurunkan sekresi dan motilitas gaster

b. Kaji ulang pemeriksaan lab seperti Ht/Hb, elektrolit, FH

Rasional : Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikassi defisit dan mempengaruhi pilihan intervensi atau penggantian/koreksi

c. Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K

Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.

3. Diagnosa :Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah.

Tujuan : Klien memenuhi kebutuhan nutrisi harian sesuai dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan metabolik

Kriteria hasil :

a) Klien dapat menjelaskan tentangpentingnyanutrisi bagi klien. b) Bebasdari tanda mal nutrisi

c) Mempertahankan berat badan stabil

d) Nilai laboratorium normal (Hb,Albumin)

Intervensi Dx 3: Resiko tinggi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

(12)

Rasional : Perawatan oraldapat mencegahketidaknyamanan karena mulut

kering, bibir pecah dan bau tidak sedap yang dapat menurunkan nafsu makan klien

2. Catat berat badan saat masuk dan bandingkan dengan saat berikutnya. Rasiona l :Berat badan merupakan data yang diperlukan perawat untuk mengevaluasi perkembangan terapi nutrisi klien sehingga perawat dapat menyesuaikan terhadap kebutuhan intervensi.

3. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.

Rasional : Menunjukkan ketidak nyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri.

4. Pemeriksaan laboratorium/Hb- Ht-elektrolit-Albumin.

Rasional : Nilai laboratorium merupakan data yang diperlukan perawat untuk mengevaluasi keberhasilan atau keefektifan intervensi sehingga perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai bagi klien.

5. Jelaskan tentang pengontrolan dan pemberian konsumsi karbohidrat, lemak

(makanan rendah lemak dapat mencegah serangan pada klien dengan kolelitiasis dan kolesistitis), protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.

Rasional : Pendidikan padaklien perlu dilakukan agar klien mengerti dan paham tentang intervensi yang dilakukan perawat sehingga diharapkan klien dapat bersikap adaptif.

6. Anjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan gasKonsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien.

Rasional : Pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeriAhli gizi dapat menghitung kalori yang dibutuhkan klien menurut aktivitas yang dilakukan klien, sehingga diharapakan jumlah asupan kalori yang

dikonsumsi kliendapat memenuhi kebutuhan harian, tidak kekurangan dan tidak berlebihan.

7. Anjurkan klien istirahat sebelum makan,Tawarkan makan sedikit namun sering. Rasional : Kondisi tegang dapat menurunkan nafsu makan klien, istirahat dapat mengurangi ketegangan klien sehingga dapat membantu klien dalam meningkatkan nafsu makan. Makan terlalu banyak dalam satu waktu dapat menyebabkan distensi lambung yang berakibat ketidaknyamanan bagi klien sehingga nafsu makan klien makin menurun.

8. Batasi asupan cairan saat makan

Rasional : Asupan cairan berlebih saat makan menyebabkan distensi lambung yang mengakibatkan ketidaknyamanan.

9. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

Rasional : Makanan yang sudah dingin menyebabkan rasa yang kurang menyenangkan bagi klien sehingga menurunkan nafsu makan klien.

(13)

Rasional : Cairan glukosa IV dapat diberikan apabila pasien benar-benar tidak mendapatkan asupan per-oral, cairan glukosa IV juga dapat menyediakan kalori bagi klien sehingga klien tidak mengalami kekurangan nutrisi.

4. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

Tujuan : Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan

Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi Dx 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

1. Beri penjelasan/alasan pemeriksaan dan persiapannya

Rasional : Informasi dapat menurunkan cemas dan rangsang simpatis.

2. Kaji ulang program terapi dan kemungkinan efek samping

Rasional : Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang terjadinya diare/kram selama terapi senidiol dapat dihubungkan dengan dosis/dapat diperbaiki. Catatan : wanita yang melahirkan harus dikonsultasikan tentang KB untuk

mencegahkehamilandan resiko kerusakan hepatik fetal.

3. Kaji ulang proses penyakit/prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan. Dorong pertanyaan, ekspresi masalah.

Rasional : Memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.

4. Diskusikan penurunan berat badan bila diindikasikan.

Rasional : Kegemukan adalah faktor resiko yang berhubungan dengan kolelitiasis, dan penurunan BB menguntungkan dalam manajemen medik terhadaap kondisi kronik.

5. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan tinggi lemak (mentega, gorengan, kacang, susu segar, es krim, minuman karbonat) dan zat iritan gaster (pedas, kafein, sitrun).

Rasional : Mencegah terulangnya serangan kandung empedu. 6. Anjurkan istirahat pada posisi semi fowler setelah makan.

Rasional : Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal.

(14)

Rasional : Meningkatkan pembentukan gas, yang dapat meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan gaster.

8. Diskusikan menghindari produk yang mengandung aspirin, meniup lewat hidung keras-keras, gerakan tegang pada usus, olah raga kontak, anjurkan menggunakan sikat gigi halus, pencukur elektrik.

Rasional : Menurunkan resiko perdarahan sehubungan dengan perubahab waktu koagulasi, iritasi mukosa, dan trauma.

B. INTERVENSI DIAGNOSA POST OPERASI:

1. Diagnosa : Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya

Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Intervensi Dx 1: Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

1. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,

aliran udara faringeal oral.

Rasional : mencegah obstruksi jalan napas.

2. Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.

Rasional : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.

3. Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara.

Rasional : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segerra dilakukan.

4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan

dan jenis pembedahan.

Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

5. Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan

pada periode pascaoperasi.

Rasional : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.

(15)

Rasional : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam

tenggorok atau trakhea.

7. Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.

Rasional : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi.

2. Diagnosa : Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.

Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran

Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi Dx 2: Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang

berlebihan ; stress fisiologis.

1. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh

anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.

Rasional : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.

2. Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar

penuh akan apa yang diucapkan.

Rasional : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.

3. Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai. Rasional : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.

4. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan. Rasional : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya

cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama masa disorientasi.

(16)

Rasional : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.

6. Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

3. Diagnosa : Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa

lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).

Intervensi Dx 3: Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral,

hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi. Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.

2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan. Rasional : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

3. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan

kekurangan cairan

4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan

dan jenis pembedahan.

(17)

5. Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya

pembengkakan.

Rasional : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.

6. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Rasional : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan

sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.

7. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander

sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.

Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

4. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.

Intervensi Dx 4: Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

1. Evaluasi nyeri seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensiitas (0-10).

Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi. 2. Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan

persiapan untuk prosedur.

Rasional : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit. 3. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan

pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.

Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. 4. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

(18)

Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung

artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal. 6. Observasi efek analgetik.

Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.

7. Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.

Rasional : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M., & Nancy r R. Ahern. (2013). BUKU SAKU DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

http://bodong20.blogspot.com/2013/04/kolesistitis.html

http://prezi.com/slrw_xlxag65/askep-kolesistitis/

http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-kolesistitis.html

http://efristikesekaharap.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html

http://nieszvirgo.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-kolesistitis.html http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/kolesistitis.html

http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/askep-kolesistitis.html http://www.kerjanya.net/faq/4541-kolesistitis.html

(19)

Referensi

Dokumen terkait

upaya sekolah dalam membentuk sikap tawadhu siswa kepada sesama. teman, baik didalam proses pembelajaran maupun diluar

1 Hasil Analisis Deskriptif Pemahaman Konsep Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 2 Hasil Uji Normalitas Pemahan

Diskripsi Singkat MK Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang prinsip ekonomi transportasi, susunan peraturan perundang-undangan terkait ekonomi transportasi,

c. Pengadilan dapat mewajibkan keepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Dapat dipahami bahwa secara

Untuk membangkitkan minat peserta didik di dalam belajar, seorang guru dapat menggunakan media pembelajaran yang menarik seperti multimedia interaktif

Mahasiswa mampu mengitung jarak dan kecepatan benda yang bergerak dengan pecepatan tetap dan percepatan tidak tetap dan mampu menurunkan persamaan benda bergerak (mg ke

Oleh karena itu peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai bentuk antisipasi dan perbaikan masalah perubahan lingkungan peserta didik dengan cara memberikan

Sepert i misalnya, memberikan akses keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya kelompok penduduk miskin dan pelaku usaha mikro yang umumnya