• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB HUKUM APOTEK TERHADAP OBAT YANG MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TANGGUNG JAWAB HUKUM APOTEK TERHADAP OBAT YANG MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

BEBY AUDINA NIM. 140200075

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

ditemui adanya cacat, baik cacat yang tidak tersembunyi maupun cacat tersembunyi. Adapun pokok permasalahan yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan mengenai pembatasan penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi di Indonesia, yang termasuk dalam cacat tersembunyi pada obat dan kerugian yang ditimbulkannya, serta pertanggungjawaban oleh Apotek Ayah Bunda Binjai terhadap obat yang termasuk cacat tersembunyi menurut hukum konsumen.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalan penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, yang mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam undang-undang, kitab hukum, maupun putusan pengadilan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan Apotek Ayah Bunda dan BPOM Medan. Selanjtnya dilakukan analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan pada bagian akhir menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa secara umum dapat ditinjau dari Pasal 1504, Pasal 1505, Pasal 1506, Pasal 1507, Pasal 1508, Pasal 1509, Pasal 1510, Pasal 1511, Pasal 1512 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 3 serta Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bagi konsumen kerugian dapat berupa kerugian kesehatan dan keselamatan dan bagi pelaku usaha akan menimbulkan kerugian finansial/ekonomi. Apotek Ayah Bunda bertanggungjawab karena obat yang diperjualbelikan mengandung cacat tersembunyi, tetapi untuk menanggung segala kerugian akibat obat yang mengandung cacat tersembunyi ada pada pabrik pembuat obat tersebut.

Kata Kunci :

Dalam transaksi jual beli obat dapat ditemui adanya cacat tersembunyi.

Obat yang mengandung cacat tersembunyi.

Pertanggung jawaban pelaku usaha.

(5)

with defects, both hidden and hidden defects. The main problem that is the aim of this research is to find out the regulation regarding the limitation of selling drugs containing hidden defects in Indonesia, which are included in hidden defects in drugs and the resulting losses, as well as accountability by the Pharmacy Father of Mother Binjai for drugs that are included in disability according to law consumer.

The research method used in the writing of this thesis is juridical- normative, which refers to the legal norms contained in the law, the law book, and the court's decision. Data collection was carried out by library research and field studies through interviews with the Pharmacy of the Mother and Mother BPOM Medan. Further data analysis is done using qualitative data analysis and at the end using deductive deduction method.

From the results of the study, it was concluded that in general it could be reviewed from Article 1504, Article 1505, Article 1506, Article 1507, Article 1508, Article 1509, Article 1510, Article 1511, Article 1512 of the Civil Code, Article 7 and Article 8 paragraph 3 and Article 24 of the Consumer Protection Act and article 196 of Law Number 36 of 2009 concerning Health. For consumers the loss can be in the form of health and safety losses and for businesses it will cause financial / economic losses. Ibu Bunda's pharmacy is responsible because the drugs being traded contain hidden defects, but to bear all losses due to drugs containing hidden defects are at the manufacturer of the drug.

Keywords :

In the sale and purchase of drugs can be found a hidden defect.

Medications containing hidden defects.

Accountability of business actors

(6)

Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, ketabahan dan kesempatan kepada penulis sesuai dengan kemampuan yang ada telah berhasil menylesaikan penulisan skripsi.

Penulisan skripsi ini diselesaikan guna melengkapi dan memenuhi syarat- syarat untuk dapat menempuh ujian dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang dikemukakan “Tanggung Jawab Hukum Apotek Terhadap Obat yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Hukum Konsumen (Studi Pada Apotek Ayah Bunda)”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu, khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal SH., M.Hum selaku Sekertaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Dedy Harianto SH., M.Hum selaku Dosen pembimbing I yang telah berkenan memeberikan arahan, petunjuk dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan, serta kepaa pegawai-pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Sahabat-Sahabat penulis, Duma Pratiwi Siregar, Tri Anis Fazillah, Dian Anggraini Usman, Darnedy Kurnia Santi, Hasunah Rafika, Nurhaida Ritonga, Terry Abella Roni dan Kenwin Hasri Nasution yang telah membantu dan memberkan semangat kepada penulis sehingga menyelesaikan skripsi ini.

(8)

11. Seluruh teman-teman stambuk 2014 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak banyaknya kepada Ayahanda tercinta Syahrul Anwar dan Kedua Ibunda tersayang Sri Rahayu dan Rosmayati yang telah mendidik, membimbing, membesarkan, dan mendoakan penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan. Untuk Saudara dan Saudari yang sangat penulis sayangi Ibrahim Allaudin, Syahri Anggara, Syahliza dan Mega Audina yang telah memberikan motivasi, doa, dan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat rahmat dan ridho dari Allah SWT. Hanya do’a yang dapat penulis panjatkan kehadirat Tuhn Yang Maha Kuasa agar selalu menyertai kita semua dengan harapan skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Atas segala kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2019 Penulis

Beby Audina Nim: 140200075

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 7

C. Manfaat Penulisan ... 8

D. Metode Penelitian... 9

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Definisi Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen ... 16

B. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ... 19

1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen ... 19

2. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ... 22

C. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha ... 23

1. Pengertian Konsumen ... 23

2. Pengertian Pelaku Usaha ... 25

D. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 27

1. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 27

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 32

E. Perbuatan yang Dilarang Sebagai Pelaku Usaha ... 35

F. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 38

BAB III RUANG LINGKUP APOTEK DAN CACAT TERSEMBUNYI PADA OBAT A. Tinjauan Umum Apotek ... 40

1. Pengantar Apotek ... 40

2. Tugas dan Fungsi Apotek ... 41

(10)

3. Pengaturan Apotek di Indonesia ... 42

4. Persayaratan Perizinan Pendirian Apotek di Indonesia ... 47

5. Tata Cara Pengelolaan Apotek ... 49

B. Tinjauan Umum Cacat Tersembunyi Pada Obat ... 51

1. Pengertian Cacat Tersembunyi dan Penggolongan Obat ... 51

2. Pengertian Obat dan Penggolongan Obat ... 53

C. Ciri-Ciri Cacat Tersembunyi Pada Obat ... 61

BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA APOTEK TERHADAP OBAT YANG MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI MENURUT HUKUM KONSUMEN A. Pengaturan Mengenai Pembatasan Penjualan Obat yang Mengandung Cacat Tersembunyi... 65

1. Pengaturan Penjualan Obat yang Mengandung Cacat Tersembunyi ... 65

2. Pemberantasan Penjulan Obat yang Mengandung Cacat Tersembunyi ... 70

3. Pengawasan Pemerintah dalam Penjualan Obat yang Mengandung Cacat Tersembunyi... 72

B. Hal-Hal yang Termasuk dalam Cacat Tersembunyi dan Kegiatan yang Ditimbulkan Oleh Cacat Tersembunyi Pada Obat Bagi Konsumen dan Pelaku Usaha ... 77

1. Pembagian Cacat Tersembunyi ... 77

2. Kerugian yang Ditimbulkan Cacat Tersembunyi Pada Obat ... 79

C. Bentuk Pertanggungjawaban Apotek Ayah Bunda Binjai Terhadap Obat yang Termasuk Dalam Cacat Tersembunyi Menurut Hukum Konsumen ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat perekonomian yang berkembang dengan cukup pesat, dengan semakin banyaknya masyarakat yang mampu melakukan kegiatan ekonomi yang nantinya akan mengangkat taraf hidupnya.

Setiap orang pada suatu waktu dalam keadaan tinggal sendiri atau dengan orang lain dalam keadaan apapun pasti akan menjadi konsumen untuk suatu produk atau jasa tertentu.1

Manusia merupakan suatu bagian dari masyarakat yang hidup saling berdampingan satu dengan yang lainnya sehingga seringkali hubungan tersebut menjadi adanya hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya, salah satu contohnya adalah produsen dengan konsumen.

Agar adanya keseimbangan antara produsen dengan konsumen didalam kegiatan bisnis harus dilakukan dengan usaha yang sehat. Kegiatan bisnis yang sehat ini dapat terjadi dengan adanya perlindungan hukum yang seimbang antara produsen dan konsumen. Jika tidak adanya keseimbangan antara keduanya maka akan merugikan dan melemahkan salah satu pihak. Bentuk perlindungan hukum pada konsumen dapat menjadi tolak ukur adanya suatu bentuk kegiatan bisnis

yang sehat.

1 Celinna Tri Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Sinar Grafika,2011) hal.5

(12)

Untuk dapat menjamin suatu penyelenggaraan perlindungan konsumen, maka negara menuangkan perlindungan konsumen dalam suatu produk hukum. Hal ini penting karena dengan adanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk menaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas.

Atas persetujuan bersama antara Presiden Republik Indonesia dan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang- undang tersebut telah berlaku sejak disahkannya pada tanggal 20 April 2000.2 Segala kepentingan konsumen berusaha untuk diberi perlindungan hukum oleh undang-undang ini.

Undang-undang ini tidak saja dimaksudkan untuk melindungi hak-hak konsumen dari tindakan sewenang-wenang para produsen atau pelaku usaha, melainkan juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan mendorong pelaku usaha menghasilkan produk berupa alat yang berkualitas. Hal ini dimuat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu disebutkan bahwa dalam pelaksanaannya akan tetap memperhatikan hak dan kepentingan pelaku usaha kecil dan menengah.3

Adanya undang-undang ini tidak lantas menyelesaikan masalah atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Kerugian - kerugian yang timbul

2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:Visimedia,2007), hal. 46

3 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, cet.1, (Jakarta:Visimedia,2008), hal.12

(13)

diakibatkan dengan adanya perjanjian jual beli antara konsumen dengan produsen dan juga karena pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak produsen.

Transaksi jual-beli merupakan suatu perjanjian timbal-balik dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.4

Dalam transaksi jual beli telah dibuatnya kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli. Kesepakatan ini dapat ditemukan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu “jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.5

Pada dasarnya, setiap pihak dalam transaksi jual-beli tidak ada yang menginginkan kerugian. Namun didalam transaksi jual-beli dapat saja ditemukan adanya cacat tersembunyi didalam suatu barang ataupun suatu produk. Dalam melakukan pembelian barang konsumen harus memeriksa kualitas barangnya.

Apabila telah sesuai dengan keinginan konsumen dan lolos dari uji kelayakan pemerintah maka barang tersebut berkualitas dan layak untuk diperjualbelikan tetapi tetap terdapat suatu kerusakan yang tidak dapat dilihat maka barang tersebut tidak memenuhi standar dan termasuk dalam barang cacat tersembunyi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap barang dapat saja tidak dalam kondisi yang sempurna dan dapat saja mengandung cacat tersembunyi. Cacat

4 R.Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1995) hal.15

5 Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(14)

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “kekurangan yang menyebabkan berkurangnya nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna”.6 Sesuatu produk dapat disebut cacat (tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya) karena :7

1. Cacat produk atau manufaktur, dimana keadaan produk yang umumnya berada di bawah tingkat harapan konsumen. Atau dapat pula cacat itu demikian rupa sehingga dapat membahayakan harta bendanya;

2. Cacat desain, dimana desain produk tidak dipenuhi sebagaimana semestinya, sehingga merugikan konsumen;

3. Cacat peringatan atau industri, dimana produk tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.

Pengertian cacat tersembunyi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) pengertian, yaitu:

1. Cacat tersembunyi positif yaitu apabila cacat barang itu tidak diberitahukan oleh penjual kepada pembeli atau pembeli sendiri tidak melihat atau mengetahui bahwa barang tersebut cacat, maka terhadap cacat tersebut penjual berkewajiban untuk menanggungnya. Tentang cacat tersembunyi positif, lebih lanjut diatur dalam Pasal 1504 sampai dengan Pasal 1510 KUHPerdata. Dalam hal ini menurut Pasal 1504 KUHPerdata bila dikaitkan dengan Pasal 1506 KUHPerdata, dapat dikatakan bahwa penjual harus bertanggungjawab apabila barang tersebut mengandung cacat tersembunyi, terlepas dari penjual mengetahui adanya cacat atau tidak melihat, kecuali jika dalam hal yang sedemikian telah meminta diperjanjiakan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun.

2. Cacat tersembunyi negatif yaitu apabila cacat terhadap suatu barang sebelumnya sudah diberitahukan oleh penjual kepada pembeli, dan dalam masalah ini pembeli benar-benar sudah melihat adanya cacat terhadap barang tersebut, maka pembeli sendiri yang akan menanggungnya.

Dalam kaitannya dengan barang atau produk yang mengandung cacat tersembunyi maka salah satunya adalah obat yang merupakan suatu barang

6 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 249.

7 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit., hal. 103-104

(15)

ataupun produk yang bisa saja mengalami cacat tersebunyi atau dalam keadaan tidak sempurna. Obat merupakan suatu campuran bahan yang digunakan oleh makhluk hidup untuk mencegah, mengurangi atau menyembuhkan suatu gejala penyakit. Obat sendiri mudah dijumpai di apotek. Dimana sesuai dengan fungsi apotek adalah sebagai tempat penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, kosmetik, alat-alat kesehatan, dan sebagainya.8

Apoteklah yang menjadi tempat untuk mendistribusikan dalam transaksi jual-beli obat kepada masyarakat sebagai konsumennya. Dalam transaksi jual-beli inilah biasanya obat yang dijual di Apotek dalam keadaan yang tidak sempurna baik ada yang cacat dapat terlihat oleh konsumen maupun cacat tersembunyi.

Apabila obat yang mengandung cacat tersebut telah dibeli oleh konsumen maka konsumen biasanya akan meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha apotek sebagai penjual karena telah merasa dirugikan atas obat yang dijual kepadanya.

Tanggung jawab pelaku usaha merupakan hal penting dalam perlindungan konsumen. Tanggung jawab hukum secara umum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.9 Dikenal juga tanggung jawab secara hukum oleh orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk

menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau dari orang atau badan

8 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik, Pasal 2.

9 Khairunissa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawan Hukum Direksi, (Medan:Pasca Sarjana, 2008). Hal. 4

(16)

yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut yang juga dikenal sebagai product liability.10

Salah satu contoh obat yang mengandung cacat tersembunyi yang ditulis dalam National geographic adalah kasus penggunaan obat anestesi produksi PT Kalbe Farma di Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Tanggerang, yang mengakibatkan dua pasien meninggal setelah diberikannya obat anestesi Buvanest Spinal. Diduga bahwa obat anestesi kemungkinan tertukar isinya. Obat diduga bukan berisi Bupivacaine 5mg/mL untuk pembiusan, melainkan asam traneksamat (tranexamic acid) yang bekerja untuk mengurangi pendarahan.11 Contoh lainnya yang ditulis oleh tirtoId bahwa PT Pharos Indonesia, produsen suplemen makanan merek Viostin DS membenarkan ada kandungan kontaminan pada produknya.

Kontaminan adalah zat yang muncul bukan pada tempatnya dan dapat membahayakan kesehatan. Yang dalam laporan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahwa kontaminan yang dimaksud adalah kontaminasi DNA babi pada produk Viostin DS. Viostin DS sendiri dijual dengan izin edar nomor SD051523771.12

Apotek Ayah Bunda Binjai adalah apotek yang menjual barang-barang medis, termasuk obat-obatan. Setiap tahun Apotek ini melakukan pengecekan jumlah stok beserta tanggal kadaluarsa dan kelayakan penjualan barang-barang

10 R. Subekti, et.all, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001).

11 National Geographich Indonesia “Kasus Obat Bermasalah” , diakses dari http:/nationalgeographic.co.id/berita/2015/02/kasus-obat-anastesi-bermasalah, pada tanggal 13 Maret 2018 pukul 12.41

12 TirtoID “Pharos Mengakui Ada Kontaminan DNA Babi pada Viostin DS”, diakses dari https://tirto.id/pharos-mengakui-ada-kontaminan-dna-babi-pada-vioston-ds-cD6V. pada tanggal 13 Maret 2018 pukul 13.14

(17)

termasuk obat-obatan di Apotek tersebut. Namun karena pengecekan stok dilaksanakan dengan cara sistem manual, bisa saja terjadi kesalahan dimana beberapa barang-barang medis termasuk obat-obatan yang mengandung cacat tersembunyi tidak terlihat saat pengecekan tahunan tersebut. Sehingga jika adanya cacat tersembunyi pada obat yang dijual akan dilakukan pertanggungjawaban oleh pelaku usaha salah satunya dengan cara menyimpan kembali obat yang mengandung cacat tersembunyi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dianggap penting untuk mengangkat topik penulisan skripsi dengan judul: “ Tanggung Jawab Hukum Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Hukum Konsumen (Studi pada Apotek Ayah Bunda )”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang penelitian, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan mengenai pembatasan penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi di Indonesia ?

2. Apa saja yang termasuk dalam cacat tersembunyi pada obat dan kerugian yang ditimbulkannya ?

3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban Apotek Ayah Bunda Binjai terhadap obat yang termasuk dalam cacat tersembunyi menurut Hukum Konsumen ?

(18)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahkan yang telah disampaikan diatas, maka tujuan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pembatasan penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui yang termasuk dalam cacat tersembunyi pada obat dan kerugian yang ditimbulkannya.

3. Untuk memahami bentuk pertanggungjawaban oleh Apotek Ayah Bunda Binjai terhadap obat yang termasuk cacat tersembunyi menurut Hukum Konsumen.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang ingin dicapai dengan penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoretis, diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan

dan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi pembendaharaan dan koleksi ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang membahas mengenai hukum perlindungan konsumen yang berkaitan dengan barang cacat tersembunyi.

2. Manfaat praktis, untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh konsumen jika dirugikan atas cacat tersembunyi pada suatu barang dan sebagai pedoman dan masukan bagi Apotek Ayah Bunda mengenai perlindungan konsumen terhadap cacat tersembunyi pada suatu barang.

(19)

E. Metode Penelitian

Untuk mengetahui kebenaran ilmiah dan dalam melengkapi bahan-bahan yang diperlukan agar mendapatkan hasil penelitian yang optimal dalam skripsi ini maka akan dipergunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam skripsi ini adalah yuridis- normatif, yaitu “penelitian yang menggunakan konsep legis-positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang telah dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau penjabat yang berwenang.

Selain itu juga konsep ini memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.”13 Jenis penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma hukum sebagaimana terdapat dalam undang-undang, kitab hukum, maupun putusan pengadilan.

Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara factual dan cermat.14

2. Sumber data Data

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu “data yang diperoleh dari tangan pertama atau secara langsung dari narasumber, seperti wawancara”. Data sekunder yaitu “data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan,

13 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 11

14 Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hal.7

(20)

buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus” serta data sekunder yang terdiri atas.15

a. Bahan Hukum Primer, yaitu :

1) Norma-norma atau kaedah-kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945

2) Kitab Undang Undang Hukum Perdata 3) Undang-Undang Republik Indonesia, yaitu:

a) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

b) Undang-Undang nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

5) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu :

a) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek b) Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 9 tahun

2017 tentang Apotek

c) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan hukum konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, ensklopedia, bahan dari internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Teknik dan alat pengumpulan data

Teknik pengumpulan data menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu melalui :

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Sebenarnya suatu penelitian mutlak menggunakan kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Di tempat inilah diperoleh hasil-hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sangat berguna bagi mereka yang sedang melaksanakan penelitian. Peneliti dapat memilih

15 Ibid, hal. 24

(21)

dan menelaah bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan guna dapat memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.

b. Penelitian lapangan (field research), yaitu tempat para peneliti untuk mendapatkan data primer. Peneliti tidak hanya mencakup data sekunder yang telah diperoleh dari kepustakaan, tetapi juga didukung oleh data lapangan wawancara dengan informan, yaitu pihak Apotek Ayah Bunda Binjai.

Alat pengumpulan data menggunakan dua teknik, yaitu meliputi : a. Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah perlindungan konsumen terhadap obat yang mengandung cacat tersembunyi.

b. Pedoman wawancara yang merupakan daftar pertanyaan yang disusun secara sistematik.

Alat dalam mengumpulkan data sangat menentukan hasil penelitian yang diperoleh. Dalam skripsi ini, lokasi penelitian dilakukan di Apotek Ayah Bunda Binjai.

4. Analisis data

Analisis data dalam skripsi ini menggunakan analisis data kualitatif, yaitu

“prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari manusia”.16 Penarikan kesimpulan secara deduktif yaitu “suatu proporsi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus”17. Dalam skripsi ini digunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif, yaitu suatu kesimpulan akan ditarik melalui tinjauan pustaka dan kebenaran yang ada.

16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 16.

17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 11.

(22)

F. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide dan hasil pemikiran penulis dari awal hingga selesai. Pemikiran maupun ide penulis didapat dengan ketidakjelasan perlindungan konsumen yang semakin berkembang saat ini, khususnya adalah cacat tersembunyi terhadap suatu barang. Jikapun ada judul penulisan yang hampir menyerupai seperti :

1. Nopika Sari Aritonang, 100200365 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kerugian atas Penggunaan Barang yang Mengandung Cacat Tersembunyi, Ditinjau dari Undang Undang Perlindungan Konsumen dan KUH Perdata;

Rumusan masalah:

a. Bagaimana perlindungan hukum dan tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata?

b. Bagaimana peranan Pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen dalam mengawasi peredaran barang yang mengandung cacat tersembunyi?

c. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa atas kerugian konsumen terhadap penggunaan barang yang mengandung cacat tersembunyi?

2. Priscilla Stevany Tampubolon, 120200255 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran produk Kosmetik Berbahaya yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan);

Rumusan masalah :

a. Bagaimana dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantunkan izin edar BPOM palsu?

(23)

b. Bagaimana peranan BPOM (Studi Pada : BPOM Medan) dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

c. Apa sanksi yang diberikan bagi produsen atau pelaku usaha produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

3. Lia Hartika 090200009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Rumusan masalah :

a. Apa saja tugas apoteker dan dasar hukum apoteker serta bentuk- bentuk kelalaian yang dilakukan apoteker yang merugikan konsumen dalam menjalankan tugas ?

b. Bagaimana tanggung jawab hukum apoteker terhadap konsumen ditinjau dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ?

c. Bagaimana akibat hukum dan penyelesaian dalam hal adanya kelalaian kesalahan informasi kepada konsumen yang dilakukan oleh apoteker?

Akan tetapi substansi pembahasan dalam skripsi ini sangatlah berbeda sehingga keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara sistematis dan terperinci agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dibuat sebagai berikut:

(24)

Bab I, Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II, Ruang Lingkup Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, terdiri dari definisi hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen; asas dan tujuan hukum perlindungan konsumen; pengertian konsumen dan pelaku usaha; hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha; perbuatan Yang dilarang sebagai pelaku usaha; dan tanggung jawab pelaku usaha.

Bab III, Tinjauan Umum Mengenai Apotek dan Cacat Tersembunyi Pada Obat, terdiri dari tinjauan umum apotek yang meliputi pengertian apotek, tugas dan fungsi apotek, pengaturan apotek di Indonesia, persyaratan perizinan pendirian apotek di Indonesia dan tata cara pengelolaan apotek; tinjauan umum cacat tersembunyi pada obat yang meliputi pengertian cacat tersembunyi, pengertian obat dan penggolongan obat dan ciri-ciri cacat tersembunyi pada obat.

Bab IV, Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Hukum Konsumen, merupakan pembahasan pokok dan utama dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari pengaturan mengenai pembatasan penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi di Indonesia yang meliputi pengaturan penjualan obat di Indonesia, pemberantasan dalam penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi, pengawasan pemerintah dalam penjualan obat yang mengandung cacat tersembunyi di Indonesia; Hal-Hal yang termasuk dalam cacat tersembunyi dan kerugian yang ditimbulkan oleh cacat tersembunyi pada obat bagi konsumen dan

(25)

pelaku usaha yang meliputi pembagian cacat tersembunyi dan kerugian yang ditimbulkan cacat tersembunyi pada obat; bentuk pertanggungjawaban apotek Ayah Bunda Binjai terhadap obat yang mengandung cacat tersembunyi menurut hukum konsumen yang meliputi pengaturan cacat tersembunyi pada obat di Indonesia dan bentuk tanggung jawab apotek Ayah Bunda Binjai terhadap obat yang mengandung cacat tersembunyi menurut hukum konsumen.

Bab V, Penutup, terdiri dari kesimpulan penulisan skripsi ini dan saran- saran yang berkaitan.

(26)

BAB II

RUANG LINGKUP HUKUM KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Definisi Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah yang dapat menyebabkan kerugian bagi para konsumen, sebagai adanya akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen atau konsumen maupun adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan produsen.18

Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen.19

Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar. Namun belum jelas benar apa saja yang masuk kedalam materi keduanya. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat, sehingga hukum konsumen dan

18 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta Timur: Fakultas Hukum Universitas Wiraswasta Indonesia, Pimer Purba, 2015) hal. 1.

19 Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan

Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Genta Press, 2007) hal. 8.

(27)

hukum perlindungan adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.20

Shidarta dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen juga menyebutkan hal yang sama, bahwa: Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang”

hukum itu identik.21

Pengertian perlindungan konsumen terdapat didalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

Rumusan pengertian perlindungan konsumen diatas cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.22

Tetapi karena posisi konsumen yang dianggap lebih lemah maka konsumenlah yang dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi,

20

Rizka Syafriana, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik, (Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Desember 2016) hal.3.

21 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000) hal. 9.

22 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 1.

(28)

sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.23

Hukum konsumen dapat diartikan sebagai “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/ jasa) antara penyedia dan penggunaanya dalam kehidupan bermasyarakat”. Hukum perlindungan konsumen merupakan “keseluruhan asas- asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/ jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.”24

Selain itu hukum konsumen sendiri dapat diartikan sebagai ”hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara konsumen selaku individu dan pelaku usaha yang menjual barang dan jasa.” 25

Setelah mengetahui defenisi hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Maka hukum konsumen lebih luas dibandingkan dengan hukum perlindungan konsumen. Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu bagian dari hukum konsumen yang melindungi hak-hak konsumen.26

Suatu perkembangan baru dalam masyarakat dewasa ini, khususnya di negara-negara maju, adalah makin nmeningkatkan perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen. Apabila dimasa yang lalu pihak produsen atau industriawan yang dipandang sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian

23 Az. Nasution, Aspek Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen ( Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran ), (Bandung: Nusa Media, 2008) hal. 3

24 Az. Nasution, Konsumen: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Diadit Media, 2002) hal. 22.

25 M. Sadar, Moh. Taufik dan Habloel Mawadi, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Jakarta: Akademia, 2012) hal. 11.

26 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 11.

(29)

negara mendapat perhatian lebih besar, maka dewasa ini perlindungan terhadap konsumen lebih mendapat perhatian sesuai dengan meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Pihak konsumen yang dipandang lebih lemah perlu mendapatkan perlindungan hukum lebih besar dibandingkan masa-masa yang lalu.27

Dalam perjalanan panjang gerakan perlindungan konsumen di dunia, dikenal 2 (dua) macam adagium caveat emptor (waspadalah konsumen) yang kemudian dikembangkan menjadi caveat venditor (waspadalah pelaku usaha).

Perkembangan kedua caveat ini sangat erat kaitannya dengan strategi bisnis yang digunakan oleh pelaku usaha. Seperti layaknya perkembangan dunia yang berjalan dewasa ini membuat pejuang gerakan perlindungan konsumen memberi perhatian kembali pada waspadalah konsumen, berdampingan dengan waspadalah pelaku usaha. 28

B. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen 1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen khususnya di Indonesia didasarkan pada sejumlah asas yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat praktis. Dengan adanya asas-asas yang jelas diharapkan hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang kuat.29

27 Yuyut Prayuti, “Penerapan Doktrin Product Liability sebagai asas Pertanggung Jawaban Produsen dalam Perlindungan Konsumen”, Tridharma. Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah IV. Tahun XXIII,Nomor 10, Mei 2011. Hal. 9.

28 Johanes Gunawan, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Bisnis, Vol 1, 1999, hal. 10

29 Ibid, hal. 17.

(30)

Beberapa asas perlindungan konsumen dapat kita lihat dalam Pasal 2 UUPK sebagai berikut : 30

a. Asas Manfaat

Asas ini mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara bersamaan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak lain atau sebaliknya, tetapi untuk memberikan perlindungan kepada masing-masing pihak yaitu kepada produsen dan konsumen apa yang menjadi haknya dan berada pada posisi sejajar.

b. Asas Keadilan

Maksud asas ini agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan dapat memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk mendapatkan haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen, pelaku usaha dan konsumen dapat berlaku adil dalam memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya.

c. Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah baik materil atau spiritual. Asas ini

30 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008) hal. 17.

(31)

menghendaki agar kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Maksud asas ini adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang akan digunakan oleh konsumen.

e. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar konsumen dan pelaku usaha menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara yang menjamin kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan subtansinya, dapat dibagi menjadi tiga asas yaitu :31

a. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen

b. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan dan c. Asas kepastian hukum

Asas keseimbangan yang dikelompokan ke dalam asas keadilan, mengingat hakikat keseimbangan yang dimaksud juga keadilan bagi kepentingan masing masing pihak, yaitu konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah, kepentingan pemerintah dalam hubungan ini tidak dapat dilihat dalam hubungan transaksi dagang secara langsung menyertai pelaku usaha dan konsumen.

Kepentingan pemerintah dalam rangka mewakili kepentingan publik yang kehadiranya tidak secara langsung di antara para pihak tetapi melalui berbagai

31 Ibid, hal. 26.

(32)

pembatasan dalam bentuk kebijakan yang dituangkan dalam berbagai undang- undang dan berbagai peraturan perundang-undangan.32

Dalam hal ini hukum memberikan perlakuan yang sama terhadap individu, sedangkan prinsip atau asas solidaritas sebenarnya merupakan sisi balik dan asas kebebasan. Apabila dalam prinsip atau asas kebebasan menonjol adalah hak, maka di dalam prinsip atau asas solidaritas yang menonjol adalah kewajiban, dan seakan-akan setiap individu sepakat untuk tetap mempertahankan kehidupan bermasyarakat yang merupakan modus survival bagi manusia, melalui prinsip atau asas solidaritas dikembangkan kemungkinan negara mencampuri urusan yang sebenarnya bersifat privat dengan alasan tetap terpeliharanya kehidupan bersama.

2. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Asas-asas perlindungan tersebut di atas, dipadankan dengan tujuan perlindungan konsumen Pasal 3 UUPK menetapkan 6 tujuan perlindungan konsumen, yakni:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

32 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit. hal 29.

(33)

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen.

Menurut Achmad Ali, mengatakan “masing-masing undang-undang memiliki tujuan khusus, hal itu juga tampak dan pengaturan Pasal 3 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana dikemukakan berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 di atas.” 33

C. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha 1. Pengertian Konsumen

A.Z Nasution menyebutkan istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument (Belanda). Secara harfiah arti kata konsumen adalah “setiap yang menggunakan barang. Penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan konsumen kelompok mana penggunaan tersebut.”34

Mariam Darus mendefinisikan konsumen dengan cara mengambil alih pengertian yang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda, yaitu “semua individu mempergunakan barang dan jasa secara konkrit dan riil”. 35

33 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit. hal. 34.

34 Bambang Winarto, Perlindungan Hukum, (Bandung: Alumni, 2002) hal. 5.

35 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 1981) hal. 48.

(34)

Definisi konsumen menurut Pasal 1 huruf O Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah : ” Konsumen adalah setiap pemakai dan atau penggunaan barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.”

Definisi konsumen menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah :

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Beberapa pakar juga mencoba mendefinisikan arti dari konsumen, seperti:

a. Menurut Janus Sidabalok, “konsumen adalah semua orang yang membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara atau merawat harta bendanya”.36 b. Menurut Munir Fuady, “konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari

suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.37

Konsumen dalam arti luas mencakup kriteria konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk

36 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ke-1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006) hal. 17.

37 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008) hal. 227.

(35)

menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan apa yang disebut konsumen, maka pengertian konsumen dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : 38

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu

b. Konsumen bukan pemakai akhir atau Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali. Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen antara ini adalah merupakan pengusaha, baik pengusaha perseorangan maupun pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta maupun pengusaha milik negara, dan dapat terdiri dari penyedia dana (Investor), Pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk akhir seperti pemasok, distributor, atau pedagang;

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami (natuurlijke person) yang mendapatkan barang dan/atau jasa, yang digunakan untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, keluarga, dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

2. Pengertian Pelaku Usaha

Definisi pelaku usaha menurut UUPK adalah :

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.39

Menurut UU No. 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan pengertian pelaku usaha adalah :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”

38 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008) hal. 60.

39 Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(36)

Pelaku usaha sendiri pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan sifat dan jenis usaha yang dilakukannya, yaitu :40

a. Investor, yaitu pelaku usaha sebagai penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan, seperti perbankan, Leasing, atau penyedia dana lainnya;

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Produsen dapat terdiri dari orang/badan usaha yang berkaitan dengan pangan, memproduksi sandang (pakaian), pembuatan perumahan atau kawasan tertentu, penyedia jasa angkutan, penyedia jasa hiburan, perasuransian, penyedia layanan kesehatan dan sebagainya;

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang baik pedagang retail maupun pedagang kaki lima, warung, supermarket, rumah sakit, klinik, pengankutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya.

D. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha 1. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak Konsumen

Secara umum hak dapat diartikan sebagai klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu, seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu kepadanya. Hak bisa berasal dari sebuah sistem hukum yang memungkinkan atau mengizinkan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu terhadapnya, inilah yang disebut dengan hak hukum.

40 Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali, 2004) hal. 54.

(37)

Hak moral yang paling penting adalah hak yang menetapkan larangan atau kewajiban pada orang lain yang memungkinkan seseorang memilih dengan bebas apapun kepentingan ataupun aktifitas lain yang akan dilakukanya. Hak hak moral ini (maksudnya jenis-jenis hak yang tercakup dalam istilah hak moral) mengidentifikasi aktifitas atau kepentingan yang boleh dilaksanakan oleh seseorang dalam melaksanakan aktifitas tersebut dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh hak-hak tertentu, hak-hak moral semacam ini memiliki tiga karakteristik penting yang memberikan fungsi “pemungkinan” dan

“perlindungan”.41

Di dalam perkembangan kemajuan perusahaan untuk memberikan pelayanan tentunya tidak terlepas dari perlindungan atas hak-hak yang terdapat oleh para konsumen karena adanya kebebasan apapun maupun aktifitas yang akan dilakukan. Di dalam UUPK merumuskan sejumlah hak penting konsumen, menurut Pasal 4 ada Sembilan hak dari konsumen, delapan diantara hak eksplisit diatur dalam UUPK dan satu hak lainya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. Hak-hak tersebut adalah:42

1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan atas barang dan jasa 2) Hak untuk memilih barang dan jasa

3) Hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya

5) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum (advokasi), perlindungan dan penyelesaian sengketa

6) Hak dalam pembinaan dan pendidikan konsumen

7) Hak untuk diberlakukan dengan secara benar, jujur dan tidak diskriminatif

41 Pieres Jhon dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Pelangi Cendekia.2007) hal. 50.

42 N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta: Pantai Rei, 2005) hal. 84.

(38)

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi atas barang atau jasa yang merugikan

9) Hak-hak yang ditentukan dalam perundang-undangan lain

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 Tahun 1962 yaitu terdiri atas:

1) Hak memperoleh keamanan;

2) Hak memilih;

3) Hak mendapat informasi;

4) Hak untuk didengar.

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi hak-hak asasi manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing masing pada Pasal 3,8,19,21, dan Pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union-IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainya, yaitu:

1) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

2) Hak untuk memperoleh ganti rugi;

3) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

4) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

(39)

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut : 43

1) Hak atas keamanan dan keselamatan.

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.

2) Hak untuk memperoleh informasi.

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tid ak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.

3) Hak untuk memilih.

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini, konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.

4) Hak untuk didengar.

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produkproduk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

43Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 37-41.

(40)

5) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup.

Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang dan/atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak. Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan, sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

6) Hak untuk memperoleh ganti kerugian.

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.

7) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

8) Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;

Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

9) Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya.

Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

10) Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

(41)

Hak ini tentu saja dimaksud untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.

Dalam Pasal 5 UUPK 1999, disebutkan bahwa kewajiban konsumen adalah : 1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Disamping itu, masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut: 44

1) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);

2) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belagen);

3) Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding) 4) Hak atas penerangan (recht op voolichting en vorming) 5) Hak untuk didengar (recht om te worden gehord)

b. Kewajiban Konsumen

Konsumen memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam undang- undang Perlindungan Konsumen Pasal 5, dinyatakan bahwa kewajiban konsumen sebagai berikut :45

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ jasa, demi keamanan dan keselamatan.

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/ jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

44 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 39-40.

45 Celina TriSiwi Kristiyanti, Op.cit, hal. 27.

(42)

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha a. Hak Pelaku Usaha

Pelaku usaha juga perlu diatur hak-haknya agar terciptanya kenyamanan dalam berusaha dan untuk menciptakan pula hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen. Menurut Pasal 6 UUPK 1999 hak-hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

2) Hal untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Terkait hak pelaku usaha yang tersebut pada Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen angka 2, 3, dan 4, sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada

(43)

angka 2, 3, dan 4, tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.46

Terakhir, hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya, seperti hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan berbagai undang-undang tersebut, maka harus diingat bahwa UUPK 1999 adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen.47

Selain itu hak pelaku usaha dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:48

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari konsumen yang beritikad tidak baik

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, telah mengatur mengenai kewajiban bagi pelaku usaha, yaitu:

46 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 51.

47 Ibid, hal. 54.

48 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanannya Di indonesia, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 196.

Gambar

Tabel Skema 1. Mekanisme Penjualan Obat

Referensi

Dokumen terkait

1) Hak atas kenyaman, keamanan dan keselamatan atas barang dan jasa. 2) Hak untuk memilih barang jasa. 3) Hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Seiring

a) “Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.. 30 b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/jasa

Tanggung jawab pelaku usaha atas penggunaan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat adalah bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK KESEHATAN, KEAMANAN, DAN KESELAMATAN BAGI KONSUMEN AIR MINUM DI PDAM KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

5. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan

Hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:  hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;  hak untuk

Hak-hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah: 1 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau