• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Chinese Values pada Siswa-siswi Keturunan Tionghoa Kelas 3 SMP "X" di Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Chinese Values pada Siswa-siswi Keturunan Tionghoa Kelas 3 SMP "X" di Bandung."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran derajat kepentingan Chinese values pada siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode survei. Variabel dari penelitian ini adalah Chinese values yang ditinjau dari teori Chinese values dari Michael Harris Bond, yang didasarkan pada teori values dari Rokeach. Sampel penelitian ini adalah 222 orang siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung, yang salah satu atau kedua orangtuanya adalah orang keturunan Tionghoa. Alat ukur yang digunakan adalah modifikasi Chinese Values Survey (CVS) yang disusun oleh Michael Harris Bond.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut; terdapat 72.5% dari ke-40 Chinese values yang dianggap sangat penting dan penting oleh siswa-siswi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Chinese values yang dimiliki oleh siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” masih cukup kuat. Lima Chinese values yang berada pada urutan tertinggi adalah menghargai persahabatan; berbakti kepada orang tua; menjaga keperawanan dan kesetiaan pada diri wanita; mempunyai sopan santun/tata karma; serta dapat dipercaya. Hal ini menunjukkan Chinese values tersebut sejalan dengan Sundanese values, dan Christian values. Sedangkan lima Chinese values yang berada pada urutan terendah konservatif/memegang teguh tradisi Tionghoa; melakukan ritual sesuai tradisi Tionghoa; menata hubungan berdasarkan status; merasa kebudayaan Tionghoa lebih unggul dari kebudayaan lain; serta membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan. Hal ini menunjukkan tidak sejalannya Chinese values tersebut dengan Sundanese values dan Christian values.

Saran yang diajukan adalah untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan sampel pada usia yang berbeda; meneliti sampel yang mendapat pengaruh dari budaya lain di tanah air; atau membandingkan Chinese values pada dua generasi yang berbeda. Memberikan informasi kepada siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung mengenai gambaran Chinese values yang mereka miliki, agar mereka dapat lebih memahami dirinya, dan membantu mereka dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya.

(2)

DAFTAR ISI

Lembar Judul

Lembar Pengesahan

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR SKEMA...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah...1

1.2.Identifikasi Masalah...9

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian...9

1.4.Kegunaan Penelitian...10

1.5.Kerangka Pemikiran...11

1.6.Asumsi...20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Masyarakat Tionghoa di Indonesia...21

(3)

2.1.3.Era Pemerintahan B.J. Habibie...24

2.1.4.Era Pemerintahan K.H. Abdurahman Wahid ...25

2.1.5 Era Pemerintahan Megawati Soekarno Putri...25

2.2.Budaya Tionghoa...26

2.2.1.Upacara-upacara Tradisi Tionghoa...26

2.2.2.Ajaran Dalam Masyarakat Tionghoa...35

2.2.3.Beberapa Persamaan Antara Ajaran Taoisme dan Agama Kristen...40

2.2.4.Nilai-nilai Familiisme Etnis Tionghoa...44

2.2.5.Streotipe Tentang Keturunan Tionghoa di Indonesia...46

2.3.Budaya Sunda...47

2.3.1.Adat Kehamilan dan Kelahiran...47

2.3.2.Adat Pengajaran...48

2.3.3.Adat Menikah...52

2.3.4.Adat Kematian...52

2.4.Values…...53

2.4.1.Definisi Value Menurut Rokeach...….53

2.4.2.Jumlah dari Values…...59

2.4.3.Sentralitas dari Values...60

2.4.4.Perbedaan Antara Terminal dan Instrumental Values...61

(4)

2.4.6.Values dan Konsep-konsep Lain...65

2.4.7.Anteseden dan Konsekuensi dari Values...68

2.4.8.Rangkuman...70

2.5.Chinese values...70

2.6.Christian Values...72

2.6.1.Pengaruh Injil Terhadap Budaya...72

2.6.2.Ajaran Kristen...73

2.6.2.1.Sepuluh Perintah Allah...73

2.6.2.2.Ayat-ayat Lainnya...74

2.7 Proses Transmisi Budaya...77

2.7.1.Akulturasi...77

2.7.2.Enkulturasi dan Sosialisasi...78

2.8.Perkembangan Remaja Awal...80

2.8.1.Definisi Remaja...80

2.8.2.Perkembangan Kognitif...80

2.8.2.1.Pemikiran Operasional Formal...80

2.8.2.2.Kognisi Sosial...83

2.8.2.3.Pengambilan Keputusan...84

2.8.3.Konteks Perkembangan Masa Remaja...85

(5)

2.8.3.2.Teman Sebaya dan Persahabatan...87

2.8.4.Remaja dan etnisitas...90

2.8.5.Nilai dan Agama bagi Remaja...90

2.8.6.Televisi dan Media Lain...91

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Rancangan Penelitian...93

3.2.Skema Rancangan Penelitian...93

3.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...94

3.3.1. Variabel Penelitian………...94

3.3.2. Definisi Operasional………94

3.4.Alat Ukur...96

3.4.1.Kuesioner...96

3.4.2.Prosedur Pengisian...96

3.4.3.Sistem Penilaian...97

3.4.4.Data Pribadi dan Data Penunjang...98

3.4.5.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...98

3.5.Populasi Penelitian...98

3.5.1.Populasi Sasaran...98

3.5.2. Karakteristik Subjek Penelitian...98

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Responden...100

4.2.Hasil Penelitian...101

4.3.Pembahasan Hasil Penelitian...104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan...119

5.2.Saran...120

DAFTAR PUSTAKA...122

DAFTAR RUJUKAN...124

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Penilaian Alternatif Jawaban………..………97

Tabel 3.2. Kategori Skor Chinese values...97

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian……...100

Tabel 4.2. Agama Subjek Penelitian….………...100

Tabel 4.3. Suku Bangsa Subjek Penelitian…...101

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka Pikir...19

(9)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pribadi

Lampiran 2 Alat Ukur: Modifikasi CVS (Chinese Values Survey)

Lampiran 3 Data Penunjang

Lampiran 4 Output Frekuensi Data Utama (CVS)

Lampiran 5 Output Frekuensi Data Pribadi

(10)

LAMPIRAN 1

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi syarat kelulusan mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung, maka disusun suatu penelitian sebagai

tugas akhir. Adapun judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai

Chinese Values Pada Siswa-Siswi Keturunan Tionghoa Kelas 3 SMP “X” di

Bandung.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Saudara dimohon kesediaanya

untuk mengisi koesioner. Data yang diperoleh nantinya sangat berguna bagi

penelitian yang akan dilakukan. Saudara diharapkan mengisi kuesioner ini dengan

sejujur-jujurnya, sesuai dengan keadaan saudara saat ini. Saudara tidak perlu

khawatir atau takut karena kerahasiaan data Saudara akan dijaga.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas

kesediaan dan bantuan Saudara.

Hormat saya,

(11)

Data Pribadi

1. Jenis kelamin :

2. Marga :

3. Agama

a. Saya :

b. Ayah :

c. Ibu :

3. Suku Bangsa

a. Saya : Tionghoa / Sunda / Jawa / ...

b. Ayah : Tionghoa / Sunda / Jawa / ...

c. Ibu : Tionghoa / Sunda / Jawa / ...

4. Pekerjaan (lingkarilah jawaban yang sesuai)

a. Ayah : wiraswasta / pegawai swasta / pegawai negeri / ...

b. Ibu : wiraswasta / pegawai swasta / pegawai negeri / ...

Untuk pertanyaan di bawah ini, Saudara diharapkan memilih jawaban yang sesuai

dengan diri Saudara. Pilihlah jawaban yang saudara rasakan sesuai dengan diri

Saudara. Selamat mengerjakan.

1. Saya menganggap ... sebagai tanah air saya

a. Tiongkok (RRC)

(12)

2. Saya dapat berbicara menggunakan bahasa Mandarin sejak usia...

a. 0-5 tahun c. 11-15 tahun

b. 6-10 tahun d. Tidak bisa sama sekali

3. Saya dapat menulis aksara dalam bahasa Mandarin sejak usia...

a. 0-5 tahun c. 11-15 tahun

b. 6-10 tahun d. Tidak bisa sama sekali

4. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai yang paling berpengaruh bagi saya adalah

nilai yang berasal dari... (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Budaya Tiongkok

b. Budaya Sunda

c. Budaya Barat

d. Agama, yaitu agama...

e. ...

5. Menurut saya, orang tua saya…....

a. Masih memegang kuat budaya Tionghoa

b. Budaya yang dipegang sudah bercampur dengan budaya lain, yaitu

budaya...

6. Sejak kecil nilai budaya yang ditanamkan oleh orang tua saya adalah...

a. Budaya Tionghoa c. ...

b. Budaya Sunda

7. Saat berkomunikasi dengan orang tua, saya menggunakan...

(13)

8. Saat berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya (kakek, nenek, paman,

bibi), saya sering menggunakan...

a. Bahasa Mandarin

b. Bahasa Indonesia

c. ………...

9. Tetangga di sekeliling saya kebanyakan adalah...

a. Orang Tionghoa

b. Orang Indonesia

10. Saat berkomunikasi dengan tetangga, saya menggunakan...

a. Bahasa Mandarin

b. Bahasa Indonesia

c. ………...

11. Kebanyakan teman saya adalah...

a. Orang Tionghoa

b. Orang Indonesia

12. Saat berkomunikasi dengan teman, saya sering menggunakan...

a. Bahasa Mandarin

b. Bahasa Indonesia

c. ...

13. Saya senang membaca berita / menonton siaran televisi yang berkaitan dengan

negara ...

a. Tiongkok beserta budayanya c. Negara Barat beserta budayanya

(14)

14. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh orang yang lebih tua (saudara,

tetangga, dll) dari etnis Tionghoa terhadap Chinese values (nilai-nilai

Tionghoa) saya:

a. Memperkuat b. Memperlemah c. Tidak berpengaruh

15. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh orang yang lebih tua (tetangga,

saudara,dll) dari etnis Sunda terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa)

saya:

a. Memperkuat b. Memperlemah c. Tidak berpengaruh

16. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh teman dari etnis Tionghoa terhadap

Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

a. Memperkuat b. Memperlemah c. Tidak berpengaruh

17. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh teman dari etnis Sunda terhadap

Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

(15)

LAMPIRAN 2

Koesioner Chinese Values

Di bawah ini terdapat daftar nilai-nilai budaya Tionghoa. Silahkan Saudara

isi seberapa penting nilai-nilai tersebut bagi saudara, dengan memberi tanda silang

(x) pada kotak di bawah ini, dimana :

TP = tidak penting

KP = kurang penting

CP = cukup penting

P = penting

SP = sangat penting

Jawablah setiap pernyataan dan periksalah kembali, jangan sampai ada yang

terlewati.

Semua jawaban Saudara adalah benar dan tidak ada yang salah, selama hal tersebut memang menggambarkan diri saudara saat ini.

Jawaban yang Saudara berikan sangat berarti bagi penelitian ini. Selamat

mengerjakan.

No Nilai TP KP CP P SP

1 Patuh, hormat terhadap orang tua

2 Bekerja keras

3 Bertoleransi terhadap orang lain

(16)

No Nilai TP KP CP P SP

5 Rendah hati, tidak sombong

6 Patuh kepada orang tua, guru

7 Melakukan ritual (upacara-upacara)

sesuai adat / kebiasaan

turun-temurun dalam budaya Tionghoa

8 Membalas bila diberi salam,

pertolongan atau hadiah oleh orang

lain

9 Baik hati dan memaafkan

10 Pengetahuan, pendidikan tinggi

11 Mempunyai rasa senasib dengan

orang lain

12 Mengambil jalan tengah (memilih

cara untuk berdamai dalam

menyelesaikan masalah)

13 Pengendalian diri

14 Menata hubungan berdasarkan

status, dari yang tinggi sampai ke

yang rendah

15 Memiliki hati, pikiran, dan perbuatan

(17)

No Nilai TP KP CP P SP

16 Baik hati, namun tetap bersikap

tegas bila diperlukan

17 Tidak mementingkan persaingan

dengan orang lain

18 Tenang, tidak mudah panik

19 Jujur, tidak korupsi / menipu

20 Cinta kepada tanah air, bersikap

patriotik

21 Kesungguhan, tulus hati

22 Tidak mengejar kepentingan materiil

23 Hemat

24 Tabah, ulet, mempunyai daya tahan

25 Sabar

26 Membalas kebaikan dengan

kebaikan dan kejahatan dengan

kejahatan

27 Merasa kebudayaan Tionghoa lebih

unggul dari kebudayaan lain

28 Menyesuaikan diri dengan

lingkungan sekitar

29 Berhati-hati dalam bertindak dan

(18)

No Nilai TP KP CP P SP

30 Dapat dipercaya

31 Tahu malu

32 Mempunyai sopan santun/tata

krama.

33 Puas dengan keadaan yang dimiliki

sekarang

34 Memegang teguh adat/kebiasaan

turun-temurun dalam budaya

Tionghoa

35 Ingin menimbulkan kesan baik

36 Menghargai persahabatan

37 Menjaga keperawanan dan kesetiaan

pada diri wanita.

38 Tidak mempunyai keinginan /

permintaan yang berlebihan

39 Menghormati adat/kebiasaan

turun-temurun dalam budaya Tionghoa

(19)

LAMPIRAN 3

Data Penunjang

Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang berkaitan dengan budaya dan

beberapa pilihan jawaban. Pilihlah salah satu dari pilihan jawaban yang sesuai

dengan keadaan saudara pada saat ini. Cara menjawabnya adalah dengan memberi

tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia.

Contoh :

1. Pakaian yang saya pakai :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

Selamat mengerjakan

1. Pakaian yang saya pakai :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

2. Kecepatan saya dalam melakukan suatu pekerjaan sehari-hari :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

(20)

3. Pengetahuan umum (tentang bentuk pemerintahan, sejarah umum, tempat

terkenal, binatang khas dll) yang saya miliki :

Tahu lebih

Tidak tahu sama

sekali tentang

Indonesia maupun

Tiongkok

4. Makanan yang saya makan :

Lebih sering

Makanan lain yang

bukan berasal dari

Indonesia maupun

Tiongkok

5. Standar hidup (layak / tidak layak hidup dengan materi yang dipunyai) saya :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

6. Kegiatan rekreasi yang saya lakukan :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

7. Panggilan kepada saudara dalam keluarga saya :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

(21)

8. Tempat tinggal saya (tinggal serumah / berdekatan dengan saudara) :

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

9. Cara berkomunikasi saya :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

10. Aktivitas budaya (perayaan hari besar, upacara-upacara peringatan) yang saya

lakukan:

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

11. Tata krama, sopan santun, dan kebiasaan sosial yang saya lakukan :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

orang Tionghoa

12. Pembagian tugas dalam rumah tangga keluarga saya :

Lebih mirip

Tidak mirip orang

Indonesia maupun

(22)

LAMPIRAN 4

a. Output Frekuensi CVS Laki-laki SHAPE

Tabel 4.1a. Berbakti pada orang tua

1 1.0 Tabel 4.2a. Bekerja keras

1 1.0 Tabel 4.3a. Bertoleransi thd org lain

1 1.0 Tabel 4.4a. Hidup rukun dgn org lain

1 1.0 Tabel 4.5a. Rendah hati

17 17.7 Tabel 4.6a. Patuh pada pihak otoritas

20 20.8 Tabel 4.7a. Melakukan ritual Tionghoa

19 19.8

Tabel 4.9a. Baik hati

1 1.0 Tabel 4.12a. Mengambil jalan tengah

1 1.0 Tabel 4.13a. Pengendalian diri

6 6.3 Tabel 4.14a. Menata hub - status

24 25.0 Tabel 4.15a. Ht,pikiran,pbuatan baik

(23)

SHAPE

b. Output Frekuensi CVS Perempuan SHAPE

SHAPE SHAPE

SHAPE

Tabel 4.17a. Tidak kompetitif

6 6.3 Tabel 4.18a. Tng, tdk mudah panik

2 2.1 Tabel 4.19a. Jujur, tdk korupsi

1 1.0 Tabel 4.20a. Cinta tanah air

6 6.3 Tabel 4.22a. Tdk mengejar materi

7 7.3 Tabel 4.24a. Tabah, ulet

1 1.0 Tabel 4.26a. Membalas budi-dendam

29 30.2 Tabel 4.27a. Superioriti kebud

25 26.0 Tabel 4.28a. Menyesuaikan diri

2 2.1 Tabel 4.30a. Dapat dipercaya

1 1.0 Tabel 4.31a. Tahu malu

1 1.0 Tabel 4.32a. Mpyi sopan santun

5 5.2

Tabel 4.33a. Puas dgn keadaan skg

6 6.3 Tabel 4.34a. Pegang teguh tradisi

10 10.4 Tabel 4.35a. Kesan Baik

1 1.0 Tabel 4.38a. Tdk mpyi byk keinginan

6 6.3 Tabel 4.39a. Menghormati tradisi

5 5.2 Tabel 1.1b. Berbakti pada orang tua

2 1.6 Tabel 2.2b. Bekerja keras

1 .8 Tabel 4.3b. Bertoleransi thd org lain

9 7.1

53 42.1

3 4

Frequency Percent Tabel 4.4b. Hidup rukun dgn org lain

4 3.2

3

(24)
(25)

SHAPE

Tabel 4.5b. Rendah hati

1 .8 Tabel 4.6b. Patuh pada pihak otoritas

3 2.4 Tabel 4.9b. Baik hati

7 5.6 Tabel 4.12b. Mengambil jalan tengah

2 1.6 Tabel 4.13b. Pengendalian diri

1 .8 Tabel 4.14b. Menata hub - status

56 44.4 Tabel 4.15b. Ht,pikiran,pbuatan baik

2 1.6 Tabel 4.17b. Tidak kompetitif

6 4.8 Tabel 4.18b. Tng, tdk mudah panik

1 .8 Tabel 4.19b. Jujur, tdk korupsi

1 .8

Tabel 4.20b. Cinta tanah air

4 3.2 Tabel 4.22b. Tdk mengejar materi

4 3.2

Tabel 4.24b. Tabah, ulet

1 .8 Tabel 4.26b. Membalas budi-dendam

46 36.5 Tabel 4.27b. Superioriti kebud

34 27.0 Tabel 4.28b. Menyesuaikan diri

18 14.3 Tabel 4.30b. Dapat dipercaya

4 3.2

44 34.9

3 4

Frequency Percent Tabel 4.31b. Tahu malu

7 5.6

3

Frequency Percent Tabel 4.32b. Mpyi sopan santun

(26)

SHAPE

Tabel 4.33b. Puas dgn keadaan skg

3 2.4 Tabel 4.34b. Pegang teguh tradisi

20 15.9 Tabel 4.35b. Kesan Baik

4 3.2 Tabel 4.38b. Tdk mpyi byk keinginan

4 3.2 Tabel 4.39a. Menghormati tradisi

(27)

Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 5

Output Frekuensi Data Pribadi

SHAPE

Tabel 5.1. Jenis kelamin

96 43.2 Tabel 5.3. Agama S

20 9.0 Tabel 5.4. Agama ayah

49 22.1 Tabel 5.5. Agama ibu

37 16.7 Tabel 5.6. Suku bangsa

210 94.6 Tabel 5.7. Suku bangsa ayah

218 98.2 Tabel 5.8. Suku bangsa ibu

210 94.6 Tabel 5.9. Pekerjaan ayah

165 74.3 Tabel 5.10. Pekerjaan ibu

127 57.2 Tabel 5.11. Tanah air

6 2.7 Tabel 5.12. Bicara Mandarin

51 23.0

11 5.0

30 13.5

130 58.6

222 100.0

Tdk bisa sama sekali 0-5 tahun

6-10 tahun 11-15 tahun Total

Frequency Percent Tabel 5.13. Menulis Mandarin

25 11.3

4 1.8

29 13.1

164 73.9

222 100.0

Tdk bisa sama sekali 0-5 tahun

6-10 tahun 11-15 tahun Total

Frequency Percent

Tabel 5.14. Nilai yang paling berpengaruh

2 .9

Bud Tionghoa, agama Budha Bud Tionghoa, agama Kristen Bud Tionghoa, Barat

Bud Tionghoa, Barat, agama Kristen Bud Tionghoa, Sunda

Bud Tionghoa, Sunda, agama Kristen Bud Sunda

Bud Sunda, agama Kristen Bud Barat

Total

Frequency Percent Tabel 5.15. Budaya yang dipegang orang tua

58 26.1 Campur Bud Sunda, Jawa Campur Bud Sunda, Menado Campur Bud Sunda, Barat Campur Bud Barat Total

Frequency Percent Tabel 5.16. Budaya yg ditanamkan sejak kecil

79 35.6 Campur Bud Sunda, Jawa Campur Bud Sunda, Barat Campur Bud Barat Total

Frequency Percent Tabel 5.17. Komunikasi degan orang tua

4 1.8

Bhs Ind & Sunda

Bhs Ind, Ing, Sunda , Mandarin Bhs Ind, Mandarin

Bhs Ind, Mandarin & Inggris Bhs Ind, Mandarin & Sunda Bhs Ind & Inggris

Total

Frequency Percent Tabel 5.18. Komunikasi dengan keluarga

203 91.4

Bhs Ind, Mandarin & Sunda Bhs Ind & Belanda

Total

Frequency Percent Tabel 5.19. Tetangga kebanyakan

111 50.0

4 1.8

107 48.2

222 100.0

Org Tionghoa Org Tionghoa & Ind Org Ind

Total

Frequency Percent Tabel 5.20. Komunikasi dengan tetangga

217 97.7 Tabel 5.21. Teman kebanyakan

204 91.9 Tabel 5.22. Komunikasi dengan teman

219 98.6 Tabel 5.23. Media massa

15 6.8 Bud Tionghoa & Barat Bud Tionghoa , Ind Bud Tionghoa, Ind, Barat

Bud Tionghoa, Ind, Barat, Jepang Bud Tionghoa, Ind, Barat, Korea Bud Tionghoa, Jepang & Korea

Bud Tionghoa, Ind, Barat, Korea, Jepang Bud Ind

Bud Ind , Barat Bud Jepang Bud Barat

Frequency Percent Tabel 5.24. Pengaruh orang Tionghoa yg lebih tua

85 38.3 Tabel 5.25. Pengaruh orang Sunda yg lebih tua

7 3.2 Tabel 5.26. Pengaruh teman etnis Tionghoa

48 21.6 Tabel 5.27. Pengaruh teman etnis Sunda

(28)

LAMPIRAN 6

Output Frekuensi Acculturation Index

SHAPE Tabel 6.2. Kecepatan dalam melakukan sesuatu

58 26.1 Tabel 6.3. Pengetahuan umum

2 .9 Tabel 6.5. Standar hidup

73 32.9 Tabel 6.7. Panggilan dalam keluarga

177 79.7 Tabel 6.8. Tempat tinggal

77 34.7 Tabel 6.9. Cara komunikasi

36 16.2 Tabel 6.10. Tata Krama

58 26.1 Tabel 6.11. Pembagian tugas dalam keluarga

(29)

1

UNIVERSITAS

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika,

bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Di antara berbagai suku bangsa

tersebut, terdapat satu etnis minoritas yang cukup penting keberadaannya yaitu

etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di Indonesia dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu: (1) Golongan Tionghoa totok, adalah penduduk Indonesia yang terdiri dari

para imigran abad ke-20 dan keturunan langsung mereka, yang sedikit

berakulturasi dan lebih kuat berorientasi ke Tiongkok; (2) Tionghoa peranakan,

adalah ‘penduduk Tionghoa yang berakar setempat’, yang baik orang tua maupun

anak-anak mereka lahir di Indonesia sehingga orientasi mereka ke budaya

Tiongkok telah jauh berkurang, bahkan pengaruh budaya Indonesia nyata sekali

(Skinner, dalam Coppel, 1994: p.31).

Selain karena jumlahnya yang cukup banyak, orang keturunan Tionghoa di

Indonesia juga terkenal dengan keahliannya sebagai pedagang dan cukup

mendominasi kehidupan perekonomian di Indonesia. Walaupun demikian, orang

keturunan Tionghoa belum mendapat pengakuan sepenuhnya sebagai warga

negara Indonesia. Mereka masih sering dianggap sebagai bangsa lain oleh orang

Indonesia asli dan masih banyak stereotipe negatif yang melekat pada diri mereka.

Stereotipe-stereotipe negatif tersebut diantaranya menyatakan bahwa orang-orang

(30)

2

sendiri; sering menjauhkan diri dari pergaulan-pergaulan sosial di lingkungan

tempat tinggal mereka maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; selalu

berpegang teguh kepada kebudayaan leluhur serta hanya mementingkan uang,

perdagangan, bisnis dan tidak bersungguh-sungguh memihak kepada Indonesia

(Coppel, 1994: p.27). Stereotipe-stereotipe negatif tersebut tak jarang

menimbulkan masalah bagi mereka.

Pada saat pemerintahan Presiden Soeharto atau yang dikenal dengan

pemerintahan Orde Baru, kebudayaan Tionghoa di Indonesia ditekan. Pada waktu

itu tiga pilar utama orang keturunan Tionghoa, yaitu sekolah, organisasi dan

media massa ditutup. Sejak tahun 1966, sekolah-sekolah Tionghoa tidak boleh

beroperasi dan penggunaan bahasa Mandarin ditekan oleh pemerintah. Walaupun

pemerintah sempat mengijinkan dibukanya sekolah nasional khusus untuk

anak-anak yang berasal dari Tiongkok, namun pada tahun 1975 sekolah tersebut

ditutup. Pada waktu itu orang Tionghoa terpaksa pindah ke sekolah-sekolah

negeri, maupun swasta dan harus mulai belajar bahasa Indonesia. Orang Tionghoa

juga diharuskan untuk mengganti nama dengan nama Indonesia. Organisasi yang

didirikan oleh orang Tionghoa juga ditutup, mereka kemudian hanya

diperbolehkan untuk menjadi anggota dari organisasi orang Indonesia asli yang

mendominasi saat itu, seperti Golkar, PPP dan PDI. Tempat percetakan dan kantor

yang menerbirkan surat kabar berbahasa Mandarin pun ditutup. Hanya ada satu

kantor surat kabar yang masih aktif, itu pun dikelola dan diawasi oleh pemerintah

(31)

3

UNIVERSITAS

Orang keturunan Tionghoa harus menerima perlakuan tersebut selama

kira-kira 32 tahun. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar orang keturunan

Tionghoa tidak dapat membaca huruf Mandarin, maupun berbicara dalam bahasa

Mandarin. Bahkan sebagian dari mereka ada yang kesulitan untuk mengerti

percakapan dalam bahasa Mandarin. Dampak lain yang juga dirasakan adalah

generasi muda Tionghoa kurang mengenal budayanya sendiri dan mengalami

pergeseran nilai-nilai Tionghoa (Chinese values) yang ada pada diri mereka,

dimana Chinese values yang mereka miliki menjadi lebih lemah dari generasi

sebelumnya. Chinese values merupakan belief yang bertahan dan mendasari cara

bertingkah laku atau keadaan akhir yang dianggap ideal yang secara personal

dianggap penting oleh orang Tionghoa.

Pergeseran Chinese values juga dipengaruhi oleh agama. Banyak orang

Tionghoa yang memilih untuk pindah ke agama yang berlainan dengan agama

leluhur mereka (Budha, Kong Hu Cu), padahal dalam agama leluhur mereka

terkandung Chinese values. Hal tersebut sejalan dengan berkembangnya agama

Kristen di Indonesia. Walaupun dalam keadaan yang demikian, Chinese values

tidaklah menghilang begitu saja, sebaliknya tetap berkembang dalam segala

keterbatasannya. Para orang tua tetap menanamkan Chinese values kepada

anak-anaknya dan berharap bahwa Chinese values tersebut dapat berguna bagi

anak-anaknya di kemudian hari terutama dalam mengambil keputusan dan

mengarahkan tingkah laku mereka. Hasilnya, tak sedikit orang keturunan

Tionghoa yang meraih kesuksesan dalam hidupnya. Mereka juga belajar untuk

(32)

4

sikap nasionalisme terhadap Indonesia dalam diri mereka, namun

stereotipe-stereotipe negatif tetap melekat pada diri orang Tionghoa.

Pada tahun 1998 terjadi kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia yang

membawa kerugian, baik secara fisik maupun material, serta trauma yang sangat

mendalam bagi orang keturunan Tionghoa. Banyak orang keturunan Tionghoa,

termasuk generasi muda yang pergi ke Tiongkok, Taiwan, dan Singapura untuk

mencari perlindungan. Kesempatan tersebut dipergunakan oleh generasi muda

Tionghoa untuk belajar bahasa dan mengenal kembali kebudayaan Tionghoa,

seperti belajar memainkan alat musik tradisional, membuat kaligrafi dan lukisan

ala Tiongkok. Sepulangnya ke Indonesia, generasi muda yang mendapat

kesempatan tersebut tidak sedikit yang menjadi guru dan penyiar radio berbahasa

Mandarin, bahkan ada yang menjadi penerjemah di perusahaan yang bekerja sama

dengan perusahaan lain di Tiongkok, Taiwan, dan Singapura.

Sekitar tahun 1999, pada saat pemerintahan B.J. Habibie, keadaan orang

keturunan Tionghoa semakin membaik karena pemerintah mulai terbuka terhadap

perbedaan budaya yang ada di Indonesia. Orang Tionghoa diperbolehkan untuk

membentuk organisasi sendiri, di luar organisasi resmi pemerintah. Pemerintah

juga mulai mengijinkan penggunaan bahasa Mandarin walaupun masih terbatas,

kursus-kursus bahasa Mandarin mulai dibuka kembali namun bahasa Mandarin

belum masuk ke sekolah-sekolah dan universitas. Majalah, surat kabar, serta

kamus bahasa Mandarin pun mulai beredar di Jakarta. Pemerintah juga

(33)

5

UNIVERSITAS

Pada saat pemerintahan K.H.Abdurrahman Wahid, beliau beserta

kabinetnya menghadiri perayaan Imlek pada bulan Februari 2000 di Jakarta, yang

diadakan oleh Matakin (Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu Indonesia). Beliau

juga mencabut Kepres No. 14/1967 yang isinya melarang orang Tionghoa di

Indonesia untuk merayakan festival-festival hari besar keagamaan dan

kebudayaannya di depan umum. Pada tanggal 31 Maret 2000, Suryadi, menteri

yang menjabat pada waktu itu mengeluarkan instruksi No. 477/805/Sj yang

menggantikan surat edaran tahun 1978 yang isinya hanya mengakui lima agama

di luar Kong Hu Cu (Suryadinata, 2004: p.5).

Pada saat pemerintahan Megawati Soekarno Putri, Imlek dinyatakan

sebagai salah satu hari besar di Indonesia. Beliau juga memperkenalkan

kebijaksanaan pluralistik terhadap etnis Tionghoa. Beberapa orang terpelajar

mulai menghubungkan kebijakan ini dengan multikulturalisme. Kebijakan

tersebut kemudian mulai diterapkan oleh sekolah-sekolah dengan menjadikan

bahasa Mandarin sebagai salah satu pelajaran bahasa yang diajarkan dalam bentuk

ekstrakurikuler, maupun reguler (Suryadinata, 2004: p.5-6). Dengan adanya

kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah tersebut, generasi muda keturunan

Tionghoa mendapatkan kesempatan untuk mulai mengenal dan menghayati

kembali budaya mereka yang sudah hampir hilang karena pergaulan sehari-hari.

Salah satu sekolah yang menawarkan pelajaran bahasa Mandarin adalah

SMP “X” yang ada di kota Bandung. Menurut Ibu “S”, guru BK di SMP “X”,

siswa-siswi SMP “X” pada umumnya berasal dari kota Bandung. Sekitar 80%

(34)

6

beragama Kristen Protestan maupun Katolik. Selain etnis Tionghoa, terdapat guru

dan siswa-siswi lain yang berasal dari etnis Batak, Jawa dan Sunda, serta ada juga

yang beragama Budha dan Islam. Walaupun demikian, hal tersebut tidak menjadi

suatu hambatan dalam berkomunikasi, bahkan siswa-siswi dididik untuk saling

menghormati dan toleran.

Siswa-siswi kelas 3 SMP “X” berusia sekitar 14-15 tahun, termasuk ke

dalam tahap perkembangan remaja awal, dimana kemampuan untuk berpikir

abstrak sudah cukup berkembang (Santrock, 2003: p.109). Mereka juga mulai

mengembangkan values dalam diri mereka. Berkembangnya pemikiran abstrak

tersebut akan memudahkan mereka untuk mengerti tentang values yang

dimilikinya, termasuk Chinese values, karena values merupakan suatu konsep

yang abstrak.

Menurut wawancara yang dilakukan pada sepuluh orang siswa-siswi kelas

3 SMP “X” yang terdiri dari lima siswa dan lima siswi, didapatkan data bahwa

40% mengatakan bahwa mereka merasa bangga sebagai orang Tionghoa,

sedangkan sisanya mengatakan bahwa mereka merasa biasa saja sebagai orang

Tionghoa. Sebanyak 100% dari siswa-siswi mengakui bahwa tanah air mereka

adalah Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, 100% dari siswa-siswi

mengatakan bahwa mereka lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan

bahasa Indonesia baik dalam bentuk baku, maupun non baku yang kadang-kadang

bercampur dengan bahasa Sunda. Hanya 30% siswa-siswi yang masih dapat

(35)

7

UNIVERSITAS

Sebanyak 80% dari siswa-siswi tersebut beragama Kristen dan 20%

beragama Budha. Dari antara siswa-siswi yang beragama Kristen, 70%

mengatakan bahwa orang tua mereka pun beragama Kristen dan sisanya

mengatakan bahwa orang tuanya beragama Budha. Sedangkan dari siswa-siswi

yang beragama Budha diketahui bahwa orang tua mereka pun beragama Budha.

Dalam penanaman budaya, sebanyak 70 % dari siswa-siswi mengatakan bahwa

orang tua mereka menanamkan budaya Tionghoa yang juga telah bercampur

dengan budaya lain, terutama budaya Sunda. Namun, sebanyak 100% dari

siswa-siswi tersebut mengatakan bahwa mereka masih melakukan tradisi yang bersifat

umum, seperti merayakan Imlek, dan hanya 20% saja yang kadang-kadang masih

melakukan sembahyang terhadap leluhur mereka.

Berkaitan dengan Chinese values, sebanyak 100% dari siswa-siswi

tersebut mengatakan bahwa mereka diajarkan tentang Chinese values dalam

keluarganya, terutama oleh orang tua, saudara yang lebih tua, dan kakek-nenek

mereka. Sejak kecil mereka diajarkan untuk memanggil anggota keluarga mereka

dengan sebutan tertentu, seperti ’kung-kung’ untuk kakek dan ’popoh’ untuk

nenek, ’ii’ untuk saudara perempuan dari pihak ibu, “kukuh” untuk saudara

perempuan dari ayah, dan sebagainya. Walaupun pada kenyataannya hanya 70%

yang masih mengingat dan menggunakan sebutan tersebut, sedangkan 30%

lainnya jarang menggunakannya atau sering lupa maupun tertukar dalam

penggunaanya karena mereka jarang bertemu dengan kerabat mereka. Sebanyak

100 % dari siswa-siswi juga diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua

(36)

8

membantah. Hal lain yang juga diajarkan adalah harus bekerja keras, belajar

untuk berhemat dan membalas budi, serta hidup rukun dengan orang di sekitar.

Untuk anak perempuan, Chinese values yang ditekankan adalah harus menjaga

keperawanan sebelum menikah dan tidak boleh pulang larut malam. Walaupun

Chinese values yang diajarkan sama, namun derajat kepentingan dari values itu

sendiri berbeda bagi tiap-tiap siswa.

Siswa-siswi kelas 3 SMP “X” juga mendapat pengaruh dari budaya Sunda

dan agama Kristen. Siswa-siswi hidup di tanah Pasundan dimana mereka akan

mendapat pengaruh yang cukup besar dari budaya Sunda. Pengaruh tersebut

didapatkan ketika siswa-siswi berinteraksi dengan orang Sunda di sekitar mereka.

Hal ini jelas terlihat dari cara siswa-siswi berkomunikasi, dimana sebagian dari

mereka menggunakan bahasa Indonesia yang telah bercampur dengan bahasa

Sunda. Pengaruh tersebut juga secara tidak langsung didapatkan siswa-siswi dari

orang tua dan saudara yang lebih tua, karena mereka pun telah berinteraksi

dengan orang-orang Sunda di sekitar mereka. Selain itu sesuai kurikulum yang

berlaku, di sekolah pun mereka mendapatkan pelajaran bahasa Sunda yang di

dalamnya terdapat beberapa cerita ataupun peribahasa yang berkaitan dengan

nilai-nilai Sunda. Siswa-siswi pun mendapat pelajaran karawitan dimana mereka

dapat mengenal kesenian Sunda.

Pengaruh dari agama Kristen didapatkan siswa-siswi yang beragama

Kristen terutama di gereja, melalui khotbah dan Sekolah Minggu sewaktu mereka

(37)

9

UNIVERSITAS

siswa-siswi yang beragama Kristen, maupun siswa-siswi beragama lainnya. Hal

ini berkaitan dengan visi dan misi sekolah yang berlandaskan pada ke-Kristenan.

Selain pelajaran agama, seminggu sekali siswa-siswi diwajibkan untuk mengikuti

kebaktian dan setiap pagi sebelum sekolah dimulai siswa-siswi mendapatkan

renungan Kristiani yang kemudian ditutup dengan doa. Sebelum pulang sekolah

pun mereka selalu berdoa terlebih dahulu. Pengaruh dari agama Kristen juga

didapatkan siswa-siswi dari orang yang lebih tua, maupun teman yang beragama

Kristen.

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan kontak sosial dengan

orang-orang di sekeliling siswa-siswi dapat berpengaruh terhadap Chinese values dalam

diri mereka. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut

tentang gambaran mengenai derajat kepentingan Chinese values bagi siswa-siswi

keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran derajat kepentingan Chinese values yang dimiliki

siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung

1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian:

Memperoleh gambaran mengenai derajat kepentingan Chinese values yang

(38)

10

1.3.2. Tujuan Penelitian:

Memberikan paparan lebih rinci mengenai derajat kepentingan Chinese

values yang dimiliki siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di

Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis:

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Lintas Budaya dan Psikologi

Perkembangan mengenai gambaran Chinese values pada siswa-siswi SMP.

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

bagi peneliti lain yang akan mengadakan atau melanjutkan penelitian

mengenai Chinese values.

1.4.2. Kegunaan Praktis:

• Memberikan informasi kepada siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3

SMP “X” di Bandung mengenani gambaran Chinese values yang mereka

miliki, agar mereka dapat lebih memahami dirinya, dan membantu mereka

dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya.

• Memberi informasi kepada pihak sekolah mengenai gambaran Chinese

values yang dimiliki siswa-siswi keturunan Tionghoa di sekolahnya, agar

pihak sekolah dapat lebih memahami perilaku siswa-siswinya dan dapat

(39)

11

UNIVERSITAS

• Menyumbangkan informasi bagi orang tua siswa-siswi keturunan

Tionghoa kelas 3 SMP “X” mengenai gambaran Chinese values yang

dimiliki oleh anak mereka, agar para orang tua dapat membantu

siswa-siswi dalam mengintegrasikan Chinese values yang mereka miliki dengan

values lain yang ada di masyarakat.

1.5. Kerangka Pikir

Chinese values adalah belief yang bertahan dan mendasari cara bertingkah

laku atau keadaan akhir yang dianggap ideal yang secara personal dianggap

penting oleh siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di Bandung.

Chinese values tersebut terdiri dari 40 values, yaitu berbakti kepada orang tua;

bekerja keras; bertoleransi terhadap orang lain; hidup rukun dengan orang lain;

rendah hati, tidak sombong; patuh kepada pihak otoritas; melakukan ritual sosial

dan keagamaan sesuai tradisi Tionghoa; melakukan timbal balik bila diberi

salam, pertolongan, dan hadiah oleh orang lain; baik hati, memaafkan;

pengetahuan, pendidikan tinggi; solider; mengambil jalan tengah; pengendalian

diri; menata hubungan berdasarkan status; memiliki hati, pikiran, dan perbuatan

yang baik; kebaikan hati yang didampingi oleh ketegasan; tidak mementingkan

persaingan; tenang, tidak mudah panik; jujur, tidak korupsi; cinta kepada tanah

air, patiotik; kesungguhan, tulus hati; menjaga kemurnian dan keluhuran diri

(tidak mengejar kepentingan politik dan materiil); hemat; tabah, ulet, mempunyai

daya tahan; sabar; membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan

(40)

12

menyesuaikan diri dengan lingkungan; berhati-hati; dapat dipercaya; tahu malu;

mempunyai sopan santun/tata krama; puas dengan keadaan yang ada sekarang;

konservatif/memegang teguh tradisi Tionghoa; ingin menimbulkan kesan baik;

menghargai persahabatan; menjaga keperawanan dan kesetiaan pada diri

wanita; tidak mempunyai keinginan yang berlebihan; menghormati tradisi

Tionghoa; dan kekayaan (Bond dalam Chinese Culture Connection, 1987: p.

143-164).

Adapun Chinese values pada siswa-siswi kelas 3 SMP “X” dipengaruhi

oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, adalah

faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa-siswi, seperti usia, jenis kelamin, serta

strategi akulturasi. Siswa-siswi kelas 3 SMP “X” berusia sekitar 14-15 tahun,

termasuk ke dalam tahap perkembangan remaja awal, dimana kemampuan untuk

berpikir abstrak sudah cukup berkembang. Berkembangnya pemikiran abstrak

tersebut akan memudahkan mereka untuk mengerti tentang Chinese values,

karena Chinese values merupakan suatu konsep yang abstrak. Siswa-siswi kelas 3

SMP “X” juga mulai mengembangkan kemampuan untuk menganalisis

lingkungannya. Mereka mulai menyadari bahwa dalam berinteraksi dengan orang

lain, mereka mendapatkan values lain yang dapat mempengaruhi derajat

kepentingan Chinese values mereka.

Jenis kelamin pun dapat berpengaruh terhadap dianggap pentingnya

Chinese values tertentu oleh siswa-siswi kelas 3 SMP “X”. Hal tersebut

(41)

13

UNIVERSITAS

wanita; mempunyai sopan santun/tata krama; berhati-hati; baik hati, memaafkan;

dan sabar. Sedangkan seorang pria seharusnya memiliki values kesungguhan,

tulus hati; pengetahuan/pendidikan tinggi; solider, kompak; menghargai

persahabatan; tenang, tidak mudah panik; bekerja keras; kebaikan hati yang

didampingi oleh ketegasan; dapat dipercaya; cinta kepada tanah air, patriotik;

serta kekayaan.

Siswa-siswi kelas 3 SMP “X” juga mengalami proses akulturasi, yaitu

perubahan values, gaya hidup, dan bahasa yang merupakan hasil dari kontak

langsung dengan budaya Sunda. Menurut Berry (1999: p.541-542), ada empat

macam strategi akulturasi: (1) asimilasi, yaitu ketika siswa-siswi

mengidentifikasikan diri terhadap (menerima) budaya Sunda tanpa

mempertahankan budaya Tionghoa; (2) separasi, yaitu sisiwa-siswi menolak sama

sekali untuk melakukan identifikasi terhadap budaya Sunda; (3) integrasi, yaitu

siswa-siswi melakukan identifikasi (menerima) terhadap budaya Sunda sambil

tetap mempertahankan budaya Tionghoa; (4) marjinalisasi, yaitu adanya sedikit

minat siswa-siswi untuk melakukan identifikasi (menerima) terhadap budaya

Sunda dan juga dan sedikit minat untuk mempertahankan budaya Tionghoa.

Siswa-siswi yang menerapkan strategi akulturasi asimilasi dan marjinalisasi akan

memiliki Chinese values yang lemah, karena siswa-siswi tersebut tidak berusaha

mempertahankan budaya Tionghoa. Sebaliknya, siswa-siswi yang menerapkan

strategi akulturasi separasi dan integrasi akan memiliki Chinese values yang lebih

kuat daripada siswi yang menerapkan dua strategi lainnya karena

(42)

14

Sedangkan faktor eksternal, dipengaruhi oleh orang-orang di sekeliling

siswa-siswi. Dalam faktor eksternal ini terdapat transmisi values melalui orang tua

(vertical transmission), orang dewasa atau media massa (oblique transmission)

dan teman sebaya (horizontal transmission) (Berry, 1999: p.33). Transmisi tersebut ada yang berasal dari budaya siswa itu sendiri (Tionghoa) yang

ditanamkan melalui proses enkulturasi, maupun dari budaya lain (Sunda dan

Christian values) melalui proses akulturasi.

Vertical transmission berasal dari orang tua siswa-siswi kelas 3 SMP “X”.

Orang tua siswa-siswi tergolong sebagai orang Tionghoa peranakan dimana

Chinese values yang dimilikinya tidak sekental Chinese values yang dimiliki

leluhurnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup para orang tua,

dimana kebijakan asimilasi yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru

mengakibatkan keterbatasan bagi mereka untuk mengenal budayanya dan juga

pergeseran Chinese values yang mereka miliki. Ditutupnya sekolah Tionghoa oleh

pemerintah Orde Baru, mengakibatkan sebagian dari para orang tua murid

memilih untuk pindah ke sekolah swasta yang kebanyakan merupakan sekolah

Kristen. Keadaan tersebut sejalan dengan berkembangnya agama Kristen di

Indonesia. Hal tersebut kemudian membuat sebagian dari orang tua siswa-siswi

memilih untuk berpindah agama. Dari transmisi ini siswa-siswi mendapatkan

Chinese values yang telah bercampur dengan Christian values .

Oblique transmission, dapat berasal baik dari budaya Tionghoa, maupun

(43)

15

UNIVERSITAS

Keluarga dan tetangga dari generasi yang lebih tua dari orang tua siswa-siswi

pada umumnya memiliki Chinese values yang cukup kental, yang dapat

memperkuat Chinese values siswa-siswi. Sedangkan keluarga, guru dan tetangga

dari generasi yang sama dengan orang tua siswa-siswi memiliki Chinese values

yang kurang kental karena telah mendapat pengaruh dari Sundanese values dan

Christian values. Media massa pun berpengaruh terhadap Chinese values mereka,

dimana ketika siswa-siswi tertarik untuk menonton atau membaca tentang hal-hal

yang berkaitan dengan budaya Tionghoa maka dapat memperkuat Chinese values

mereka. Sebaliknya, apabila mereka tidak tertarik pada hal-hal yang berkaitan

dengan budaya Tionghoa, maka dapat memperlemah Chinese values mereka.

Oblique transmission yang berasal dari budaya Sunda berasal dari orang

yang lebih tua, seperti guru, tetangga, atau melalui keluarga yang telah mengalami

perkawinan campur dengan etnis Sunda, dan media massa. Pada saat berinteraksi

dengan tetangga dan guru yang berasal dari etnis Sunda, siswa-siswi mendapatkan

Sundanese values. Selain itu, siswa-siswi juga mendapatkan pelajaran bahasa

Sunda, yang juga mengandung Sundanese values. Media massa juga berpengaruh,

dimana ketika mereka tertarik untuk menonton atau membaca tentang hal-hal

yang berkaitan dengan budaya Sunda maka dapat memperlemah Chinese values

mereka. Sebaliknya, apabila mereka tidak tertarik pada hal-hal yang berkaitan

dengan budaya Sunda, maka dapat memperkuat Chinese values mereka.

Transmisi ini juga berpengaruh terhadap orang tua dan keluarga yag lebih tua dari

siswa-siswi, dimana mereka juga mendapatkan Sundanese values pada saat

(44)

16

Chinese values, seperti berbakti kepada orang tua; mempunyai sopan santun/tata

krama; hidup harmonis dengan orang lain; baik hati, menolong, memaafkan;

rendah hati; sabar; serta menjaga keperawanan dan kesetiaan pada diri wanita

akan memperkuat Chinese values orang tua siswa-siswi maupun siswa-siswi

sendiri. Sedangkan Sundanese values yang tidak sejalan dengan Chinese values,

seperti memegang teguh tradisi Tionghoa; menghormati tradisi Tionghoa;

melakukan ritual sosial dan keagamaan sesuai tradisi Tionghoa; menata

hubungan berdasarkan status; merasa kebudayaan Tionghoa lebih unggul dari

budaya lain akan memperlemah Chinese values orang tua siswa-siswi, maupun

siswa-siswi.

Horizontal transmission berasal dari teman di sekolah, maupun di luar

sekolah, juga tetangga yang berusia sama dengan siswa-siswi. Horizontal

transmission juga dapat berasal dari budaya Tionghoa, maupun dari budaya

Sunda. Horizontal transmission dari budaya Tionghoa berasal dari teman etnis

Tionghoa yang memiliki Chinese values yang telah bercampur dengan Sundanese

values dan Christian values. Bila Chinese values yang mereka miliki lebih kuat

atau sama kuatnya dengan siswa-siswi, maka dapat memperkuat Chinese values

siswa-siswi. Bila mereka memiliki Chinese values yang lebih lemah dari

siswa-siswi, maka dapat memperlemah Chinese values siswa-siswi.

Sedangkan dalam horizontal transmission yang berasal dari budaya Sunda,

teman dari etnis Sunda akan mentransmisikan Sundanese values. Bila Sundanese

(45)

17

UNIVERSITAS

dengan Chinese values maka dapat memperlemah Chinese values dalam diri

siswa-siswi.

Penanaman Chinese values melalui vertical, oblique dan horizontal

transmission juga dipengaruhi oleh Christian values. Orang-orang yang beragama

Kristen memiliki Chinese values maupun Sundanese values yang telah

terpengaruh oleh Christian values. Demikian pula dengan siswa-siswi, Christian

values didapatkan siswa-siswi yang beragama Kristen terutama di gereja, melalui

khotbah dan Sekolah Minggu sewaktu mereka kecil dan pendidikan keagamaan

di rumah. Di sekolah pun mereka mendapatkan Christian values, hal ini berkaitan

dengan visi dan misi sekolah yang berlandaskan pada ke-Kristenan. Selain

pelajaran agama, seminggu sekali siswa-siswi diwajibkan untuk mengikuti

kebaktian dan setiap pagi sebelum sekolah dimulai siswa-siswi mendapatkan

renungan Kristiani yang kemudian ditutup dengan doa. Sebelum pulang pun

mereka menutup pelajaran dengan doa. Pengaruh dari agama Kristen juga

didapatkan siswa-siswi dari orang yang lebih tua, maupun teman yang beragama

Kristen. Christian values yang didapatkan kemudian dapat memperkuat Chinese

values, karena Christian values secara normatif memang tidak bertentangan

dengan disiplin moral dan etika secara universal (Berlian, dalam Tan, 2004:

p.189). Christian values juga dapat memperlemah Chinese values seperti

memegang teguh tradisi Tionghoa; menghormati tradisi Tionghoa; melakukan

ritual sosial dan keagamaan sesuai tradisi Tionghoa; menata hubungan

(46)

18

membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan; serta

kekayaan.

Christian values dan Sundanese values juga dapat dikaitkan dengan proses

akulturasi, dimana asimilasi akan terjadi ketika siswa-siswi menerima Christian

values maupun Sundanese values tanpa mempertahankan Chinese values mereka.

Separasi akan terjadi ketika siswa-siswi menolak sama sekali Christian values

maupun Sundanese values. Integrasi akan terjadi ketika siswa-siswi melakukan

(menerima) Christian values maupun Sundanese values sambil tetap

mempertahankan Chinese values. Sedangkan marjinalisasi akan terjadi ketika

adanya sedikit minat siswa-siswi untuk menerima Christian values maupun

Sundanese values dan juga dan sedikit minat untuk mempertahankan Chinese

values. Siswa-siswi yang menerapkan strategi akulturasi asimilasi dan

marjinalisasi akan memiliki Chinese values yang lemah. Sedangkan siswa-siswi

yang menerapkan strategi akulturasi separasi dan integrasi akan memiliki Chinese

values yang lebih kuat daripada siswa-siswi yang menerapkan dua strategi

lainnya.

Kerangka berpikir, secara sistematis dapat digambarkan dalam skema

(47)

19

1.1. Skema Kerangka Pikir

Oblique Transmission

Dari guru, keluarga, tetangga yang lebih

tua, media yang berkaitan dengan

yang lebih tua, media yang berkaitan dengan

budaya Sunda

Siswa-siswi keturunan Tionghoa SMP “X”

di Bandung Horizontal

Transmission

Teman sekolah , tetangga, teman di

luar sekolah

Horizontal Transmission

Teman sekolah, tetangga, teman di

luar sekolah

Faktor Internal : • Usia

• Jenis kelamin • Strategi akulturasi

(48)

20

1.6. Asumsi

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa :

• Siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” mempunyai Chinese

values dalam dirinya.

Chinese values siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X”

dipengaruhi oleh faktor internal yang berada dalam diri mereka.

• Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi Chinese values dalam diri

siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X”, dapat berasal dari

orang tua, sekolah, teman, media massa melalui vertical, oblique dan

horizontal transmission.

Sundanese values dan Christian values juga mempengaruhi Chinese

values dalam diri siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X”.

• Ke-40 Chinese values yang ada pada setiap siswa/siswi mempunyai

(49)

119

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui kuesioner Chinese

values terhadap 222 siwa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” di

Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat 72.5% dari 40 Chinese values yang dianggap sangat penting dan

penting oleh siswa-siswi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Chinese values

yang dimiliki oleh siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP “X” masih

cukup kuat.

2. Lima Chinese values yang berada pada urutan tertinggi adalah menghargai

persahabatan; berbakti kepada orang tua; menjaga keperawanan dan

kesetiaan pada diri wanita; mempunyai sopan santun/tata karma; serta dapat

dipercaya. Dipandang pentingnya Chinese values tersebut menunjukkan

sejalannya Chinese values tersebut dengan Sundanese values, dan Christian

values.

3. Lima Chinese values yang berada pada urutan terendah adalah

konservatif/memegang teguh tradisi Tionghoa; melakukan ritual sesuai tradisi

Tionghoa; menata hubungan berdasarkan status; merasa kebudayaan

Tionghoa lebih unggul dari kebudayaan lain; serta membalas kebaikan

(50)

120

tidak sejalannya Chinese values tersebut dengan Sundanese values; Christian

values.

5.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas dan dengan menyadari

adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti mengajukan

beberapa saran, yaitu:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan sampel yang berasal dari

usia berbeda; meneliti sampel yang mendapat pengaruh dari budaya lain di

Indonesia; atau membandingkan Chinese values pada dua generasi yang

berbeda.

2. Memberikan informasi kepada siswa-siswi keturunan Tionghoa kelas 3 SMP

“X” di Bandung mengenai gambaran Chinese values yang mereka miliki, agar

mereka dapat lebih memahami dirinya, dan membantu mereka dalam

menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya.

3. Memberi informasi kepada pihak sekolah mengenai gambaran Chinese values

yang dimiliki siswa-siswi keturunan Tionghoa di sekolahnya, agar pihak

sekolah dapat lebih memahami perilaku siswa-siswinya dan dapat dijadikan

referensi dalam penanaman values pada diri siswa-siswi.

4. Menyumbangkan informasi bagi orang tua siswa-siswi keturunan Tionghoa

kelas 3 SMP “X” mengenai gambaran Chinese values yang dimiliki oleh anak

(51)

121

mengintegrasikan Chinese values yang mereka miliki dengan values lain yang

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, John W., Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Berry, John W., Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press. free dimension of culture. Journal of Cross-Cultural Psychology, 18, 143-164.

Coppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Feather, N. T. 1975. Values In Education and Society. New York: Free Press.

Hariyono, P. 1994. Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Hidajat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia. Bandung: Penerbit Tarsito

Koentjaraningrat. 1994. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Lembaga Alkitab Indonesia. 1994. Alkitab. Edisi kedua, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

(53)

UNIVERSITAS

Matthews, Barbara M. 2000. The Chinese Value Survey: An Interpretation of Value Scale and Consideration of Some Preliminary Results. International Education Journal Vol 1, No. 2.

Mustapa, R. H. Hasan. 2002. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Penerbit Alumni.

Santrock, John W. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga.

---. 1998. Adolesence, Seventh Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Singarimbun, Masri. 1987. Metode Penelitian Survei. Cetakan Ketiga, Jakarta : CV Rasina Agung

Suryadinata, Leo. 1986. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT. Grafiti Pers.

---. 2004. Chinese Indonesians (State Policy, Monoculture and Multiculture). Singapore: Eastern Universities Press.

Tamsyah, Budi, Purmawati T., & Djuanda D. 2002. Kamus Ungkapan dan Peribahasa Sunda. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Tan, Markus. 2004. Imlek dan Alkitab, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Betlehem Publisher.

(54)

DAFTAR RUJUKAN

Ardi, A.W. 2006. Studi Deskriptif Mengenai Chinese Values Pada Jemaat Dewasa Akhir Etnis Tionghoa Di Gereja “X”, Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Christine, E. 2006. Studi Deskriptif Mengenai Chinese Values Pada Siswa SMA “X”, Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Errol. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz Pada Siswa/i Dengan Latar Belakang Budaya Sunda Di SMA “X” Kecamatan Pacet. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Hapsari, M. 2005. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz Pada Siswa Kelas II SMA Kristen “X” Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Kirana, M. 2004. Survei Mengenai Strategi Akulturasi Budaya Pada Mahasiswa Keturunan Cina Fakultas “X” di Universitas “Y” Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Sariarum, W. 2005. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz Pada Siswa SMA Katolik “X” Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Shelvy, W. 2005. Survei Mengenai Chinese Values Pada Mahasiswa Tionghoa Universitas “X” di Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Yuhana, P. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Prasangka Pelajar Etnis Tionghoa Terhadap Pelajar Etnis Pribumi di SMU “X” Kota Tebing Tinggi. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Gambar

Tabel 4.35b. Kesan Baik203038

Referensi

Dokumen terkait

Boundary Technostress yang dialami akan tinggi apabila siswa kehilangan batas antara diri dan teknologi yang dimiliki dan keadaan ini akan menyebabkan siswa maupun siswi

experience dari The Big Five Personality, Maternal Support dan Secure Attachment tidak menunjukkan adanya pengaruh dengan derajat self- compassion yang dimiliki

Begitupun hal ini dapat terjadi jika suatu saat mereka memasuki dunia kerja, ketika individu yang lingkungan pekerjaannya sedikit yang berasal dari etnis Tionghoa

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional guru SMP ”X” Bandung, serta bertujuan untuk mengetahui secara lebih rinci dan

Delapan orang siswa-siswi penyandang tunanetra mengaku bahwa mereka mempersepsi orangtua atau orangtua asuh memberikan saran dan nasihat dalam meningkatkan hasil belajar

- Dari 25% Siswi yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi tetapi kurang optimal pada aspek Non dependency dan Individuated artinya, masih menunjukan ketergantungan

Siswa-siswi kelas X SMAK “X” yang menerima pola asuh indulgent memiliki hubungan yang hangat dengan orang tua sehingga mempengaruhi pengalaman significance , yaitu siswa

Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh orang dari etnis Tionghoa yang lebih. tua (saudara, tetangga, dll) terhadap Chinese values (nilai-nilai