• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI HIBRIDA (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI HIBRIDA (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI

TERHADAP BENIH PADI HIBRIDA

(Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)

SKRIPSI

DARIUS MANGARATUA MANALU H34067004

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

DARIUS MANGARATUA MANALU. 2010. Analisis Sikap dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Hibrida (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah Bimbingan RITA NURMALINA).

Mayoritas masyarakat masih kuat mengidentikkan pangan dengan beras, sehingga mementingkan tersedianya beras dalam jumlah yang cukup. Pada masa sekarang pola konsumsi beras mulai meluas ke daerah-daerah yang sebelumnya berpola pangan pokok non beras. Sehingga permintaan beras meningkat seiring pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan perubahan selera (Nurmalina, 2007).

Peningkatan perluasan lahan yang sangat kecil dan kesulitan dalam meningkatkan produktivitas lahan akan memunculkan gagasan untuk menggunakan padi hibrida sebagai alternatif pilihan dalam upaya untuk meningkatkan produksi beras. Peningkatan produksi ini diwujudkan dengan menjalankan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan target peningkatan produksi beras 2 juta ton atau setara dengan peningkatan 6,4 persen pada tahun 2007 dan lima persen untuk tahun-tahun selanjutnya sampai dengan 2009. Salah satu padi hibrida hasil introduksi oleh PT SAS adalah Padi Hibrida Bernas Prima.

Perilaku petani sangat berdampak pada upaya peningkatan produksi beras dan ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintah terus berupaya mendorong petani untuk menggunakan benih padi hibrida melalui program-program pemerintah yang saat ini. Suksesnya program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan tersebut sangat tergantung kepada proses keputusan pembelian petani dalam memilih benih padi yang akan dibeli.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik petani dan proses pengambilan keputusan petani dalam penggunaan benih padi hibrida Bernas Prima (2) Menganalisis sikap petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima (3) Menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima.

Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan survei menggunakan sampel acak sederhana (Snowball Sampling). Dalam menjawab perumusan masalah penelitian dipergunakan analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumers Satisfaction Index (CSI).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang karakteristik responden, paling banyak petani pada kelompok usia 41 hingga 50 tahun, berjenis kelamin laki-laki, menikah dan rata-rata berjumlakan anggota keluarga sebanyak lima orang, tingkat pendidikan terbanyak adalah sekolah dasar. Usahatani ini merupakan pekerjaan utama, pendapatan diluar usahatani kurang dari Rp 500.000, dengan lama berusahatani padi lebih dari 30 tahun, lahan yang mereka gunakan sebagian besar milik sendiri dengan rata-rata luas lahan 3.000-5.000 m2. Budidaya yang dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun, sedangkan varietas yang paling banyak digunakan adalah Ciherang dan Sintanur.

(3)

Hasil proses keputusan pembelian, petani di Kecamatan Sukabumi memiliki motivasi bertani padi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu menganggap penggunaan padi dalam kondisi baik sangat penting. Mereka berharap penggunaan padi dalam kondisi baik akan dapat menghasilkan panen yang baik. Informasi mengenai benih dan yang menentukan dalam menentukan kepercayaan adalah PPL (Penyuluh Pertanian Lapang). Produktifitas merupakan pertimbangan petani responden dalam membeli benih.

Pada tahap pembelian, sebagian besar responden memutuskan penggunaan benih dengan terencana, benih sebagian besar diperoleh dari bantuan pemerintah sebanyak tiga kali dalam setahun dengan kebutuhan setiap kali pembelian sebanyak 5 kg. Pada tahap perilaku pasca pembelian, responden menyatakan puas dengan benih padi yang mereka gunakan. Akan tetapi loyalitas petani masih rendah karena jika harga mengalami kenaikan maka petani tidak akan membeli dan akan berusaha mencari varietas lain jika benih tidak tersedia di pasaran.

Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa terdapat sebelas atribut yang dianggap penting dalam membeli benih padi adalah (1) Produktivitas (Hasil Panen), (2) Ketahanan Hama Penyakit, (3) Harga Jual Gabah Kering Giling, (4) Sertifikasi Benih, (5) Umur Tanaman (Panen), (6) Harga Benih, (7) Rasa Nasi, (8) Tahan Rebah Tanaman, (9) Ketersediaan Benih di Pasar, (10) Patahan Beras, (11) Kerontokan Gabah.

Hasil analisis multiatribut Fishbein menunjukkan total nilai sikap yang diperoleh benih padi hibrida Bernas Prima, Ciherang, dan Sintanur secara berturut-turut adalah 152.18, 174.03 dan 149.79. Semakin besar skor sikap total maka produk terkait semakin dapat memenuhi harapan dan kebutuhan petani responden. Dengan demikian berdasarkan hasil total penilaian sikap petani terhadap benih padi menunjukkan bahwa benih padi varietas Ciherang lebih disukai oleh petani dan dianggap lebih mampu memenuhi harapan dan kebutuhan petani responden.

Hasil Perceptual Mapping menunjukkan bahwa benih padi varietas Bernas Prima (hibrida) memiliki keunggulan pada atribut umur tanaman (panen), produktivitas (hasil panen), sertifikasi benih dan tahan rebah tanaman. untuk benih padi varietas ciherang dianggap memiliki keunggulan pada atribut sertifikasi benih, ketersediaan benih di pasar, harga benih, rasa nasi, patahan beras, ketahanan hama penyakit, harga jual gabah kering giling. Sedangkan untuk benih padi varietas Sintanur hanya memiliki keunggulan pada atribut kerontokan benih.

Berdasarkan hasil analisis Biplot terlihat bahwa penciri utama benih padi hibrida Bernas Prima adalah atribut produktifitas benih tersebut. Pada hasil analisis juga terlihat bahwa penciri utama benih padi varietas Ciherang adalah atribut ketersediaan benih di pasar. Sedangkan untuk benih padi varietas Sintanur tidak ada satupun atribut yang menjadi penciri utama yang menyebabkan petani responden menjadi ingat kepada varietas tersebut.

Tingkat kepuasan petani terhadap padi hibrida Bernas Prima berada pada indeks puas dengan skor 0.66 atau 66 persen. Dari pendekatan angka tersebut berarti masih ada nilai ketidakpuasan sebesar 34 persen yang perlu diperbaiki

Saran peneliti yang bisa disarankan pada produsen benih hibrida adalah perlu terus diupayakan pengembangan varietas yang lebih baik dan dapat diterima pasar maupun petani. Atribut yang menjadi prioritas pengembangan adalah

(4)

ketahanan hama penyakit, rasa nasi, patahan beras dan harga benih karena atribut-atribut tersebut persepsikan rendah oleh petani responden. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya ditambahkan atribut-atribut sepert tekstur nasi, kemudahan pemasaran, persentase hampa gabah, warna beras dan aroma nasi.

(5)

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI

TERHADAP BENIH PADI HIBRIDA

(Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)

SKRIPSI

DARIUS MANGARATUA MANALU H34067004

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(6)

Judul Skripsi : Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)

Nama : Darius Mangaratua Manalu

NIM : H34067004

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Darius Mangaratua Manalu H34067004

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulisan dilahirkan di Padang Sidempuan pada tanggal 09 Maret 1985. penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Marolop Manalu dan Ibunda Rusti.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 142479 Palsabolas Tapanuli Selatan pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Hang Tuah 1 Belawan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Katolik Kesuma Indah Padang Sidempuan diselesaikan pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima di Diploma III Program Studi Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2007 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan pada pendidikan strata satu Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida (Studi Kasus di Kecamatan Baros Kota Sukabumi)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kepentingan dan kinerja serta menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut benih padi hibrida Bernas Prima di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2010

(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Febriantina Dewi, SE, MSc selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Narni Sarmayanti, MSc yang telah menjadi penguji akademik., dan kepada seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

4. Asriani Mulyaningsih yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian.

5. Orangtua dan keluarga tercinta yang telah banyak mencurahkan kasih sayang dengan tulus dan ikhlas serta doa yang tiada hentinya dalam setiap untaian nafas dalam langkah penulis untuk penyelesaian Skripsi ini. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

6. Sinta Sukmawati dan sahabat-sahabat terbaik Panji, Otoy, Harry, chancan, Tyas, Leo, Agi, Bob, Risno, Desnad, Ragel, Bams yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan nasehat.

7. Teman-teman Agribisnis angkatan I, II, dan III. atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuanya.

Bogor, Desember 2010

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7 1.5. Ruang Lingkup ... 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Benih Padi ... 9

2.1.1. Deskripsi Benih ... 9

2.1.2. Gambaran Umum Benih Padi ... 9

2.2. Padi Hibrida ... 10

2.2.1. Difinisi Padi Hibrida ... 10

2.2.2. Perkembangan Padi hibrida di Indonesia ... 13

2.3. Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) ... 16

2.4. Penelitian Terdahulu ... 16

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.1.1. Atribut Produk ... 21

3.1.2. Difinisi Konsumen ... 21

3.1.3. Perilaku Konsumen ... 22

3.1.4. Proses Keputusan Pembelian Konsumen ... 23

3.1.4.1. Pengenalan Kebutuhan ... 23

3.1.4.2. Pencarian Informasi ... 25

3.1.4.3. Evaluasi Alternatif ... 25

3.1.4.4. Tahap Pembelian ... 27

3.1.4.5. Perilaku Setelah Pembelian ... 28

3.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian ... 28

3.1.6. Sikap ... 32

3.1.6.1. Konsep dan difenisi dari sikap ... 32

3.1.6.2. Teori Mengenai Sikap ... 33

3.1.6.3. Fungsi Sikap ... 34

3.1.7. Kepuasan Konsumen ... 35

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu penelitian ... 41

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 41

4.3. Metode Penentuan Sampel ... 41

(12)

4.4.1. Analisi Deskriptif ... 42

4.4.2. Analisis Cochran ... 43

4.4.3. Analisis Multiatribut Fishbein ... 44

4.4.4. Perceptual Mapping ... 46

4.4.5. Analisis Biplot ... 46

4.4.6. Consumers Satisfaction Index ... 48

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis ... 50

5.2. Penduduk ... 41

5.3. Pendidikan ... 52

5.4. Pertanian ... 53

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Profil Responden ... 54

6.1.1. Usia dan Jenis Kelamin ... 54

6.1.2. Status Pernikahan dan Jumlah Anggota Keluarga ... 54

6.1.3. Tingkat Pendidikan ... 56

6.1.4. Pendapatan Diluar Usahatani ... 56

6.1.5. Status Pekerjaan ... 56

6.1.6. Lama Berusahatani Padi ... 57

6.1.7. Budidaya dalam Setahun ... 57

6.1.8. Status dan Luas Lahan ... 58

6.1.9. Varietas yang Paling Sering Digunakan ... 59

6.2. Proses Pengambilan Keputusan... 59

6.2. 1. Tahap Pengenalan Kebutuhan ... 59

6.2. 2. Tahap Pencarian Informasi ... 60

6.2. 3. Tahap Evaluasi Alternatif ... 61

6.2. 4. Tahap Pembelian ... 63

6.2. 5. Perilaku Setelah Pembelian ... 64

6.3. Atribut-atribut Benih yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian ... 65

6.4. Tingkat Kepentingan Atribut ... 67

6.4.1.Tingkat Kepercayaan terhadap Atribut-atribut Benih ... 70

6.4.1.1. Tingkat Kepercayaan terhadap Atribut Benih Padi Varietas Bernas Prima (Hibrida)... 70

6.4.1.2. Tingkat Kepercayaan terhadap Atribut Benih Padi Varietas Ciherang ... 71

6.4.1.3. Tingkat Kepercayaan terhadap Atribut Benih Padi Varietas Sintanur ... 71

6.5. Sikap Petani terhadap Penggunaan Benih Padi Varietas Bernas Prima (Hibrida), Ciherang dan Sintanur ... 72

6.6. Pemetaan Persepsi Konsumen ... 75

6.7. Positioning ... 77

6.8. Kepuasan Konsumen terhadap Penggunaan Benih Padi Varietas Bernas Prima (Hibrida) ... 78

6.9. Implikasi Manajerial ... 78

6.9.1. Pemerintah ... 79

(13)

6.9.2.1. Marketing ... 79 6.9.2.2. Pemulia Tanaman ... 79 6.9.3. Petani ... 80 VII KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan ... 81 7.2. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN ... 85

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi

di Indonesia Menurut Wilayah Tahun 2007-2009 ... 2

2. Parameter Biofisik Daerah Pengembangan Padi Hibrida ... 5

3. Perkiraan Luas Areal Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida Beberapa Kabupaten di Jawa Barat ... 6

4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

5. Daftar Atribut Yang Akan Diuji Dalam Penelitian ... 43

6. Kriteria Indeks Kepuasan ... 49

7. Pembagian Administrasi Kecamatan Baros dengan Batas-Batasnya ... 50

8. Laju Pertumbuhan Penduduk, Estimasi Penduduk di Kecamatan Baros ... 52

9. Jumlah Penduduk Kecamatan Baros Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 52

10. Sebaran Responden Berdasarkan Tahapan Pengenalan Kebutuhan ... 60

11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tahapan Pencarian Informasi ... 61

12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tahapan Evaluasi Alternatif ... 62

13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tahapan Keputusan Pembelian ... 63

14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tahapan Perilaku Setelah Pembelian ... 64

15. Hasil Analisis Cochran ... 66

16. Persepsi Responden terhadap Tingkat Kepentingan Atribut Benih ... 68

17. Tingkat Kepercayaan Responden terhadap Atribut Benih Padi Hibrida Bernas Prima ... 70

18. Tingkat Kepercayaan Responden terhadap Atribut Benih Padi Varietas Ciherang (Inbrida) ... 71

19. Tingkat Kepercayaan Responden terhadap Atribut Benih Padi Varietas Sintanur (Inbrida) ... 72

20. Hasil Analisis Sikap Multiatribut Fishbein untuk Benih Padi Hibrida Bernas Prima, Ciherang dan Sintanur ... 73

(15)

21. Hasil Analisis Customer Satisfaction Index untuk Benih Padi

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahap Proses Keputusan Pembelian ... 23

2. Proses Pengenalan Kebutuhan Berpusat pada Tingkat Ketidaksesuaian ... 25

3. Proses Pencarian Internal ... 26

4. Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif ... 26

5. Tahap Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian ... 27

6. Tiga Komponen Pembentuk Sikap. ... 34

7. Tingkat Kepuasan Setelah Pembelian ... 36

8. Kerangka Pemikiran Operasional ... 40

9. Peta Kota Sukabumi ... 51

10. Sebaran Usia Petani Responden ... 54

11. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Petani Responden ... 55

12. Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Responden ... 55

13. Sebaran Pendapatan Diluar Usahatani Petani Responden ... 56

14. Sebaran Status Pekerjaan Petani Responden ... 57

15. Sebaran Varietas yang Paling Sering Ditanam ... 57

16. Sebaran Status Kepemilikan Lahan ... 58

17. Sebaran Varietas yang Dipertimbangkan untuk Dibeli ... 59

18. Peta Persepsi Responden Berdasarkan Atribut terhadap Benih Padi Hibrida Bernas Prima, Ciherang dan Sintanur ... 74

19. Tampilan Biplot Benih Padi Bernas Prima, Ciherang dan Sintanur ... 76

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Proses Keputusan Pembelian ... 86

2. Kuisioner Analisis Multiatribut Fishbein ... 88

3. Hasil Analisis Cochran ... 90

4. Hasil Analisis Biplot ... 93

5. Daftar Nama Kelompok Tani Beberapa Kecamatan di Kota Sukabumi ... 94

6. Varietas Padi Hibrida yang Telah Dilepas di Indonesia ... 96

7. Spesifikasi Benih Hibrida Bernas Prima ... 99

8. Deskripsi Varietas Ciherang ... 100

9. Deskripsi Varietas Sintanur... 101

(18)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Mayoritas masyarakat masih kuat mengidentikkan pangan dengan beras, sehingga mementingkan tersedianya beras dalam jumlah yang cukup. Pada masa sekarang pola konsumsi beras mulai meluas ke daerah-daerah yang sebelumnya berpola pangan pokok non beras sehingga mendorong kenaikan kebutuhan beras yang cukup tinggi. Sehingga permintaan beras akan meningkat seiring pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan perubahan selera (Nurmalina, 2007).

Ketahanan pangan didifinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan). Untuk itu peranan pemerintah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan produksi beras dan stabilitas harga beras yang dituangkan dalam tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian.

Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian pada saat ini adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional dari produksi dalam negeri. Konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena sampai saat ini upaya diversifikasi pangan pokok (sumber karbohidrat) belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Melihat peningkatan konsumsi beras yang terus terjadi, pihak pemerintah melakukan sistem revolusi hijau untuk pengembangan produkivitas pertanian yaitu suatu program yang terkait dengan mekanisasi pertanian. Penggunaan bibit unggul dan pupuk kimia dengan dosis yang sangat tinggi serta penggunaan pestisida untuk menanggulangi hama dan penyakit yang bertujuan untuk mendukung tercapainya swasembada pangan (Pretty et al, diacu dalam Rohmiatin 2006).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas masih menghadapi berbagai kendala, baik teknis-agronomis maupun sosial-ekonomi-budaya. Produktivitas

(19)

padi pada dasawarsa terakhir mengalami stagnansi (Tabel 1) dimana seperti yang terlihat pada Tabel 1, bahwa perkembangan luas panen dan produksi rata-rata dibawah satu persen saja, sehingga jika hal ini berlangsung terus-menerus seiring pertumbuhan penduduk yang semakin besar maka tidak heran jika kita akan mengalami defisit pada tahun-tahun mendatang. Keadaan stagnan tersebut dikarenakan hasil varietas unggul yang ada telah mencapai titik potensi maksimal (Abdullah et al. 2005). Kekerabatan yang tinggi dan keanekaragaman yang sempit menyebabkan tidak diperolehnya peningkatan potensi hasil yang nyata (Susanto et al. 2003).

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Menurut Wilayah Tahun 2007-2009

Uraian 2007 (ASEM)2008 (ARAM I)2009 2007-8Perkembangan (%)2008-9 1. Luas Panen (ha)

 Jawa  Luar Jawa  Indonesia 5.670.947 6.476.690 12.147.637 6.567.819 5.741.336 12.309.155 5.780.081 6.642.075 12.422.156 1,24 1,41 1,33 0,67 1,13 0,92 2.Produktivitas (ku/ha)  Jawa  Luar Jawa  Indonesia 53.72 41.24 47.05 56.34 42.4 48.58 56.21 42.82 49.05 4.88 3.11 4.04 -0.23 0.78 0.20 3.Produksi (ton)  Jawa  Luar Jawa  Indonesia 30.466.339 26.691.096 57.157.435 32.344.208 27.906.865 60.251.073 32.488.878 28.443.034 60.931.912 6.16 4.55 5.41 0.45 1.92 1.13

Keterangan: Bentuk produksi padi adalah Gabah Kering Giling (GKG) Sumber: BPS, 2009

Konversi lahan pertanian juga sangat berpengaruh pada pencapaian target produksi pangan sehingga dapat memperburuk ketahanan pangan dalam negeri. Laju alih fungsi lahan pertanian di Indonesia angkanya cukup tinggi. Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan non-pertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110,16 ribu ha/tahun. Ini berarti terdapat sekitar 3000 ha sawah/hari yang beralih fungsi ke non-pertanian 1.

(20)

Sehingga, untuk mencegah terjadinya kekurangan pangan dimasa sekarang dan yang akan datang mutlak diperlukan upaya peningkatan produksi padi. Bentuk program yang dilakukan pemerintah saat ini untuk meningkatkan produksi beras adalah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Program ini memiliki target utama, yaitu peningkatan produksi beras 2 juta ton setara beras atau 3,6 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2007, dan meningkat lima persen pada tahu-tahun selanjutnya sampai pada tahun 2009 (Departemen Pertanian, 2007). Salah satu agenda dari program ini adalah sosialisasi penggunaan benih hibrida dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

Padi hibrida memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida, sehingga pengembangan padi hibrida diharapkan dapat menjadi solusi dari kekurangan stok produksi padi nasional yang selama kurun waktu 10 tahun terakhir terlihat stagnan. Padi hibrida adalah hasil perkawinan dua tetua yang berbeda genotipenya. Melalui perkawinan itulah terkumpul gen-gen yang keberadaannya secara bersamaan memberikan efek heterosis, yaitu fenomena dimana tanaman yang tumbuh dari benih hasil persilangan dua genotipe yang berbeda (disebut generasi F1) memiliki sifat lebih baik dari tetuanya (Satoto dan Suprihatno, 1998). Sehingga produktivitas padi Ciherang yang merupakan varietas yang paling banyak dibudidayakan saat ini dengan rata-rata hanya sekitar 6 ton/ha dapat ditingkatkan.

Kepuasan akan penggunaan padi hibrida sangat tergantung pada atribut-atribut yang dimiliki oleh padi hibrida tersebut. Kondisi ini tentunya akan membentuk sikap petani dalam penggunaan benih padi hibrida sehingga pada akhirnya petani mampu mengevaluasi benih tertentu dalam memenuhi kebutuhan mereka.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan produksi beras nasional diwujudkan dengan menjalankan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan target peningkatan produksi beras 2 juta ton atau setara dengan peningkatan 6,4 persen pada tahun 2007 dan lima persen untuk

(21)

tahun-tahun selanjutnya sampai dengan 2009 2. Salah satu agenda dari program ini adalah sosialisasi penggunaan benih padi hibrida. Program ini telah menjadi komitmen bersama dan harus diimplementasikan.

Pada saat ini, pemerintah telah melepas 31 varietas padi hibrida dengan potensi hasil sebesar 8,5 ton GKP/ha. Angka tersebut lebih tinggi dari pada potensi hasil varietas padi inbrida yang banyak dibudidayakan di Indonesia seperti IR-64 dan ciherang yang hanya mencapai 6,7 ton GKP/ha. Artinya dengan menggunakan padi hibrida, produksi bisa meningkat 20-30 persen. Sehingga penggunaan benih padi hibrida tersebut dapat meningkatkan produksi padi dalam negeri 3.

Dalam program ini pemerintah melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta untuk pengadaan benih hibrida. PT Sumber Alam Sutera (SAS) yang bernaung pada kelompok usaha AG Network adalah salah satu perusahaan benih yang melakukan kerjasama dengan pemerintah. PT SAS melakukan kerjasama dengan Guo Hau Seed Industries dari China telah berupaya memproduksi benih padi hibrida sejak tahun 2006 di Lampung. Salah satu padi hibrida hasil introduksi oleh PT SAS adalah padi hibrida Bernas Prima. Padi hibrida Bernas Prima telah banyak digunakan oleh petani, salah satu contohnya adalah petani di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi.

Sukabumi termasuk salah satu daerah yang potensial untuk ditanami padi hibrida karena Sukabumi mempunyai irigasi teknis, bebas dari kekeringan dan banjir, subur, dataran sedang, dan bukan daerah endemis penyakit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Disamping itu juga karena lingkungan agroklimat daerah Sukabumi yang sesuai dengan pertumbuhan padi Hibrida (Tabel 2).

Hal inilah yang menjadikan daerah Sukabumi merupakan salah satu daerah sentra produksi dan sebagai salah satu daerah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Beberapa kabupaten lainnya di Jawa Barat yang berpotensi

2http://www.litbang.deptan.go.id/press/one/1/pdf/Sosialisasi%20Padi%20Hibrida%20

Mendukung%20Peningkatan%20Produksi%20Padi%20Nasional.pdf

(22)

menjadi pengembangan padi hibrida berdasarkan musim beserta luas arealnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Parameter Biofisik Daerah Pengembangan Padi Hibrida

Syarat Tumbuh Potensi Wilayah Pustaka

Acuan Potensial Kurang Potensial

Sawah irigasi bebas cekaman

kekeringan/banjir

Lahan irigasi teknis yang dapat ditanami 2 kali setahun Lahan irigasi teknis yang hanya dapat ditanami 1 kali setahun BPS (2002)

Lahan subur, tingkat adopsi teknologi petani tinggi Produktivitas > 4,5 ton/ha < 4,5ton/ha BPS (1997)

Rata-rata suhu harian 28oC, pada

pembungaan antara 24-29oC

dataran sedang dataran rendah Geng (2002)

Bukan daerah endemis WBC, HDB dan tungro Aman Potensial s/d endemis Harsono et al., (2002) Sumber : Badan Litbang Pertanian, 2007

Pemberian subsidi kepada benih padi hibrida yang diberikan pemerintah melalui program P2BN, dari pemberian subsidi, petani berharap bisa mengurangi biaya produksi. Akan tetapi pemberian benih secara gratis dan produktivitas yang tinggi yang diperoleh petani tidak membuat mereka untuk tetap menggunakan benih padi hibrida karena hibida memiliki beberapa kelemahan diantaranya: Pertama, benih hibrida (F1) akan menghasilkan biji (F2) yang tidak dapat digunakan kembali sebagai benih untuk musim tanam berikutnya, berarti petani akan selalu tergantung pada produsen benih hibrida. Kedua, untuk mencapai potensi hasilnya, padi hibrida membutuhkan aplikasi sarana produksi (terutama pupuk) dan infrastruktur pendukung (irigasi) yang memadai. Ketiga, hibrida lebih

(23)

peka terhadap hama dan penyakit, sehingga mendorong penggunaan pestisida yang lebih tinggi.

Tabel 3. Perkiraan Luas Areal Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida di beberapa Kabupaten di Jawa Barat.

Kabupaten Luas Areal Potensial (Ha)

Musim Hujan Musim Kemarau

Jawa Barat Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Ciamis Kuningan Purwakarta 88.120,1 129.111,1 117.402,5 101.814,3 117.510,9 108.120,9 -29.841,7 87.895,2 127.959,9 117.349,2 101.075,3 117.431,3 107.324,7 59.742,2 24.605,2 Total 690.924,2 748.382,9

Sumber : Badan Litbang Pertanian, 2007

Perilaku petani sangat berdampak pada upaya peningkatan produksi beras dan ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintah terus berupaya mendorong petani untuk menggunakan benih padi hibrida melalui program-program pemerintah yang saat ini. Suksesnya program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan tersebut sangat tergantung kepada proses keputusan pembelian petani dalam memilih benih padi yang akan dibeli. Oleh sebab itu penelitian terhadap sikap dan tingkat kepuasan petani dalam menggunakan benih padi hibridia Bernas Prima dibandingkan dengan varientas unggul baru di Kecamatan Baros perlu untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana karakteristik petani dan proses pengambilan keputusan petani dalam penggunaan benih padi hibrida Bernas Prima di Kecamatan Baros?

(24)

2. Bagaimana sikap para petani terhadap atribut-atribut benih padi hibrida Bernas Prima di Kecamatan Baros?

3. Bagaimana kepuasan para petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima di Kecamatan Baros?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah menentukan kepuasan petani dalam menggunakan benih padi hibrida dengan menganalisis faktor-faktor sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani dan proses pengambilan keputusan petani dalam penggunaan benih padi hibrida Bernas Prima.

2. Menganalisis sikap petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima. 3. Menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima. 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian terhadap analisis keputusan dan kepuasan pemilihan benih padi hibrida Bernas Prima ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen sehingga dapat disusun suatu strategi pemasaran yang tepat.

Bagi pemerintah hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan gambaran persepsi dan motivasi petani terhadap penggunaan padi hibrida. Hal ini akan memberikan masukan untuk menyusun strategi dalam mensukseskan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).

Hasil penelitian dapat menjadi gambaran bagaimana petani pada umumnya membuat keputusan dalam memilih varietas padi yang ditanam. Hal ini akan memperluas wawasan petani untuk membuat keputusan yang tepat dimasa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Benih padi yang dijadikan bahan penelitian ini merupakan benih padi hibrida Bernas Prima, dengan pembanding benih inbrida varietas Ciherang dan Sintanur yang ditanam di Kecamatan Baros.

(25)

2. Petani yang menjadi subyek penelitian adalah petani padi hibrida yang melakukan pengambilan keputusan pembelian (bukan buruh tani) dan menggunakan benih padi hibrida serta pernah menggunakan padi varietas Ciherang dan Sintanur di Kecamatan Baros.

3. Penelitian ini difokuskan pada analisis sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida di Kecamatan Baros.

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Benih Padi 2.1.1. Deskripsi Benih

Benih adalah biji tumbuhan yang berasal dari bakal biji yang dibuahi, digunakan manusia untuk tujuan pertanaman, sebagai sarana untuk mencapai produksi maksimum dan lestari melalui pertanaman yang jelas identitas genetiknya dan homogen kinerja staminanya (Sadjad, 1993). Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1992 dan PP No 44 tahun 1995 yang dimaksud dengan benih adalah semua bentuk bahan tanaman dari proses generatif berupa biji maupun vegetatif seperti stek, cangkok, umbi dan lain-lain.

Benih yang bermutu baik berasal dari varietas unggul yang merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan tinggi atau rendahnya produksi atau hasil tanaman. Benih bermutu adalah benih yang dalam produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi dan pengujian mutu benih dari jenis tanaman unggul. Pengujian mutu benih bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan untuk keperluan penanaman. Keterangan tersebut diperlukan baik oleh produsen, pedagang, pemakai benih, serta pihak-pihak yang berkepentingan.

2.1.2. Gambaran Umum Benih Padi

Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk disemaikan untuk menjadi bahan pertanaman. Kualitas benih ditentukan oleh prosesnya, mulai dari proses perkembangan dan pemasakan benih, panen, perontokan, pembersihan, pengeringan, penyimpanan benih sampai pada fase pertumbuhan dipersemaian.

Benih unggul adalah bahwa benih itu murni, bernas, sehat, kering, bebas dari penularan penyakit cendawan, bebas dari campuran biji rerumputan dan lain-lain (Siregar, 1981). Benih bermutu harus memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga dan tepat pelayanan (Sadjad, 1993). Untuk menjaga kelangsungan dan keamanan hayati, melalui SK Menteri Pertanian No. 460/KPTS/II/1971, pemerintah membagi benih dalam empat kelas, yaitu:

(27)

1. Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)

Merupakan benih yang dihasilkan oleh instansi yang ditunjuk atau dibawah pengawasan pemuliaan tanaman dan atau instansi yang menanganinya (lembaga penelitian atau perguruan tinggi). Benih ini jumlahnya sedikit dan merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk penjenis tidak dilakukan sertifikasi. Benih ini masih murni dan diberi label putih. 2. Benih Dasar atau Foundation Seed (FS)

Benih dari hasil perbanyakan benih penjenis (BS) yang diproduksi dibawah bimbingan insentif dan pengawasan yang ketat, sehingga varietas yang tinggi dan identitas genetisnya dapat terpelihara. Benih ini diproduksi oleh instansi atau oleh penangkar benih sesuai ketetapan Badan Benih Nasional yang disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Direktorat Tanaman Pangan dan diberi label putih.

3. Benih Pokok atau Stock Seed (SS)

Benih pokok adalah benih yang diperbanyak dari benih dasar atau benih penjenis. Perbanyakan ini dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemurnian varietas, memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dan disertifikasi oleh instansi yang berwenang dan diberi label ungu.

4. Benih Sebar atau Ekstention Seed (ES)

Benih sebar adalah hasil perbanyakan dari benih penjenis, dasar atau benih pokok yang akan disebarkan kepada petani dengan menjaga tingkat kemurnian varietas yang memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar. Benih ini diberi label biru.

2.2. Padi Hibrida

2.2.1. Difinisi Padi Hibrida

Padi hibrida adalah keturunan pertama dari suatu persilangan antara induk-induk yang berbeda secara genetik tetapi masih dalam spesies tanaman yang sama (Pingali et al. 1998). Mengacu pada pengertian tersebut, pengertian padi hibrida adalah keturunan generasi pertama hasil persilangan antara induk-induk yang memiliki keadaan genetik berbeda pada tanaman padi. Virmani et al. (2004) memberikan penjelasan bahwa padi hibrida komersial merupakan F1 (keturunan

(28)

pertama) yang superior. Maksudnya adalah selain berasal dari induk yang lebih baik, padi hibrida komersial juga harus signifikan menunjukkan superioritas hasil (paling tidak 1 ton/hektar) atas varietas unggul inbrida dengan umur sejenis serta mempunyai kualitas gabah yang diterima konsumen.

Padi hibrida mulai dikembangkan di Cina pada tahun 1964 dengan ditemukannya mandul jantan. Pada tahun 1976 padi hibrida dikomersialkan. Di negara tersebut, luas areal pertanaman padi hibrida meningkat hingga mencapai 17 juta hektar dengan rata-rata hasil 6-7 ton/ha. Dampak dari hasil tersebut, produksi padi meningkat dari 136,9 juta ton pada tahun 1978 menjadi 169,1 juta ton pada tahun 1988. Oleh karena itu, padi hibrida mempunyai peranan penting dalam memecahkan masalah pangan di Cina, sekaligus menjadikan Cina sebagai negara terbesar yang berhasil memenuhi kebutuhan pangan nasional (Virmani 1994; Yuan 2004). Indonesia sendiri baru merilis penelitian tentang padi hibrida pada tahun 1985.

Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan dengan dua induk yang berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat sekitar 1 ton/ha lebih tinggi dari pada varietas biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Ditinjau dari aspek genetik, padi hibrida memiliki potensi hasil yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan sistem dan teknologi produksi yang berbeda dengan varietas unggul biasa (Abdullah, dan Darajat, 2003).

Padi hibrida lebih mudah tercipta pada spesies tanaman yang menyerbuk silang (seperti jagung) daripada tanaman yang mengalami penyerbukan sendiri (Pingali et al. 1998). Padi merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollinated) dimana serbuk sari dan ovarium dihasilkan pada bunga yang sama. Oleh sebab itu, diperlukan tanaman jantan-steril sebagai salah satu induk agar proses hibridisasi dapat berlangsung sempurna. Hibrida pada padi sangat sulit tercapai sampai di temukannya galur CMS (Cytoplasmic Male Steril atau galur A) oleh peneliti dari Cina. Ada tiga metode yang yang dapat dipakai untuk

(29)

menghasilkan benih padi hibrida. Yuan (2003) mengatakan bahwa tiga pendekatan dalam metode pemuliaan padi hibrida yaitu:

1. Metode tiga galur atau sistem CMS (Cytoplasmic Male Steril).

2. Metode dua galur atau sistem PGMS (Photoperiod-sensitive Genic Male Sterility) dan TGMS (Thermosensitive Genic Male Sterility).

3. Metode satu galur atau Apomiksis.

Metode tiga galur melibatkan tiga bahan yaitu galur induk jantan mandul yang berupa (Cytoplasmic Male Steril atau galur A), galur pemulih kesuburan (restore line atau tetua jantan) dan galur pelestari (mainteiner line atau galur B). pada metode dua galur, bahan yang dibutuhkan adalah galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan. Dalam metode ini jenis galur mandul jantan yang dipakai bukan CMS tetapi jenis PGMS (Photoperiod-sensitive Genic Male Sterility) atau TGMS (Thermosensitive Genic Male Sterility). Padi hibrida diperoleh dari hasil penyilangan antara galur mandul jantan dengan galur pemulih kesuburan. Metode satu galur menerapkan sistem apomiksis yang memungkinkan menghasilkan padi hibrida tanpa galur mandul jantan.

Untuk memproduksi benih hibrida, perlu ada:

1. Galur mandul jantan (GMJ atau Galur A atau CMS line) – varietas padi tanpa serbuksari yang hidup dan berfungsi yang dianggap sebagai tetua betina dan menerima serbuksari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida. 2. Galur Pelestari (Galur B atau Maintainer Line) – varietas atau galur yang

berfungsi untuk memperbanyak atau melestarikan keberadaan GMJ.

3. Tetua jantan (Restorer) – varietas padi dengan fungsi reproduksi normal yang dianggap sebagai jantan untuk menyediakan serbuksari bagi tetua betina di lahan produksi benih yang sama.

4. Benih padi hibrida dapat dihasilkan (diproduksi) dengan cara menyilangkan antara GMJ dengan Restorer yang terpilih secara alami di lapang.

Pertimbangan utama dalam pengelolaan benih hibrida mencakup:

1. Sinkronisasi saat berbunga. Kedua tetua harus berbunga pada saat yang sama. Oleh karena itu, tanggal penanaman dari kedua tetua seringkali harus bervariasi.

(30)

2. Penyerbukan tambahan. Untuk membantu penyebaran serbuk sari, tali atau kayu seringkali digunakan untuk meningkatkan penyebaran serbuk sari dari galur tetua jantan ke tetua betina.

3. Aplikasi Giberellic Acid (GA). GA meningkatkan munculnya malai betina dari pelepah daun yang meningkatkan kemampuan tetua betina untuk menerima serbuksari dari tetua jantan.

4. Rouging (seleksi). Tujuannya untuk memperoleh hasil benih yang murni. Rouging dilakukan sejak fase vegetatif sampai menjelang panen. Periode paling kritis adalah antara sejak mulai keluar bunga sampai dengan fase tetua jantan tidak menghasilkan serbuksari lagi.

Potensi hasil padi hibrida memang menjanjikan, tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diantisipasi. Pertama, benih hibrida (F1) akan menghasilkan biji (F2) yang tidak dapat digunakan kembali sebagai benih untuk musim tanam berikutnya, berarti petani akan selalu tergantung pada produsen benih hibrida. Kedua, untuk mencapai potensi hasilnya, padi hibrida membutuhkan aplikasi sarana produksi (terutama pupuk) dan infrastruktur pendukung (irigasi) yang memadai. Ketiga, pada beberapa negara, termasuk Cina, padi hibrida lebih peka terhadap hama dan penyakit, sehingga mendorong penggunaan pestisida yang lebih tinggi.

2.2.2. Perkembangan Padi Hibrida di Indonesia

Cina merupakan negara pelopor penelitian tentang padi hibrida. Yuan (1977) dalam Virmani et al. (2004) mengatakan bahwa penelitian padi hibrida di China dimulai pada tahun 1964 dan CMS pertama dikembangkan pada tahun 1972 dari suatu tanaman mandul jantan yang ditemukan dalam suatu populasi padi liar pada tahun 1970. Kemajuan penelitian padi hibrida di Cina memberikan pengaruh yang positif untuk mendorong penelitian berkaitan dengan padi hibrida di negara Asia lainnya termasuk Indonesia.

Penelitian tentang padi hibrida di Indonesia dimulai pada tahun 1983. ZSZ97 A, V20 A, V41 A, Er Jiu Nan 1A merupakan kelompok galur Cythoplasmic Male Sterile (CMS) yang pertama kali dikenalkan di Indonesia. Kelompok CMS tersebut berasal dari Cina dan dibawa ke Indonesia melalui IRRI pada tahun 1980. Walaupun mempunyai kemandulan polen (serbuk sari) yang

(31)

stabil, akan tetapi CMS tersebut tidak cocok dikembangkan di Indonesia. Alasanya adalah karena CMS yang berasal dari Cina tersebut mempunyai karakter rentan terhadap hama dan penyakit tropis utama Indonesia (Suprihatno et al. 1994 dan Suprihatno et al. 1998).

Galur mandul jantan merupakan salah satu bahan penting dalam memproduksi varietas hibrida. Penelitian untuk mendapatkan galur CMS yang baik merupakan usaha yang sangat sulit. Peneliti padi Indonesia terus berusaha memperoleh galur CMS prosfektif yang di turunkan dari CMS introduksi penelitian negara lain, IRRI, atau hasil penelitian dalam negeri. Galur Mandul Jantan GMJ) yang prosfektif mempunyai tiga ciri utama yaitu mempunyai kemandulan yang stabil dan seragam, tahan hama dan penyakit utama, dan mempunyai sifat agronomis yang baik.

Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan padi hibrida secara intensif. Ada dua hal mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Pertama, tren produksi padi Indonesia mengalami stagnansi (stabil atau cenderung tidak mengalami peningkatan). Kedua, kesuksesan dalam pengembangan padi hibrida dan penggunaannya secara komersil pada negara di luar Cina seperti India, Vietnam dan Filipina (Suwarno et al, 2003). Pada tahun 1998 penelitian berkaitan padi hibrida diintensifkan dengan cara menguji bahan pemulian introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi hibrida sendiri. Hasilnya, pada tahun 2002 ada sembilan varietas padi hibrida yang dilepas di Indonesia. Dua diantaranya yaitu Rokan dan Maro merupakan hasil penelitian institusi pemerintah yaitu Balai Besar Padi (BB Padi).

Saat ini Indonesia telah melepas 31 varietas padi hibrida yang memiliki daya hasil 10-25 persen lebih tinggi dari padi inhibrida. Enam varietas diantaranya merupakan hasil Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), sedangkan 25 varietas lainnya milik perusahaan benih swasta. Tercatat 11 perusahaan swasta di Indonesia yang menjadi perusahaan pemilik varietas hasil penelitian swasta. Perusahaan tersebut yaitu PT Bisi, PT Kondo, PT Bangun Pusaka, PT Bayer Crop Science, PT Karya Niaga Beras Mandiri, PT Makmur Sejahtera Nusa Tenggara, PT Triusaha Saritani, PT Dupont, PT Primasid Andalan Utama, PT Sumber Alam

(32)

Sutera, dan SL Agritech (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2007).

Perkembangan padi hibrida ternyata masih belum seperti yang diharapkan. Beberapa masalah pengembangan padi hibrida antara lain adalah keterbatasan benih, kerentanan terhadap hama dan penyakit utama, dan ekspresi heterosis yang tidak stabil. Varietas padi hibrida yang telah dilepas pada umumnya rentan terhadap hama penyakit utama seperti wereng coklat, HDB, dan virus tungro. Karena itu pengembangan varietas hibrida tersebut terbatas pada daerah yang tidak termasuk daerah endemik hama dan penyakit. Masalah produksi benih yang rendah sebenarnya telah mulai dicarikan solusinya sejak tahun 1989 melalui beberapa modifikasi teknik produksi benih tetapi hasilnya belum maksimal (Satoto dan Suprihatno, 1998). Oleh karena itu, dalam pengembangan padi hibrida pada suatu wilayah, pihak terkait harus memilih varietas-varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit utama yang berkembang pada wilayah tersebut.

Tim Penyusun (2007) memaparkan bahwa sasaran utama dari program penelitian padi hibrida adalah merakit varietas padi hibrida yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan daya hasil 20-25 persen lebih tinggi dibandingkan dengan varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah pembentuk padi hibrida, maka strategi dalam perakitan varietas padi hibrida secara bertahap adalah sebagai berikut:

1. Pengevaluasian dan Penyeleksian hibrida introduksi untuk menghasilkan varietas padi hibrida introduksi.

2. Pengidentifikasian galur pemulia kesuburan dari program pemuliaan padi nasional yang sesuai bagi GMJ introduksi. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ introduksi dan galur pemulia kesuburan hasil pemuliaan di Indonesia.

3. Pembuatan GMJ dan galur pemulia kesuburan dengan memanfaatkan berbagai plasma nutfah yang tersedia dalam pemuliaan nasional. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia.

(33)

4. Pembuatan varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB (Padi Tipe Baru). Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan potensi hasil 15-20 persen lebih tinggi dari VUB (Varietas Unggul Baru) terbaik.

5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses pemuliaan padi hibrida.

2.3. Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)

Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) merupakan program pemerintah yang ditetapkan pada awal Januari 2007. Pemerintah telah mencanangkan target produksi padi sebesar 58,2 juta ton GKP atau menaikkan sebesar 6,9 persen di tahun 2007. Produksi padi diyakini dapat meningkat sebesar 2,8 juta ton setara beras, yang akan dicapai di 16 propinsi setara beras sebanyak 2,5 juta ton dan dari 17 propinsi lainnya sebesar 0,3 juta ton.

Perkembangan terakhir sampai Mei 2007, secara nasional pertanaman baru mencapai 3,2 juta ha, lebih rendah dari kondisi normal yang mencapai 4,2 juta ha. Ini sebagai akibat mundurnya musim kemarau pada tahun 2006. Luas panen Januari-April 2007 juga menurun. Pencapaian realisasi tanaman padi periode Oktober 2006-April 2007 telah mencapai 8.746.687 ha yang merupakan hampir 100 persen dari target. Sedangkan hingga akhir 2007, pemberian benih padi inbrida baru mencapai 34,84 persen. Hal ini dikarenakan proses pengadaan yang sangat panjang. Pada bulan Mei 2008, program P2BN berubah nama menjadi program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul).

2.4. Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memerlukan gambaran mengenai kondisi persepsi dan perilaku petani terhadap pembelian dan pemilihan benih khususnya benih padi hibrida yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan tulisan ini.

Basuki (2008) menganalisis pendapatan usahatani padi dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida di Kecamatan Cibuaya, Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida pada lokasi penelitian. Tujuan lain dari penelitian ini

(34)

adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menggunakan padi hibrida.

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat pada bulan Agustus-September 2007. Penelitian ini melibatkan 58 petani sebagai responden sumber data primer yang terdiri dari 28 petani padi hibrida dan 30 petani padi inbrida.

Usahatani yang dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani inbrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. R/C usahatani padi inbrida yang lebih besar dari pada R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida yang lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi inbrida adalah 2,10 dan R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi hibrida adalah 1,62.

Fahmi (2008) menganalisis sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi Varietas unggul di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan serta menganalisis karakteristik, sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi varietas unggul di Kabupaten Kediri.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian Fahmi (2008) adalah metode convenience sampling yang berarti sampel responden adalah responden yang bersedia untuk diwawacarai dan mengisi kuisioner. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan bantuan tabulasi deskriptif untuk mempermudah pemahaman mengenai karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembelian. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis sikap adalah model multiatribut fishbein. Sedangkan untuk menganalisis kepuasan menggunakan Importance Performance Analysis dan Costomer Satisfaction Index.

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa atribut yang menjadi prioritas pengembangan adalah umur tanaman, tahan hama penyakit dan rebah. Atribut rasa dan produktivitas dan rasa nasi tetap perlu dipertimbangkan dalam varietas unggul.

(35)

Irawati (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Sikap Dan Kepuasan Petani Padi Terhadap Benih Padi (Oriza sativa) Varietas Unggul di Kota Solok, Sumatera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik petani dan proses keputusan pembelian serta menganalisis sikap dan kepuasan konsumen terhadap penggunaan padi varietas unggul di kota Solok. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis Deskriptif, Importance Performance Analysis dan Costomer Satisfaction Index.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan analisis deskpitif petani lebih banyak perempuan, sebagian besar berumur 41-50 tahun, tingkat pendidikan terakhir adalah SD, dan pada umumnya memiliki lima orang anak. Penggunaan benih varietas unggul sangat penting. Petani di kota Solok yang lebih banyak dipilih adalah Cisokan dan Anak Daro. Varietas ini lebih banyak di pilih karena rasa nasi yang enak dan harga gabah yang tinggi. Hasil analisis sikap yang diperoleh diketahui Anak Daro dan Cisokan memiliki atribut tingkat kinerja tinggi dan kepentingan tinggi sedangkan untuk tingkat kepuasannya, semua varietas berada pada kategori puas.

Munir (2008) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani menggunakan teknik pemilihan responden dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Sampel ditentukan dengan cara mengundi. Responden yang diambil pada penelitian ini adalah petani yang memiliki lahan tetapi telah mengkonversi lahannya yaitu dengan mengubah fungsinya untuk usaha diluar bidang pertanian baik seluruh lahan maupun sebagian. Dalam hal ini, sampel yang diambil berjumlah 30 orang yang terdiri dari delapan petani yang mengkonversi lahan dan 22 petani yang tidak mengkonversi lahan. Masing-masing angka tersebut didapatkan dari proporsi dari jumlah populasi dikali dengan 30. Sedangkan 30 diambil dari standar minimal penelitian survei yaitu berdasarkan asumsi bahwa populasi yang diambil dari sebaran normal.

Dari hasil peneliian diketahui yang menjadi faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan di Desa Candimulyo sebenarnya berawal dari keinginan para petani untuk mempertahankan hidupnya karena hasil bercocok tanam kurang mencukupi memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor internalnya adalah umur,

(36)

tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas kepemilikan lahan dan tingkat ketergantungan terhadap lahan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh tetangga, investor dan kebijakan pemerintah daerah.

Triandika (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Atribut dan Sikap Konsumen terhadap Produk Furnitur Merek Olympic yang dipasarkan di Modern Ritail Oulet dengan menggunakan metode analisis deskriptif, analisis Cochran, perceptual mapping, analisis biplot, serta analisis multiatribut Fishbein. Jumlah responden sebanyak 150 orang yang dilakukan terhadap pengunjung yang sedang mengunjungi atau telah membeli produk Furnitur di outlet Hypermart wilayah Jabodetabek pada saat survey dilakukan.

Berdasarkan hasil analisis Cochran terdapat 12 atribut yang penting yaitu harga, awet atau tahan lama, ada garansi, kemudahan memasang, kuat konstruksinya, mudah didapat, lapisan tidak mudah terkelupas, dapat dibongkar pasang, ada brosur, ada display model dan diskon harga. Sedangkan analisis multiatribut fishbein menunjukkan bahwa skor total produk merek Olympic, Big Panel, dan Habitat masing-masing adlah 168.01, 155.39, dan 142.50. hal ini menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap produk merek Olympic lebih dapat memenuhi harapan dan kebutuhan responden.

Hasil pemetaan persepsi responden (Perceptual Mapping) menunjukkan bahwa produk merek Olympic memiliki keunggulan pada atribut awet atau tahan lama, diskon atau promo, model, ada garansi, mudah didapat, ada display, dapat dibongkar pasang dan ada brosur atau POP. Sedangkan analisis biplot menunjukkan bahwa penciri utama produk merek Olympic adalah banyaknya diskon atau promo. Hal ini ditunjukkan oleh vektor peubah atribut diskon atau promo yang menuju kearah merek Olympic. Hasil interpretasi atas analisis dalam penelitian ini dijadikan salah satu referensi bagi penulis dalam menyusun penelitian ini.

(37)

Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(Tahun) Persamaan Perbedaan

1 Basuki

(2008)

Komoditas yang digunakan adalah Padi Hibida

Topik Bahasan, Alat analisis dan Lokasi

2 Fahmi

(2008)

Menganalisis Karakteristik, Sikap dan Kepuasan Petani Padi Terhadap Benih Padi, alat analisis Multiatribut Fishbein

Alat Analisis yang digunakan Importance Performance Analysis dan Costomer Satisfaction Index, dan Lokasi 3 Irawati

(2009)

Menganalisis sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi

Importance Performance Analysis dan Costomer Satisfaction Index

4 Munir

(2008)

Menggunakan teknik pemilihan responden dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling)

Topik Bahasan, Alat Analisis, Lokasi.

5 Triandika (2009)

Menganalisis Atribut dan Sikap Konsumen, menggunakan metode analisis deskriptif, analisis Cochran, perceptual mapping, analisis biplot, serta analisis multiatribut Fishbein.

(38)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Atribut produk

Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen. Keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh produk. Atribut produk terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi dan manfaat. Menurut Engel, et al. (1994) atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan. Konsumen dapat melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan pemberian kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.

Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap produk merupakan kekuatan harapan dan keyakinan terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk dicerminkan oleh pengetahuan konsumen suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut.

3.1.2. Difenisi Konsumen

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, difinisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dari segi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan menurut Sumarwan (2004) istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk digunakan sendiri. Sedangkan konsumen organisasi adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk seluruh kegiatan-kegiatan sosial.

Dalam mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh dari apa yang mereka inginkan tentang produk maupun jasa. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memprediksikan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap

(39)

informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai (Sumarwan, 2004).

Pemahaman terhadap perilaku konsumen menjadi hal penting bagi pemasar. Pemasar perlu menganalisis perilaku pembelian untuk beberapa alasan (Pride dan Ferrel, 1997), diantaranya:

1) Merupakan salah satu cara konsumen mendorong mempengaruhi strategi perusahaan yang mempunyai pengaruh kepada keberhasilan perusahaan. 2) Merupakan komponen utama dari konsep pemasaran adalah perusahaan harus

menciptakan bauran pemasaran yang memuaskan konsumen.

3) Dengan meningkatkan pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen merespon strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan.

3.1.3. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam pendapatan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, et al. 1995). Menurut Sumarwan (2004), perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang memperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

Dalam mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh dari apa yang mereka inginkan tentang produk maupun jasa. Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produk denagan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merangsang strategi pemasaran dengan baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai (Sumarwan, 2004).

(40)

3.1.4. Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Keputusan konsumen untuk memiliki atau memakai suatu produk tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses keputusan yang mempengaruhi proses pembelian. Sedangkan menurut Engel, et al (1994) terdapat tahap proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen yaitu tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian (Gambar 1).

Gambar 1. Tahap Proses Keputusan Pembelian Sumber : Engel, et al.(1994)

Pelanggan dalam memutuskan pembelian suatu produk ada dua kepentingan utama yang diperhatikannya yaitu:

1. Keputusannya pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya.

2. Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.

3.1.4.1. Pengenalan Kebutuhan

Timbulnya kebutuhan karena adanya rangsangan internal yang merupakan kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar dan rasa haus dan menjadi dorongan yang akan memotivasi orang tersebut untuk memenuhi keinginan yang timbul tersebut. Selain rangsangan internal kebutuhan juga didorong oleh rangsangan eksternal, dimana rangsangan tersebut akan menggerakkan seseorang untuk mencari informasi yang lebih untuk memenuhi keinginan akan kebutuhan tersebut. Menurut Engel, et al (1995) pengenalan kebutuhan sebagai tahap awal pengambil keputusan dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan.

Kebutuhan harus diaktifkan (activated) sebelum kebutuhan bisa dikenali (recognized). Faktor yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan yaitu:

Pengenalan

(41)

Keadaan yang Diinginkan Keadaan Aktual

Tingkat Ketidasesuaian

Di Bawah Ambang Di Atas Ambang

Tidak Ada Pengenakan Pengenalan Kebutuhan

1. Keadaan yang berubah. Kebutuhan akan barang diaktifkan oleh perubahan di dalam perubahan kehidupan seseorang. Misalnya, kelahiran seorang anak akan mengaktifkan kebutuhan akan makanan dan perabotan bayi.

2. Pemerolehan produk. Pemerolehan produk pada gilirannya akan mengaktifkan kebutuhan akan produk perubahan. Misalnya pemerolehan perabot baru akan mempengaruhi keinginan akan karpet baru, pelapis dinding dan sebagainya.

3. Konsumsi produk. Konsumsi produk aktual itu sendiri dapat mengaktifkan kebutuhan dalam banyak situasi pembelian. Suatu kebutuhan diaktifkan karena ada situasi kehabisan persediaan pakaian yang dipakai menyadarkan kita butuh pakaian baru.

4. Pengaruh pemasaran. Pemasaran dapat mengaktifkan kebutuhan dalam diri konsumen dengan merangsang kebutuhan mereka melalui program pemasaran.

5. Perbedaan individu. Ada konsumen yang mengenali kebutuhan dari keadaan aktual dan ada konsumen yang mengenali kebutuhan dari keadaan yang diinginkan.

Kebutuhan muncul karena adanya ketidaksesuaian yang ada diantara keadaan yang diinginkan dengan keadaan aktual. Jika ketidaksesuaian melebihi tingkat tertentu maka kebutuhan tersebut akan dikenali. Namun jika ketidaksesuaian tersebut berada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi (Engel, 1994). proses pengenalan kebutuhan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar2. Proses Pengenalan Kebutuhan Berpusat pada Tingkat Ketidaksesuaian Sumber : Engel, et al (1994)

(42)

3.1.4.2. Pencarian Informasi

Konsumen yang telah memenuhi kebutuhan akan terlibat dalam pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Engel (1994) mendifinisikan pencarian informasi sebagai tahap kedua dari proses pengambilan keputusan yang mengaktifkan kebutuhan serta termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau pemerolehan informasi dari lingkungan (pencarian eksternal). Pencarian internal merupakan pencarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam ingatan jangka panjang dan terjadi setelah adanya pengenalan kebutuhan. Pencarian eksternal diperlukan jika pencarian internal tidak mencukupi, sehingga konsumen memutuskan mencari tambahan informasi dari lingkungan (Gambar 3).

Gambar 3. Proses Pencarian Internal Sumber : Engel, et al (1994)

Menurut Kotler (2003) sumber informasi digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu:

1. Sumber Pribadi: keluarga, teman, tetangga.

2. Sumber Komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, pajangan. 3. Sumber Publik: media massa, organisasi, konsumen.

4. Sumber Pengalaman: penanganan, pengkajian dan pemakaian produk. 3.1.4.3. Evaluasi Alternatif

Menurut Engel et al (1995), evaluasi alternatif didifinisikan sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian internal

Lanjutkan dengan Keputusan

Lanjutkan dengan Keputusan Jalankan pencarian eksternal

Detrminan dari pencarian informasi

1. Pengetahuan yang sudah ada 2. Kemampuan untuk memperoleh

kembali informasi

Tidak Ya

(43)

konsumen. Untuk memilih alternitif, konsumen memungkinkan akan menggunakan beberapa kriteria evaluasi yang berbeda. Kriteria biasanya akan bervariasi sesuai dengan kepentingan relatif mereka, dan dengan kriteria tersebut maka konsumen akan menentukan beberapa alternatif yang salah satunya akan dipilih (Gambar 4).

Gambar 4. Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif Sumber : Engel et al, 1995

Kriteria evaluasi berisi akan atribut tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Beberapa ciri kriteria evaluasi yang umum adalah: 1. Harga.

Harga menentukan pemilihan alternatif. Konsumen cenderung akan memilih harga yang murah untuk suatu produk yang ia ketahui spesifikasinya. Namun jika konsumen tidak dapat mengevaluasi kualitas produk, maka harga merupakan indikator kualitas.

2. Nama merek.

Ketika konsumen sulit untuk menilai kriteria kualitas produk, kepercayaan pada merek lama yang sudah memiliki reputasi baik dapat mengurangi resiko kesalahan dalam pembelian.

3. Negara asal.

Negara asal sering digunakan sebagai indikator. Konsumen mungkin tidak akan meragukan kualitas produk elektronik dari Jepan.

4. Saliensi kriteria evaluasi.

Konsep saliensi mencerminkan ide bahwa kriteria evaluasi kerap berbeda pengaruhnya untuk konsumen yang berbeda dan juga produk yang berbeda. Atribut yang mencolok (salient) yang benar-benar mempengaruhi proses evaluasi disebut sebagai atribut determinan.

Menentukan

Kriteria Evaluasi Pilihan alternatifMenentukan

Menilai Kriteria Alternatif

Menetapkan Kaidah kepuasan

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di  Indonesia Menurut Wilayah Tahun 2007-2009
Tabel 2. Parameter Biofisik Daerah Pengembangan Padi Hibrida
Tabel  3. Perkiraan  Luas  Areal  Potensial  Untuk  Pengembangan  Padi  Hibrida  di   beberapa Kabupaten di Jawa Barat.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan barokahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “PEMBUATAN GAME 2D

Hambatan budaya berkaitan yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang dalam novel Aku tidak Membeli Cintamu karya Desni Intan Suri adalah

Pada bulan Juni 2016, NTPT mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen apabila dibandingkan bulan Mei 2016 yaitu dari 97,96 menjadi 98,44 , hal ini terjadi karena laju indeks

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penggunaan alat peraga torso tentang rangka manusia di kelas IV, berdasarkan data hasil pembelajaran pada tindakan siklus I

SIMULASI PENGGUNAAN FILTER PASIF (LOW PASS FILTER) UNTUK MEREDUKSI HARMONISA ARUS DI GEDUNG DIREKTORAT TIK UPI. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

ÜßÇß ÓÛÍ×Ò ÍÛÐÛÜß ÓÑÌÑÎ ØÑÒÜß ÍËÐÎßó È ïîëÜ ÌßØËÒ

Kunyit( Curcuma longa Linn) merupakan salah satu dari rempah yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat sebagai rempah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.Kunyit

and the author of De‐ coding the IT Value Problem (Wiley, 2013) puts it succinctly: “For quite a while, IT has been called ‘the office of no.’ Smart CIOs work hard at